DAFTAR PUSTAKA
A. Buku :
Badrulzaman, Mariam Darus, 1982, Pendalaman Materi Hukum Perikatan, Penerbit Fakultas Hukum USU, Medan.
Harahap, M. Yahya, 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung.
, 2001, Tinjauan Saham Sebagai Jaminan Kredit, dalam Varia Peradilan Edisi. No. 101.
H.S., Salim, 2004, Hukum Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta.
Imam Prayogo Suryohadibroto, dkk, 2001, Surat Berharga, Alat Pembayaran Dalam Masyarakat Modren, Penerbit PT. Bina Aksara, Jakarta.
Muhammad Abdulkadir, 2001, Hukum Dagang Tentang Surat Berharga, Penerbit. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Prodjodikoro, Wirjono, 1984, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Penerbit Sumur, Bandung.
Purwosutjipto, 2000, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia,Hukum Surat Berharga, Penerbit Jambatan, 2000.
Subekti, R. 1982, Aneka Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung.
__________, 1981, Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung.
__________, 2001, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Penerbit Alumni, Bandung.
Soedewi, Sri, 2001, Hukum Jaminan di Indonesia, BPHN, Dept. Kehakiman.
Wijayanti Asri, 2011, Strategi Penulisan Hukum. Lubuk Agung, Bandung.
B. Peraturan Perundang-Undangan:
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN SAHAM
A. Lahirnya Suatu Jaminan
1. Pengertian Jaminan
Dalam pratek perbankan terjadi persetujuan pembukaan kredit antara Bank
dengan krediturnya, pihak Bank tidak boleh mengabaikan masalah jaminan.
Karena pemberian jaminan adalah merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi
oleh calon debitur, agar Bank dapat melayani permintaan calon debitur.
Memberikan suatu barang sebagai jaminan berarti melepaskan sebahagian
kekuasan atas barang itu. Pada prinsipnya yang harus dilepaskan itu adalah
kekuasan untuk memindahkan hak milik atas barang itu secara apapun juga,
misalnya dengan cara menjual, menukar ataupun dengan menghibahkannya.
Bagi Bank jaminan adalah merupakan hal yang menjadi kunci dari
pertimbangan dalam pemberian krdit. Dengan adanya jaminan maka ada
keyakinan bagi kreditur bahwa debitur akan memenuhi kewajibannya. Dan
apabila di debitur wanprestasi (tidak memenuhi janji untuk membayar hutang)
tepat pada waktunya, maka Bank dapat menutup piutangnya atau sisa tagihannya
dengan mencairkan ataupun menjual barang jaminan yang telah diikatnya.
Jaminan dalam kaitannya dengan kredit merupakan salah satu syarat untuk
dapat dikabulkannya permohonan kredit. Pasal 8 Undang-Undang Perbakan
wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk
melunasi hutangnya sesuai dengan yang dijanjikannya”.
Jaminan di sini berfungsi untuk mengkonfensir resiko Bank terhadap
nasabah yang tidak melunasi hutangnya sesuai dengan syarat-syarat yang telah
ditetapkan dalam perjanjian, oleh karena itu nilai suatu jaminan harus dapat
menjamin jumlah kredit atau dengan kata lain penerima kredit harus menyediakan
sejumlah jaminan fisik untuk memenuhi kepastian bahwa debitur akan memenuhi
kewajibannya kepada kreditur.
Bentuk jaminan kebendaan kekayaan seseorang itu dapat terwujud antara
lain : barang-barang bergerak, barang tidak bergerak maupun tidak berwujud,
misalnya berupa hak-hak yaitu hak menagih, hak oktroi, sertifikat deposito/ Bank,
tabungan deposito, saham/ sertifikat saham dan lain-lain.
Pasal 1131 KUH Perdata menyatakan : “Segala kebendaan si berhutang,
baik bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang
akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya
perseorangan”. Jaminan yang terdapat dalam pasal ini adalah bersifat umum
sehingga dirasakan kurang aman, artinya pihak kreditur merasa tidak puas
terhadapa pasal tersebut. Karena diadakan jaminan secara umum untuk semua
kreditur. Jadi apabila terdapat lebih dari satu kreditur ada kemungkinan beberapa
dari mereka tidak lagi mendapat bagian. Sehingga hanya kreditur lainnya (kreditur
konkuren) tidak mendapat pelunasan disebabkan tidak cukupnya kekayaan si
Dengan demikian pihak kreditur menghendaki adanya jaminan khusus
(jaminan berupa benda-benda tertentu) yang memberikan sesuatu kedudukan
istimewa dan lebih tinggi kepada kreditur lainnya apabila terdapat lebih dari satu
orang kreditur.
Oleh karena lembaga jaminan mempunyai tugas melancarkan dan
mengamankan pemberian kredit, maka jaminan yang baik (ideal) adalah :
a. Yang dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang
memerlukannya.
b. Yang tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk
melakukan atau meneruskan usahanya.
c. Yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit, dalam arti bahwa
barang setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila dapat mudah
diuangkan untuk meluasi hutangnya si penerima atau pengambil kredit.18
Jadi dapat disimpulkan bahwa jaminan itu adalah sesuatu yang diberikan
kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi
kewajibannya yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.
2. Lahirnya Suatu Jaminan
Menurut Sri Soedewi lahirnya suatu jaminan :
“ Pada umumnya jenis-jenis hukum jaminan sebagai mana dikenal dalam tata hukum Indonesia dapat digolongkan menurut cara terjadinya atau lahirnya, menurut sifatnya, menurut objeknya dan menurut kewenangannya menguasai bendanya dan lain sebagainya”.19
18
R. Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Penerbit Alumni bandung, 2001. hal. 27-28.
19
Sri Soedewi, Hukum Jaminan di Indonesia, BPHN, Dept. Kehakiman, 2001, hal. 43. Dalam hal ini penulis akan membatasi penguraian pada jaminan menurut
a. Jaminan yang lahir karena undang-undang
Tanpa adanya persetujuan dari para pihak, misalnya undang-undang yang
menentukan bahwa semua harta benda si debitur baik yang bergerak
maupun tidak bergerak, baik benda yang sudah ada maupun yang akan
ada, menjadi jaminan bagi seluruh perutanggannya (Pasal 1131 KUH
Perdata).
Berarti kreditur dapat melaksanakan haknya terhadap semua barang
debitur kecuali benda-benda yang dikecualikan oleh undang-undang. Demikian
juga telah ditentukan oleh undang-undang bahwa hasil penjualan dari
benda-benda tersebut harus dibagi antara kreditur dengan seimbang dengan besarnya
piutang masing-masing (Pasal 1131 KUH Perdata).
b. Jaminan yang lahir karena perjanjian para pihak
Disamping hak-hak yang bersifat memberikan jaminan yang ditentukan
oleh undang-undang, ada juga hak-hak jaminan yang lahir karena
perjanjian para pihak.
Bahwa jaminan ini haruslah diperjanjikan terlebih dahulu antara para
pihak yang mengadakan perjanjian. Adapun jaminan- jaminan yang tergolong
dalam kelompok ini adalah :
1. Lembaga jaminan hipotik
2. Lembaga jaminan gadai
3. Lembaga jaminan creditverband
4. Lembaga jaminan fiducia
Berdasarkan cara terjadinya atau lahirnya perjanjian ini penulis
menganalisa bahwa saham maupun juga sertifikat saham adalah termasuk jaminan
yang lahir karena diperjanjikan artinya untuk dijaminkannya saham haruslah
terdapat pihak-pihak yang memperjanjikannya terlebih dahulu. Jaminan mana
dimaksudkan sebagai perjanjian khusus yang diadakan oleh karena adanya
perjanjian pokok sebelumnya. Dalam hal ini perjanjian pokok yang dimaksud
adalah perjanjian kredit yang terjadi antara pihak debitur dengan pihak Bank.
Dalam hal ini saham adalah berfungsi sebagai jaminan tambahan, artinya
bahwa terhadap kredit yang diberikan oleh Bank maka akan diikat dengan
jaminan pokok. Saham sebagai jaminan tambahan kredit Bank diatur oleh SK
yang dikeluarkan oleh Direksi BI yang dituangkan dalam SK No. 26/68/Kep/Dir.
B. Ketentuan dan Prosedur Pembukaan Saham
1. Ketentuan-ketentuan Untuk Dapat Menebitkan Saham
Perusahaan atau emiten yang akan go publik menawarkan saham atau
obligasinya, emiten tersebut harus mendapat izin untuk dapat menerbitkan saham
atau obligasi. Dan perusahaan dapat diizinkanuntuk menerbitkan saham atau
obligasinya tersebut harus terlebih dahulu memenuhi persyaratan yang
sebagaimana telah ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan. Dalam
rangkaian ini ada tiga surat keputusan Menteri Keuangan yaitu masing-masing
Nomor 430/KMK.011/1982; Nomor 755/KMK.011/1982 dan Nomor
76/KMK.011/1983 yang masing-masing mengatur tentang emisi saham atau
Persyaratan tersebut selengkapnya dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas;
2. Bertempat kedudukan di Indonesia;
3. Mempunyai modal dasar sekurang-kurangnya Rp 100 Juta dan setelah disetor
penuh sekurang-kurangnya Rp 25 Juta.
