• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keabsahan Berlakunya Saham Sebagai Jaminan Dalam

BAB III. TINJAUAM UMUM TENTANG JAMINAN SAHAM

B. Keabsahan Berlakunya Saham Sebagai Jaminan Dalam

Berdasarkan Pasal 40 KUH Dagang, saham merupakan salah satu syarat pengesahan perseroan sebagai badan hukum (PT). Di samping harus dipenuhi persyaratan Pasal 38 yang menentukan adanya akta pendirian yang berbentuk “akta otentik” (akta notaris), mesti pula dipenuhi syarat “permodalam”. Perseroan harus mempunyai modal :

- yang terbagi dalam bentuk saham atau sero,

- harus sudah terkumpul (ditempatkan) paling kirang 1/5 bagian dari seluruh saham yang ditetapkan,

- serta harus pula telah disetor paling kurang 1/10 bagian dari saham yang ditetapkan.

Selain daripada itu, saham merupakan salah satu komponen penentu atas kekayaan aktiva (current assets) suatu Perseroan Terbatas (PT). Untuk mengetahui berapa besar aktiva PT dapat diteliti dari komponen :

- tagihan terhadap pemegang saham yang belum melunasi saham, - tagihan terhadap pihak ketiga,

- nilai harta bergerak dan tidak bergerak yang dimiliki.

Sebaliknya untuk mengetahui berapa jumlah pasiva, harus diteliti berapa besar jumlah hutang dan kewajiban lain yang segera harus dipenuhi oleh PT yang bersangkutan.

Penelitian yang seksama bagi pihak kreditur (perbankan) atas “current asset” (aktiva) dengan “current liability” (kewajiban) yang dimiliki, sehingga harga saham yang diterbitkan bertahan harganya dalam pasar modal. Baik dari segi teori maupun dari segi pendekatan pasar modal (capital market) jangka panjang dan jangka pendek, saham yang tidak mudah jatuh harganya adalah saham perusahaan yang memiliki “current ratio” yang lebih tinggi “current assets” dari “current liabilities”.

Kalau current assets jauh lebih besar dari current liabilities berarti current ratio perusahaan postifi dan baik. Saham yang dimilikinya, mempunyai kekuatan harga yang aga stabil. Akan tetapi kalau current liabilities lebih besar dari current assets, perusahaan yang bersangkutan tidak sehat. Besar sekali dampaknya terhadap nilai harga sahamnya di pasar modal. Bisa mengalami penurunan sampai di bawah nilai nominal. Harga riilnya sangat fluktuasi, antara harga nominal dengan harga perdana.

Sehubungan dengan kebolehan saham menjadi agunan kredit Bank, ada baiknya diketahui tingkat kelas surat-surat berharga (commercial paper) yang diperjual belikan di pasar modal. Penentuan kelas yang demikian berlaku terhadap

saham. Saham sebagai salah satu jenis surat yang paling banyak diperdagangkan dalam pasar modal, kekuatan pasarnya tidak terlepas dari penilaian tingkat kelas yang diberikan para investor kepadanya.

Pada umumnya, kecenderungan para investor membeli suatu saham, sangat tergantung pada kelas yang dimilikinya. Oleh karena itu, untuk menentukan kekayaan suatu saham diterima sebagai agunan kredit, sangat tergantung pada tingkat kelas perusahaan. Sebelum diterima sebagai agunan, perlu diteliti kelas perusahaan melalui “corporate analysis”. Melalui analisa, dapat diklasifikasi tingkat kelas perusahaan atau saham :

- The First Calss (Kelas Utama)

Saham yang digolongkan “The First Calss” (prime paper, gelt adged), apabila telah diperjual belikan dan telah dipindah tangan atau telah diakseptasi oleh orang apalagi badan (perusahaan) yang mempunyai reputasi tinggi (higher reputation). Biasanya suatu saham baru cepat menempati first calss, apabila dia berasal dari PT yang memiliki current ratio yang tinggi antara current assets dengan current liabilities. Pada saat diperdagangkan, akan cepat berpindah tangan karena pada saham itu melekat “good will” yang cukup tinggi. Melalui good will yang tinggi, saham yang bersangkutan menjadi “saham yang unggul” di psar modal. Sebab perusahaan yang mengelurkan dan yang mengakseptasinya terdiri dari perusahaan yang “famous”.

