• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN

5.2. Kayu Bulat

, pada seluruh persamaan yang berkisar antara 70.57% hingga 99.59%.

5.2.1. Luas Tebangan Hutan Alam

Luas tebangan hutan alam (LUASA) dalam produksi kayu bulat selain dipengaruhi secara nyata pada taraf nyata 5% oleh pengalaman tebangan pada tahun sebelumnya (LUASA-1

Apabila terjadi kenaikan 1% atas total permintaan kayu bulat oleh industri pengolahan, maka dalam jangka pendek akan terjadi penambahan tebangan 0.22%, sedangkan dalam jangka panjang kenaikannya bisa mencapai 0.88% (Tabel 4). Adapun kenaikan harga kayu tersebut 1% akan meningkatkan luas

), juga sangat dipengaruhi oleh: 1) total permintaan kayu bulat hutan alam (QDKB), 2) harga kayu itu sendiri (RPKBA), dan 3) tingkat upah (UPAH) berpengaruh secara nyata pada taraf 10%. Namun demikian, respon produsen dalam menyikapi perubahan ketiga peubah itu tidak elastis, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

tebangan 0.14% pada jangka pendek dan 0.58% pada jangka panjang. Rendahnya respon tersebut (inelastic) dikarenakan adanya ketentuan mengenai jatah maksimal luas tebangan per tahun. Penambahan luas tebangan yang mengakibatkan terlewatinya batas maksimal tahunan, akan dikenakan hukum pidana karena dianggap telah melakukan tindakan illegal logging. Dengan demikian meskipun terjadi dorongan pasar berupa kenaikan permintaan dan kenaikan harga, maka dorongan ini hanya direspon dengan penambahan luas tebangan sampai pada jatah tebangan yang telah ditentukan.

Tabel 4. Hasil Estimasi Persamaan Luas Tebangan Hutan Alam di Indonesia Tahun 2005

Peubah Koefisien P-value Elastisitas

Jk Pendek Jk. Panjang

Total Permintaan Kayu Bulat (QDKBA) 0.007 0.0024 0.217 0.880

Harga kayu bulat alam (RPKBA) 44.966 0.0471 0.143 0.581

Dana reboisasi (RDRBS) -0.015 0.6038 -0.018 -0.073

Iuran hasil hutan riil (RIHH) -0.187 0.1469 -0.068 -0.277

Upah riil (UPAH) -0.011 0.0691 -0.002 -0.007

Suku bunga (INTR) -0.114 0.9539 -0.003 -0.013

Luas Tebangan HA sebelumnya 0.754 0.0001

Dari Tabel 4 juga terlihat bahwa respon negatif oleh kenaikan tingkat upah ternyata sangat kecil, dimana dengan kenaikan upah 1% hanya mengakibatkan penurunan luas tebangan sebesar 0.002% pada jangka pendek, dan sebesar 0.007% pada jangka panjang. Hal ini mungkin disebabkan karena perluasan tebangan akan mengakibatkan penambahan jaringan jalan sarad dan jalan angkutan kayu yang dalam biaya eksploitasi hutan merupakan komponen biaya terbesar, yaitu antara 30-60% (Ellias, 2008), sehingga pengaruh komponen upah per satuan luas tebangan menjadi kurang signifikan.

5.2.2. Luas Tebangan Hutan Tanaman

Estimasi persamaan luas tebangan pada hutan tanaman (LUAST) sebagaimana terlihat pada Tabel 5 menunjukkan bahwa keputusan mengenai luas tebangan pada hutan tanaman sangat dipengaruhi oleh: 1) total permintaan kayu bulat, 2) harga riil kayu bulat dari hutan tanaman, dan 3) tingkat suku bunga pinjaman. Meskipun demikian semua peubah penjelas tersebut berpengaruh nyata pada taraf nyata 40%, kecuali untuk peubah total permintaan kayu yang berpengaruh nyata pada taraf 5%.

Respon positif pengusaha hutan tanaman dalam menanggapi kenaikan permintaan kayu bulat tidak elastis dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang respon tersebut elastis. Dalam hal ini apabila total permintaan kayu bulat naik 1% maka dalam jangka pendek hal ini hanya direspon dengan penambahan luas tebangan hutan tanaman sebesar 0.37%, sedangkan pada jangka panjang hal ini direspon dengan kenaikan sebesar 1.20%. Elastisitas pada jangka panjang tersebut terjadi karena investasi pada hutan tanaman sangat tinggi dan melibatkan jangka waktu yang relatif panjang, sehingga setiap perubahan baru akan direspon secara nyata dalam jangka panjang.