4. Dalam dua tahun terakhir secara berturut-turut memperoleh laba dengan
perbandingan laba bersih tahun terakhir dan modal sendiri
sekurang-kurangnya 10%.
5. Laporan keuangan telah diperiksa oleh Akuntan Publik untuk dua tahun
terakhir dengan pernyataan pendapat setuju (unqualified opinion) untuk tahun
terakhir.
Dengan diberlakukannya pakdes 90 maka persyaratan menjadi emiten
diperlukan dari ketentuan berdasarkan pakdes 87 sehingga menjadi sebaga
berikut:
1. Perusahaan yang bersangkutan berbadan hukum Indonesia.
2. Modal disetor perusahaan tersebut sekurang-kurangnya Rp 200 Juta.
3. Dalam dua tahun terakhir perusahaan tersebut harus memperoleh laba.
4. Keadaan keuangan perusahaan untuk dua tahun terakhir telah diperiksa
oleh Akuntan Publik dengan memperoleh persetujuan tanpa kualifikasi
untuk tahun terakhir.
5. Penawaran umum hanya dilakukan oleh Bank yang telah menyampaikan
pernyataan pendaftaran kepada Ketua Bapepam untuk menjual atau
tersebut telah efektif. Ketentuan ini berlaku bagi semua efek dan pihak
yang melakukan kegiatan atas efek kecuali efek terkecuali dan efek yang
tidak ditawarkan kepada umum.
6. Setiap perusahaan publik wajib mendaftarkan efeknya dengan cara
menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada Ketua Bapepam. Dalam
hal ini yang dimaksud dengan perusahaan publik adalah perusahaan yang
berbentuk Badan Hukum Perseroan Terbatas dengan modal disetor
kurangnya 2 miliar dan sahamnya dimiliki oleh
sekurang-kurangnya oleh 100 pemegang saham.
7. Setiap prospektus dilarang memuat keterangan yang tidak benar dan wajib
memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Ketua Bapepam.
8. Emiten yang efeknya telah terjual melalui penawaran umum wajib
menyampaikan informasi secara berkala kepada Ketua Bapepam dan
masyarakat termasuk perkembangan yang pemnting dan relevan yang
dapat mempengaruhi efek.
9. Bagi perusahaan Bank diperlukan rekomendasi dari bak Indonesia. Dalam
hal ini Bank Indonesia hanya memberikan rekemondasi apabila
perusahaan Bank yang bersangkutan mempunyai tingkat kesehatan yang
dalam 3 tahun terakhir sekurang-kurangnya tergolong cukup sehat dalam
dua tahun pertama dan sehat untuk tahun terakhir serta memenuhi
persyaratan capital adequacy. Transaksi efek yang dilarang adalah
atas pernyataan yang tidak benar dan menyesatkan serta informasi orang
dalam.
2. Prosedur Dalam Jual beli Saham
Lembaga penjamin emisi/ underwriter sebagai lembaga penunjang pasar
modal mempunyai tugas pokok menjamin terjualnya habis emisi saham atau
obligasi dalam pasar modal perdana. Lembaga penjamin emisi fungsinya
berkaitan dengan aspek finansial, aspek ditribusi dan aspek manajemen.
Penjamin emisi bertanggung jawab penuh untuk membeli saham-saham
dalam penjualan pada masyarakat. Disinilah arti pokok atau penting penjamin
emisi. Sistem ini dikenal dengan Firm Comitment Underwriting sebagai suatu
sistem yang cocok untuk Indonesia saat ini, karena keadaan pasar modal masih
dalam tahap awal.
Sebagai fungsi menunjang jaminan emisi, maka lanmgkah-langkah yang
dilakukan dntaranya adalah bantuan dalam melaksanakan pengajuan pernyataan
pendaftaran emisi efek yang salah satu diantarnya adalah menyusun prospektus
dan turut menandatanganinya, namun demikian ini prospektus ini sepenuhnya
tanggung jawab emiten dan di luar tanggung jawab underwriting.
Salah satu hal yang dimuat dalam prospektus adalah ketentuan
penawaran yang memuat :
1. Pihak-pihak yang diperbolehkan membeli adalah Warga Negara Indonesia
atau Badan-badan Hukum.
2. Permohonan diajukan kepada PT atau biasanya managing underwriting
3. Jumlah pengajuan minimal ditetapkan beberapa lembar saham, jika kurang
dari minimal permohonan diajukan kepada anggota bursa yang lain.
4. Lead underwriting berhak memutuskan apakah permohonan pembelian saham dikabulkan seluruhnya atau tidak disetujui sama sekali.
5. Tempat penyetoran
6. Tempat dan cara-cara mendapatkan prospektus
Berdasarkan prospektus yang diterbitkan sebagai penawaran umum dari
saham perusahaan yang go publik maka masyarakat maupun badan hukum yang
hendak membeli saham perusahaan tersebut dapat menghubungi perusahaan yang
menerbitkan prospektus dimaksud.
Biasanya perusahan yang menawarkan saham telah menyediakan
formulir pemesanan saham. Jadi masyarakat atau badan hukum yang ingin
membeli saham harus mendapatkan formulir pemesanan saham yang diterbitkan
oleh perusahaan dimaksud dan mengisi formulir tersebut sesuai dengan
syarat-syarat yang sudah ditetapkan dalam formulir yang dimaksud.
C. Saham Sebagai Surat Berharga
Istilah surat berharga terdapat dalam Pasal 469 KUHD, antara lain
berbunyi : “Dalam hal dicurinya atau hulangnya emas, perak, permata, dan
lain-lain barang berharga, uang dan surat berharga....”.
Untuk menuju kepada pengertian surat berharga terlebih dahulu
1. Surat berharga, terjemahan dari istlah aslinya dalam bahasa Belanda,
waarde papier”, di negara-negara Anglo Saxon dikenal dengan istilah “negotiable instruments”.
2. Surat yang mempunyai harga atau nilai, terjemahan dari istilah aslinya
dalam bahasa Belanda “papier van waarde” dalam bahasa Inggrisnya
“letter of value”.
Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan
sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu peristiwa, yang berupa pembayaran
sejumlah uang.20
Selanjutnya Purwosutjipto menyebutkan surat berharga adalah
surat bukti tuntutan hutang pembawa hak dan mudah diperjual belikan.21
Kemudian Imam Prayogo Suryohadibroto, dkk, memberikan batasan,
Purwosutjipto adalah surat yang diadakan oleh seseorang sebagai pelaksanaan
pemenuhan suatu prestasi, yang merupakan pembayaran sejumlah harga uang.22
1. Sebagai alat pembayaran (alat tukar uang)
Pendapat-pendapat para sarjana tersebut di atas pada prinsipnya adalah
sama sehingga dapat disimpukan bahwa surat berharga mempunyai tiga fungsi
utama yaitu :
2. Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (diperjual belikan dengan
mudah dan sederhana)
20
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat Berharga, Penerbit. Citra Aditya bakti, Bandung, 2001. hal. 4.
21
Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, 7 Hukum Surat Berharga, Penerbit Jambatan, 2000. hal. 6.
22
3. Sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi).
Tujuan penerbitan surat berharga adalah sebagai pemenuhan prestasi
berupa pembayaran sejumlah uang.
Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian terakhir ternyata klasifikasi
surat berharga yang dikemukakan Scheltema sudah tidak sesuai lagi dan perlu
direvisi. Beliau mengklasifikasikan surat atas pengganti dan atas tunjuk menjadi
tiga berdasarkan perikatan dasarnya yaitu :
1. Zakenrechtelijke papieren (surat yang bersifat hukum kebendaan), isi perikatan dasarnya ialah hak pemegang atas penyerahan barang yang
tercantum didalamnya, misalnya konosemen, ceel.
2. Lidmaatschaps papieren (surat tanda keanggotaan suatu persekutuan), isi perikatan dasarnya ialah hak-hak tertentu yang diberikan oleh
persekutuan kepada pemegangnya, misalnya saham, tanda
keanggotaan koperasi;
3. Schuldvorderings papieren (surat tagihan hutang), isi perikatan dasarnya ialah hak pemegang atas pembayaran sejumlah uang yang
tercantum didalamnya, misalnya wesel, aksep, cek, promes atas tunjuk,
kwitansi atas tunjuk.
Berdasarkan klasifikasi di atas ini surat berharga termasuk dalam
klasifikasi ke tiga, yang meliputi wesel, aksep, cek, promes atas tunjuk, kwitansi
atas tunjuk. Surat-surat inilah yang diatur dalam Buku I titel 6 dan 7 KUH
Dagang. Dengan demikian yang dikatakan surat berharga menurut Scheltema
didalamnya, hak atas pembayaran itu dapat diperoleh dengan menunjukkan dan
menyerahkan surat itu sebagai bukti, dan didalam surat itu terdapat klasula
peralihan atas tunjuk atau atas pengganti.
Kenyataan sekarang menunjukkan bahwa surat berhargati tidak hanya
meliputi surat yang diatur dalam Buku I titel 6 dan 7 KUH Dagang, melainkan
juga meliputi saham, yang dalam klasifikasi tadi termasuk dalam klasifikasi
kedua. Saham memenuhi kriteria surat berharga yang dikemukakan Schertema.