- Second Class

Saham yang diklasifikasikan menduduki ranking “second class” ialah yang dikelurkan dan dipasarkan oleh PT yang cukup baik. Kemudian dipindah tangan dan diaksep oleh perusahaan atau badan yang memiliki nama baik atau “well-know”. Namun demikian, perusahaan yang bersangkutan memiliki organisasi dan managemen yang baik serta “earning power” yang cukup. Lantar current assets dibanding dengan current liabilities melebihi standar 2:1.

- Third Class

Apabila saham dari perusahaan yang memiliki kedudukan keuangan yang mendekati kurang sehat. Prospek perusahaan kurang cerah. Current ratio antara assets dan liabilites hampir “zero” atau sudah mendekati kerugian 50% modal perusahaan, saham tersebut diklasifikasikan “kelas tiga”. Dalam kenyataan, saham yang tergolong kelas tiga, peredaran jual belinya di pasar modal, tidak lancar. Para investor tidak berminat membeli, takut mengalami risiko rugi. Harganya bisa anjlok di bawah nilai nominal.

Demikian gambaran umum klasifikasi tingkat kelas surat-surat berharga pada umumnya, dan klasifikasi saham pada khususnya. Tidak semua saham yang dikeluarkan dan diperjual belikan di pasar modal, memiliki kekuatan pasar yang tinggi. Oleh karena itu kesediaan untuk menerimanya sebagai agunan kredit, harus didasarkan atas tingkat kelasnya.

Berdasarkan pengamatan, sudah sering saham dipergunakan sebagai agunan kredit. Perhatikan saja Bank Summa. Untuk memperoleh kredit dari

berbagai kalangan Bank dalam usaha mencoba menyehatkan likwiditasnya, pihak pengurus Bank Summa mempergunakan saham PT Astra sebagai jaminan. Meskipun bentuknya barang kali berupa gadai, tujuannya sama yakni sebagai agunan kredit. Ternyata kehancuran yang dialami Bank Summa sedemikian rupa parahnya. Pinjaman yang diberikan tidak mampu menyehatkan likwiditasnya. Akan tetapi oleh karena saham yang dijadikan agunan adalah saham PT Astra yang tergolong memiliki good will yang cukup terkenal, Bank-bank yang bertindak sebagai pemberi kredit tidak mengalami risiko tinggi. Dalam waktu singkat sudah dibeli oleh kelompok Prayogo Pengestu.

Kembali kepada pokok pembicaraan, tentang kedudukan yuridis formal saham sebagai jaminan kredit, selama ini masih timbul keraguan. Pihak perbankan masih banyak yang tidak mau menerima saham sebagai jaminan kredit atas alasan belum ada ketentuan yang mengaturnya.

Untuk melenyapkan keraguan tentang kebolehan saham sebagai jaminan, Direksi BI mengeluarkan SK No. 26/68/Kep/Dir. Berdasarkan SK ini, yuridis formil dimungkinkan para Bank memberi kredit dengan jaminan saham. Jika selama ini peran utama berfungsi sebagai salah satu instrumen perdagangan di pasar modal, sekarang menanjak satu langkah menjadi jaminan kredit. Hal ini bisa membawa pengaruh terhadap kemudahan dan ekspansi perkreditan, yang berdampak langsung atas pertumbuhan ekonomi pada satu segi. Tetapi juga bisa berdampak negatif memperbesar volume dan percepatan perputaran uang yang dapat menimbulkan peningkatan inflasi, apabila hal itu kurang diawasi arah kreditnya secara meluas kedalam berbagai sektor. Jika ternyata nanti peran saham

sebagai jaminan kredit terbukti ikut meningkatkan ekspansi kredit, tapi hanya dikuncurkan secara terfokus pada satu sektor tertentu, dapat mempengaruhi laju inflasi.