Respon positif luas tebangan hutan tanaman juga akan terjadi apabila ada kenaikan harga kayu bulat hutan tanaman, meskipun respon ini tidak elastis baik pada jangka pendek maupun panjang. Dalam hal ini apabila harga kayu naik 1% maka dalam jangka pendek akan direspon dengan penambahan luas tebangan sebanyak 0.09%, sedangkan dalam jangka panjang penambahan tersebut bisa mencapai 0.29%. Peningkatan respon yang terjadi pada jangka panjang ini menjelaskan sifat dari usaha hutan tanaman yang berjangka panjang, dimana

respon penambahan luas tebangan hutan baru terjadi setelah tanaman berumur minimal 7 tahun.

Respon negatif akan terjadi apabila ada perubahan tingkat suku bunga, meskipun respon tersebut tidak elastis pada jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini bisa dipahami karena berbeda dengan usaha pada hutan alam, maka pada hutan tanaman dana pinjaman lebih diperlukan pada saat mereka mulai menanam pohon. Oleh karena itu meskipun terjadi kenaikan suku bunga pinjaman, maka hal itu tidak mengurangi minat pengusaha untuk menebang. Dalam hal ini apabila terjadi kenaikan atas suku bunga pinjaman sebesar 1%, dalam jangka pendek pengurangan luas tebangan hutan tanaman hanya sebesar 0.11%; sedangkan dalam jangka panjang kenaikan suku bungan pinjaman tersebut akan direspon dengan pengurangan luas tebangan sebesar 0.36%.

Tabel 5. Hasil Estimasi Persamaan Luas Tebangan Hutan Tanaman di Indonesia Tahun 2005

Peubah Koefisien P-value Elastisitas

Jk Pendek Jk. Panjang

Total Permintaan Kayu Bulat 0.003 0.0288 0.368 1.196

Harga kayu bulat tanaman 8.576 0.3471 0.090 0.293

Iuran hasil hutan riil -0.018 0.8674 -0.022 -0.072

Upah riil -0.001 0.7683 -0.026 -0.083

Suku bunga -1.188 0.47 -0.112 -0.363

Luas tebangan HT sebelumnya 0.693 0.0001

5.2.3. Luas Tebangan Hutan Rakyat

Estimasi luas tebangan hutan rakyat (LUASR) terlihat bahwa penentuan luas tebangan selain dipengaruhi secara nyata oleh pengalaman panen tahun sebelumnya pada taraf nyata 10%, ternyata juga sangat dipengaruhi secara nyata oleh total permintaan kayu bulat dengan taraf nyata 5% (Tabel 6).

Respon positif rakyat dalam menanggapi kenaikan permintaan kayu bulat (QDKB) tidak elastis dalam jangka pendek, dimana apabila terjadi kenaikan permintaan sebesar 1%, maka perubahan ini hanya ditanggapi dengan kenaikan luas tebangan sebesar 0.65%. Pada jangka panjang, respon ini elastis, dimana kenaikan 1% pada total permintaan akan diikuti dengan kenaikan luas tebangan sebesar 1 % pula. Respon yang signifikan ini hanya terjadi pada jangka panjang karena biasanya rakyat mempunyai hutan dalam luasan yang relatif kecil, sedangkan masa yang diperlukan untuk penanaman hingga penebangan (time lag) sangat panjang, sehingga kenaikan permintaan kayu bulat dapat tidak dapat direspon secara dengan cepat.

Tabel 6. Hasil Estimasi Persamaan Luas Tebangan Hutan Rakyat di Indonesia Tahun 2005

Peubah Koefisien P-value Elastisitas

Jk Pendek Jk. Panjang

Total Permintaan Kayu Bulat 0.001 0.0312 0.649 1.005

Harga kayu bulat rakyat 0.463 0.9063 0.022 0.035

Upah riil -0.000 0.9659 -0.007 -0.012

Luas tebangan HR sebelumnya 0.355 0.0971

Berbeda dengan fenomena yang terjadi pada hutan tanaman, maka pada hutan rakyat, harga riil kayu bulat hutan rakyat kurang berpengaruh pada keputusan luas penebangan. Hal terjadi karena alasan yang sama dengan uraian di atas, serta adanya kenyataan bahwa secara umum masyarakat kurang mendapat akses informasi pasar, sehingga tidak seluruh kejadian perubahan harga di pasar terpantau oleh mereka. Mereka hanya terpengaruh oleh kenaikan permintaan, yang secara nyata mereka ketahui dari adanya peningkatan permintaan atas kayu mereka.