Dengan demikian, saham masuk dalam klasifikasi ketiga. Kenyataan juga
menunjukkan bahwa surat berharga tidak hanya berklasula atas tunjuk atau atas
pengganti, melainkan juga dapat berklasula atas nama, misalnya saham dan
obligasi diterbitkan atas nama, sertifikat deposito, sertifikat saham, sertifikat dana
reksa, ketiganya diterbitkan atas tunjuk.
Dari kenyataan di atas dapat disimpulkan bahwa dokumen-dokumen
berharga yang dikenal dalam lalu lintas perdagangan atau perusahaan dapat
berklausula atas nama, atas tunjuk, atas pengganti. Dokumen-dokumen tersebut
digolongkan menajdi dua macam yaitu :
1. Surat yang bersifat hukum kebendaan (zakenrechtelijke papieren)
meliputi konosemen, ceel, surat muatan (varachbrief).
2. Surat berharga (a) yang diatur dalam titel 6 dan 7 KUH Dagang yaitu
wesel, aksep, cek, promes atas tunjuk, dan kwitansi atas tunjuk, (b)
yang diatur di luar titel 6 dan 7 KUH Dagang yaitu bilyet giro, saham,
obligasi, sertifikat saham, sertifikat deposito, sertifikat dana reksa.
1. Memuat hak pemegang atas pembayaran sejumlah uang yang tercantum
didalamnya berdasarkan perikatan dasar;
2. Hak atas pembayaran dapat diwujudkan dengan menunjukkan dan
menyerahkan surat itu sebagai bukti;
3. Dalam surat itu terdapat klausula peralihan aats nama, atau atas pengganti,
atau atas tunjuk.
Sebagai surat berharga saham memuat jumlah nominal dalam rupiah
yang telah ditetapkan oleh perseroan yang telah menerbitkannya. Jumlah nominal
ini menunjukkan batas hak dan tanggung jawab pemegang yang diberikan oleh
perusahaan perseroan tersebut, misalnya jumlah keuntungan (deviden) yang dapat
diterima pemegang, jumlah maksimal yang dapat diterima pemegang jika saham
itu diperalihkan kepada pemagang berikutnya (penerima). Jumlah nominal ini
dapat juga menyatakan besarnya nilai harga perikatan dasar yang melandasi
penerbitan saham tersebut.
Selain memuat klausula peralihan dan klausula jumlah uang, saham juga
mempunyai ciri legitimasi, yaitu ciri yang menyatakan bahwa pemegang adalah
orang yang berhak atas pembayaran sejumlah uang yang tersebut didalamnya dan
berhak atas semua manfaat yang timbul dari saham itu, misalnya hak atas deviden,
hak suara dalam rapat pemegang saham. Untuk memperoleh hak-hak tersebut,
cukup dengan menunjukkan saham itu, ciri legitimasi dapat diketahui dari
klausula peralihannya bagi pemegang berikut, sedangkan bagi pemegang pertama
menguasai saham itu sah dialah yang berhak atas segala yang terbit dari saham
itu.
Sedangkan surat yang mempunyai harga atau nilai, diterbitkan bukanlah
sebagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang, melainkan
sebagai bukti diri bagi pemegangnya sebagai pihak yang berhak atasnya.
Saham sebagai surat berharga belum diatur dalam KUH Dagang, tapi
bukan berarti bahwa ketentuan dalam pasal-pasal mengenai surat- surat berharga
dalam KUH Dagang tidak dapat diperlakukan. Surat berharga yang ditimbul di
luar KUH Dagang tetap tunduk kepada ketentuan-ketentuan umum dalam KUH
Dagang yang berlaku bagi surat berharga sepanjang tidak diatur tersendiri, sesuai
BAB IV
ANALISA TENTANG SAHAM SEBAGAI JAMINAN DALAM
PERJANJIAN KREDIT
A. Pelaksanaan dan Pengikatan Saham Sebagai Jaminan Kredit
Dengan dikeluarkannya SK Direksi BI No. 26/68/Kep/Dir, Tentang
Saham sebagai jaminan tambahan kredit, maka hilanglah keraguan pihak Bank
untuk dapat menerimanya sebagai jaminan kredit. Dengan perkataan lain
kedudukan saham semakin kuat untuk dapat diterima sebagai jaminan kredit yang
dalam hal terbatas hanya sebagai pelengkap ataupun tambahan saja.
Berdasarkan analisa yang dilakukan oleh pihak Bank terhadap
permohonan kredit seseorang atau calon debitur maka Bank akan memberikan
keputusan untuk menerima atau menolak permohonan kredit yang dimaksud.
Apabila permohonan kredit ditolak, pihak Bank akan mengirimkan penolakan
permohonan kredit tersebut kepada pemohon atau calon debitur dan selesailah
masalahnya. Akan tetapi kalau permohonan diterima oleh Bank, lalu akan
memproses permohonan tersebut dan dibuatlah akad perjanjian kredit dan
pengikatan jaminan.
Penarikan kredit baru dapat dilakukan setelah debitur atau nasabah
memenuhi syarat serta dapat menunjukkan bukti-bukti pembayaran yang sah atas
pungutan-pungutan yang dikenakan. Jadi singkatnya untuk menarik kredit harus
dapat menunjukkan bukti-bukti pembayaran tertulis atau sering disebut “payment
Sebelum penarikan kredit dilakukan, maka terlebih dahulu diadakan
pengikatan jaminan yang dalam hal ini adalah saham antara nasabah dan pihak
Bank. Pengikatan saham sebagai jaminan kredit dapat dilakukan melalui dua cara
yaitu :
1. Gadai
Dalam hal ini dipemohon kredit (debitur) menggadaikan sahamnya kepada
Bank. Saham adalah termasuk barang bergerak yang tidak berwujud yang
berupa pelbagai hak untuk mendapatkan pembayaran uang, oleh karena itu
pengikatan jaminan saham ini dilaksanakan dengan atau secara gadai (Pasal
1150 KUH Perdata). Dengan digadaikannya saham tersebut, maka saham itu
berada di tangan di kreditur (Bank).
Bila saham itu diikat dengan gadai, maka apabila debitur atau nasabah
wansprestasi atau pailit maka pihak Bank atau kreditur tetap mempunyai hak
preferent terhadap benda jaminan yang dijaminkan yang dalam hal ini adalah
saham.
2. Cessie sebagai jaminan (zakerheidscessie)
Dalam pengikatan ini barang yang diserahkan adalah hanya tertuju sebagai
jaminan dan bukan pengalihan hak. Cassie sebagai jaminan berbeda dengan
lembaga jaminan gadai (pand) atas piutang.
Perbedaan pokoknya adalah :
a. Cessie piutang terikat pada bentuk tertentu, yaitu harus dituangkan dalam
suatu akta (otentik atau di bawah tangan) sedangkan gadai piutang
b. Dalam cessie pemberitahuan dilakukan oleh juru sita sedangkan
pemberitahuan pada gadai tidak ada persyaratan tertentu.
c. Pada cessie, perbuatan hukum selesai dengan dibuatnya akta cessie,
pemberitahuan hanya agar debitur mengetahui adanya peralihan hak
tersebut dan kemudian terikat adanya cessie, Pasal 613 ayat (2) KUH
Perdata, pada gadai perbuatan hukum baru selesai dengan adanya
pemberitahuan. Dengan dibuatnya akta saja perbuatan hukum itu belum
selesai, Pasal 1153 KUH Perdata. Menurut hukum Prancis dan Belgia
pemberitahuan pada cessie bersifat wajib agar berlaku terhadap pihak dan
Debitur sendiri.
d. Pada cessie, maka si kerditur tidak mempunyai hak preferent terhadap
barang jaminan yang dijaminkan apabila si debitur ternyata wanprestasi
atapun pailit, sedangkan pada gadai maka si kreditur tetap mempunyai hak
preferent terhadap barang jaminan bila si deditur ternyata wanprestasi
ataupun pailit.
Pasal 1152 KUH Perdata menyebutkan “hak gadai atas benda-benda
bergerak dan atas piutang-piutang bahwa diletakkan dengan membawa
jaminannya ke dalam kekuasaan si berhutang atau seorang pihak ketiga tentang
siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak”. Dari pasal tersebut kelihatannya
bahwa dengan digadaikannya saham maka saham ini tidak lagi dipegang oleh si
debitur akan tetapi berada di bawah kekuasaan si kreditur (Bank). Pengalihan
Digunakannya saham sebagai jaminan kredit, maka selama si debitur
belum melunasi hutangnya saham tersebut berada dalam kekuasaan si kreditur,
namun segala hak yang timbul dari pemilikan saham tersebut tetap berada pada si
debitur sebagai pemilik saham. Hal ini disebabkan oleh karena sifat penyerahan
saham tersebut adalah hanya tertuju pada jaminan sebagai pelunasan hutang
apabila si debitur ternyata tidak dapat melunasi hutangnya tepat pada saat yang
telah diperjanjikan untuk itu.
B. Keabsahan Berlakunya Saham Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit
Berdasarkan Pasal 40 KUH Dagang, saham merupakan salah satu syarat
pengesahan perseroan sebagai badan hukum (PT). Di samping harus dipenuhi
persyaratan Pasal 38 yang menentukan adanya akta pendirian yang berbentuk
“akta otentik” (akta notaris), mesti pula dipenuhi syarat “permodalam”. Perseroan
harus mempunyai modal :
- yang terbagi dalam bentuk saham atau sero,
- harus sudah terkumpul (ditempatkan) paling kirang 1/5 bagian dari seluruh
saham yang ditetapkan,
- serta harus pula telah disetor paling kurang 1/10 bagian dari saham yang
ditetapkan.
