• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kawasan Potensial Untuk Lokasi Penanaman Hutan Kota

RUTRK Kawasan Hijau

5.7.4 Pengembangan Hutan Kota

5.7.4.2 Kawasan Potensial Untuk Lokasi Penanaman Hutan Kota

Hampir seluruh kawasan dapat dikembangkan menjadi hutan kota. Kawasan tersebut anatar lain: lapangan olah raga, sempadan sungai, pemukiman, kampus perguruan tinggi, sepanjang jalan, pertamanan, fasilitas umum, perkantoran, industri, serta kawasan la innya. Kawasan-kawasan yang potensial untuk dijadikan lokasi penanaman pohon sebagai hutan kota di Kota Pekanbaru diprioritaskan pada kawasan yang telah ditetapkan sesuai dengan peraturan Pemerintah Daerah dan peraturan konservasi. Prioritas lokasi ini dilakukan karena kawasan yang dimaksud telah mendapat legalitas hukum. Pembangunan hutan kota juga dapa t diarahkan pada kawasan lain yang mempunyai potensi untuk pengembangan hutan kota. Lokasi pembangunan hutan kota dapat dibangun di beberapa tempat sebagai berikut:

Pemukiman Penduduk

Pembangunan hutan kota dapat melibatkan masyarakat sebagai pelaku. Masyarakat diikut sertakan untuk menanam pohon dan memeliharanya sesuai dengan kebutuhan manfaat yang diinginkan. Mengacu pada Instruksi Walikota Pekanbaru Nomor 522.4/Dinas Pertanian/935 mengenai penanaman dan pemeliharaan tanaman, point satu dengan instruksi : setiap rumah toko dan rumah tempat tinggal di sepanjang jalan serta masyarakat dalam Kota Pekanbaru, diharuskan untuk menanam dan memelihara tanaman minimal satu batang pohon pelindung untuk setiap rumah toko maupun rumah tempat tinggal.

Kewajiban menanam pohon akan menambah jumlah vegetasi yang ada di Kota Pekanbaru. Berdasarkan jumlah unit tempat tinggal untuk masing-masing kecamatan, maka diperoleh penambahan ruang terbuka hijau dalam bentuk hutan kota dengan vegetasi pohon berjumlah 126.074 batang, dengan asumsi bahwa seluruh pemilik rumah tempat tinggal menjalankan instruksi yang telah ditetapkan. Pada Tabel 35 disajikan penambahan penanaman pohon berda sarkan jumlah tempat tinggal pada masing-masing kecamatan.

Tabel 35. Potensi Jumlah Pohon Yang Ditanam pada Masing -Masing Unit Tempat Tinggal di Masing-Masing Kecamatan

Kecamatan Jumlah Bangunan

Rumah (Unit)

Potensi Jumlah Pohon Yang Ditanam (Batang)

Pekanbaru Kota 5.305 5.305 Senapelan 7.260 7.260 Limapuluh 6.155 6.155 Sukajadi 12.319 12.319 Sail 4.816 4.816 Rumbai 16.617 16.617 Bukit Raya 33.161 33.161 Tampan 40.441 40.441 Total 126.074 126.074

Sumber: Data Sekunder dan Hasil Analisis

Pengadaan lahan dengan jumlah cukup luas untuk lokasi hutan kota sangat sulit ditemukan pada daerah perkotaan. Penggunaan lahan yang sudah ditetapkan berdasarkan fungsi kawasan masing-masing maka perlu alternatif pengadaan

lokasi hutan kota. Berdasarkan jumla h pohon yang dapat ditanam sesuai jumlah rumah tempat tinggal, maka dapat diperoleh luas ruang terbuka hijau dalam bentuk hutan kota. Dengan asumsi satu hektar dapat ditanam dengan 100 batang pohon, pemukiman penduduk bisa menyumbang sekitar 53,05 hektar hutan kota yang berada di Kecamatan Pekanbaru Kota, 72,6 hektar di Kecamatan Senapelan, 61,55 hektar di Kecamatan Limapuluh, 123,19 hektar di Kecamatan Sukajadi, 48,16 hektar di Kecamatan Sail, 166,17 hektar di Kecamatan Rumbai, 331,61 hektar di Kecamatan Bukit Raya, dan 404,41 hektar di Kecamatan Tampan. Untuk seluruh kota penambahan luas hutan kota diperkirakan sekitar 1.260,74 hektar.