Banyak tanggapan yang disampaikan berbagai kalangan yang pada prinsipnya dapat menyetujui kebijakan menjadikan saham sebagai agunan kredit perbankan. Leonard Tanubrata misalnya dapat menyetujui dengan syarat asal “hanya bersifat pelengkap”. Akan tetapi diatas persetujuan itu, nampaknya beliau masih meragukan penerimaan saham sebagai agunan kredit. Alasannya dia yakin Bank masih suka menerima proyek yang dibiayai dengan dana kredit atau agunan yang bersifat permanen sebagai jaminan. Sebab nilai saham sangat fluktuatif pada satu segi.

Pada segi lain belum ada lembaga rating (rating agency) yang menilai secara objektif tentang kelasa saham yang terdaftar di bursa efek. Barli salim dan Sadli juga mengemukakan pendapat yang hampir sama yaitu pada prinsipnya menyetujui kebijaksanaan tersebut. Namun pihak Bank harus hati-hati menilai saham yang diajukan sebagai agunan kredit, sehubungan dengan berbagai kontroversi yang terkandung didalamnyaa. Kontroversi yang paling besar ialah sifat “fluktuatif” yang selalui menyertainya dalam setiap saat.

Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, bahwa saham pada umumnya mempunyai nilai yang sangat bervariasi serta fluktuatif. Berdasarkan kenyataan ini kita berhadapan dengan kemungkinan saham yang dijaminkan hari ini ke Bank masih mempunyai kekuatan likuiditas, tetapi seminggu atau sebulan kemudian harganya terus merosot sampai di bawah nilai nominal. Memang tidak dibantah

bahwa ada kemungkinan sebaliknya, sebulan atau setahun kemudian harganya terus menanjak melampaui harga perdana. Akan tetapi menghadapi variasi fluktuasi turun atau naik sikap yang paling tepat dan hati-hati harus berpijak pada kemungkinan yang lebih jelek, jangan terlampau bersikap spekulatif dan oportunis.

Terlepas dari semua itu, sejak keluarnya SK Direksi BI dimaksud, maka secara yuridis formal, saham sah sebagai jaminan.

Memperhatikan SK Direksu BI No. 26/68/Kep/Dir, telah ditentukan syarat formal atas kebolehan saham sebagai jaminan kredit. Penentuan syarat dimaksud berkaitan erat dengan fungsi pengawasan yang diperankan BI. Pada Bab V UU Perbankan (UU No. 7 Tahun 1992), diatur tentang Pembinaan dan Pengawasan BI terhadap Bank.

- Pasal 29, mengatur fungsi dan kewenangan BI, melakukan pengawasan tentang kesehatan, meliputi :

 Aspek permodalan;

 Kualitas managemen;

 Rentabilitas;

 Likuiditas, dan

 Solvabilitas.

- Pasal 30 jo Pasal 34, mengatur pengawasan “pasif” (off site examation).

 Setiap Bank wajib menyampaikan neraca dan perhitunganlaba rugi kepada BI;

 Menyampaikan perhitungan tahunan yang telah diaudit lebih dulu oleh akuntan publik.

- Pasal 30 jo Pasal 31, mengatur pengawasan “aktif “ (on site examation).

 BI melakukan pemeriksaan terhadap Bank baik berkala maupun setiap waktu yang dianggap perlu;

 Setiap Bank wajib memberi kesempatan pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas;

 Wajib memberi bantuan yang diperlukan dalam memperoleh kebenaran segala keterangan, dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan.