Selain daripada itu, saham merupakan salah satu komponen penentu atas
kekayaan aktiva (current assets) suatu Perseroan Terbatas (PT). Untuk
mengetahui berapa besar aktiva PT dapat diteliti dari komponen :
- tagihan terhadap pemegang saham yang belum melunasi saham,
- tagihan terhadap pihak ketiga,
- nilai harta bergerak dan tidak bergerak yang dimiliki.
Sebaliknya untuk mengetahui berapa jumlah pasiva, harus diteliti berapa
besar jumlah hutang dan kewajiban lain yang segera harus dipenuhi oleh PT yang
bersangkutan.
Penelitian yang seksama bagi pihak kreditur (perbankan) atas “current
asset” (aktiva) dengan “current liability” (kewajiban) yang dimiliki, sehingga harga saham yang diterbitkan bertahan harganya dalam pasar modal. Baik dari
segi teori maupun dari segi pendekatan pasar modal (capital market) jangka
panjang dan jangka pendek, saham yang tidak mudah jatuh harganya adalah
saham perusahaan yang memiliki “current ratio” yang lebih tinggi “current
assets” dari “current liabilities”.
Kalau current assets jauh lebih besar dari current liabilities berarti
current ratio perusahaan postifi dan baik. Saham yang dimilikinya, mempunyai kekuatan harga yang aga stabil. Akan tetapi kalau current liabilities lebih besar
dari current assets, perusahaan yang bersangkutan tidak sehat. Besar sekali
dampaknya terhadap nilai harga sahamnya di pasar modal. Bisa mengalami
penurunan sampai di bawah nilai nominal. Harga riilnya sangat fluktuasi, antara
harga nominal dengan harga perdana.
Sehubungan dengan kebolehan saham menjadi agunan kredit Bank, ada
baiknya diketahui tingkat kelas surat-surat berharga (commercial paper) yang
saham. Saham sebagai salah satu jenis surat yang paling banyak diperdagangkan
dalam pasar modal, kekuatan pasarnya tidak terlepas dari penilaian tingkat kelas
yang diberikan para investor kepadanya.
Pada umumnya, kecenderungan para investor membeli suatu saham,
sangat tergantung pada kelas yang dimilikinya. Oleh karena itu, untuk
menentukan kekayaan suatu saham diterima sebagai agunan kredit, sangat
tergantung pada tingkat kelas perusahaan. Sebelum diterima sebagai agunan, perlu
diteliti kelas perusahaan melalui “corporate analysis”. Melalui analisa, dapat
diklasifikasi tingkat kelas perusahaan atau saham :
- The First Calss (Kelas Utama)
Saham yang digolongkan “The First Calss” (prime paper, gelt adged),
apabila telah diperjual belikan dan telah dipindah tangan atau telah
diakseptasi oleh orang apalagi badan (perusahaan) yang mempunyai reputasi
tinggi (higher reputation). Biasanya suatu saham baru cepat menempati first
calss, apabila dia berasal dari PT yang memiliki current ratio yang tinggi antara current assets dengan current liabilities. Pada saat diperdagangkan,
akan cepat berpindah tangan karena pada saham itu melekat “good will” yang
cukup tinggi. Melalui good will yang tinggi, saham yang bersangkutan
menjadi “saham yang unggul” di psar modal. Sebab perusahaan yang
mengelurkan dan yang mengakseptasinya terdiri dari perusahaan yang
“famous”.
- Second Class
Saham yang diklasifikasikan menduduki ranking “second class” ialah yang
dikelurkan dan dipasarkan oleh PT yang cukup baik. Kemudian dipindah
tangan dan diaksep oleh perusahaan atau badan yang memiliki nama baik atau
“well-know”. Namun demikian, perusahaan yang bersangkutan memiliki
organisasi dan managemen yang baik serta “earning power” yang cukup.
Lantar current assets dibanding dengan current liabilities melebihi standar
2:1.
- Third Class
Apabila saham dari perusahaan yang memiliki kedudukan keuangan yang
mendekati kurang sehat. Prospek perusahaan kurang cerah. Current ratio
antara assets dan liabilites hampir “zero” atau sudah mendekati kerugian 50%
modal perusahaan, saham tersebut diklasifikasikan “kelas tiga”. Dalam
kenyataan, saham yang tergolong kelas tiga, peredaran jual belinya di pasar
modal, tidak lancar. Para investor tidak berminat membeli, takut mengalami
risiko rugi. Harganya bisa anjlok di bawah nilai nominal.
Demikian gambaran umum klasifikasi tingkat kelas surat-surat berharga
pada umumnya, dan klasifikasi saham pada khususnya. Tidak semua saham yang
dikeluarkan dan diperjual belikan di pasar modal, memiliki kekuatan pasar yang
tinggi. Oleh karena itu kesediaan untuk menerimanya sebagai agunan kredit, harus
didasarkan atas tingkat kelasnya.
Berdasarkan pengamatan, sudah sering saham dipergunakan sebagai
berbagai kalangan Bank dalam usaha mencoba menyehatkan likwiditasnya, pihak
pengurus Bank Summa mempergunakan saham PT Astra sebagai jaminan.
Meskipun bentuknya barang kali berupa gadai, tujuannya sama yakni sebagai
agunan kredit. Ternyata kehancuran yang dialami Bank Summa sedemikian rupa
parahnya. Pinjaman yang diberikan tidak mampu menyehatkan likwiditasnya.
Akan tetapi oleh karena saham yang dijadikan agunan adalah saham PT Astra
yang tergolong memiliki good will yang cukup terkenal, Bank-bank yang
bertindak sebagai pemberi kredit tidak mengalami risiko tinggi. Dalam waktu
singkat sudah dibeli oleh kelompok Prayogo Pengestu.
Kembali kepada pokok pembicaraan, tentang kedudukan yuridis formal
saham sebagai jaminan kredit, selama ini masih timbul keraguan. Pihak
perbankan masih banyak yang tidak mau menerima saham sebagai jaminan kredit
atas alasan belum ada ketentuan yang mengaturnya.
Untuk melenyapkan keraguan tentang kebolehan saham sebagai jaminan,
Direksi BI mengeluarkan SK No. 26/68/Kep/Dir. Berdasarkan SK ini, yuridis
formil dimungkinkan para Bank memberi kredit dengan jaminan saham. Jika
selama ini peran utama berfungsi sebagai salah satu instrumen perdagangan di
pasar modal, sekarang menanjak satu langkah menjadi jaminan kredit. Hal ini bisa
membawa pengaruh terhadap kemudahan dan ekspansi perkreditan, yang
berdampak langsung atas pertumbuhan ekonomi pada satu segi. Tetapi juga bisa
berdampak negatif memperbesar volume dan percepatan perputaran uang yang
dapat menimbulkan peningkatan inflasi, apabila hal itu kurang diawasi arah
sebagai jaminan kredit terbukti ikut meningkatkan ekspansi kredit, tapi hanya
dikuncurkan secara terfokus pada satu sektor tertentu, dapat mempengaruhi laju
inflasi.
Banyak tanggapan yang disampaikan berbagai kalangan yang pada
prinsipnya dapat menyetujui kebijakan menjadikan saham sebagai agunan kredit
perbankan. Leonard Tanubrata misalnya dapat menyetujui dengan syarat asal
“hanya bersifat pelengkap”. Akan tetapi diatas persetujuan itu, nampaknya beliau
masih meragukan penerimaan saham sebagai agunan kredit. Alasannya dia yakin
Bank masih suka menerima proyek yang dibiayai dengan dana kredit atau agunan
yang bersifat permanen sebagai jaminan. Sebab nilai saham sangat fluktuatif pada
satu segi.
Pada segi lain belum ada lembaga rating (rating agency) yang menilai
secara objektif tentang kelasa saham yang terdaftar di bursa efek. Barli salim dan
Sadli juga mengemukakan pendapat yang hampir sama yaitu pada prinsipnya
menyetujui kebijaksanaan tersebut. Namun pihak Bank harus hati-hati menilai
saham yang diajukan sebagai agunan kredit, sehubungan dengan berbagai
kontroversi yang terkandung didalamnyaa. Kontroversi yang paling besar ialah
sifat “fluktuatif” yang selalui menyertainya dalam setiap saat.
Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, bahwa saham pada umumnya
mempunyai nilai yang sangat bervariasi serta fluktuatif. Berdasarkan kenyataan
ini kita berhadapan dengan kemungkinan saham yang dijaminkan hari ini ke Bank
masih mempunyai kekuatan likuiditas, tetapi seminggu atau sebulan kemudian
bahwa ada kemungkinan sebaliknya, sebulan atau setahun kemudian harganya
terus menanjak melampaui harga perdana. Akan tetapi menghadapi variasi
fluktuasi turun atau naik sikap yang paling tepat dan hati-hati harus berpijak pada
kemungkinan yang lebih jelek, jangan terlampau bersikap spekulatif dan
oportunis.
Terlepas dari semua itu, sejak keluarnya SK Direksi BI dimaksud, maka
secara yuridis formal, saham sah sebagai jaminan.
