• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SUMBERDAYA PULAU KECIL BAGI KESESUAIAN KAWASAN KONSERVASI DI PULAU PANGGANG DAN PULAU HARAPAN, KEPULAUAN SERIBU DENY ZAFRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS SUMBERDAYA PULAU KECIL BAGI KESESUAIAN KAWASAN KONSERVASI DI PULAU PANGGANG DAN PULAU HARAPAN, KEPULAUAN SERIBU DENY ZAFRI"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SUMBERDAYA PULAU KECIL

BAGI KESESUAIAN KAWASAN KONSERVASI

DI PULAU PANGGANG DAN PULAU HARAPAN,

KEPULAUAN SERIBU

DENY ZAFRI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(2)

DI PULAU PANGGANG DAN PULAU HARAPAN,

KEPULAUAN SERIBU

Oleh : DENY ZAFRI C24103080 SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

“ANALISIS SUMBERDAYA PULAU KECIL BAGI KESESUAIAN

KAWASAN KONSERVASI DI PULAU PANGGANG DAN

PULAU HARAPAN, KEPULAUAN SERIBU ”

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tulisan ini.

Bogor, 5 Maret 2008

Deny Zafri

(4)

DENY ZAFRI (C24103080). Analisis Sumberdaya Pulau Kecil Bagi Kesesuaian Kawasan Konservasi di Pulau Panggang dan Pulau Harapan, Kepulauan seribu. Di bawah bimbingan FREDINAN YULIANDA dan GATOT YULIANTO.

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum dari potensi yang dimiliki Pulau Panggang dan Pulau Harapan dilihat dari segi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan pengelolaan yang berbasis pada konsep konservasi. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui isu-isu permasalahan dalam pengelolaan untuk kegiatan konservasi dan dampak yang ditimbulkannya. Penelitian ini menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT) untuk penentuan persentase tutupan karang, transek plot untuk mangrove dan transek kuadrat untuk lamun serta analisis kriteria kawasan konservasi berdasarkan Departemen Kelautan dan Perikanan. Kondisi terumbu karang di Pulau Panggang dan Pulau Harapan termasuk kategori sedang, sedangkan untuk Prosentase tutupan lamun di kedua pulau tergolong rendah. Prosentase tutupan lamun di Pulau Harapan untuk spesies Thalassia hemprichii 2,21%, sedangkan untuk spesies Enhalus acoroides tidak ditemukan. Kondisi di Pulau Panggang juga tergolong rendah dengan prosentase tutupan lamun untuk spesies Thalassia

hemprichii sebesar 4,64% sedangkan untuk spesies Enhalus acoroides sebesar

6,15%.

Analisis kriteria kawasan konserasi yang telah dilakukan, menyimpulkan bahwa Pulau Panggang dan Pulau Harapan termasuk kawasan konservasi yang berbasis bentang alam dan rekreasi. Berdasarkan analisis SWOT, Strategi Pengelolaan yang perlu diterapkan TNLKS adalah : Perlu adanya hukum yang jelas tentang sertifikasi dan legalisasi pemanfaatan zona pemukiman, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan konservasi dan meningkatkan peran LSM dalam rehabilitasi lingkungan seperti transplantsi karang ataupun penanaman mangrove.

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Analisis Sumberdaya Pulau Kecil Bagi Kesesuaian Kawasan konservasi di Pulau Panggang dan Pulau Harapan

Nama Mahasiswa : Deny Zafri

Nomor Pokok : C24103080

Departemen : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc Ir. Gatot Yulianto, M.Si NIP 131 788 596 NIP 131 999 598

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP 131 578 799

(6)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Analisis Sumberdaya Pulau Kecil Bagi

Kesesuaian Kawasan Konservasi di Pulau Panggang dan Pulau Harapan, Kepulauan Seribu”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis sampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr.Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc selaku dosen pembimbing I yang telah banyak bersabar dalam membimbing penulis, memberikan banyak masukan, arahan, nasehat, dan saran dalam penulisan skripsi ini.

2. Bapak Ir. Gatot Yulianto, M.Si selaku dosen pembimbing II atas masukan, arahan dan masukan, serta saran yang berharga kepada penulis.

3. Bapak Dr.Ir. Unggul Aktani, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan yang diberikan kepada penulis baik saran maupun nasehat yang bermanfaat kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

4. Ibu Riana, yang telah banyak membantu hingga terselesaikannya skripsi ini tepat pada waktunya.

5. Keluarga tercinta (Bapak, Ibu, Kadafi, Rafik) atas doa, semangat, dukungan, dan kasih sayang yang tak terhingga kepada penulis.

6. Teman-teman MSP angkatan 40 yang telah memberikan semangat dan motivasi, serta bantuannya. Teman-teman MSP angkatan 39, 41, dan 42.

Penulis sadar bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, diharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat berguna dan bermanfaat.

Bogor, 5 Maret 2008

(7)

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Perumusan Masalah ... 2

C. Tujuan dan Manfaat ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Pulau Kecil ... 7

B. Batasan Wilayah Pesisir dan Gugusan Pulau ... 7

C. Ekosistem Pesisir ... 9

1. Ekosistem Mangrove ... 9

a. Struktur Vegetasi Mangrove ... 9

b. Zonasi Ekosistem Mangrove ... 10

c. Fungsi Ekosistem Mangrove ... 10

2. Ekosistem Lamun ... 11

a. Fungsi Ekosistem Lamun ... 12

b. Pemanfaatan Ekosistem Lamun ... 12

3. Ekosistem Terumbu Karang ... 12

a. Fungsi Terumbu Karang ... 13

b. Pemanfaatan Terumbu Karang ... 13

D. Konservasi dan Pelestarian Alam ... 14

III. METODE PENELITIAN ... 16

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

B. Alat dan Bahan ... 16

C. Jenis Data dan Informasi ... 16

D. Metode Pengambilan dan Pengumpulan Data ... 20

1. Data Primer ... 20 a. Lamun ... 20 b. Mangrove ... 21 c. Terumbu Karang ... 21 2. Data Sekunder ... 22 E. Analisa Data ... 22

1. Analisa Persentase Total Tutupan Karang ... 22

2. Analisa Kerapatan Mangrove ... 22

3. Analisa Persentase Penutupan Lamun ... 23

4. Daya Dukung dan Kesesuaian ... 23

5. Kriteria Kawasan Konservasi Berdasarkan DKP ... 24

(8)

6. Analisa Strategi Pengelolaan ... 26

a. Metode Analisis SWOT ... 26

b. Analisa dan Pembuatan Matriks IFE ... 27

c. Analisa dan Pembuatan Matriks EFE ... 27

d. Pembobotan Matriks IFE dan EFE ... 28

e. Pembuatan Matriks SWOT ... 29

IV. KEADAAN UMUM LOKASI ... 30

A. Letak Administrasi dan Luas ... 30

B. Sedimen ... 30

C. Iklim ... 30

D. Masyarakat Pulau Panggang dan Pulau Harapan ... 31

E. Sarana dan Prasarana ... 31

F. Perdagangan ... 31

G. Transportasi ... 32

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Potensi dan Sumberdaya Ekosistem ... 33

1. Ekosistem Terumbu Karang ... 33

2. Ekosistem Mangrove ... 35

3. Ekosistem Lamun ... 35

B. Daya Dukung Kawasan Konservasi ... 37

C. Citra Pulau Panggang dan Pulau Harapan ... 38

D. Keadaan Sosial Budaya dan Ekonomi ... 38

1. Masyarakat Pulau Panggang dan Pulau Harapan ... 38

a. Karakteristik Masyarakat ... 42

b. Persepsi Masyarakat ... 44

E. Kriteria Kawasan Konservasi ... 49

F. Strategi Pengelolaan Kawasan dengan Analisis SWOT ... 52

1. Identifikasi Faktor-faktor Strategi Internal ... 52

a. Kekuatan ... 52

b. Kelemahan ... 53

2. Identifikasi Faktor-faktor Strategi Eksternal ... 55

a. Peluang ... 55

b. Ancaman ... 56

3. Matriks SWOT ... 58

4. Alternatif Strategi ... 58

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

LAMPIRAN ... 65

RIWAYAT HIDUP ... 90

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jenis data, metode/analisis dan informasi yang dicari ... 16