Sempadan Sungai

Kawasan penanaman Hutan Kota dilakukan pada daerah sempadan sungai, hal ini dilaksanakan berdasarkan pera turan tentang sempadan sungai. Pembangunan ruang terbuka hijau berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63 Tahun 1993 Tentang : Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai Dan Bekas Sungai. Pasal 8 yang berisi tentang Penetapan garis sempadan sungai di dalam kawasan perkotaan didasarkan pada kriteria:

a. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dan 3 (tiga) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapka n.

b. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (duapuluh) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.

c. Sungai yang mempunyai kedalaman maksimum le bih dari 20 (dua puluh) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 30 (tigapuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.

Sesuai dengan Inmendagri No. 14 Tahun 1988, bahwa lokasi ruang terbuka hijau bisa berada pada kawasan jalur sungai. Berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) untuk kawasan konservasi, termasuk di dalamnya kawasan sempadan sungai, maka ditetapkan luas kawasan yang dijadikan sempadan sungai. Loaksi penanaman hutan kota dapat diarahkan pada kawasan

sempadan sungai yang telah ditetapkan peruntukannya. Luas dan lokasi sempadan sungai yang ditetapkan berdasarkan rencana peruntukan lahan disajikan pada Tabel 36.

Tabel 36. Sempadan Sungai yang Direncanakan Sebagai Lokasi Hutan Kota

Kecamatan Luas Sempadan Sungai (ha)

Bukit Raya 424,54

Tampan 1.008,23

Total 1.432,76

Sumber: RUTRK Pekanbaru Tahun 2004

Buffer sungai dapat dijadikan salah satu bentuk hutan kota yang berfungsi

untuk mencegah dan mengurangi kemungkinan terjadinya banjir di Kota Pekanbaru. Peta kawasan lindung menggambarkan bahwa sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak yang membelah Kota Pekanbaru merupakan kawasan bergambut. Apabila kawasan ini dibangun maka akan menimbulkan terjadinya banjir. Areal DAS yang seharusnya menjadi kawasan konservasi ternyata masih banyak digunakan untuk keperluan pemukiman penduduk. Kecamatan Senapelan dan Sail terdapat banyak pemukiman penduduk yang berada pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak. Kondisi yang ada mengakibatkan daerah sepanjang bantaran sungai belum dapat dioptimalkan untuk kawasan konservasi.

Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru tahun 2004 mengalokasikan mengalokasikan daerah sempadan sungai yang akan dikonservasi (dihijaukan). Arahan pembanguan hutan kota pada kawasan ini dapat dilakukan. Daerah sempadan sungai terdapat pada dua kecamatan yaitu Kecamatan Bukit Raya dan Kecamatan Tampan, luas masing-masing yaitu 424,54 hektar dan 1.008,23 hektar sehingga luas penanaman hutan kota yang diarahkan pada dua kecamatan ini di lokasi sempadan sungai sekitar 1.432,76 hektar.

Jalur Jalan

Pembangunan ruang terbuka hijau mengacu pada Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan. Kriteria pengembangan kawasan terbuka hijau merupakan suatu keterkaitan hubungan antara bentang alam atau peruntukan kriteria vegetasi. Letak dan lokasi ruang terbuka hijau dapat dikembangkan sesuai dengan

kawasan-kawasan peruntukan ruang kota, antara lain yaitu kawasan-kawasan jalur jalan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional mengenai kriteria kawasan lindung untuk kawasan terbuka hijau kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf e adalah : lokasi sasaran kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota antara lain di kawasan jalan yang berada di kawasan perkotaan.

Arahan pembangunan hutan kota pada jalur jalan dapat dilaksanakan pada jaringan jalan primer dan jaringan jalan sekunder. Arahan penanaman hutan kota pada kawasan ini dengan pert imbangan bahwa jalur jalan dengan tipe primer dan sekunder masih mempunyai ruang untuk ditanami pohon.

6.1 Kesimpulan

1. Luas ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru adalah sekitar 31.750,341 hektar. Sebaran luas untuk masing-masing kecamatan adalah; Kecamatan Pekanbaru Kota 0,353 hektar, Senapelan 3,173 hektar, Limapuluh 50,246 hektar, Sukajadi 1,852 hektar, Sail 28,649 hektar, Rumbai 9.596,980 hektar, Bukit Raya 18.929,067 hektar, dan Tampan 3.140,021 hektar.

2. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan existing condition ruang terbuka hijau.

a. Kawasan terbuka hijau di Kota Pekanbaru sesuai dengan luas kawasan hijau yang ditetapkan 40 persen dari luas wilayah masih mencukupi. Berdasarkan hasil analisis penutupan lahan, perkiraan luas ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru mencapai 31.750,34 hektar atau sekitar 49,70 persen dari total luas Kota Pekanbaru (63.226 hektar). Untuk tingkat kecamatan ada 6 kecamatan yang tidak memenuhi syarat untuk mencukupi kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah. Kekurangan ruang terbuka hijau pada kecamatan tersebut adalah Kecamatan Pekanbaru Kota dengan luas 89,65 hektar, Senapelan 262,83 hektar, Limapuluh 111,75 hektar, Sukajadi 202,15 hektar, Sail 101,35 hektar, dan Tampan 1.213,98 hektar. Kecamatan Rumbai dan Bukit Raya luas ruang terbuka hijau masih memenuhi syarat berdasarkan luas wilayah.

b. Berdasarkan kebutuhan penduduk dengan standar 40 m2/jiwa terdapat 5 kecamatan yang tidak memenuhi syarat kawasan terbuka hijau. Kekurangan ruang terbuka hijau terjadi pada Kecamatan Pekanbaru Kota dengan luas 121,92 hektar, Senapelan 142,77 hektar, Limapuluh 114,37 hektar, Sukajadi 244,49 hektar, dan Sail 57,61 hektar. Kecamatan Rumbai, Bukit Raya, dan Tampan luas ruang terbuka hijau yang ada masih memenuhi syarat untuk kebutuhan berdasarkan jumlah penduduk.

c. Berdasarkan jumlah karbon dioksida, Kecamatan Pekanbaru Kota tidak memenuhi syarat kawasan terbuka hijau. Kekurangan ruang terbuka hijau

untuk menyerap karbon dioksida dengan luas 3.032,65 hektar. 7 kecamatan lainnya masih memenuhi syarat berdasarkan kebutuhan untuk menyerap karbon dioksida. Kebutuhan ruang terbuka hijau yang sangat besar di Kecamatan Kota Pekanbaru dikarenakan jumlah karbon dioksida yang besar serta keberadaan ruang terbuka hijau yang sangat sedikit. 3. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota

(RUTRK) kawasan hijau.

a. Kawasan terbuka hijau di Kota Pekanbaru berjumlah 12.790,73 hektar. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah berjumlah 25.290,4 hektar. Terdapat kekurangan ruang terbuka hijau sekitar 12.499,67 hektar. Sesuai dengan luas kawasan hijau yang ditetapkan 40 persen dari luas wilayah belum mencukupi. Ruang terbuka hijau yang ditetapkan hanya berjumlah 16,83 persen. Seluruh Kecamatan di Kota Pekanbaru masih kekurangan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah. Kekurangannya masing-masing adalah Kecamatan Pekanbaru Kota dengan luas 90 hektar, Senapelan 266 hektar, Limapuluh 162 hektar, Sukajadi 204 hektar, Sail 130 hektar, Rumbai 5.305, 47 he ktar, Bukit Raya 2.206,56 hektar, dan Tampan 4.135,24 hektar.

b. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk terdapat 6 kecamatan yang belum memenuhi syarat. Kekurangan ruang terbuka hijau pada kecamatan tersebut adalah Pekanbaru Kota 122,27 hektar, Senapelan 145,94 hektar, Limapuluh 164,62 hektar, Sukajadi 246,34 hektar, Sail 86,26 hektar, dan Tampan 390,95 hektar. Kecamatan Rumbai dan Bukit Raya masih mencukupi.

c. Kebutuhan ruang terbuka hijau untuk menyerap karbon dioksida terdapat 6 kecamatan yang tidak memenuhi syarat. Kekurangan luas ruang terbuka hijau pada kecamatan tersebut adalah Kecamatan Pekanbaru Kota 3.033,83 hektar, Senapelan 1 hektar, Limapuluh 1 hektar, Sukajadi 1 hektar, Sail 2 hektar, dan Tampan 179,24 hektar. Kecamatan Bukit Raya dan Tampan masih mencukupi.