Bertitik tolak dari fungsi dan kewenangan pembinaan serta pengawasan yang dikemukakan, penentuan syarat-syarat atas kebolehan saham sebagai jaminan kredit, menjadi patokan bagi BI dalam menentukan apakah pengagunan itu sah atau tidak. Jika ditemukan fakta pelanggaran pesyaratan maka BI harus bertindak tegas. BI harus memerintahkan penggantian jaminan dengan jenis saham yang memenuhi syarat maupun dengan barang lain. Apabila peringatan atau perintah tidak diindahkan, dan diperkirakan pemberian kredit akan membahayakan kesehatan Bank yang bersangkutan, BI harus segera mempergunakan kewenangan yang ditentukan dalam Pasal 37 yakni menyuruh pemegang saham mengganti Dewan Direksi dan Dewan Komisaris. Tindakan ini terutama dibutuhkan apabila fasilitas kredit yang diberikan berupa kredit investasi dalam jumlah besar dan dalam jangka waktu yang panjang (long time).

Untuk dapat dijadikan sebagai jaminan maka saham itu harus memenuhi syarat-syarat formil yaitu :

1. BERSIFAT AGUNAN TAMBAHAN

Memperhatikan ketentuan penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan No. 7 Tahun 1992, dikaitkan dengan Sk Dir BI No. 23/69, masih tetap memperhatikan faktor jaminan (collateral) sebagai salah satu unsur prinsi “prudential banking”. Setiap kredit yang diberikan Bank, harus terjamin pengembaliannya dengan jaminan sebagai “the scurce of the last cost”. Jaminan yang dapat dijadikan sebagai agunan :

- Pertama : “jaminan pokok” yang terdiri dari proyek yang dibiayai oleh dana kredit yang diberikan,

- kedua : “jaminan tambahan” (additional collateral) yang terdiri dari :

Benda (real property) yang bergerak atau tidak bergerak, baik milik sendiri debitur maupun milik pihak ketiga.

Jaminan perorangan (personal guarantee), boleh diri pribadi Dewan Direksi atau Dewan Komisaris atau perorangan di luar pengurus PT yang bersangkutan.

Bertitik tolak dari apa yang telah dikemukakan, fungsi saham sebagai jaminan tambahan tidak bisa bersiri sendiri. Dia hanya melengkapi dan memperkuat keyakinan kesanggupan debitur dan kedudukan jaminan pokok yang terdiri dari proyek yang dibiayai dana fasilitas kredit yang diberikan. Atau bisa juga untuk melengkapi jaminan tambahan yang sudah ada. Misalnya jaminan pokok telah didukung oleh jaminan tambahan berupa tanah dalam bentuk

perjanjian hipotik. Untuk memperkuat jaminan tambahan tersebut bisa lagi ditambah dengan jaminan saham untuk memperkuat jaminan pokok dan jaminan tambahan yang sudah ada.

2. SAHAM SUDAH TERDAFTAR DI BUSAR EFEK

Saham yang boleh dijadikan sebagai agunan tambahan, sudah terdaftar di bursa efek. Tidak semua saham dapat dijadikan agunan kredit Bank, tetapi hanya yang terdaftar dan diperjual belikan di pasar modal yang memenuhi syarat. Di Indonesia pada sat ini baru berdiri dua bursa efek sebagai pasar modal (capital market) yakni Pasar Efek Jakarta (PEJ) dan Pasar Efek Surabaya (PES) yang menampung pendaftaran saham.

Ketentuan ini bertujuan membatasi terjadi spekulasi dan persekongkolan antara debitur dengan loan commite untuk menerima saham yang belum dikenal kekuatan nilainya. Sekiranya dibolehkan menerima semua jenis saham tanpa persyaratan pendaftaran, besar kemungkinan akan berkembang saham yang dikeluarkan oleh PT yang permodalan dan bidang usahanya fiktif. Malahn sangat gampang terjadi persengkokolan antar debitur dengan suatu PT yang sedang sekarat. Debitur bersengkokol mempergunakan saham PT yang sedang sekarat untuk diagunkan ke Bank, dan hasilnya akan dibagi dua, pada hal dari semula kreditur sudah tahu bahwa saham PT tersebut tidak punya nilai apa-apa.