2. Komposisi, jenis, sumber, dan teknik pengambilan data ... 17

3. Kriteria kategori kawasan konservasi ... 24

4. Kategori peruntukan kawasan konservasi berdasarkan DKP ... 26

5. Matriks IFE/EFE ... 28

6. Matriks SWOT ... 29

7. Persentase penduduk berdasarkan pekerjaan ... 31

8. Produksi perikanan laut di Kelurahan Pulau Harapan tahun 2001 ... 32

9. Kondisi persentase tutupan komunitas karang di Pulau Harapan ... 33

10. Kondisi persentase tutupan komunitas karang di Pulau Panggang ... 34

11. Persentase penutupan lamun (%) di Pulau Panggang ... 36

12. Persentase penutupan lamun (%) di Pulau Harapan ... 36

13. Daya Dukung Kawasan Konservasi ... 37

14. Jenis alat tangkap di Pulau Panggang dan Pulau Harapan ... 41

15. Kriteria kawasan konservasi ... 49

16. Penentuan kategori peruntukan kawasan konservasi ... 51

17. Matrik SWOT ... 57

18. Rangking alternatif strategi ... 59

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka pendekatan studi ... 4

2. Peta lokasi penelitian di Pulau Panggang ... 18

3. Peta lokasi penelitian di Pulau Harapan ... 19

4. Citra sebaran sumberdaya di Pulau Panggang ... 39

5. Citra sebaran sumberadaya di Pulau Harapan ... 40

6. Karakteristik usia masyarakat lokal ... 42

7. Karakteristik pendidikan masyarakat lokal ... 43

8. Persepsi masyarakat tentang konsep konservasi ... 44

9. Persepsi masyarakat tentang keefektifan konsep konservasi di Pulau Panggang dan Pulau Harapan ... 45

10. Partisipasi masyarakat dalam penerapan konsep konservasi di Pulau Panggang dan Pulau Harapan ... 46

11. Persepsi masyarakat tentang hasil tangkap setelah diterapkan konsep konservasi di Pulau Panggang dan Pulau Harapan ... 47

12. Persepsi masyarakat tentang keefektifan patroli yang dilakukan oleh TNLKS di Pulau Panggang dan Pulau Harapan ... 48

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Bentuk pertumbuhan karang di Pulau Harapan ... 66

2. Bentuk pertumbuhan karang di Pulau Panggang ... 69

3. Data mentah persentase tutupan lamun di Pulau Harapan ... 75

4. Data mentah persentase tutupan lamun di Pulau Panggang ... 77

5. Kuisioner Pulau Panggang dan Pulau Harapan ... 82

6. Tahapan pembuatan matrik SWOT ... 84

7. Foto Kondisi Karang di Pulau Harapan ... 87

8. Foto Kondisi Karang di Pulau Panggang ... 88

9. Dokumentasi pelaksanaan konsep konservasi ... 89

(12)

A. Latar Belakang

Pulau kecil didefinisikan sebagai kumpulan pulau yang secara fungsional saling berinteraksi secara ekologis, ekonomis, sosial dan budaya. Karakteristik pulau kecil secara ekologis meliputi daya dukung yang terbatas namun biodiversitasnya tinggi dan memiliki spesies endemik, sedangkan untuk karakteristik secara ekonomi dan budaya adalah adanya ketergantungan ekonomi, aksesibilitas yang terbatas dan lain-lain. Ekosistem pulau-pulau kecil, perairan laut dangkal yang unik, khas dan rapuh itulah yang menjadi alasan kawasan Kepulauan Seribu dipilih sebagai kawasan Konservasi Laut pada tanggal 13 Juni 2004 (SK MENHUT Nomor 6310/Kpts-II/2002 in Mulia 2004) . Kawasan konservasi laut di Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta ini seluas 107.489 ha. Penetapannya juga disesuaikan dengan kriteria International Union for Conservation and Natural Resources (IUCN). Kawasan Taman Nasional Laut terdiri dari gugusan pulau kecil dan gosong, hamparan pasir dan karang, mangrove pulau kecil, terumbu karang pinggiran (fringing reef), lamun (seagrases), dan perairan laut dangkal (Mulia, 2004).

Kepulauan Seribu merupakan Kabupaten Administratif dengan luas 1180,4 ha. Seluruh jumlah kepulauan yang ada di Kepulauan Seribu tercatat 106 buah, yang terdiri dari 28 pulau milik pribadi, 34 pulau milik swasta dan sisanya sebanyak 46 buah pulau termasuk 11 pulau yang berpenduduk tetap dikelola oleh pemerintah. Secara geologis pulau-pulau di Kepulauan Seribu terbentuk dari batuan karang yang terbentuk jutaan tahun yang lalu, sehingga pulau-pulau di Kepulauan Seribu cenderung memiliki substrat berpasir dan pecahan terumbu.

Penduduk Kepulauan Seribu berjumlah 4.920 KK dan sebanyak 660 keluarga termasuk dalam kelompok prasejahtera. Sebanyak 65% diantaranya bermukim di pulau pemukiman (Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau Kelapa, Pulau Kelapa 2 dan Pulau Harapan), yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu. Mata pencaharian masyarakat sebagian besar adalah nelayan tangkap ( Suku Dinas Perikanan dan Kelautan, 2005).

(13)

2

Pulau Panggang merupakan pulau terpadat di Kepulauan Seribu, dengan kepadatan penduduk sekitar 364 jiwa/ha. Pulau Harapan juga merupakan pulau yang padat dengan luas mencapai 6,70 ha, Pulau Harapan memiliki kepadatan 207 orang/ha. Oleh karena itu Pulau Panggang dan Pulau Harapan perlu mendapat perhatian khusus terutama dari Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Selain itu permasalahan-permasalahan yang turut memperburuk keadaan disana diantaranya, semakin kumuhnya lingkungan di sana, reklamasi secara sporadis, kerusakan ekosistem dan ditambah lagi dengan adanya pencemaran minyak oleh kapal yang melintas dan pencemaran sampah yang dilakukan oleh masyarakat pulau Panggang dan Pulau Harapan sendiri. Permasalahan yang ada pada pulau padat penduduk tersebut memerlukan adanya peran konservasi di sana agar kerusakan sumberdaya di Pulau Panggang dan Pulau Harapan dapat diminimalisir, yang tentunya perlu dukungan dari berbagai pihak untuk menciptakan daerah konservasi yang berkesinambungan.

B. Perumusan Masalah

Pulau kecil merupakan kawasan dengan sumberdaya yang beragam mulai dari flora dan fauna yang ada di darat maupun yang ada di perairan di sekitar pulau tersebut. Ekosistem yang mendukung kawasan tersebut juga tidak kalah penting, mulai dari ekosistem mangrove, ekosistem lamun sampai ekosistem terumbu karang yang kesemuanya itu sangat bermanfaat bagi manusia. Pulau Panggang dan Pulau Harapan merupakan pulau yang berpotensi, namun potensi yang dimiliki oleh kedua pulau tersebut mulai mengalami kerusakan. Ancaman perusakan lingkungan lebih banyak datang dari kegiatan manusia. Ancaman yang paling besar berasal dari limbah domestik baik yang dibuang oleh masyarakat sekitar pulau tersebut maupun limbah dan sampah dari Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu. Pengambilan karang hias yang tidak bertanggung jawab serta penggunaan potassium dalam menangkap ikan oleh nelayan turut memperparah keadaan di sana. Kapal tanker yang melintas maupun kegiatan offshore juga menambah pencemaran lingkungan berupa tumpahan minyak ke perairan.