4. Arahan penambahan vegetasi dilakukan dengan pembangunan hutan kota dengan masing-masing adalah Kecamatan Pekanbaru Kota 3.033,19 hektar, Senapelan 266 hektar, Limapuluh 164,62 hektar, Sukajadi 246,34 hektar, Sail 130,40 hektar, Rumbai 5.305,67 hektar, Bukit Raya 2.206,76 dan Tampan 4.134,84 hektar.

6.2 Saran

1. Perlu komposisi yang seimbang mengenai luas dan sebaran ruang terbuka hijau pada masing-masing kecamatan untuk memberikan manfaat yang diinginkan.

2. Rencana pembangunan hutan kota untuk memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau dapat diterapkan secara fleksibel. Jika dilakukan pemerataan pembangunan dan pemerataan penyebaran jumlah penduduk, maka sebaran pembangunan hutan kota dapat didistribusikan secara merata pada tiap kecamatan (jumlah kebutuhan luas hendaknya tidak berubah).

3. Peraturan Daerah mengenai kawasan hijau serta Peraturan Perundangan pendukung lainnya perlu dilaksanakan. Diperlukan juga adanya pengawasan disertai dengan sanksi demi terciptanya kawasan hijau kota untuk memberikan manfaat yang besar.

4. Berdasarkan hasil studi, diperlukan upaya pengendalian emisi karbon dioksida . Alternatif bahan bakar untuk pembangkit energi listrik perlu dipertimbangkan, karena sektor ini merupakan penyumbang terbesar karbon dioksida di Kota Pekanbaru, dari kebutuhan energi (listrik, minyak tanah, premium, dan solar).

Anonim. 2001. Rencana Umum Tata Ruang Kota Pekanbaru. Pemerintah Kota Pekanbaru.

Anonim. 2002. Integrasi Teknik Interpretasi Visual Citra Landsat 7 ETM+ Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Tutupan Lahan. Forest Watch Indonesia, Dept. GIS.

Aronoff, S. 1989. Geographic Information System: A Management Perspective. Ottawa, Canada: WDL Publications.

Badan Pusat Statistik Kota Pekanba ru. 2003. Pekanbaru Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru.

Barus, B., dan Wiradisastra U.S. 2000. Sistem Informasi Geografi Sarana Manajemen Sumberdaya. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Budihardjo, E. 1993. Kota Berwawasan Lingkungan. Penerbit Alumni. Bandung.

Burrough, P.A. and R.A. McDonnel. 1986. Principles of GIS for Land Resources Assesment. Clarendon Press. London.

Dahlan, E.N. 1992. Hutan Kota Untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia. Bogor.

Dahlan, E.N. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. IPB Press.

Davis, B.E. 1996. GIS: A Visual Approach. OnWord Press. United States.

Djaiz, E.D., dan H. Novian. 2000. Sebaran hutan kota Kodya Bogor berdasarkan data Landsat-TM. Warta Lapan 30: 32-41.

Djunaedi, A. 2001. Alternatif Model Penerapan Perencanaan Strategis dalam Penataan Ruang Kota Di Indonesia. Pusat Penelitian Pengembangan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung.

Energy Information Administration. 2000. Emissions of Greenhouse Gases in the United States. Appendix B, table B1. At http://www.ghgprotocol.org. (3 Maret 2005).

Fandeli, C. 2004. Perhutanan Kota. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Jogjakarta.

Forest Service Publications. 2003.a. Trees increase economic stability. 2003. http://www.dnr.state.md.us/forests/publications/urban7.html. (18 Februari 2005).

Forest Service Publications. 2003. b. Trees modify local climate. 2003. http://www.dnr.state.md.us/forests/publications/urban6.html. (18 Februari 2005).

Forest Service Publications. 2003.c. Trees reduce noise pollution and create wildlife and plant diversity. 2003. http://www.dnr.state.md.us/forests/ publications/urban8.html. (18 Februari 2005).

Forest Service Publications. 2003. d. Trees save energy. http://www.dnr.state.md.us/forests/publications/urban5.html.(18 Februari 2005).

