• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Masyarakat Pulau Panggang dan Pulau Harapan

Masyarakat Kelurahan Pulau Panggang dan Kelurahan Pulau Harapan memiliki karakteristik yang hampir sama. Masyarakat di kelurahan tersebut rata-rata hanya mengetahui tentang bulan terang dan bulan gelap, musim barat dan musim timur, yang digunakan untuk waktu melaut dalam menangkap ikan. Selain itu pengetahuan umum yang biasa berkembang di masyarakat adalah pengetahuan tentang adanya lokasi bajak laut, sehingga masyarakat cenderung menghindari daerah tersebut. Kepercayaan masyarakat Pulau Panggang dan Pulau Harapan mayoritas beragama Islam dan telah meninggalkan kepercayaan terhadap kekuatan alam (Mahdi, 2007).

Karakteristik ekonomi masyarakat sebagian besar adalah nelayan. Kebanyakan istri dan anak nelayan ikut bekerja mencari nafkah untuk membantu dalam pemenuhan kebutuhan keuangan keluarga. Kehidupan nelayan yang penuh dengan resiko dan ketidakpastian menuntut para istri nelayan untuk mencari alternatif pekerjaan. Pekerjaan yang banyak dilakukan oleh istri para nelayan yaitu usaha warung nasi, berjualan sayur keliling, dan bekerja di keramba (Mahdi, 2007).

Keanekaragaman jenis ikan di Pulau Panggang dan Pulau Harapan mendorong nelayan untuk menggunakan alat tangkap yang berbeda-beda dalam menangkap ikan Pulau Panggang dan Pulau Harapan. Alat tangkap yang teridentifikasi ada lima jenis yaitu bubu, jaring insang, pancing, muroami dan bagan (Tabel 14).

Tabel 14. Jenis alat tangkap di Pulau Panggang dan Pulau Harapan Alat Tangkap Pulau Harapan Pulau Panggang

Bubu 81 Unit 200 Unit

Jaring Insang 42 Unit 121 Unit

Pancing 111 Unit 532 Unit

Bagan 2 Unit 0 Unit

Muroami 5 Unit 0 Unit

Sumber : Suku Dinas Perikanan dan Kelautan, 2005

• Bubu merupakan perangkap ikan yang terbuat dari rangka besi, kawat, anyaman bambu atau jaring. Bubu tali dioperasikan dengan menggunakan tali

dan busa atau bahan lain sebagai penanda di permukaan laut. • Muroami merupakan jaring yang terdiri dari sayap kantong. Dioperasikan

dengan menggiring ikan masuk ke kantong. Pada umumnya dioperasikan oleh 12 orang termasuk nahkoda (8 orang penyelam, 3 orang menarik jaring, 1 orang berada di perahu kecil mengamati kantung jaring).

• Pancing merupakan terdiri dari kail (mata pancing), dan tali (senar). Ukuran mata pancing dan tali yang digunakan bervariasi tergantung target ikan yang akan ditangkap.

42

• Jaring ikan hias jaring dengan ukuran 0,1 inchi yang digunakan sebagai alat bantu untuk menangkap ikan hias.

• Bagan apung merupakan bagan yang berada di kapal dan dioperasikan harian, tangkapan berupa ikan teri dan cumi-cumi.

a. Karakteristik Masyarakat Pulau Panggang dan Pulau Harapan

Masyarakat yang menjadi responden, berasal dari masyarakat Kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Harapan. Responden berjumlah 30 orang yang terdiri dari 29 orang laki-laki dan 1 orang perempuan.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 20-29 30-39 40-49 50-59 usia (tahun) pr opor s i j um la h or a ng ( % )

Gambar 6. Karakteristik usia masyarakat lokal (Data primer diolah 2007)

Karakteristik usia (Gambar 6) menunjukkan ada 6 orang atau kurang lebih 20% dari total responden yang berusia antara 20-29 tahun, 8 orang atau sekitar 26,67% dari total responden berusia antara 30-39 tahun, 13 orang atau sekitar 43,33% dari total responden berusia antara 40-49 tahun dan 3 orang atau kurang lebih 10% dari total responden berusia antara 50-59 tahun. Gambar 6 menunjukkan bahwa masyarakat Pulau Panggang dan Pulau Harapan memiliki usia produktif pada usia antara 40-49 tahun. Hal ini disebabkan pada umur masyarakat pulau Panggang dan Pulau Harapan didominasi oleh 40-49 tahun yaitu sekitar 43,33% dari total responden.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Tidak Lulus SD SD SMP SMA

Pendidikan P ropor s i j um la h or a ng (% )

Gambar 7. Karakteristik pendidikan masyarakat lokal (Data primer diolah 2007)