(14)

Pencemaran yang terjadi di Pulau Panggang dan Pulau Harapan merupakan masalah utama yang menyebabkan kerusakan sumberdaya dan menghambat keberlanjutan konservasi di kedua pulau tersebut. Permasalahan lingkungan dan degradasi sumberdaya perlu dilakukan upaya rehabilitasi agar kerusakan dapat diminimalkan dan dicegah lebih awal. Proses analisis permasalahan untuk mendapatkan solusi dilakukan beberapa tahap di antaranya identifikasi potensi permasalahan dan degradasi lingkungan, penyebab timbulnya, akar permasalahan serta upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan di Pulau Panggang dan Pulau Harapan, Kepulauan Seribu. Adapun contoh permasalahan yang terjadi adalah :

1. Pencemaran minyak yang disebabkan oleh aktivitas transportasi laut, aktivitas perikanan tangkap, serta kegiatan eksplorasi dan eksploitasi dari MIGAS di Kepulauan Seribu (PKSPL dan CNOOC, 2006)

2. Pencemaran logam berat yang berasal dari buangan pabrik di Jakarta. 3. Pencemaran sampah yang berasal dari aktifitas penduduk di Pulau

Panggang dan Pulau Harapan, dan kontribusi dari Teluk Jakarta.

4. Pencemaran bahan organik yang disebabkan oleh aktifitas penduduk seperti kegiatan rumah tangga, kegiatan budidaya, pariwisata dan kontribusi dari Teluk Jakarta.

5. Abrasi, sebagai hasil dari proses alami perairan.

6. Penurunan Hasil Perikanan, sebagai dampak dari over fishing, pencemaran perairan, kerusakan habitat dan destruktif fishing.

7. Degradasi mangrove, yang disebabkan konversi lahan mangrove untuk peruntukan lain (tambak, industri dan pemukiman), serta penebangan kayu mangrove.

8. Degradasi terumbu karang, yang disebabkan metode penangkapan ikan yang merusak, pencemaran perairan (khususnya bahan organik), sedimentasi dan kerusakan alamiah.

(15)

4

Kondisi yang cukup memperihatinkan tersebut menuntut adanya upaya rehabilitasi lingkungan yaitu dengan kegiatan konservasi. Kepulauan Seribu yang sejak tahun 2004 ditetapkan sebagai kawasan konservasi laut (SK MENHUT Nomor 6310/Kpts-II/2002 in Mulia 2004) memang belum begitu terasa dampaknya bagi pelestarian lingkungan di Kepulauan Seribu terutama di Pulau Panggang dan Pulau Harapan. Oleh karena itu, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran keefektifan konservasi di Pulau Panggang dan Pulau Harapan. Gambaran mengenai kegiatan konservasi dapat dilihat melalui sebuah kerangka pendekatan studi (Gambar 1).

Potensi SDA • Mangrove • Lamun • Terumbu Karang Kawasan Konservasi Laut Potensi SDM

Masyarakat yang mau menerima masukan tentang pentingnya konservasi

Potensi Fisik Bentang alam yang

berasosiasi dengan flora dan fauna

Analisis Kesesuaian Kawasan Konservasi s Strategi Pengelolaan KKL SWOT

(16)

Pulau Panggang dan Pulau Harapan merupakan pulau yang cukup berpotensi untuk hal sumberdaya alam. Sumberdaya yang paling diandalkan adalah sumberdaya perikanan, sebagai contoh Pulau Harapan mampu menghasilkan ikan kembung mencapai 110.000 kg/tahun (Suku Dinas Perikanan dan Kelautan, 2005). Sama halnya dengan Pulau Harapan, Pulau Panggang juga memiliki potensi sumberdaya seperti, rumput laut dan karang hias, bahkan nelayan karang hias di Kepulauan Seribu hanya terdapat di Kelurahan Pulau Panggang, karena memang pengumpul dan penampungnya hanya ada di Pulau Panggang (Passiamanto, 2005).

Ekosistem di kedua pulau tersebut saat ini dalam keadaan yang memperihatinkan, untuk itu diperlukan adanya suatu analisis pendukung mengenai kesesuaian kawasan konservasi. Analisis tersebut diharapakan dapat membantu pemerintah pusat khususnya TNLKS sebagai pemangku kepentingan, untuk memperoleh arahan-arahan dalam pengelolaan kawasan yang berbasis konservasi.

Kawasan konservasi merupakan suatu kawasan yang pemanfaatannya dilakukan secara bertanggung jawab. Kawasan konservasi dapat diwujudkan apabila adanya dukungan dari berbagai pihak terutama masyarakat sekitar. Selain itu analisis pendukung juga berperan dalam memberikan arahan-arahan pengelolaan kawasan konservasi. Analisis pendukung yang biasa digunakan adalah analisis SWOT (Strenghts, Weaknesses, Oportunities, and Threats). Analisis ini membahas tentang kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari suatu kawasan, dalam hal ini kawasan tersebut adalah Pulau Panggang dan Pulau Harapan.

Bentuk-bentuk pengelolaan kawasan konservasi yang berkelanjutan seperti penetapan titik Daerah Perlindungan Laut, penggunaan alat tangkap ramah lingkungan, kegiatan transplantasi karang, penanaman mangrove dan kegiatan konservasi lainnya. Kerangka pemikiran yang telah dipaparkan tadi diharapkan menjadi suatu bahan masukan kebijakan pemerintah pusat, khususnya Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNLKS) untuk dapat diterapkan di Pulau Panggang dan Pulau Harapan.

(17)

6

C. Tujuan dan Manfaat

Penelitian memiliki tujuan dan manfaat sebagai berikut :

1. Memberikan gambaran umum dari potensi yang dimiliki Pulau Panggang dan Pulau Harapan dilihat dari segi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan pengelolaan yang berbasis pada konsep konservasi,

2. Mengetahui isu-isu permasalahan dalam pengelolaan untuk kegiatan konservasi di Pulau Panggang dan Pulau Harapan.

3. Memaparkan dampak ditimbulkan dari konsep konservasi bagi masyarakat lokal Pulau Panggang dan Pulau Harapan.

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan referensi dan masukan bagi perencanaan dan pengambilan kebijakan dalam pengelolaan Kepulauan Seribu khususnya Pulau Panggang dan Pulau Harapan.

(18)

A. Pulau Kecil

Pulau kecil mempunyai definisi yang beragam dan telah mengalami perdebatan yang panjang. Semula ditetapkan batasan pulau kecil ialah pulau dengan ukuran kurang dari 1000 km2 atau pulau dengan lebar 10 km. Namun ternyata banyak pulau yang berukuran antara 1.000-2.000 km2 memiliki permasalahan yang sama dengan yang kurang dari 1.000 km2. Oleh karena itu, diputuskan oleh IHP-UNESCO bahwa batasan pulau kecil adalah dengan luas kurang dari 2.000 km2 atau pulau yang memiliki lebar kurang dari 10 km. Pulau-pulau kecil yang secara fisik memiliki sumberdaya alam daratan (terestrial) sangat terbatas, tetapi sebaliknya dikaruniai sumberdaya kelautan yang melimpah, merupakan aset bangsa untuk dikembangkan dengan basis kegiatan ekonomi.

Pulau-pulau kecil dapat dibagi dua, yaitu “pulau oceanic” dan “pulau kontinental”. Selanjutnya “pulau-pulau oceanic” dibagi menjadi dua jenis, pulau vulkanik dan pulau karang. Oleh karena itu sumberdaya alam yang ditemukan pada pulau-pulau seperti ini berasal dan menyebar dari daratan besar di luar pulau-pulau tersebut. Pulau kontinental umumnya terdapat di dekat daratan benua-benua besar yang perairannya dangkal. Tipe pulau ini mempunyai sejarah geologi dan biota yang sama dengan induknya akan tetapi pada zaman air surut beberapa tahun yang lalu bahkan sampai 6.000 tahun yang lalu pulau-pulau tersebut sama dengan pulau-pulau induknya yang berdekatan (Dahuri, 1998).

B. Batasan Wilayah Pesisir dan Gugusan pulau

Wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut serta memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan. Menurut Dahuri et. al., 1996 wilayah pesisir adalah pertemuan antara darat dan laut. Wilayah pesisir yang ke arah darat meliputi daratan baik kering maupun terendam, serta daerah perairannya yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat air laut dan perembesan air asin. Wilayah pesisir yang ke arah laut, mencakup bagian laut yang dipengaruhi oleh proses alami seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun kegiatan manusia di darat seperti pencemaran.