Gusmailina. 1996. Peranan beberapa jenis tanaman hutan kota dalam pengurangan dampak emisi logam berat di udara. Buletin Penelitian Hasil Hutan 14(2): 14-21.

IPCC. 1995. Greenhouse gas inventory reference manual. IPCC WGI Technical Support Unit, Hardley Center, Meteorology Office, London Road, Braknell, RG 122 NY, United Kongdom.

Irwan, Z.D. 1992. Neraca energi dalam hutan kota. Trisakti 8: 56-70.

Irwan, Z.D. 1997. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Pustaka CIDESINDO. Jakarta.

Iverson, L.R, S. Brown, A. Grainger, A. Prasad, and D. Liu. 1993. Carbon sequestration in tropical Asia: an assessment of technically suitable forest lands using geographic information systems analysis. Climate Research 3:23-38.

Jaya, I.N.S. 2002. Penginderaan Jauh Satelit Untuk Kehutanan. Laboratorium Inventarisasi Hutan Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB.

Jaya, I.N.S. 2005. Analisis Citra Digital. Perspektif Penginderaan Jauh Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Kementrian Dalam Negeri. 1988. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Tentang: Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Wilayah Perkotaan

Kusmana, C., K. Abe, and A. Watanabe. 1992. An estimation of aboveground tree biomass of mangrove forest in east sumatra, Indonesia. Tropic 1(4): 243-257.

Laboratorium Udara Kota Pekanbaru. 2004. Laporan Hasil Pemantauan Kualitas Udara.

Murai, S. 1996. Remote Sensing Note. Japan: Japan Association on Remote Sensing.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 Tentang: Pengendalian Pencemaran Udara

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota.

Polda Riau, Direktorat Lalu Lintas. 2005. Daftar Jumlah Kendaraan Bermotor.

Ryadi, S. 1982. Pencemaran Udara. Usaha Nasional. Surabaya.

Sastrawijaya, A.T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta.

Simonds J.O. 1983. Landscape Architecture. New York: Mc Graw-Hill Co.

Simpson, J.R., and E.G. McPherson. 1999. Carbon Dioxide Reduction Through Urban Forestry-Guidelines for Professional and Volunteer Tree Planters. Gen. Tech. Rep. PSW-GTR-171. Albany, CA: Pacific Southwest Research Station, Forest Service, U.S. Departmen of Agriculture.

Sugiyono, A. 1998. Strategi penggunaan energi di sektor transportasi. Majalah BPP Teknologi 85: 34-40.

Tjokroamidjojo, B. 1995. Perencanaan Pembangunan. Toko Gunung Agung. Jakarta.

Tyrväinen, L. 1998. The economic value of urban forest amenities: an application of the contingent valuation method. Landscape and Urban Planning 43:105-118.

Undang-Undang Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang.

Urban Forest Research. 2002. Managing stormwater runoff with trees. Center for Urban Forest Research Pacific Southwest Research Station, USDA Forest Service.

WRI/WBCSD GHG Protocol. 2001. Guideline for Stationary Fuel Combustion. http://www.ghgprotocol.org. (23 Desember 2004).

Yakin, A. 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Teori dan Kebijaksanaan Pembangunan Berkelanjutan. Akademika Presindo. Jakarta.

Lampiran 1. Banyaknya Kekuatan dan Tenaga Listrik yang Dibangkitkan oleh PLN Cabang Pekanbaru

Tahun Mesin Kekuatan (kWh) Tenaga Listrik Yang Dibangkitkan (kWh) 1998 133 121.865 346.506.282 1999 130 138.804 434.270.353 2000 128 138.274 460.868.184 2001 143 393.920 527.563.285 2002 150 458.740 628.559.462 2003 - - 619.417.537 2004* - - 563.669.923