Karaktristik pendidikan masyarakat Pulau Panggang dan Pulau Harapan (Gambar 7), sebagian besar berpendidikan hanya sampai sekolah dasar, berdasarkan hasil wawancara langsung dengan masyarakat didapat, masyarakat yang berpendidikan SD sebanyak 18 orang atau sekitar 60% dari total responden. Masyarakat yang Lulus SMP hanya 8 orang atau sekitar 26,67% dari total responden, masyarakat yang lulus SMA ada 3 orang atau sekitar 10 %, sedangkan yang tidak tamat SD hanya 1 orang atau sekitar 3,33% dari total responden. Dampak yang ditimbulkan dari rendahnya pendidikan masyarakat yaitu kurangnya pemahaman tentang konsep konservasi di Pulau Panggang dan Pulau Harapan. Pendidikan di Pulau Panggang dan Pulau Harapan memang telah menjadi masalah utama, keterbatasan bangunan sekolah dan masalah ekonomi telah membuat masyarakat enggan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Saat ini bangunan sekolah yang ada di Pulau Panggang dan Pulau Harapan hanya bangunan Sekolah Dasar saja. Apabila masyarakat Pulau Panggang dan Pulau Harapan ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi seperti Sekolah Menengah Pertama ataupun Sekolah Menengah Atas, maka mereka harus menyebrang dahulu ke Pulau Pramuka. Kesejahteraan yang masih relatif rendah, ditambah lagi bangunan sekolah yang minim merupakan suatu masalah yang perlu diatasi oleh pihak Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dan Pemerintah Propinsi.

44

b. Persepsi Mayarakat

Masyarakat Pulau Panggang dan Pulau Harapan umumnya telah mengerti tentang konsep konservasi (Gambar 8). Masyarakat yang menyatakan setuju konsep konservasi diterapkan di Pulau Panggang dan Pulau Harapan sebanyak 21 orang atau sekitar 70% responden. Mereka menyatakan setuju karena mereka tahu betul betapa pentingnya kegiatan konservasi yang ditetapkan oleh pemerintah. Mereka juga mendukung adanya larangan penggunaan bahan peledak, yang mereka anggap dapat mengurangi produksi ikan di sana dan dapat berdampak pada anak cucu mereka nantinya. Masyarakat yang menjawab biasa saja ada 4 orang (17%), sedangkan yang menjawab tidak tahu ada 3 orang (10%). Masyarakat yang menyatakan tidak setuju dengan adanya konservasi di Pulau Panggang dan Pulau Harapan hanya 1 orang (3%). Dia tidak setuju karena ia menganggap dengan adanya konservasi justru mengurangi kebebasan ia dalam menangkap ikan. Oleh karena itulah sosialisasi harus terus dilakukan oleh Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNLKS) dan LSM untuk memberikan pengertian kepada masyarakat tentang pentingnya konservasi, sehingga tidak ada lagi masyarakat yang merasa dirugikan dengan adanya Konservasi di kedua pulau tersebut.

70% 3%

17%

10%

Setuju Tidak setuju Biasa saja Tidak tahu Gambar 8. Persepsi masyarakat tentang konsep konservasi (Data primer diolah 2007)

Persepsi masyarakat Pulau Panggang dan Pulau Harapan mengenai keefektifan penerapan konsep konservasi disana cukup beragam (Gambar 9). Konsep konservasi disini berisi aturan-aturan mengenai pemanfaatan sumberdaya alam yang dilakukan oleh masyarakat sekitar maupun pendatang, sehingga kelestarian di kawasan tersebut dapat terjaga. Salah satu contoh aturan yang telah diterapkan adalah pelarangan menggunakan potassium dalam menangkap ikan. Hasil wawancara yang dilakukan pada beberapa nelayan didapat 4 orang (13%) menyatakan bahwa penerapan konsep konservasi disana efektif, sebanyak 15 orang (50%) menyatakan cukup efektif, dan yang menyatakan tidak efektif ada 3 orang (10%), sedangkan yang mengatakan tidak tahu ada 7 orang (27%). Walaupun persentase menunjukkan bahwa 50% masyarakat menyatakan konservasi di sana sudah cukup efektif, tetapi ketidaktahuan masyarakat yang mencapai 27% serta adanya masyarakat yang menyatakan konservasi di Pulau Panggang dan Pulau Harapan belum efektif, setidaknya dapat memberikan gambaran bahwa TNLKS harus meningkatkan lagi kinerjanya dalam mensukseskan konsep konservasi yang berkelanjutan, tentunya untuk mewujudkan itu TNLKS perlu dukungan, baik itu dari LSM maupun masyarakat sekitar Pulau Pangggang dan Pulau Harapan sendiri.