(19)

8

Wilayah pesisir pada dasarnya terdiri dari berbagai macam ekosistem : mangrove, terumbu karang, delta estuaria, pantai berpasir, pantai berbatu, pantai tebing yang antara satu dan lainnya saling terkait. Bila salah satu ekosistem tersebut terganggu atau rusak maka secara otomatis akan menggangu juga ekosistem lainnya. Para ilmuwan, pengambil keputusan maupun aparat pemerintahan sangat perlu untuk mengetahui semua ekosistem yang terdapat di kawasan pantai sebelum mengambil keputusan penting dalam mengelola dan memanfaatkan kawasan tersebut (Dahuri, 1998).

Pertumbuhan penduduk di wilayah pesisir dewasa ini semakin pesat terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Pertumbuhan penduduk yang begitu pesat lebih disebabkan karena wilayah pesisir dianggap sebagai wilayah yang dapat memberikan kelebihan ekonomi, hubungan sosial dan kesempatan rekreasi yang sulit didapatkan di wilayah daratan (Kay dan Alder, 1999).

Gugusan pulau merupakan kumpulan dari beberapa pulau (besar maupun kecil) yang membentuk satu kesatuan yang dipisahkan dari pulau-pulau lainnya oleh lautan yang dalam. Satu pulau dengan pulau yang lainnya yang terletak dalam satu gugus memiliki banyak kesamaan seperti proses dan sejarah pembentukan pulau, habitat dan biota yang dimiliki, kultur bahasa dan budaya masyarakat (Mulia, 2004).

Perkembangan selanjutnya akibat dari pertambahan jumlah penduduk, perluasan pemukiman dan kegiatan industri, pariwisata dan transportasi laut, maka pulau-pulau kecil tersebut mendapat tekanan berat akibat eksploitasi sumberdaya alamnya. Atas dasar itu maka pendekatan secara ekonomi-ekologi dalam pembangunan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan mutlak diperlukan, hal ini mengingat peran dan fungsi kawasan tersebut sangat penting baik bagi kehidupan ekosistem sekitar maupun bagi kehidupan ekosistem di daratan dan yang lebih penting lagi bagi kelangsungan hidup manusia yang akan datang. Jika pulau-pulau kecil ini berhasil dikembangkan secara optimal dan berkelanjutan, maka bukan saja akan merupakan pertumbuhan baru yang signifikan, tetapi sekaligus akan mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah dan kelompok sosial (Dahuri, 1998).

(20)

C. Ekosistem Pesisir 1. Ekosistem Mangrove

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air, dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Karena itu hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung (Bengen, 2001).

Hutan mangrove merupakan hutan tropis yang umumnya tumbuh di daerah pantai, merupakan jalur hijau, yang terdapat di teluk-teluk, delta-delta, muara sungai dan sampai menjorok kearah pedalaman garis pantai. Selain itu hutan mangrove juga merupakan suatu tipe hutan yang dipengaruhi pasang surut air laut (Kusmana 1995 in Ankotosan 2003).

a. Struktur Vegetasi Mangrove

Vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis. Hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati penting/dominan yang termasuk ke dalam 4 famili : Rhizophoraceae (Rhizophora, Bruguiera, dan Ceriops),

Sonneratiaceae (Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia), dan Meliaceae

(Xylocarpus) (Bengen, 2001). Hutan mangrove meliputi pohon-pohonan dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga: Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus,

Lumnitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus. Setiap

vegetasi mangrove yang terbentuk berkaitan erat dengan topografi, pasang surut, salinitas (Bengen, 2001).

(21)

10

Sehingga umumnya membentuk struktur zonasi yang berbeda-beda pada setiap komunitasnya, yang mempunyai ecological niche yang khas yang didominasi oleh satu jenis (Istomo 1992 in Angkotosan 2003). Parameter lingkungan utama yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove adalah pasokan air tawar dan salinitas, stabilitas substrat dan pasokan nutrien. Kesediaan air tawar dan salinitas mengendalikan efisiensi metabolisme dan ekosistem mangrove. Ketersediaan air bergantung pada frekuensi dan volume pertukaran pasang surut dan tingkat evaporasi. Stabilitas substrat merupakan kondisi yang diperlukan bagi pertumbuhan mangrove, adalah nisbah (rasio) antara laju erosi dan pengendapan sedimen, yang dikandungnya, laju pembilasan oleh arus pasang surut dan gaya gelombang (Dahuri 2001 in Angkotosan, 2003).

b. Zonasi Ekosistem Mangrove

Tempat tumbuhnya hutan mangrove mempunyai zonasi mulai dari tepi pantai sampai menjorok ke daratan. Menurut Bengen (2001) salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia adalah sebagai berikut :

a. Daerah yang paling dekat dengan laut sering ditumbuhi Avicennia dan

Sonneratia. Sonneratia biasa tumbuh pada lumpur dalam yang kaya akan

bahan organik.

b. Lebih kearah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh

Rhizophora spp, di zona ini juga ditemukan Bruguiera dan Xylocarpus.

c. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp. Selanjutnya terdapat zona transisi antara hutan mangrove dan hutan dataran rendah yang biasanya ditumbuhi oleh Nypa fruticans dan pandan laut.

c. Fungsi Ekosistem Mangrove

Sebagai suatu ekosistem yang kompleks dan unik, hutan mangrove mempunyai tiga fungsi utama bagi kelestarian sumberdayanya. Tiga fungsi utama teersebut adalah fisik, biolgi dan ekonomi. Umumnya hutan mangrove terdapat pada kawasan pinggir pantai, muara dan juga sungai yang mengalami rembesan air laut (Odum, 1993).

(22)

Hutan mangrove ini secara fisik menjaga dan menstabilkan garis pantai serta tepian sungai, pelindung terhadap hempasan gelombang dan arus, mempercepat pembentukan lahan baru. Fungsi biologi adalah sebagai tempat asuhan (nursery ground), tempat mencari makan (feeding ground), tempat berkembang biak berbagai jenis krustasea, ikan, burung, biawak, ular serta sebagai tumpangan tumbuhan epifit dan parasit seperti anggrek, paku pakis, tumbuhan semut, dan berbagai kehidupan lainnya. Hutan mangrove juga telah diketahui sebagai penghasil serasah yang sama atau cukup tinggi produksinya jika dibandingkan dengan hutan darat tropika. Fungsi ekonomi hutan mangrove digunakan sebagai tempat rekreasi, tujuan budidaya ikan, udang dan kepiting mangrove. Selain itu kayu pohon mangrove juga dapat digunakan sebagai obat-obatan, bahan bangunan, makanan, dan penghasil bahan kimia (Odum, 1993).

2. Ekosistem Lamun

Ekosistem padang lamun di pulau kecil memiliki fungsi ekologis yang cukup besar dan penting. Ekosistem padang lamun dihuni oleh berbagai jenis ikan dan udang, baik yang menetap, maupun bermigrasi ke padang lamun tersebut untuk mencari makan atau berlindung. Oleh karena itu, keberadaan padang lamun ini dapat menjadi salah satu indikator potensi sumberdaya ikan di kawasan tersebut (Bengen, 2001). Lamun merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga yang memilki rhizoma daun dan akar sejati yang hidup terendam di dalam laut. Lamun mengkolonisasi suatu daerah melalui penyebaran buah (propagule) yang dihasilkan secara seksual (dioecious) (Bengen, 2001). Ekosistem padang lamun bukan merupakan komunitas yang terisolasi, tetapi berinteraksi dengan ekosistem lainnya. Interaksi terpenting ekosistem padang lamun adalah dengan ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang, dimana terdapat lima tipe interaksi antara ketiga ekosistem tersebut, yakni : fisik, bahan organik terlarut bahan organik partikel, migrasi fauna, dan dampak manusia (Bengen, 2001). Lamun hidup di perairan yang jernih dan dangkal pada kedalaman 2 – 12 meter dengan sirkulasi air yang baik (Bengen, 2001).