Memperhatikan SK Direksu BI No. 26/68/Kep/Dir, telah ditentukan
syarat formal atas kebolehan saham sebagai jaminan kredit. Penentuan syarat
dimaksud berkaitan erat dengan fungsi pengawasan yang diperankan BI. Pada Bab
V UU Perbankan (UU No. 7 Tahun 1992), diatur tentang Pembinaan dan
Pengawasan BI terhadap Bank.
- Pasal 29, mengatur fungsi dan kewenangan BI, melakukan pengawasan
tentang kesehatan, meliputi :
Aspek permodalan;
Kualitas managemen;
Rentabilitas;
Likuiditas, dan
Solvabilitas.
- Pasal 30 jo Pasal 34, mengatur pengawasan “pasif” (off site examation).
Setiap Bank wajib menyampaikan neraca dan perhitunganlaba rugi
Menyampaikan perhitungan tahunan yang telah diaudit lebih dulu
oleh akuntan publik.
- Pasal 30 jo Pasal 31, mengatur pengawasan “aktif “ (on site examation).
BI melakukan pemeriksaan terhadap Bank baik berkala maupun
setiap waktu yang dianggap perlu;
Setiap Bank wajib memberi kesempatan pemeriksaan buku-buku
dan berkas-berkas;
Wajib memberi bantuan yang diperlukan dalam memperoleh
kebenaran segala keterangan, dokumen, dan penjelasan yang
dilaporkan.
Bertitik tolak dari fungsi dan kewenangan pembinaan serta pengawasan
yang dikemukakan, penentuan syarat-syarat atas kebolehan saham sebagai
jaminan kredit, menjadi patokan bagi BI dalam menentukan apakah pengagunan
itu sah atau tidak. Jika ditemukan fakta pelanggaran pesyaratan maka BI harus
bertindak tegas. BI harus memerintahkan penggantian jaminan dengan jenis
saham yang memenuhi syarat maupun dengan barang lain. Apabila peringatan
atau perintah tidak diindahkan, dan diperkirakan pemberian kredit akan
membahayakan kesehatan Bank yang bersangkutan, BI harus segera
mempergunakan kewenangan yang ditentukan dalam Pasal 37 yakni menyuruh
pemegang saham mengganti Dewan Direksi dan Dewan Komisaris. Tindakan ini
terutama dibutuhkan apabila fasilitas kredit yang diberikan berupa kredit investasi
Untuk dapat dijadikan sebagai jaminan maka saham itu harus memenuhi
syarat-syarat formil yaitu :
1. BERSIFAT AGUNAN TAMBAHAN
Memperhatikan ketentuan penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan
No. 7 Tahun 1992, dikaitkan dengan Sk Dir BI No. 23/69, masih tetap
memperhatikan faktor jaminan (collateral) sebagai salah satu unsur prinsi
“prudential banking”. Setiap kredit yang diberikan Bank, harus terjamin
pengembaliannya dengan jaminan sebagai “the scurce of the last cost”. Jaminan
yang dapat dijadikan sebagai agunan :
- Pertama : “jaminan pokok” yang terdiri dari proyek yang dibiayai oleh dana
kredit yang diberikan,
- kedua : “jaminan tambahan” (additional collateral) yang terdiri dari :
Benda (real property) yang bergerak atau tidak bergerak, baik milik
sendiri debitur maupun milik pihak ketiga.
Jaminan perorangan (personal guarantee), boleh diri pribadi Dewan
Direksi atau Dewan Komisaris atau perorangan di luar pengurus PT yang
bersangkutan.
Bertitik tolak dari apa yang telah dikemukakan, fungsi saham sebagai
jaminan tambahan tidak bisa bersiri sendiri. Dia hanya melengkapi dan
memperkuat keyakinan kesanggupan debitur dan kedudukan jaminan pokok yang
terdiri dari proyek yang dibiayai dana fasilitas kredit yang diberikan. Atau bisa
juga untuk melengkapi jaminan tambahan yang sudah ada. Misalnya jaminan
perjanjian hipotik. Untuk memperkuat jaminan tambahan tersebut bisa lagi
ditambah dengan jaminan saham untuk memperkuat jaminan pokok dan jaminan
tambahan yang sudah ada.
2. SAHAM SUDAH TERDAFTAR DI BUSAR EFEK
Saham yang boleh dijadikan sebagai agunan tambahan, sudah terdaftar di
bursa efek. Tidak semua saham dapat dijadikan agunan kredit Bank, tetapi hanya
yang terdaftar dan diperjual belikan di pasar modal yang memenuhi syarat. Di
Indonesia pada sat ini baru berdiri dua bursa efek sebagai pasar modal (capital
market) yakni Pasar Efek Jakarta (PEJ) dan Pasar Efek Surabaya (PES) yang menampung pendaftaran saham.
Ketentuan ini bertujuan membatasi terjadi spekulasi dan persekongkolan
antara debitur dengan loan commite untuk menerima saham yang belum dikenal
kekuatan nilainya. Sekiranya dibolehkan menerima semua jenis saham tanpa
persyaratan pendaftaran, besar kemungkinan akan berkembang saham yang
dikeluarkan oleh PT yang permodalan dan bidang usahanya fiktif. Malahn sangat
gampang terjadi persengkokolan antar debitur dengan suatu PT yang sedang
sekarat. Debitur bersengkokol mempergunakan saham PT yang sedang sekarat
untuk diagunkan ke Bank, dan hasilnya akan dibagi dua, pada hal dari semula
kreditur sudah tahu bahwa saham PT tersebut tidak punya nilai apa-apa.
Syarat pendaftaran ditinjau dari segi hukum sangat realistik dan objektif.
Syarat ini merupakan pendorong ke arah pembinaan pengembangan perusahaan
yang benar-benar ditanggung organisasi, permodalan dana manajemen. Karena
prospektusnya secara terbuka untuk memperoleh pendaftaran. Dengan demikian
pendaftaran itu sendiri sudah memberi nilai lebih kepada perusahaan atas
bonafiditasnya. Hal ini memberi dampak bagi masyarakat dan perbankan menilai
mutu saham yang dimilikinya. Melalui syarat pendaftaran memberi batasan
kepada Bank bahwa hanya saham yang sudah dikenak umum dan telah dipasarkan
di busrsa efek yang dapat diterima sebagai agunan tambahan.
3. SAHAM YANG TIDAK PERNAH MENGALAMI TRANSAKSI SELAMA
TIGA BULAN
pada prinsipnya saham yang boleh diterima sebagai agunan tambahan
harus terus menerus mengalami transaksi di pasar modal. Apabila salam 3 (tiga)
bulan tersingkir dari transaksi, dalam arti selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tidak
terjadi transaksi, tidak memenuhi syarat sebagai agunan tambahan kredit Bank.
Lenyapnya suatu saham yang sudah terdaftar dari perputaran transaksi selama 3
(tiga) bulan berturut-turut, dianggap sebagai pertanda kemerosotan objektif atas
nilainya. Oleh karena itu apabila pada saat ditanda tangani persetujuan kredit
saham yang akan diagunkan tidak pernah mengalami transaksi selama 3 (tiga)
bulan berturut-turut, tidak dibenarkan menjadi agunan tambahan.
Akan tetapi dilihat dari segi pendekatan fluktuasi mungkin syarat ini
kurang realistik. Saham yang anjlok hari ini tanpa diduga-duga muncul sebagai
primadona dibursa efek. Perusahannya pulih dengan “erning power” yang luas
biasa. Namun pandangan yang seperti itu terlampau teoritis dan spekulatif.
Berdasarkan kenyataan jarang suatu perusahaan yang mengalami krisis dapat
dalam jangka waktu yang panjang. Dengan demikian risiko yang dihadapi Bank
pemberi kredit tidak besar, sudah tepat pembatasan yang ditentukan oleh syarat
ini. Syarat ini juga sekaligus untuk menghindari persengkokolan dengan itikad
tidak baik untuk merugikan Bank. Dapat diperkirakan sekiranya saham yang tidak
laku di pasar modal boleh dijadikan agunan, bisa saj debitur meborong dengan
harga murah, kemudian dijadikan agunan tambahan kredit Bank.
4. TIDAK JATUH HARGANYA DI BAWAH NILAI NOMINAL
Pada saat perjanjian kredit ditandatangani tidak boleh harga saham jatuh
di bawah nilai nominal. Meskipun saham sudah terdaftar dan masih terus
mengalami transaksi kalau harganya beradasa di bawah nilai nominal di pasar
modal, tidak memenuhi syarat untuk dijadikan agunan kredit Bank.
Syarat ini menentukan patokan minimal harga saham yang layak
dijadikan agunan tambahan. Patokan batas terendah adalah “harga nominal”. Di
bawah harga itu dilarang untuk menjadikannya agunan kredit Bank. Paling ideal,
jika harga pasarnya diatas nilai perdana. Terlepas dari faktor fluktuasi harga
saham, agunan yang paling tepat diterima adalah yang mempunyai nilai harga
yang paling tinggi di atas harga perdana. Sedang saham yang harga pasarnya
merosot sampai 50 % di bawah harga perdana sudah mengandung risiko yang
agak besar, apalagi jika kemerosotan harganya berjalan terus menerus dalam
jangka waktu yang agak panjang, semakin tinggi apabila harga saham yang
diagunkan sudah mencapau titik nominal.