13%

50% 10%

27%

Efektif Cukup Efektif Tidak efektif Tidak tahu

Gambar 9. Persepsi masyarakat tentang keefektifan konsep konservasi di Pulau Panggang dan Pulau Harapan (Data primer diolah 2007)

46

Partisipasi masyarakat merupakan komponen utama penunjang konservasi yang perlu ditingkatkan (Gambar 10). Sebanyak 3 orang atau kurang lebih 10% dari total responden menyatakan sering berpartisipasi dalam kegiatan konservasi. Bentuk partisipasi masyarakat seperti ikut dalam kegiatan transplantasi karang, penanaman pohon mangrove, dan mengikuti kegiatan penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNLKS) tentang masalah konservasi. Sebanyak 17 orang atau sekitar 57% dari total responden menyatakan kadang-kadang saja ikut berpartisipasi, data tersebut menujukkan tentang perlunya ditingkatkan lagi pelibatan masyarakat. Sebanyak 1 orang atau sekitar 3% dari total responden menyatakan jarang mengikuti kegiatan konservasi, sedangkan ada 9 orang atau sekitar 30% dari total responden menyatakan tidak pernah terlibat dalam kegiatan konservasi. Persentase tersebut menunjukkan memang perlu ditingkatkan lagi kegiatan-kegiatan konservasi yang melibatkan masyarakat, agar mereka juga merasa memiliki dan dengan sendirinya akan timbul rasa untuk menjaganya. Apabila hal tersebut sudah terwujud maka konservasi yang berkelanjutan dapat berjalan dengan baik seperti yang diharapkan.

10%

57% 3%

30%

Sering Kadang-kadang Jarang Tidak pernah

Gambar 10. Partisipasi masyarakat dalam penerapan konsep konservasi di Pulau Panggang dan Pulau Harapan (Data primer diolah 2007

Hasil tangkapan ikan merupakan parameter yang dapat dilihat untuk mengetahui tingkat kefektifan penerapan suatu konsep konservasi (Gambar 11). Dua orang atau sekitar 7 % dari total responden menyatakan hasil tangkapan mereka bertambah sejak diberlakukan kegiatan konservasi. Sebanyak 16 orang (53%) menyatakan hasil tangkapan mereka sama saja antara sebelum dan sesudah diberlakukan konsep konservasi. Hal ini dapat dimengerti karena sebagian besar masyarakat belum begitu memahami bahwa untuk mendapatkan hasil dari kegiatan konservasi membutuhkan proses yang tidak sebentar. Masyarakat yang menyatakan hasil tangkapan mereka menjadi berkurang setelah adanya kegiatan konservasi, ada 11 orang (37%). Mereka merasa, dengan adanya konsep konservasi, yang tadinya dapat menangkap ikan dengan leluasa dan menggunakan jenis alat tangkap apapun, sekarang menjadi terbatas. Hal tersebut jelas mempengaruhi jumlah tangkapan mereka. Responden yang menjawab tidak tahu hanya 1 orang (3%). Masyarakat Pulau Panggang dan Pulau Harapan yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan jelas sangat bergantung pada hasil tangkapan ikan mereka.

7%

53% 37%

3%

Bertambah Sama saja Berkurang Tidak tahu

Gambar 11. Persepsi masyarakat tentang hasil tangkapan mereka setelah diterapkan konservasi di Pulau Pulau Panggang dan Pulau Harapan (Data primer diolah 2007)

48

Patroli merupakan bukti keseriusan TNLKS dalam menerapkan konsep konservasi. (Gambar 12). Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat didapat Sebanyak 3 orang atau sekitar 10 % responden menyatakan kalau patoli yang dilakukan TNLKS sudah efektif. Sebanyak 6 orang atau 20% responden menyatakan patroli yang dilakukan sudah cukup efektif. Masyarakat yang menyatakan patroli belum efektif ada 13 orang atau 43% responden. Mereka merasa masih banyaknya pelanggaran yang dilakukan yang dilakukan oleh nelayan, di luar pemantauan TNLKS. Pelanggaran-pelanggaran itu terkadang tidak hanya berasal dari nelayan lokal tetapi nelayan dari luar pun banyak yang melakukan pelanggaran. Sedangkan yang menjawab tidak tahu ada 8 orang atau 27% responden. Berdasarkan data tersebut perlu ditingkatkan lagi pengawasan perairan di Kepulauan Seribu terutama Pulau Panggang dan Pulau Harapan demi terciptanya kawasan yang berbasis konservasi. Kerja sama dengan pemerintah daerah dengan pemerintah daerah juga perlu ditingkatkan, karena selama ini patroli yang dilakukan dengan pemerintah daerah hanya 2 kali setahun.

10%

20%

43% 27%

Efektif Cukup Efektif Tidak efektif Tidak tahu

Gambar 12. Persepsi masyarakat tentang keefektifan patroli yang dilakukan TNLKS di Pulau Panggang dan Pulau Harapan. (Data primer diolah 2007)

Dokumen terkait