(23)

12

a. Fungsi Ekosistem Lamun

Menurut Bengen (2001), secara ekologis, lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, yaitu:

1. Produsen detritus dan zat hara.

2. Mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang.

3. Sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini.

4. Sebegai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari.

b. Pemanfaatan Ekosistem Lamun

Lamun dapat dimanfaatkan sebagai berikut:

1. Tempat kegiatan marikultur berbagai jenis ikan, kerang-kerangan dan tiram.

2. Tempat rekreasi dan pariwisata. 3. Sumber pupuk hijau.

3. Ekosistem Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang adalah suatu ekosistem di dalam laut tropis yang

dibangun oleh biota laut penghasil kapur, khususnya karang batu (stony coral) dan algae berkapur (Calcreuas algae), bersama-sama dengan biota lainnya yang hidup di dasar. Algae yang dimaksud adalah algae koralin merah berbentuk hamparan

(encrusting), seperti Lithotminion dan berperan penting dalam memelihara

keutuhan terumbu dengan cara meletakkan terus-menerus berbagai potongan kalsium karbonat menjadi satu, sehingga memperkuat kerangka kapur. Terumbu karang memiliki fungsi fisik sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat yang berasal dari laut.

(24)

Ekosistem terumbu karang menjadi sangat penting karena banyak terdapat organisme yang hidup dan berasosiasi dengan karang sebagai tempat mencari makan (feeding ground), reproduksi (spawning ground), pembesaran (nursery

ground), dan sebagai tempat berlindung dari serangan predator. Ekosistem

terumbu karang juga memiliki nilai komersial laut (marine commercial) di bidang pariwisata, karena terdiri dari keanekaragaman jenis, bentuk, tipe, dan keindahan karang serta kejernihan perairan manapun membentuk perpaduan yang harmonis, estetika sebagai tempat rekreasi bawah laut.

a. Fungsi Terumbu Karang

Terumbu karang, khususnya terumbu karang tepi dan penghalang, berperan penting sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat yang berasal dari laut. Terumbu karang juga mempunyai peran utama sebagai habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi berbagai biota yang hidup di terumbu karang atau sekitarnya (Bengen, 2001). Keindahan terumbu karang juga sangat potensial untuk dikembangkan menjadi objek wisata bahari, sehingga secara tidak langsung menjadi sumber perekonomian dan sumber lapangan pekerjaan.

b. Pemanfaatan Terumbu Karang

Menurut Bengen (2001), terumbu karang dapat dimanfaatkan baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai berikut :

1. Sebagai tempat penangkapan berbagai jenis biota laut konsumsi, dan berbagai jenis ikan hias.

2. Bahan konstruksi bangunan dan pembuatan kapur. 3. Bahan perhiasan.

(25)

14

D. Konservasi dan Pelestarian Alam

Konsep pengembangan ekowisata sejalan dengan misi pengelolaan konservasi yang mempunyai tujuan: menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan, melindungi keanekaragaman hayati, menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya, dan memberikan kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat. Suatu konsep pengembangan ekowisata hendaknya dilandasi pada prinsip dasar ekowisata yang meliputi (Yulianda, 2007):

a. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat.

b. Pendidikan konservasi lingkungan; Mendidik pengunjung dan masyarakat akan pentingnya konservasi.

c. Pendapatan langsung untuk kawasan; retribusi atau pajak konservasi (conservation tax) dapat digunakan untuk pengelolaan kawasan.

d. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan; Merangsang masyarakat agar terlibat dalam perencanaan dan pengawasan kawasan.

e. Penghasilan bagi masyarakat; Masyarakat mendapat keuntungan ekonomi sehingga terdorong untuk menjaga kelestarian kawasan.

f. Menjaga keharmonisan alam; Kegiatan dan pengembangan fasilitas tetap mempertahankan keserasian dan keaslian alam.

g. Daya dukung sebagai batas pemanfaatan; Daya tampung dan pengembangan fasilitas hendaknya mempertimbangkan daya dukung lingkungan.

h. Kontribusi pendapatan bagi negara (Pemerintah Daerah dan Pusat).

Konservasi adalah pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan dan sumberdaya secara bijaksana bagi kepentingan manusia, sedangkan konsep konservasi adalah melindungi dan memanfaatkan serta mempelajari suatu kawasan. Kegiatan konservasi juga mencakup beberapa sektor ilmiah, sosial ekonomi dan sosial budaya, dan sektor pengelolaannya (Angkotosan, 2003).

(26)

Zonasi Kawasan Konservasi (Yulianda, 2007) : 1. Zona Inti atau Perlindungan

Habitat di zona ini memiliki nilai konservasi yang tinggi, sangat rentan terhadap gangguan atau perubahan, dan hanya dapat mentolerir sangat sedikit aktifitas manusia. Zona ini harus dikelola dengan tingkat perlindungan yang tinggi, serta tidak dapat diijinkan adanya aktivitas eksploitasi.

2. Zona Khusus

Pada zona ini pemanfaatannya terbatas pada tujuan khusus seperti peneliti, pencinta alam, petualang, dan penyelam. Walaupun begitu tetap ada batasan yaitu jumlah pengunjung terbatas dengan ijin dan aturan-aturan khusus agar tidak menimbulakan gangguan terhadap ekosistem.

3. Zona Penyangga

Zona ini bersifat lebih terbuka, tetapi tetap dikontrol, dan beberapa bentuk pemanfaatan masih dapat diijinkan. Penyangga di sekeliling zona perlindungan ditujukan untuk menjaga zona inti dan zona khusus dari aktifitas pemanfaatan yang dapat menggangu, dan melindungi zona-zona tersebut dari pengaruh eksternal.

4. Zona Pemanfaatan

Pada zona ini dapat dilakukan pengembangan kepariwisataan alam, termasuk pengembangan fasilitas-fasilitas wisata alam, apabila kestabilan bentang alam dan ekosistem, resisten terhadap berbagai kegiatan manusia yang berlangsung di dalamnya.

Kawasan konservasi laut dapat ditentukan dalam berbagai cara, namun dua mekanisme yang paling umum adalah keputusan pemerintah (seringkali pada tingkat nasional tetapi juga dapat terjadi pada tingkat regional atau setempat), serta pengelolaan yang dilakukan secara individu atau oleh organisasi konservasi. Pemerintah dapat menyisihkan lahan untuk kawasan konservasi dan menegakkan hukum yang memungkinkan penggunaan dengan intensitas yang beragam, baik untuk tujuan komersial, rekreasi (wisata) maupun penggunaan tradiasional oleh masyarakat setempat (Yulianda, 2004).

(27)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Pulau Harapan dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Pengumpulan data primer dan sekunder dilakukan pada bulan April hingga Agustus 2007.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah kamera, recorder, perlengkapan selam, dan alat tulis. Bahan yang digunakan adalah kuisioner, data sheet, peta wilayah, dan studi pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini.

C. Jenis Data dan Informasi

Data Sumberdaya Alam, Daya Dukung Kawasan, Sumberdaya Manusia, Keadaan Umum Lokasi, Isu-isu yang berkembang, dan Kebijakan Pengelolaan di wilayah tersebut (Tabel 1 dan 2).