Rakyat juga kurang responsif terhadap perubahan upah karena secara umum sebagian besar dari mereka menggunakan tenaganya sendiri dalam penebangan di samping dalam mengelola hutan mereka. Kemungkinan lain adalah adanya penggunaan sistem bagi hasil dengan para buruh yang membantu penanaman, pemeliharaan dan penebangan.

5.2.4. Produksi Kayu Bulat dari Hutan Alam

Estimasi produksi kayu bulat dari hutan alam (QKBA), dimana produksi kayu bulat dari hutan ini mempunyai kecenderungan atau trend (T) yang positif. Selain terpengaruh oleh produksi tahun sebelumnya (QKBA-1

Upah riil sangat berpengaruh terhadap produksi kayu bulat dari hutan alam, dimana perubahan upah akan direspon secara negatif dan elastis pada jangka pendek maupun jangka panjang. Setiap kenaikan upah 1% akan mengakibatkan pengurangan produksi sebesar 1.31% pada jangka pendek, dan pada jangka panjang akan menurunkan produksi sebesar 2.10%. Respon produksi terhadap perubahan Iuran Hasil Hutan juga bersifat negatif meskipun tidak elastis dalam jangka pendek maupun jangka panjang, dimana apabila terjadi kenaikan besarnya Iuran Hasil Hutan sebesar 1%, maka dalam jangka pendek kenaikan tersebut akan menurunkan produksi sekitar 0.26%, sedangkan dalam jangka panjang pengurangnnya mencapai sekitar 0.41%.

) dan produktivitas hutan alam (PRODVA) yang berpengaruh nyata pada taraf 5%. Produksi kayu bulat dari hutan ini juga sangat dipengaruhi terutama oleh: 1) upah riil (RUPAH), dan 2) iuran hasil hutan riil (RIHH) dimana kedua peubah tersebut ini berpengaruh nyata pada taraf 1% (Tabel 7).

Tabel 7. Hasil Estimasi Persamaan Produksi Kayu Bulat dari Hutan Alam di Indonesia Tahun 2005

Peubah Koefisien P-value Elastisitas

Jk Pendek Jk. Panjang

Harga kayu bulat alam 1095.563 0.0272 0.201 0.322

Produktivitas hutan alam 395.273 0.0018 0.775 1.239

Upah riil -3.383 0.0003 -1.306 -2.090

Iuran hasil hutan riil -12.162 0.0054 -0.256 -0.409

Dana reboisasi -0.342 0.9457 -0.024 -0.038

T 963.734 0.0156 1.184 1.895

Produksi kayu bulat HA sebelumnya 0.375 0.0158

5.2.5. Produksi Kayu Bulat dari Hutan Tanaman

Estimasi produksi kayu bulat dari hutan tanaman (QKBT), dimana produksi kayu bulat dari hutan tanaman, mempunyai kecenderungan positif meningkat, terpengaruh produksi tahun sebelumnya (QKBT-1

Respon produksi hutan tanaman terhadap perubahan Iuran Hasil Hutan bersifat negatif meskipun tidak elastis pada jangka pendek maupun jangka panjang, dimana apabila terjadi kenaikan Iuran Hasil Hutan sebesar 1% maka dalam jangka pendek produksi kayu bulat dari hutan ini hanya berkurang 0.005%, dan pada jangka panjang sekitar 0.008%. Respon produksi akan berbeda terhadap perubahan harga riil kayu, dimana kenaikan harga kayu akan cenderung menaikkan produksi, meskipun respon ini tidak elastis. Dalam jangka pendek apabila ada kenaikan harga kayu bulat sebesar 1%. akan meningkatkan produksi ) serta produktivitas hutan tanaman (PRODVT). Dimana peubah produktivitas nyata pada taraf 5%. Selain itu produksi kayu ini sangat dipengaruhi oleh besarnya iuran hasil hutan riil (RIHH) yang nyata pada taraf 1%. Sementara harga kayu bulat hutan tanaman berpengaruh nyata pada taraf lebih besar dari 20% (Tabel 8).

kayu bulat dari hutan tanaman sebesar 0.176%; dalam jangka panjang kenaikkan tersebut bisa mencapai 0.299%.