Syarat pendaftaran ditinjau dari segi hukum sangat realistik dan objektif. Syarat ini merupakan pendorong ke arah pembinaan pengembangan perusahaan yang benar-benar ditanggung organisasi, permodalan dana manajemen. Karena hanya perusahaan yang berkualitas demikian yang berani menempatkan

prospektusnya secara terbuka untuk memperoleh pendaftaran. Dengan demikian pendaftaran itu sendiri sudah memberi nilai lebih kepada perusahaan atas bonafiditasnya. Hal ini memberi dampak bagi masyarakat dan perbankan menilai mutu saham yang dimilikinya. Melalui syarat pendaftaran memberi batasan kepada Bank bahwa hanya saham yang sudah dikenak umum dan telah dipasarkan di busrsa efek yang dapat diterima sebagai agunan tambahan.

3. SAHAM YANG TIDAK PERNAH MENGALAMI TRANSAKSI SELAMA TIGA BULAN

pada prinsipnya saham yang boleh diterima sebagai agunan tambahan harus terus menerus mengalami transaksi di pasar modal. Apabila salam 3 (tiga) bulan tersingkir dari transaksi, dalam arti selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tidak terjadi transaksi, tidak memenuhi syarat sebagai agunan tambahan kredit Bank. Lenyapnya suatu saham yang sudah terdaftar dari perputaran transaksi selama 3 (tiga) bulan berturut-turut, dianggap sebagai pertanda kemerosotan objektif atas nilainya. Oleh karena itu apabila pada saat ditanda tangani persetujuan kredit saham yang akan diagunkan tidak pernah mengalami transaksi selama 3 (tiga) bulan berturut-turut, tidak dibenarkan menjadi agunan tambahan.

Akan tetapi dilihat dari segi pendekatan fluktuasi mungkin syarat ini kurang realistik. Saham yang anjlok hari ini tanpa diduga-duga muncul sebagai primadona dibursa efek. Perusahannya pulih dengan “erning power” yang luas biasa. Namun pandangan yang seperti itu terlampau teoritis dan spekulatif. Berdasarkan kenyataan jarang suatu perusahaan yang mengalami krisis dapat pulih dalam jangka waktu yang singkat. Diperlukan pembenahan dan pemulihan

dalam jangka waktu yang panjang. Dengan demikian risiko yang dihadapi Bank pemberi kredit tidak besar, sudah tepat pembatasan yang ditentukan oleh syarat ini. Syarat ini juga sekaligus untuk menghindari persengkokolan dengan itikad tidak baik untuk merugikan Bank. Dapat diperkirakan sekiranya saham yang tidak laku di pasar modal boleh dijadikan agunan, bisa saj debitur meborong dengan harga murah, kemudian dijadikan agunan tambahan kredit Bank.

4. TIDAK JATUH HARGANYA DI BAWAH NILAI NOMINAL

Pada saat perjanjian kredit ditandatangani tidak boleh harga saham jatuh di bawah nilai nominal. Meskipun saham sudah terdaftar dan masih terus mengalami transaksi kalau harganya beradasa di bawah nilai nominal di pasar modal, tidak memenuhi syarat untuk dijadikan agunan kredit Bank.

Syarat ini menentukan patokan minimal harga saham yang layak dijadikan agunan tambahan. Patokan batas terendah adalah “harga nominal”. Di bawah harga itu dilarang untuk menjadikannya agunan kredit Bank. Paling ideal, jika harga pasarnya diatas nilai perdana. Terlepas dari faktor fluktuasi harga saham, agunan yang paling tepat diterima adalah yang mempunyai nilai harga yang paling tinggi di atas harga perdana. Sedang saham yang harga pasarnya merosot sampai 50 % di bawah harga perdana sudah mengandung risiko yang agak besar, apalagi jika kemerosotan harganya berjalan terus menerus dalam jangka waktu yang agak panjang, semakin tinggi apabila harga saham yang diagunkan sudah mencapau titik nominal.