Sumber : PT. PLN (Persero) WILAYAH RIAU, CABANG PEKANBARU

*

Tahun 2000 PARAMETER PM 10 SO2 CO O3 NO2 Bulan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 45,58 52,22 37,35 3,44 3,61 0,88 4,27 11,08 3,57 23,66 16,6 22,49 0,76 0,76 0,61 2 54,74 63,33 57,62 3,73 5,13 3,08 4,75 13,41 5,49 38,14 22,48 10,56 0,88 3 0,75 3 72,37 124,05 109,14 4,34 5,43 4,39 10,1 20,34 12,77 28,97 23,84 29,02 1,15 2,91 1,21 4 35,84 46,33 42,95 3,46 0,29 4,62 3,74 9,25 3,95 22,05 15,63 21,31 0,58 0,75 0,54 5 67,26 69,68 69,61 8,22 5,69 7,57 10,23 16,62 8,23 22,52 35,38 21,02 0,81 1,62 2,59 6 36,82 46,47 43,49 0,31 1,94 0,67 4,14 8,95 5,27 27,26 19,19 21 2,37 1,77 0,74 7 57,71 69,67 73,5 1,7 5,02 2,03 6,59 10,1 7,98 28,31 23,06 9,85 0,66 1,32 1,68 8 43,54 50,22 37,68 9,55 16,1 1,05 3,76 9,41 5,3 24,7 16,31 18,3 0,42 1,88 1,1 9 48,58 54,43 51,51 2,57 13,43 1,7 8,18 8,77 7,17 33,15 28,17 23,18 0,53 2,04 1,79 10 44,64 45,11 44,88 7,78 12,72 1,59 5,82 10,44 4,59 24,55 24,55 24,55 0,68 1,93 1,03 11 50,48 48,41 40,41 1,1 15,16 1,76 6,3 9,63 3,81 27,87 9,03 22,68 0,78 2,69 0,99 12 51,5 39,49 44,3 0,9 1,35 1,8 3,88 8,66 3,01 21,76 17,99 23,45 0,67 2,28 0,38

Tahun 2001 PARAMETER PM 10 SO2 CO O3 NO2 Bulan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 36,62 47,35 0,10 1,4 3,83 8,9 2,45 27,79 17,31 23,14 0,63 2,68 0,78 2 39,16 5,7 28,05 0,90 3 44,13 4,11 35,88 0,39 4 46,76 7,37 16,2 28,85 6,62 5 47,67 5,30 16,26 21,10 6,32 6 45,19 7,21 20,91 21,01 6,70 7 61,19 8,25 15,55 24,35 1,83 8 52,78 56,52 0,80 8,81 12,37 15,56 38,82 26,48 0,49 7,53 9 43,86 52,03 9,93 9,95 15,19 39,60 16,69 3,15 6,07 10 11 35,48 43,92 0,70 12,37 10,17 16,07 47,18 21,09 2,86 6,96 12 29,87 39,86 14,38 7,89 13,52 47,62 17,41 3,16 6,01

Tahun 2002 PARAMETER PM 10 SO2 CO O3 NO2 Bulan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 38,2 45,3 0,12 17,4 9,61 14,5 39,6 18 3,01 6,57 2 63,2 76,1 17,8 16,8 18 49,4 27 4,28 7,52 3 72,5 77,5 17,5 17 55,7 28,5 4,39 6,88 4 59 50,1 6,62 10,6 14,9 12,5 52,7 36 47,8 3,63 6,6 5,75 5 42,7 60,9 13,9 10,6 15,4 6,4 44,3 24,8 17,7 3,48 6,3 4,5 6 54,1 64,6 1 1,33 17,4 23,8 40,1 24,8 38 4,17 6 7 42,7 56,2 5,54 11 15,5 38,1 79,6 6,97 8 82,4 80,7 2,19 25,2 40,2 71,7 3,4 10,7 9 33,5 60,1 2,85 10 23 77,8 2,5 7,15 10 73,7 3,5 84,9 7,52 11 41,5 44,1 3,96 8,5 21,8 85,5 2 12 39,9 4,44 86,1

Tahun 2003 PARAMETER PM 10 SO2 CO O3 NO2 B ulan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 45,1 29 5 13,7 6,83 6,5 22,5 87,9 37,3 3,75 2 47,4 17,5 6,18 16,1 7,5 9,67 19,3 88,1 61,4 43,2 5,13 3 55,6 7,64 17,2 17,7 99,6 39,3 6,85 4 39,6 9,5 18,1 96,3 39,3 5,25 5 64,4 153 11,8 97,8 41,7 15,8 6 105 135 14,6 2 103 23,8 6 7 53,2 15,4 5 29 1 8 74,3 16,3 101 9 10 11 12

(Lampiran III).

PENGARUH INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA UNTUK SETIAP

Dokumen terkait