Tabel 8. Hasil Estimasi Persamaan Produksi Kayu Bulat Hutan Tanaman di Indonesia Tahun 2005

Peubah Koefisien P-value Elastisitas

Jk Pendek Jk. Panjang

Harga kayu bulat tanaman 289.399 0.2528 0.176 0.299

Produktivitas hutan tanaman 55.510 0.0001 0.397 0.674

Iuran hasil hutan riil -7.558 0.0003 -0.005 -0.008

Upah riil -0.391 0.9607 0.000 0.000

T 146.239 0.0333 0.089 0.151

Produksi kayu bulat HT sebelumnya 0.411 0.0462

5.2.6. Produksi Kayu Bulat dari Hutan Rakyat

Produksi Kayu Bulat dari Hutan Rakyat (QKBR) selain ditentukan oleh luas tebangan (LUASR) yang berpengaruh nyata pada taraf 1%, juga ditentukan oleh: permintaan kayu bulat rakyat (DKBR), dan upah riil (RUPAH), meskipun pengaruh dari kedua peubah tersebut nyata pada taraf nyata lebih besar dari 40%. Permintaan kayu bulat rakyat berpengaruh secara positif terhadap produksi kayu ini, meskipun responnya tidak elastis dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Tabel 9. Hasil Estimasi Persamaan Produksi Kayu Bulat Hutan Rakyat di Indonesia Tahun 2005

Peubah Koefisien P-value Elastisitas

Jk Pendek Jk. Panjang

INTERCEP 28.501 0.7817

Harga kayu bulat rakyat ril 31.870 0.4547 0.015 0.016

Luas hutan rakyat 12.485 0.0001 1.085 1.186

Upah ril -0.784 0.4976 -0.157 -0.172

Kenaikan permintaan sebesar 1% dalam jangka pendek hanya direspon dengan kenaikan produksi sebesar 0.015%, sedangkan dalam jangka panjang hanya menaikkan produksi sebesar 0.016%. Respon produksi terhadap perubahan tingkat upah juga tidak elastis pada jangka pendek maupun jangka panjang, dimana kenaikan upah sebesar 1% akan mengurangi produksi sebesar 0.157% dalam jangka pendek, dan sekitar 0.172% pada jangka panjang.

5.2.7. Harga Riil Kayu Bulat Hutan Alam

Pendugaan koefisien peubah untuk persamaan harga kayu bulat dari hutan alam (RPKBA), dimana harga riil kayu ini selain dipengaruhi harga kayu tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata pada 1%. Perilaku harga riil kayu bulat hutan alam juga dipengaruhi secara nyata pada taraf 1% oleh: harga riil kayu gergajian domestik (RPKG) dan harga kayu bulat dunia (RPWKB), seperti terlihat pada Tabel 10.

Perubahan harga kayu gergajian mempengaruhi harga kayu bulat hutan alam secara positif, meskipun respon harga kayu bulat tidak elastis pada jangka pendek mapun jangka panjang. Setiap kenaikan harga kayu gergajian sebanyak 1% akan meningkatkan harga kayu bulat hutan alam sebesar 0.47% pada jangka pendek, sedangkan pada jangka panjang akan meningkatkan harga tersebut 0.82%. Harga kayu bulat dunia juga direspon secara positip oleh harga riil kayu bulat domestik, dimana dalam jangka pendek respon ini tidak elastik, namun dalam jangka panjang menjadi elastik. Apabila terjadi kenaikan harga kayu bulat dunia sebesar 1% maka dalam jangka pendek akan berdampak pada kenaikan harga domestik kayu bulat hutan alam sebesar 0.90%, dan dalam jangka panjang

akan menaikkan harga tersebut sebesar 1.55%. Perbedaan tersebut menunjukkan adanya pengaruh kuat harga pasar dunia terhadap harga domestik.