Syarat yang kedua, ketiga dan yang ke empat ini berhubungan erat dengan pasar modal, terutama syarat yang ketiga dan ke empat, hanya dapat

dipantau dan ditemukan faktanya di pasar modal. Oleh karena itu, jika debitur mengajukan agunan tambahan yang terdiri dari saham beberapa perusahaan, harus diteliti kegiatan transaksi dan harganya di pasar modal.

Terhadap saham yang jatuh harganya di bawah nilai nominal dan kemudian harganya naik kembali di atas nilai nominal. Ini dapat diterima sebagai agunan tambahan, hanya harus diperhatikan dengan seksama faktor-faktor yang mendorong pulihnya kepercayaan para investor untuk membeli di atas harga nominal.

5. MAKSIMUM 50 % HARGA SAHAM

Pengangunan saham sebagai agunan tambahan kredit bank nilai maksimumnya 50 % dari harga pasar. Jika harga pasar pada saat perjanjian kredit ditandatangani Rp 100.000,- maka nilai maksimumnya sebagai agunan paling tinggi Rp 50.000,- dan tidak boleh lebih dari situ. Patolakan ini merupakan “curring price” yang tidak boleh dilampaui.

Cepatnya berubah harga saham dalam pasar modal mengakibatkan harga nilai saham sangat bersifat fluktuasi. Memang ada yang bertanahn untuk jangka waktu relatif panjang, namun tidak ada yang stabil harganya, selalui bergerak naik turun. Harga pasar saham yang mampu bertahan agak stabil adalah saham-saham perusahaan yang bersifat “utilities” (saham utilities), yakni perusahaan yang menghasilkan produksu yang memiliki daya guna pemakaian tidak tergantung pada waktu. Umpanya PLN atau PAM. Berbeda halnya dengan perusahaan yang bersifat “cyclical” yang memproduksi komoditi yang tergantung pada beberapa faktor pemakaian. Saham perusahaan yang seperti itu memiliki “cyclical

fluctuation” yang sangat bervarisasi. Di Indonesia perusahaan yang bersifat utilities kebanyakan berbentuk BUMN (PLN, TELKOM, PAM dsb).

Menghadapi kenyataan yang fluktuatif tersebut harus dicari dan ditentukan patokan harga yang realistik. Patokan yang dianggap mampu mengantisipasi fluktuasi itu adalah “harga riil” saham di pasaran, bukan harga nominal atau harga tambahan. Oleh keran harga riil pada suatu hari diperkirakan tidak luput dari pengaruh perubahan, maka harga riil itupun hanya dijadikan sebagai landasan perkiraan menentukan patokan harga saham sebagai agunan.

Menentukan nilai harga yang dianggap berdaya melindungi pemberi kredit¸BI memperhitungkan faktor fluktuasi secara negatif. Diasumsikan, fluktuasi nilai harga saham dalam jangka waktu yang agak panjang melalui pendekatan negatif ialah sekitar 50% dari nilai riil pada saat perjanjian ditandatangani.

Dalam hal kreditur dan debitur sepakat dalam perjanjian, harga saham yang diagunkan ditetapkan harganya lebih tinggi 50 % dari harga pasar. Maka masalah ini dapat ditinjau dari dua sudut pengkajian. Pertama; hukum perjanjian Indonesia menganut asas “kebebasan berkontrak”. Para pihak bebas menentukan kehendak berdasarkan kesepakatan (agreement) yang dituangkan dalam bentuk perjanjian. Apabila kesepatakan telah terwujud dalam perjanjian maka melekat diadalamnya asas “pacta sunt servanda”. Asas ini telah diabadikan sampai sekarang menjadi hukum positif dalam Pasal 1338 KUH Perdata :

- Persetujuan menajdi UU bagi para pihak

- Dan harus dipenuhi dengan itikad baik sesuai dengan maksud perjanjian.