Syarat yang kedua, ketiga dan yang ke empat ini berhubungan erat
dipantau dan ditemukan faktanya di pasar modal. Oleh karena itu, jika debitur
mengajukan agunan tambahan yang terdiri dari saham beberapa perusahaan, harus
diteliti kegiatan transaksi dan harganya di pasar modal.
Terhadap saham yang jatuh harganya di bawah nilai nominal dan
kemudian harganya naik kembali di atas nilai nominal. Ini dapat diterima sebagai
agunan tambahan, hanya harus diperhatikan dengan seksama faktor-faktor yang
mendorong pulihnya kepercayaan para investor untuk membeli di atas harga
nominal.
5. MAKSIMUM 50 % HARGA SAHAM
Pengangunan saham sebagai agunan tambahan kredit bank nilai
maksimumnya 50 % dari harga pasar. Jika harga pasar pada saat perjanjian kredit
ditandatangani Rp 100.000,- maka nilai maksimumnya sebagai agunan paling
tinggi Rp 50.000,- dan tidak boleh lebih dari situ. Patolakan ini merupakan
“curring price” yang tidak boleh dilampaui.
Cepatnya berubah harga saham dalam pasar modal mengakibatkan harga
nilai saham sangat bersifat fluktuasi. Memang ada yang bertanahn untuk jangka
waktu relatif panjang, namun tidak ada yang stabil harganya, selalui bergerak naik
turun. Harga pasar saham yang mampu bertahan agak stabil adalah saham-saham
perusahaan yang bersifat “utilities” (saham utilities), yakni perusahaan yang
menghasilkan produksu yang memiliki daya guna pemakaian tidak tergantung
pada waktu. Umpanya PLN atau PAM. Berbeda halnya dengan perusahaan yang
bersifat “cyclical” yang memproduksi komoditi yang tergantung pada beberapa
fluctuation” yang sangat bervarisasi. Di Indonesia perusahaan yang bersifat utilities kebanyakan berbentuk BUMN (PLN, TELKOM, PAM dsb).
Menghadapi kenyataan yang fluktuatif tersebut harus dicari dan
ditentukan patokan harga yang realistik. Patokan yang dianggap mampu
mengantisipasi fluktuasi itu adalah “harga riil” saham di pasaran, bukan harga
nominal atau harga tambahan. Oleh keran harga riil pada suatu hari diperkirakan
tidak luput dari pengaruh perubahan, maka harga riil itupun hanya dijadikan
sebagai landasan perkiraan menentukan patokan harga saham sebagai agunan.
Menentukan nilai harga yang dianggap berdaya melindungi pemberi
kredit¸BI memperhitungkan faktor fluktuasi secara negatif. Diasumsikan, fluktuasi
nilai harga saham dalam jangka waktu yang agak panjang melalui pendekatan
negatif ialah sekitar 50% dari nilai riil pada saat perjanjian ditandatangani.
Dalam hal kreditur dan debitur sepakat dalam perjanjian, harga saham
yang diagunkan ditetapkan harganya lebih tinggi 50 % dari harga pasar. Maka
masalah ini dapat ditinjau dari dua sudut pengkajian. Pertama; hukum perjanjian
Indonesia menganut asas “kebebasan berkontrak”. Para pihak bebas menentukan
kehendak berdasarkan kesepakatan (agreement) yang dituangkan dalam bentuk
perjanjian. Apabila kesepatakan telah terwujud dalam perjanjian maka melekat
diadalamnya asas “pacta sunt servanda”. Asas ini telah diabadikan sampai
sekarang menjadi hukum positif dalam Pasal 1338 KUH Perdata :
- Persetujuan menajdi UU bagi para pihak
- Dan harus dipenuhi dengan itikad baik sesuai dengan maksud
Jadi asas kebebasan berkontrak ditegakkan diatas prinsip “promise must
be kept”. Para pihak sepakat nilai saham yang dijadikan agunan kredit seharga 70% dari harga pasar, kesepakatan itu tidak bertentangan dengan hukum
perjanjian, oleh karena itu dibenarkan.
Kedua, ditinjau dari rumusan ketentuan SK. Dir. BI, jika diperhatikan
bunyi ketentuan yang mengatur hal ini, dijumpai perkataan “maksimum”.
Rumusan kira-kira saham-saham yang terdaftar dalam bursa efek, nilai yang dapat
dijaminkan sebagai jaminan kredit, “maksimum” sebesar 50% dari harga pasar
atau kurs pada saat akad kredit akan ditandatangani.
Memperhatikan rumusan yang dikemukakan, tegas disebut pembatasan
yakni maksimum 50% dari harga pasar. Jika penegasan ini ditinjau dari
pengkajian doktrin hukum :
- Rumusan bersifat limitatif,
- Setiap rumusan yang litatif, langsung berbarengan dengan :
Sifat “compulssory” atau “imperatio” (bersifat memaksa).
Dan langsung pula menjadi aturan yang berbobot “public
policy” (ketertiban, kepentingan umum).
- Dengan demikian pembatasan harga perumusan maksimum 50% dari
harga pasar ditinjau dari segi perumusan, bukan bersifat “regulation”
(sebagai pedoman) yang dapat dikesampingkan dengan kesepakatan
dalam perjanjian.
Dalam hal ini syarat pembatasan harga maksimum merupakan aturan
umum.23
1. Pemberian kredit dalam rangka :
Jadi tidak boleh dikesampingkan berdasarkan kesepakatan kreditur dan
debitur, apabila harganya melampaui batas maksimum di atas 50% dari harga
pasar.
Jika para pihak melanggarnya, maka tidak batal demi hukum untuk
keseluruhan perjanjian, termasuk perjanjian jaminan. Yang bats demi hukum
hanya sepanjang pelanggaran batas maksimal. Berbarengan dengan itu, harga nilai
saham yang dijaminkan dianggap hanya 50% dari harga pasar, dan batal untuk
nilai selebihnya.
Seperti yang telah diterangkan sebelumnya, syarat pokok kebolehan
mengagunkan saham sebagai jaminan kredit Bank hanya terbatas atas saham yang
sudah terdaftar di busar efek. Terhadap syarat ini ada pengecualian yaitu :
- Ekspansi perusahaan, bisa untuk modal ekspansi alat produksi atau
eksploitasi (modal kerja untuk optimalisasi produksi).
- Atau dalam rangka “akuisisi” atau “merger”.
2. Saham yang diagunkan ialah saham yang diterbitkan perusahaan sendiri
(penerima kredit).
- Tidak boleh saham perusahaan lain,
- Jika saham dari perusahaan lain, harus sudah terdaftar.
Apakah pengecualian ini berlaku terhadap “consolidation” atau
“combination”..?
23
Menurut hukum akuisisi merupakan bentuk “fusi” dari antara dua
perusahaan atau lebih. Biasanya perusahaan yang lebih kecil difusikan kedalam
perusahaan yang lebih besar. Dari fusi itu hilang perusahaan kecil dan yang tetap
muncul perusahaan besar. Cara yang ditempuh adalah :
1. Bisa berupa pembelian semua saham perusahan kecil oleh perusahaan
yang besar.
2. Atau dapat dengan cara perusahaan yang lebih besar memberikan
saham-saham dari modalnya sendiri kepada pemegang saham-saham perusahaan kecil
sebagai ganti saham mereka.
3. Bisa juga aktiva perusahaan yang lebih kecil, dan para pemegang saham
perusahaan kecil membubarkan diri.
Dapat dilihat dari akuisisi berfungsinya dua atau lebih perusahaan tidak
melenyapkan identitas atau keberadaan salah satu perusahaan. Perusahaan yang
lebih besar tetap ada sebagai lanjutan fusi, sedangkan pada konsolidasi adalah
merupakan peleburan total antara dua atau lebih perusahaan yang hampir sama
kedudukannya. Dari peleburan perusahaan lama lenyap, diganti dengan
perusahaan baru. Kedua bentuk di atas adalah sama-sama bertujuan untuk
meningkatkan kekuatan permodalan dan peningkatan perusahaan. Oleh karena itu
secara yuridis pengecualian atas kebolehan mengagunkan saham yang belum
terdaftar sebagai jaminan kredit dalam rangka akuisisi, merger dan konsolidasi,
dapat dibenarkan dengan syarat saham yang diagunkan adalah saham yang
Selanjutnya untuk mengefektifkan saham sebagai agunan, sangat
diperlukan adanya penilaian (rating) yang objektif dan realistik atas semua
perusahaan yang saudah terdaftar sahamnya di bursa efek. Sehubungan dengan
itu, perlu dibentuk suatu “rating agency” (lembaga penilai) yang diberi otoritas
penuh untuk membuat penilaian yang fair dan objektif sehingga dengan mudah
masyarakat dapat mengetahui kedalam klasifikasi mana suatu perusahaan
digolongkan. Tanpa rating yang resmi dari suatu badan yang memiliki otoritas
sulit bagi pihak perbankan menentukan penilaian objektif atas saham yang
dijadikan sebagai agunan, akibatnya menghmabta kelancaran pemberian kredit.
Lembaga rating sebenarnya tidak hanya dibutuhkan dalam mengantispasi
pengguna saham sebagai agunan, tetapi meliputi jangkauan yang lebih luas
terutama memperhatikan perkembangan commercial paper yang berperan juga
sebagai agunan kredit jangka pendek. Sangat penting adanya rating agar dunia
bisnis dan perbankan tahu sejak semula tentang kelas perusahaan yang
mengeluarkan CP yang bersangkutan.