Tabel 10. Hasil Estimasi Persamaan Harga Kayu Bulat Alam di Indonesia Tahun 2005

Peubah Koefisien P-value Elastisitas

Jk Pendek Jk. Panjang

INTERCEP -0.803 0.1738

Harga dunia kayu bulat 0.295 0.0061 0.893 1.550

Total penawaran kayu bulat 0.000 0.1989 -0.157 -0.273

Harga pulp -0.010 0.351 -0.069 -0.120

Harga kayu lapis -0.071 0.2756 -0.415 -0.721

Harga kayu gergajian 0.219 0.001 0.474 0.823

Tren waktu 0.031 0.1578 0.209 0.364

Harga kayu bulat alam sebelumnya 0.424 0.0013

Harga riil kayu bulat hutan alam dipengaruhi secara negatif oleh harga pulp meskipun respon harga kayu bulat terhadap perubahan harga pulp tidak elastik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Setiap kenaikan harga pulp and paper sebesar 1% dalam jangka pendek akan berdampak pada penurunan harga kayu bulat hutan alam sebesar 0.07%, dan pada jangka panjang pengaruh penurunan ini akan mencapai 0.12% (Tabel 10).

5.2.8. Harga Riil Kayu Bulat Hutan Tanaman

Kenyataan bahwa harga riil kayu bulat dunia lebih berpengaruh terhadap harga riil kayu bulat dari hutan tanaman, dibanding pengaruh peubah lainnya dalam persamaan tersebut. Harga kayu bulat dunia tersebut berpengaruh nyata pada taraf 1% (Tabel 11). Pengaruh produksi kayu itu sendiri serta nilai tukar mata uang Rupiah bahkan dikatakan sangat tidak berarti. Kenyataan ini membuktikan adanya keinginan para pengusaha kayu bulat hutan tanaman untuk mengekspor produknya ke luar negeri, dan ini sesuai dengan dugaan adanya

kegiatan eskpor illegal kayu bulat dari Indonesia pada periode 2000-2005, karena ekpor kayu bulat baru dibuka kembali setelah tahun 2007.

Tabel 11. Hasil Estimasi Persamaan Harga Kayu Bulat Tanaman di Indonesia Tahun 2005

Peubah Koefisien P-value Elastisitas

Jk Pendek Jk. Panjang

INTERCEP -0.741 0.1089

Harga dunia kayu bulat 0.157 0.0071 0.475 1.704

Produksi hutan tanaman 1.983E-05 0.5243 0.033 0.117

Nilai tukar Rupiah 3.111E-05 0.4364 0.061 0.218

Harga kayu hutan tanaman sebelumnya 0.721 0.0001

Apabila terjadi kenaikan harga riil kayu bulat dunia sebesar 1%, maka dalam jangka pendek akan direspon dengan kenaikan sebesar 0.475. Dalam jangka panjang respon tersebut bersifat sangat elastis, dimana kenaikan 1% harga riil kayu bulat dunia akan direspon dengan kenaikan harga riil kayu bulat hutan tanaman sebesar 1.70%.

5.2.9. Harga Riil Kayu Bulat Hutan Rakyat

Harga riil kayu bulat dari tanaman rakyat pada dasarnya ditetapkan dengan mempertimbangkan harga kayu tersebut pada tahun sebelumnya, sebagaimana nampak dalam estimasi koefisien persamaan pada Tabel 12. Hasil analisis sebagaimana pada tabel di bawah menjelaskan bahwa harga kayu bulat dari tanaman rakyat dipengaruhi secara nyata pada taraf 1% oleh jumlah produksi kayu tersebut, meskipun pengaruh ini sangat kecil sebagaimana diindikasikan oleh elstisitasnya dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Kenaikan produksi kayu ini sebesar 1 % (yang berarti tambahan penawaran) dalam jangka pendek hanya mengakibatkan penurunan harga 0.01%, sedangkan dalam jangka panjang kenaikan produksi tersebut hanya menurunkan harga kayu sebesar 0.05%.

Fenomena ini meperlihatkan bahwa usaha kayu rakyat masih belum merupakan usaha utama, namun merupakan usaha sampingan dari usaha tanaman pangan. Tabel 12. Hasil Estimasi Harga Kayu Hutan Rakyat di Indonesia Tahun 2005

Peubah Koefisien P-value Elastisitas

Jk Pendek Jk. Panjang

INTERCEP 0.222 0.1908

Produksi kayu HR -4.26E-05 0.8254 -0.010 -0.051

Harga kayu bulat rakyat sebelumnya 0.799 0.0001

Dokumen terkait