Tabel 1. Jenis data, metode / analisis dan informasi yang dicari

Jenis data Metode / Analisis Informasi yang dicari

1. Lamun Metode Transek Kuadrat

Analisis persentase tutupan lamun menggunakan rumus :

= n Ci C

Persentase tutupan lamun di setiap stasiun sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran keadaan lamun di Pulau Panggang dan Pulau Harapan

2. Mangrove Metode Transek Plot Analisis persentase tutupan mangrove menggunakan rumus :

RFi = x100%

Fi Fi

Persentase tutupan mangrove di setiap stasiun sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran keadaan mangrove di Pulau Panggang dan Pulau Harapan 3. Terumbu Karang Metode Line Intercept Transect

Analisis presentase tutupan karang menggunakan rumus : % 100 x n Li L=

Persentase tutupan karang di setiap stasiun sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran keadaan terumbu karang di Pulau Panggang dan Pulau Harapan

(28)

Tabel 2. Komposisi, jenis, sumber, dan teknik pengambilan data Jenis data

No. Komponen data

Primer Sekunder

Sumber data Teknik pengambilan data

1. Pantai

Kedalaman perairan Sekunder Laporan Studi Pustaka Material dasar perairan Sekunder Laporan Studi Pustaka

Kecerahan perairan Primer Sekunder Laporan Studi Pustaka, Observasi lapang 2. Mangrove

Ketebalan mangrove Primer Sekunder Laporan Studi Pustaka, Observasi lapang Kerapatan mangrove Primer Sekunder Laporan Studi Pustaka, Observasi lapang Jenis mangrove Sekunder Laporan Studi Pustaka

Obyek biota Sekunder Laporan Studi Pustaka 3. Terumbu Karang

Tutupan komunitas karang

Primer Sekunder Laporan Studi Pustaka, Observasi lapang Jenis life form Primer Sekunder Laporan Studi Pustaka, Observasi lapang Jenis ikan karang Primer Sekunder Laporan Studi Pustaka, Observasi lapang Lebar hamparan datar

karang

Primer Sekunder Laporan Studi Pustaka, Observasi lapang 4. Lamun

Tutupan lamun Primer Sekunder Laporan Studi Pustaka, Observasi lapang Jenis ikan Sekunder Laporan Studi Pustaka, Observasi lapang Jenis lamun Primer Sekunder Laporan Studi Pustaka, Observasi lapang Jenis substrat Primer Sekunder Laporan Studi Pustaka, Observasi lapang Kedalaman lamun Primer Sekunder Laporan Studi Pustaka, Observasi lapang 4. Luas area kegiatan Sekunder Laporan Studi Pustaka, Observasi lapang 5. Sumberdaya Manusia

Masyarakat Primer Responden, lapangan Wawancara Pengelola Primer Responden, lapangan Wawancara

Instansi Terkait Primer Responden, lapangan Wawancara 6. Keadaan Umum Lokasi

Sejarah dan Budaya Primer Sekunder Responden, laporan Wawancara, Studi pustaka Geografi Sekunder Laporan Studi Pustaka

Demografi Sekunder Laporan Studi Pustaka

Sarana dan Prasarana Primer Sekunder Responden, lapangan Wawancara, Observasi lapang, Studi pustaka

Pendidikan Primer Sekunder Responden, lapangan Wawancara, Observasi lapang, Studi pustaka

7. Isu-isu yang berkembang Primer Sekunder Responden, laporan, lapangan

Wawancara, Observasi lapang, Studi pustaka

8. Kebijakan pengelolaan Primer Sekunder Responden, laporan, lapangan

Wawancara, Observasi lapang, Studi pustaka

(29)
(30)
(31)

20

D. Metode Pengambilan dan Pengumpulan Data 1. Data Primer

Jenis data primer yang diambil adalah data karang, lamun, mangrove, dan data hasil wawancara. Data karang, lamun, dan mangrove dilakukan untuk mengetahui kondisi sumberdaya alam di pulau tersebut. Wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi masyarakat sekitar, pihak pengelola, dan instansi terkait. a. Lamun

1. Tentukan posisi transek garis, sebaiknya dimulai dari bagian akhir sisi dalam pantai (inshore end) dan orientasinya tegak lurus terhadap garis pantai.

2. Jarak antar transek garis terpisah antara 50-100 m. Posisi antar transek garis sejajar dan tetap tegak lurus garis pantai.

3. Panjang transek garis tergantung pada bentangan padang lamun dan sebaiknya meliputi daerah perbatasan luar dari padang lamun tersebut (saat lamun mulai tak tampak).

4. Pengambilan sampel, menggunakan transek kuadrat (1 m x 1 m) dilakukan dengan interval/jarak yang sama.

5. Pada tiap stasiun penelitian, ulangan terhadap transek garis minimal 3 kali dan pengulangan transek kuadrat minimal 4 kali.

6. Catat parameter-parameter yang terkait dengan kondisi lingkungan tempat lamun hidup pada tiap stasiun pengamatan (misalnya kecerahan perairan, kedalaman, jenis substrat, kecepatan arus).

7. Perkirakan nilai persen penutupan lamun (tiap jenis/populasi) yang terdapat di dalam transek kuadrat dan dicatat ke dalam data sheet. Setelah itu hitung jumlah individu lamun (tiap jenis/populasi) berdasarkan akar rhizoma-nya yang terdapat dalam tiap transek kuadrat.

8. Untuk pendataan jenis ikan yang ada di padang lamun, gunakan metode sensus visual atau jaring kecil untuk mengambil sampel ikan di sekitar lamun.

(32)

b. Mangrove

1. Penentuan stasiun pengamatan ekosistem mangrove, dilakukan dengan membentuk stasiun berukuran 10 x 10 m2 untuk pohon, 5 x 5 m2 untuk anakan, 1 x 1 m2 untuk semai dengan menggunakan tali rafia, untuk melakukan pengukuran lingkar batang dan pengidentifikasian biota yang termasuk dalam wilayah stasiun tersebut.

2. Pengambilan data pada ekosistem mangrove yaitu dengan melihat-lihat jenis mangrove yang berada di dalam stasiun pengamatan serta jenis perakarannya. Kemudian dilakukan pengukuran diameter setiap pohon yang berada di dalam stasiun serta pengamatan pada biota-biota yang berada di stasiun tersebut. Ukurannya yaitu 10 x 10 m2 untuk pohon, 5 x 5 m2 untuk anakan, dan 1 x 1 m2 untuk semai.

c. Terumbu Karang

Pengamatan terumbu karang pada suatu ekosistem dilakukan dengan menggunakan LIT (Line Intercept Transect) (English et al., 1994). Pengambilan data di stasiun pengamatan dilakukan dengan menggunakan transek garis sepanjang 100 m. Kemudian, pengambilan data dilakukan pada dua kedalaman, yaitu kedalaman 3 m yang mewakili kedalaman dangkal dan kedalaman 10 m yang mewakili kedalaman yang lebih dalam. Pada daerah yang landai, pengamatan dilakukan pada kedalaman 4-5 m.

Transek garis digunakan untuk menggambarkan struktur komunitas karang dengan melihat tutupan karang hidup, karang mati, bentuk substrat (pasir, lumpur), alga dan keberadaan biota lain. Spesifikasi karang yang diharapkan dicatat adalah berupa bentuk tumbuh karang (life form).

Pengukuran dilakukan dengan tingkat ketelitian mendekati centimeter, dalam penelitian ini satu koloni dianggap satu individu. Jika satu koloni dari jenis yang sama dipisahkan oleh satu atau beberapa bagian yang mati maka tiap bagian yang hidup dianggap sebagai satu individu tersendiri. Jika dua koloni atau lebih tumbuh di atas koloni yang lain, maka masing-masing koloni tetap dihitung sebagai koloni yang terpisah. Panjang tumpang tindih koloni dicatat yang nantinya akan digunakan untuk menganalisa kelimpahan jenis.

(33)

22

Persentase penutupan karang hidup dihitung dengan rumus (English et al., 1994): L = Li x 100%

N

Keterangan: L = Persentase penutupan karang (%) Li = Panjang kategori genus ke-i N = Panjang Transek

Kategori persentase penutupan karang keras menurut Gomez dan Yap, 1988 sebagai berikut : Sangat baik : 75%-100% Baik : 50%-74,9% Sedang : 25%-49,9% Buruk : 0%-24,95 2. Data Sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan berasal dari studi pustaka, berupa laporan hasil penelitian sebelumnya, buku mengenai ekowisata dan konservasi serta laporan dari Internet mengenai keadaan Pulau Panggang dan Pulau Harapan. Data yang dikumpulkan meliputi Sumberdaya Alam, keadaan umum kawasan Pulau Panggang dan Pulau Harapan, isu-isu yang berkembang, kebijakan pengelolaan di wilayah tersebut oleh pemerintah pusat (Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu) dan pemerintah setempat yaitu kelurahan, serta keadaan sosial masyarakat di Pulau Panggang dan Pulau Harapan.