Selama belum ada lembaga rating yang berwenang secara resmi
menentukan klasifikasi kelas setiap perusahan, pada dasarnya penilaian kita
sangat ditentukan oleh penampilan perusahaan dari sisi luar, sehingga penilaian
yang kita berikan sangat bercorak parsialitas.
Dari segi kompetitif, rating mempunyai peranan penting. Pengumuman
hasil penilaian rating yang bersifat transparan akan mendorong setiap perusahaan
meningkatkan kualitas di segala bidang. Hal ini membawa dampak positif
diantara semua perusahaan yang ada, dengan sendirinya akan memperoleh barisan
pengusaha nasional yang tangguh dengan organisasi serta manejemen yang
profesional.
Dari segi perkreditan akan memberi kemudahan bagi BI melakukan
pengawasan. Di segi lain sejak dini dapat mencegah Bank memberi kredit kepada
perusahaan – perusahaan yang tidak layak menerima pinjaman Bank. Jadi melalui
hasil yang diumumkan lembaga rating akan menjadi peringatan untuk memberi
kredit kepada suatu perusahaan. Dengan demikian rating langsung merupakan
bagian dari “early warning system”.
C. Konsekwensi Terhadap Jaminan Akibat Debitur Wanperstasi
1. Saat Debitur Dinyatakan Cidera Janji Atau Wanprestasi
R. Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian menyebutkan : “apabila si
berhutang (debitur) tidak melakukan yang dijanjikannya, maka ia dikatakan
melakukan wanprestasi atau ingkar janji”.
Dalam praktek perbankan penentuan saat debitur atau nasabah telah
cidera janji atau wanprestasi ditentukan dalam surat perjanjian kredit. Pada akta
perjanjian kredit sudah disebutkan saat debitur melaksanakan kewajibannya
membayar kembali pinjamannya, baik pengembalian secara keseluruhan atau
angsuran serta jangka waktu pengembalian kredit yang harus dipenuhi debitur.
Kredit yang diberikan Bank kepada debiturnya sebenarnya mengandung
risiko untuk tidak dapat dikembalikan, yang dalam dunia perbankan dikenal
macet tersebut adalah kredit yang tidak dilunasinya dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan sejak jatuh tempo.
Jadi apabila saat pembayaran yang telah ditetapkan dalam perjanjian
kredit tidak dipenuhi, debitur dengan sendirinya telah wanprestasi. Macetnya
kredit itu dapat disebabkan, baik karena debitur memang tidak sanggup lagi
membayar Bank, maupun karena debitur memang tidak ada kemauan (beritikad
buruk) untuk melunasi hutangnya.
Dengan demikian setiap saat kredit macet mempunyai sifat individual,
artinya sifat setiap debitur akan berbeda satu dengan yang lain. Adanya kredit
macet di atas tentunya merupakan beban bagi Bank. Untuk itu Bank akan selalu
berusaha semaksimal mungkin untuk menarik kembali kredit macet tersebut dari
debitur.
2. Akibat Hukum Debitur Cidera Janji Atau Wanprestasi
Debitur yang tidak melakukan prestasi telah ditentukan dalam perjanjian
dinamakan wanprestasi. Dengan demikian setiap debitur mempunyai kewajiban
untuk menyerahkan prestasi kepada kreditur. Kewajiban untuk melakukan prestasi
ini dalam hukum disebut “schuld” yaitu kewajiban untuk membayar hutang.
Di samping debitur mempunyai kewajiban melunasi hutangnya, ia juga
memikul kewajiban lain sebagai konsekwensi schuld tersebut, yang disebut
“haftung” maksudnya bahwa debitur wajib merelakan hartanya diambil oleh
kreditur sebagai hutang debitur guna pelunasan hutangnya. Azas pokok dari
haftung ini dapat kita lihat dalam Pasal 1131 KUH Perdata yang berbunyi :
yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan
untuk perikatannya perseorangan”.
Mengingat bahwa pelaksanaan prestasi yang terlambat adalah salah satu
wujud dari wanprestasi, maka hal ini memberikan akibat bagi si debitur untuk
membayar kerugian yang diderita oleh si kreditur.
Adapun yang menjadi akibat hukum bagi debitur yang melakukan
wanprestasi adalah sanksi sebagai berikut :
a. Debitur diharuskan membayar ganti rugi yang telah diderita oleh kreditur
(Pasal 1243 KUH Perdata). Ketentuan ini berlaku untuk semua perikatan.
b. Dalam perjanjian timbal balik (bilateral) wanpretasi dari satu pihak
memberikan hak kepada pihak lain untuk membatalkan atau memutuskan
perjanjian kredit lewat hakim (Pasal 1266 KUH Perdata).
c. Risiko beralih kepada debitur sejak saat terjadinya wanpretasi. (Pasal 1237
ayat (2) KUH Perdata). Ketentuan ini hanya berlaku bagi perikatan untuk
memberikan sesuatu.
d. Membayar biaya perkara yang diperkarakan di muka hakim (Pasal 181
ayat (1) HIR).
e. Memenuhi perjanjian jika masih dapat dilakukan atau pembatalan
perjanjian disertai dengan pembayaran ganti rugi (Pasal 1267 KUH
Perdata). Ketentuan ini berlaku untuk semua perikatan.
Dalam Pasal 1763 disebutkan tentang kewajiban si peminjam yaitu orang
yang menerima pinjaman diwajibkan mengembalikannya dalam jumlah dan
jelas bahwa seorang debitur wajib mengembalikan fasilitasi kredit yang telah
diterimanya sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan dalam perjanjian
kreditnya.
Apabila Bank berpendapat bahwa si peminjam tidak dapat melaksanakan
kewajibannya sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan, maka dalam hal ini
Bank mempunyai hak untuk menghentikan hubungan kredit sekaligus menagih
pelunasan pembayaran seluruh hutang dari peminjam kredit.
Langkah-langkah yang ditempuh Bank sebagai tindakan akibat kredit
macet oleh debitur antara lain :
a. Sebelum melakukan tindakan hukum terlebih dahulu terhadap debitur
diberikan peringatan (sommatie) yang dilakukan sendiri oleh Bank, karena
sesuai dengan Pasal 1238 KUH Perdata, somasi itu penting untuk lebih
mengukuhkan bahwa debitur benar-benar telah melakukan cedera janji
terhadap Bank. Bahwa pernyataan tersebut dilakukan oleh Bank tiga kali
berturut-turut setelah kredit jatuh tempo dalam jangka waktu 15 hari untuk
satu kali pernyataan dan seterusnya setiap bulan sampai kredit lunas.
b. Mendesak debitur untuk melakukan sendiri penjualan barang jaminan.
Dalam melakukan pekerjaan ini Bank dapat membantu debitur dengan
cara mencarikan calon pembeli. Namun dalam tranksasi jual beli barang
jaminan tersebut Bank tidak dilibatkan sebagai salah satu pihak. Akan
tetapi dilain pihak juga diatur sedemikian rupa agar uang hasil penjualan
yang beritikad buruk), tetapi disetorkan ke Bank untuk diperhitungkan
dengan pinjaman debitur.
c. Melakukan penjualan di bawah tangan berdasarkan surat kuasa untuk
menjual. Dalam menerima suatu jaminan ada kalanya Bank di beri kuasa
oleh pemilik jaminan untuk melakukan penjualan atas barang jaminan
apabila fasilitas kredit yang dilindungi jaminan tersebut mengalami
kemacetan.
d. Menyerahkan tagihan kredit macet pada Panitia Urusan Piutang Negara.
Ketentuan untuk menyerahkan tagihan kredit macet kepada PUPN
sebagaimana diatur dalam UU No. 49 tahun 1960 hanya berlaku bagi
Bank-bank pemerintah.
Dalam perjanjian kredit yang dijaminkan dengan saham, apabila si
debitur wanpretasi terhadap pelunasan hutangnya maka pihak Bank akan
mengadakan peringatan terlebih dahulu, tetapi bila si debitur tetap tidak melunasi
hutangnya lalu pihak Bank selaku pemberi kredit akan memerintahkan pencairan
benda jaminan (saham) atau akan melaksanakan sendiri pencairan tersebut
berdasarkan surat kuasa dari si debitur guna pelunasan hutangnya si debitur.
Dari hasil pencairan saham tersebut maka dilaksanakan pelunasan hutang
si debitur, bila mana ada sisanya maka Bank wajib mengembalikan kepada si
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Saham adalah suatu surat berharga yakni tanda penyertaan
modal pada Perseroan Terbatas yang kini diterima sebagai
jaminan kredit. Saham sebagai jaminan kredit Bank adalah
merupakan jaminan tambahan sebagaimana diatur dalam SK
Direksi Bank Indonesia Nomor 26/68/Kep/Dir.
2. Dalam sistem hukum Indonesia, saham tergolong dalam benda
bergerak tak berwujud yang dapat diterima sebagai jaminan.
Namun untuk memberikan kepastian hukumnya sekaligus
untuk memberikan kenyamanan bagi pihak Bank dalam
pemberian kredit dengan jaminan saham, maka dikeluarkanlah
kebijaksanaan melalui SK Direksi Bank Indonesia Nomor
26/68/Kep/Dir, yang mengatur tentang saham sebagai jaminan
tambahan.
3. Jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk
menimbulkan keyakinan/ kepastian hukum kepada pihak
Bank. Maka meskipun secar umum telah diatur oleh
Undang-Undang yang memberikan jaminan bagi setiap kreditur
sebagaimana tercantum dalam Pasal 1131 dan 1132 KUH
Perdata. Namun secara khusus diatur dalam UU Perbankan
memberikan kredit, Bank umum wajib mempunyai keyakinan
aats kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi
hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Oleh sebab itu
jaminan mempunyai arti penting guna kepastian pelunasan
hutang dikemudian hari apabila penerima kredit tidak
melunasi hutangnya.
4. Saham sebagai jaminan tambahan dalam kenyataannya masih
sulit diterima sebagai jaminan karena adanya prinsip
kehati-hatian yang disebabkan oleh nilainya yang tidak stabil
(berfluktuasi). Namun demikian apabila saham yang dimaksud
solid (berasal dari perusahaan yang bonafit) tidak ada masalah,
sebab apabila ternyata debitur wanprestasi maka jaminan
saham tersebut dapat dengan mudah dicairkan untuk pelunasan
hutang debitur, di samping karena sifatnya hanya sebagai
jaminan tambahan saja.
5. Perjanjian kredit yang terdapat dalam UU Perbankan No. 7
tahun 1992 merupakan salah satu perjanjian seperti yang
dimaksud Buku III KUH Perdata. Sehingga dalam perjanjian
tersebut diperlukan Buku III KUH Perdata walaupun dalam
Buku III tidak ada diatur mengenai perjanjian kredit tersebut.
B. Saran
1. Hendaknya saham lebih dimasyarakatkan, karena dengan demikian
masyarakat yang kelebihan modal dapat menanamkan modal dan
pengusaha yang memerlukan modal dapat memperoleh modal dalam
ekspansi perusahaan, sehingga dengan demikian tingkat perekonomian
akan semakin maju, yang bearti akan membawa manfaat yang besar bagi
kesejahteraan masyarakat banyak, sebab dengan turut sertanya masyarakat
luas memiliki saham berarti mereka akan memperoleh keuntungan dari
modal yang ditanamkan.
2. Untuk mengefektifkan saham sebagai jaminan sangat diperlukan adanya
penilaian (rating) yang objektif dan realistik atas semua perusahaan yang
sudah terdaftar sahamnya di bursa efek, dan perlu pula dibentuk suatu
lembaga rating yang mempunyai otoritas sehingga mudah masyarakat
dapat mengetahui keadaan suatu perushaan yang menerbitkan saham.
3. Dalam hal pengabulan permohonan kredit yang diajukan calon debitur
hendaknya Bank memperhatikan asas-asas yang sehat dalam pemberian
kredit yang bukan saja di fokuskan pada Five analysis tetapi juga harus
menguntungkan pihak Bank serta sesuai dengan misi Bank yang
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT
A. Pengertian Perjanjian
Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi: “Suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1
(satu) orang lain atau lebih”.
Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi
perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan pula
terlalu luas.2
Menurut M. Yahya Harahap perjanjian atau verbintennis mengandung
pengertian: “suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau
lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi
dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasinya”.
Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian
sepihak saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan
di lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin, yang merupakan perjanjian juga,
tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur di dalam KUH Perdata Buku
III. Perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III kriterianya dapat dinilai
secara materil, dengan kata lain dinilai dengan uang.
3
Berdasarkan pengertian singkat di atas dijumpai di dalamnya beberapa
unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain “hubungan hukum
2
(rechtbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang (person)
atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain
tentang suatu prestasi “.4
Sesuai dengan pengertian di atas, perjanjian/verbintennis adalah hubungan hukum/ rechtbetrekking yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara perhubungannya. Oleh karena itu perjanjian yang mengandung hubungan hukum antara perseorangan/person adalah hal-hal yang terletak dan berada dalam lingkungan hukum.5
Itulah sebabnya hubungan hukum dalam perjanjian, bukan suatu hubungan
yang bisa timbul dengan sendirinya seperti yang dijumpai dalam harta benda
kekeluargaan. Dalam hubungan hukum kekayaan keluarga, dengan sendirinya
timbul hubungan hukum antara anak dengan kekayaan orang tuanya seperti yang
diatur dalam hukum waris. Lain halnya dalam perjanjian. Hubungan hukum antara
pihak yang satu dengan yang lain tidak bisa timbul dengan sendirinya. Hubungan
itu tercipta oleh karena adanya tindakan hukum/rechtshandeling.
Tindakan/perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihaklah yang
menimbulkan hubungan hukum perjanjian, sehingga terhadap satu pihak
diberi hak oleh pihak yang lain untuk memperoleh prestasi. Sedangkan pihak yang
lain itupun menyediakan diri dibebani dengan kewajiban untuk menunaikan
prestasi.6
Jadi satu pihak memperoleh hak/recht dan pihak yang laim memikul
kewajiban/plicht menyerahkan/menunaikan prestasi. Prestasi ini adalah objek atau
4
Ibid., hal. 6. 5
Ibid., hal. 7. 6
voorwerp dari verbintenis. Tanpa prestasi, hubungan hukum yang dilakukan berdasar tindakan hukum, sama sekali tidak mempunyai arti apa-apa bagi hukum
perjanjian. Pihak yang berhak atas prestasi mempunyai kedudukan sebagai
kreditur atau schuldeiser. Pihak yang wajib menunaikan prestasi berkedudukan
sebagai schuldenaar atau debitur.7
1. Hak kebendaan melekat pada benda dimana saja benda itu berada, jadi mempunyai melekat/droit de suite.
Karakter hukum kekayaan/harta benda ini bukan hanya terdapat dalam
hukum perjanjian. Malahan dalam hubungan keluarga, hukum kekayaan
mempunyai karakter yang paling mutlak. Akan tetapi seperti yang telah pernah
disinggung di atas, karakter hukum kekayaan dalam harta benda keluarga adalah
lahir dengan sendirinya, semata-mata karena ketentuan undang-undang. Hukum/
vermogenrecht kekayaan yang bersifat pribadi dalam perjanjian/verbintenis baru bisa tercipta apabila ada tindakan hukum/rechthandeling.
Sekalipun yang menjadi objek atau vorwerp itu merupakan benda, namun
hukum perjanjian hanya mengatur dan mempermasalahkan hubungan
benda/kekayaan yang menjadi objek perjanjian antara pribadi tertentu (bepaalde
persoon).
Selanjutnya dapat dilihat perbedaan antara hukum benda/zakenrecht
dengan hukum perjanjian:
2. Semua orang secara umum terikat oleh suatu kewajiban untuk menghormati hak seseorang atas benda tadi, tidak dapat diganggu gugat/in violable et sacre.
3. Si empunya hak atas benda, dapat melakukan segala tindakan sesukanya atas benda tersebut.8
7
Kalau hukum kebendaan bersifat hak yang absolut, hukum kebendaan
dalam perjanjian adalah bersifat “ hak relatif “/relatief recht. Dia hanya mengatur
hubungan antara pribadi tertentu. Bepaalde persoon, bukan terhadap semua orang
pemenuhan prestasi dapat dimintanya. Hanya kepada orang yang telah melibatkan
diri padanya berdasar suatu tindakan hukum. Jadi hubungan hukum/recht
berrekking dalam perjanjian hanya berkekuatan hukum antara orang-orang tertentu saja.9
Seperti telah dikemukakan di atas, pada umumnya hak yang lahir dari
perjanjian itu bersifat hak relatif, artinya hak atas prestasi baru ada pada
orang/persoon tertentu, jika hal itu didasarkan pada hubungan hukum yang lahir
atas perbuatan hukum.
Hanya saja dalam hal ini perlu diingatkan, bahwa gambaran tentang
pengertian hukum benda yang diatur dalam KUHPerdata dalam Buku II, yang
menganggap hak kebendaan itu “hak yang tidak dapat diganggu gugat/inviolable
et sacre“ dan memiliki hak melekat kepada pemilikinta/droit de suite, tidak mempunyai daya hukum lagi. Sebab dengan berlakunya Undang-Undang Pokok
Agraria sesuai dengan asas unifikasi hukum pertanahan, buku II KUH Perdata
tidak dinyatakan berlaku lagi.
Terutama mengenai hubungan tanah dengan seseorang, tidak lagi
ditekankan pada faktor hak. Tetapi dititik beratkan pada segi penggunaan dan
fungsi sosial tanah, agar selaras dengan maksud dan jiwa pada Pasal 33 ayat 3
Undang-Undang Dasar 1945.
9
Akan tetapi ada beberapa pengecualian :
1. Sekalipun tidak ada hubungan hukum yang mengikat antara dua orang tertentu (bepaalde persoon), verbintenis bisa terjadi oleh suatu keadaan/kenyataan tertentu. Misalnya karena pelanggaran kendaraan. 2. Atau oleh karena suatu kewajiban hukum dalam situasi yang nyata,
dapat dikonkritisasi sebagai verbintenis. Sekalipun sebelumnya tidak ada hubungan hukum antara dua orang tertentu, seperti yang dapat dilihat pada Waterkraan Arrest (H.R. 10 Juni 1910).10
Perjanjian/verbintenis mempunyai sifat yang dapat dipaksakan. Dalam
perjanjian, kreditur berhak atas prestasi yang telah diperjanjikan. Hak
mendapatkan p