Jadi asas kebebasan berkontrak ditegakkan diatas prinsip “promise must be kept”. Para pihak sepakat nilai saham yang dijadikan agunan kredit seharga 70% dari harga pasar, kesepakatan itu tidak bertentangan dengan hukum perjanjian, oleh karena itu dibenarkan.

Kedua, ditinjau dari rumusan ketentuan SK. Dir. BI, jika diperhatikan bunyi ketentuan yang mengatur hal ini, dijumpai perkataan “maksimum”. Rumusan kira-kira saham-saham yang terdaftar dalam bursa efek, nilai yang dapat dijaminkan sebagai jaminan kredit, “maksimum” sebesar 50% dari harga pasar atau kurs pada saat akad kredit akan ditandatangani.

Memperhatikan rumusan yang dikemukakan, tegas disebut pembatasan yakni maksimum 50% dari harga pasar. Jika penegasan ini ditinjau dari pengkajian doktrin hukum :

- Rumusan bersifat limitatif,

- Setiap rumusan yang litatif, langsung berbarengan dengan :

Sifat “compulssory” atau “imperatio” (bersifat memaksa).

Dan langsung pula menjadi aturan yang berbobot “public policy” (ketertiban, kepentingan umum).

- Dengan demikian pembatasan harga perumusan maksimum 50% dari harga pasar ditinjau dari segi perumusan, bukan bersifat “regulation” (sebagai pedoman) yang dapat dikesampingkan dengan kesepakatan dalam perjanjian.

Dalam hal ini syarat pembatasan harga maksimum merupakan aturan “limitatif”, oleh karena itu bersifat “compulsory”, dan berbobot ketertiban

umum.23

1. Pemberian kredit dalam rangka :

Jadi tidak boleh dikesampingkan berdasarkan kesepakatan kreditur dan debitur, apabila harganya melampaui batas maksimum di atas 50% dari harga pasar.

Jika para pihak melanggarnya, maka tidak batal demi hukum untuk keseluruhan perjanjian, termasuk perjanjian jaminan. Yang bats demi hukum hanya sepanjang pelanggaran batas maksimal. Berbarengan dengan itu, harga nilai saham yang dijaminkan dianggap hanya 50% dari harga pasar, dan batal untuk nilai selebihnya.

Seperti yang telah diterangkan sebelumnya, syarat pokok kebolehan mengagunkan saham sebagai jaminan kredit Bank hanya terbatas atas saham yang sudah terdaftar di busar efek. Terhadap syarat ini ada pengecualian yaitu :

- Ekspansi perusahaan, bisa untuk modal ekspansi alat produksi atau eksploitasi (modal kerja untuk optimalisasi produksi).

- Atau dalam rangka “akuisisi” atau “merger”.

2. Saham yang diagunkan ialah saham yang diterbitkan perusahaan sendiri (penerima kredit).

- Tidak boleh saham perusahaan lain,

- Jika saham dari perusahaan lain, harus sudah terdaftar.

Apakah pengecualian ini berlaku terhadap “consolidation” atau “combination”..?

23

M. Yahya, Tinjauan Saham Sebagai Jaminan Kredit, dalam Varia Peradilan Edisi. No. 101. Tahun 2001.

Menurut hukum akuisisi merupakan bentuk “fusi” dari antara dua perusahaan atau lebih. Biasanya perusahaan yang lebih kecil difusikan kedalam perusahaan yang lebih besar. Dari fusi itu hilang perusahaan kecil dan yang tetap muncul perusahaan besar. Cara yang ditempuh adalah :

Dokumen terkait