E. Analisa Data

1. Analisa Persentase Total Tutupan Karang

Untuk analisa persentase total tutupan karang, digunakan rumus:

100 transek panjang Total spesies per intersep Panjang (%) tutupan Persentase = × %

2. Analisa Kerapatan Mangrove

Untuk analisa kerapatan mangrove, digunakan rumus 100 individu n keseluruha Jumlah jenis masing -masin individu Jumlah relatif Kerapatan = × %

(34)

100 jenis semua dari Frekuensi jenis masing -masing kehadiran Frekuensi relatif Frekuensi = × %

3. Analisa Persentase Total Penutupan Lamun

Untuk mengetahui luas area penutupan jenis lamun tertentu dibandingkan dengan luas total area penutupan untuk seluruh jenis lamun, digunakan Metode Saito dan Adobe (KEPMENLH, 2004). Adapun metode penghitungannya adalah sebagai berikut:

= n Ci C Keterangan :

C = persentase penutupan jenis lamun i.

Ci = persentase titik tengah dari kelas kehadiran jenis lamun i.

n = banyaknya sub petak dimana kelas kehadiran jenis lamun i sama.

4. Daya Dukung dan Kesesuaian

Analisa daya dukung ditujukan pada pengembangan wisata bahari dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil secara lestari. Mengingat pengembangan wisata bahari tidak bersifat mass tourism mudah rusak dan ruang untuk pengunjung sangat terbatas, maka perlu penentuan daya dukung kawasan. Metode yang diperkenalkan untuk menghitung daya dukung pengembangan ekowisata alam dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan (DDK) (Yulianda, 2007).

DDK = Wp Wt x Lt Lp Kx Keterangan :

DDK = Daya Dukung Kawasan

K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt = Unit area untuk kategori tertentu

Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata per hari Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setia kegiatan tertentu

(35)

24

Pengusahaan kegiatan wisata dalam konservasi diatur oleh ketentuan Peraturan Pemerintah (PP No.18/1994 in Yulianda 2007) tentang Pengusahaan Pariwisata alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional dan taman wisata alam, maka areal yang diizinkan untuk dikembangkan adalah 10% dari luas zona pemanfaatan. Sehingga daya dukung kawasan dalam kawasan konservasi perlu dibatasi dengan ” Daya Dukung Pemanfaatan” (DDP) dengan rumus :

DDP = 0,1 x DDK

5. Kriteria Kawasan Konservasi Berdasarkan DKP

Kriteria kawasan konservasi yang dikembangkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) diadopsi dan dimodifikasi oleh kawasan konservasi berdasarkan IUCN. Parameter yang dianalisa antara lain : kelengkapan spesies/habitat, luas kawasan, peluang untuk pengembangan pariwisata dan rekreasi, dan pengaruh aktivitas manusia. Analisis penetuan status kawasan konservasi terdiri dari 2 tahap. Analisis tahap pertama adalah analisis kelayakan kawasan berdasarkan kriteria Kawasan Konservasi Laut (Tabel 3). Tahap ini dilakukan penyaringan dan pengklasifikasian kawasan studi sesuai syarat minimal dari kriteria masing-masing kategori (Yulianda, 2004).

Tabel 3. Kriteria kategori kawasan konservasi

Kategori Kriteria

I Konservasi

Ekosistem dan Rekreasi

1. KelengkapanSumberdaya alam/ spesies / habitat 2. Kawasan cukup luas

II

Konservasi Habitat dan Spesies

1. Mempunyai peranan penting terhadap perlindungan sumberdaya alam dan jenis (kelengkapan ekosistem)

2. Kesatuan kawasan (habitat)

3. Bebas dari pengaruh aktivitas manusia

4. Ukuran kawasan sesuai dengan kebutuhan habitat

III Konservasi

Bentang Alam dan Rekreasi

1. Memiliki bentang alam yang berasosiasi dengan habitat (flora dan fauna)

2. Peluang untuk pengembangan pariwisata dan rekreasi

IV Konservasi

Secara Lestari Ekositem Alami

1. Dua per tiga dari kawasan masih alami 2. Kemampuan kawasan untuk pengembangan

pemanfaatan sumberdaya alam tanpa menimbulkan kerusakan

3. Terdapat badan pengelolaan di kawasan tersebut

(36)

• Kategori I atau konservasi kawasan yang berbasis ekosistem dan rekreasi memiliki kriteria yaitu adanya kelengkapan sumberdaya alam spesies/ habitat dan memiliki kawasan yang cukup luas.

• Kategori II atau konservasi kawasan yang berbasis pada habitat dan spesies memiliki kriteria yaitu memiliki peranan penting terhadap perlindungan sumberdaya dan jenis (kelengkapan ekosistem), artinya kawasan tersebut dikhususkan sebagai kawasan lindung spesies dan habitat. Memiliki kesatuan kawasan, artinya dalam kawasan tersebut masing-masing habitat saling berhubungan tidak terpisah satu sama lain. Kriteria berikutnya adalah bebas dari campur tangan aktivitas manusia, selanjutnya ukuran kawasan sesuai dengan kebutuhan habitat, artinya ada kesesuaian kawasan untuk habitat suatu spesies sehingga tidak tumpang tindih dengan peruntukan yang lain.

• Kategori III atau konservasi kawasan yang berbasis bentang alam dan rekreasi, yaitu memiliki bentang alam yang berasosiasi dengan habitat, artinya bentang alan kawasan tersebut bukan daerah yang ekstrim topografinya sehingga flora dan fauna dapat berkembang dengan baik. Kriteria selanjutnya ada peluang untuk pengembangan pariwisata dan rekreasi, artinya kawasan tersebut dapat dijadikan kawasan wisata.

• Kategori IV atau kawasan yang pemanfaatannya dilakukan secara lestari dengan kondisi ekosistem masih alami. Kriterianya adalah 2/3 dari kawasan masih alami, artinya 2/3 kawasan tersebut belum dipengaruhi oleh kegiatan manusia. Kemampuan kawasan untuk pengembangan SDA tanpa menimbulkan kerusakan, artinya kawasan tersebut dapat mempertahankan keasliannya. Kriteria berikutnya terdapat badan pengelolaan di kawasan tersebut, artinya ada suatu badan yang bertanggung jawab atas perlindungan kawasan tersebut.

(37)

26

Tahap selanjutnya adalah penentuan kategori KKL berdasarkan prioritas obyek pengeloaan yang sesuai untuk masing-masing kategori (Tabel 4). Pada tahap ini dihitung sistem pembobotan berdasarkan syarat-syarat obyek yang dipenuhi. Kategori Kawasan Konservasi Laut yang dipilih adalah kategori yang mempunyai bobot yang nilai yang tertinggi (Yulianda, 2004).

Tabel 4. Kategori peruntukan kawasan konservasi berdasarkan DKP

KATEGORI OBYEK PENGELOLAAN

I II III IV

1. Penelitian 2 2 2 3

2. Perlindungan alam 2 3 2 2

3. Perlindungan jenis dan keragaman 1 1 2 1

4. Pemeliharaaan lingkungan 1 1 1 1

5. Perlindungan alam yang khas 2 3 1 3

6. Wisata dan rekreasi 1 3 2 3

7. Pendidikan 2 2 2 3

8. Pemanfaatan sumberdaya alam 3 2 1 1

9. Pemeliharaan komponen budaya 1 2

(Sumber : Yulianda, 2004)

Keterangan : 1. Obyek Primer 2. Obyek Sekunder

3. Obyek yang mungkin bisa dipakai

6. Analisis Strategi Pengelolaan

a. Metode Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Oportunities, Threats)

Pengelolaan kawasan konservasi ekosistem pesisir (mangrove, lamun, dan terumbu karang) di Pulau Panggang dan Pulau Harapan, memerlukan berbagai strategi, untuk mengetahui strategi pengelolaannya dilakukan melalui analisis SWOT. Analisa SWOT merupakan matching tool yang penting untuk membantu mengembangkan 4 tipe strategi dengan menggunakan semua faktor internal dan eksternal yang ada. Keempat strategi tersebut adalah:

1. SO, yaitu menggunakan kekuatan internal yang dimiliki untuk mengambil peluang-peluang yang ada.

2. ST, yaitu berusaha untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki.

3. WO, yaitu bertujuan untuk memperkecil kelemahan-kelemahan internal yang ada dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal.

(38)

4. WT, yaitu berusaha bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman.

Kerangka kerja dengan menggunakan pendekatan analisa SWOT adalah : 1. Analisa dan Pembuatan matriks IFE (Internal Factor Evaluation). 2. Analisa dan Pembuatan matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation). 3. Pembuatan matriks SWOT.

4. Pembuatan tabel rangking alternatif strategi. b. Analisa dan Pembuatan matriks IFE

1. Buat daftar critical success factors (faktor-faktor utama yang mempunyai dampak penting pada kesuksesan/kegagalan usaha) yang menjadi kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weaknesses).

2. Tentukan bobot dari critical success factors sesuai dengan tingkat kepentingannya. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0.

3. Beri rating untuk masing-masing faktor berdasarkan pengaruh/respon faktor-faktor tersebut terhadap pengelolaan ekosistem pesisir di Pulau Panggang dan Pulau Harapan. (Nilai : 4 = Sangat Penting, 3 = Penting, 2 = Cukup Penting, 1 = Kurang Penting).

4. Kemudian kalikan antara bobot dengan nilai ratingnya dari masing-masing faktor untuk menentukan nilai skornya.

5. Jumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total. c. Analisa dan Pembuatan matriks EFE

1. Buat daftar critical success factors yang menjadi Peluang (Opportunities) dan Ancaman (Threats).

2. Tentukan bobot dari critical success factors sesuai dengan tingkat kepentingannya. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0.

3. Beri rating untuk masing-masing faktor berdasarkan pengaruh/respon faktor-faktor tersebut terhadap pengelolaan ekosistem pesisir di Pulau Panggang dan Pulau Harapan. (Nilai : 4 = Sangat Penting, 3 = Penting, 2 = Cukup Penting, 1 = Kurang Penting).

(39)

28

4. Kemudian kalikan antara bobot dengan nilai ratingnya dari masing-masing faktor untuk menentukan nilai skornya.

5. Jumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total. d. Pembobotan matriks IFE dan EFE

Bobot yang diberikan pada tiap faktor disesuaikan dengan skala kepentingannya terhadap pengelolaan ekosistem pesisir untuk pengembangan kawasan konservasi di Pulau Panggang dan Pulau Harapan. Bobot setiap faktor internal dan eksternal ditentukan dengan ”Metode Paired Comparison” (Tabel 5). Skala yang digunakan untuk mengisi kolom dalam menentukan bobot setiap faktor adalah:

1. Bobot 1, jika indikator faktor horizontal kurang penting dibandingkan indikator faktor vertikal.

2. Bobot 2, jika indikator faktor horizontal sama penting dengan indikator faktor vertikal.

3. Bobot 3, jika indikator faktor horizontal lebih penting dibandingkan indikator faktor vertikal.

4. Bobot 4, jika indikator faktor horizontal sangat penting dibandingkan indikator faktor vertikal.

Tabel 5. Matriks IFE/EFE Faktor Strategis Int/Eks A B C ... Total Bobot A X1 σ1 B X2 σ2 C X3 σ3 ... Xi σi Total ΣXi Σσi Sumber: David (2002)

Bobot setiap faktor diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan faktor dengan menggunakan rumus:

Xi Xi ∑ = ι ó Keterangan:

(40)

σi = bobot faktor ke-i Xi = nilai faktor ke-i i = 1, 2, 3,..., n

e. Pembuatan Matriks SWOT

Setelah selesai menyusun matriks IFE dan EFE, langkah selanjutnya adalah membuat matriks SWOT, dimana setiap unsur SWOT yang ada dihubungkan untuk memperoleh alternatif strategi seperti yang tersaji pada Tabel 6 berikut: Tabel 6. Matriks SWOT

IFE EFE Strengths (S) Tentukan 5-10 faktor-faktor kekuatan internal Weaknesses (W) Tentukan 5-10 faktor-faktor kelemahan internal Opportunities (O) Tentukan 5-10 faktor-faktor peluang eksternal

Strategi SO

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk

memanfaatkan peluang

Strategi WO

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk

memanfaatkan peluang Threats (T)

Tentukan 5-10 faktor-faktor ancaman eksternal

Strategi ST

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk

mengatasi ancaman

Strategi WT

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk

menghindari ancaman

(41)

IV. KEADAAN UMUM LOKASI

A. Letak Administrasi dan Luas

Pulau Panggang dan Pulau Harapan merupakan Kelurahan yang terletak di Kabupaten Administratif Kepuluan Seribu, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau Panggang memiliki luas 9 ha, dengan kepadatan penduduk sekitar 364 jiwa/ha. Pulau Harapan juga merupakan pulau yang padat dengan luas mencapai 6,70 ha, dengan kepadatan penduduk sekitar 207 orang/ha.

B. Sedimen

Material yang mendominasi di perairan Kepulauan Seribu adalah material pasir, dengan jenis pecahan cangkang dan koral. Sedimen pasir yang ditemukan di dasar perairan sekitar Kepulauan Seribu, diduga berasal dari suplai sedimen pulau-pulau karang yang berada di Kepulauan Seribu, hal ini dicirikan oleh komposisi material penyususun sedimen yang di dominasi oleh pecahan cangkang sebesar 36%-58,31%, Foram 5,33%-38,33%, Dolomit 3,57%-14,67%, Koral 11,67%-56,31% (PKSPL dan CNOOC, 2006).

C. Iklim

Kondisi iklim di Kepulauan Seibu termasuk iklim tropika panas dengan suhu maksimum rata-rata 32,3°C dengan suhu minimum rata-rata 21,6°C, sedangkan suhu rata-rata 27°C. Musim yang dominan adalah musim barat (musim angin barat disertai hujan lebat) dan musim timur (musim angin timur dan kering). Kecepatan angin mencapai 4-5 knot/jam. Musim barat berlangsung dari bulan Desember sampai Maret. Pada musim ini, angin berhembus kencang dan arus kuat bergerak dari barat daya sampai barat laut disertai hujan yang cukup deras. Kecepatan angin mencapai 0,7-20 knot/jam. Akibat arus yang kuat, kejernihan air laut menjadi berkurang. Musim timur berlansung dari bulan Juni sampai September. Angin bertiup dari arah timur sampai dengan tenggara berkecepatan 0,7-1,5 knot/jam. Musim peralihan terjadi antara bulan April sampai bulan Mei dan bulan Oktober sampai dengan November. Keadaan laut pada musim ini berubah-ubah tetapi relatif tenang (Sulistyowati, 2003).

(42)

D. Masyarakat Pulau Panggang dan Pulau Harapan

Masyarakat Pulau Panggang dan Pulau Harapan mayoritas beragama Islam, dan pada umumnya berasal dari Suku Betawi, Bugis, Banten dan Madura. Selain terdiri dari suku yang beraneka ragam, masyarakat pulau Panggang dan Pulau Harapan juga memiliki mata pencaharian yang bervariasi, walaupun tetap didominasi oleh nelayan (Tabel 7).

Tabel 7. Persentase penduduk berdasarkan pekerjaan

Mata Pencaharian Penduduk (%) Kelurahan

TNI / Polri PNS Buruh Pedagang Nelayan Lain-lain

Kel. P. Panggang 0,16 3,06 5,86 19,65 65,99 5,29

Kel. P. Harapan 2,13 23,32 72,41 2,13

(Sumber : Laporan Tahunan dan Bulanan per Kelurahan, 2001-2002 )

E. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana di Pulau Harapan dan Pulau Panggang tergolong dalam kondisi yang buruk. Pulau Harapan memiliki 1 buah dermaga, sedangkan Pulau Panggang memiliki dermaga yang lebih banyak yaitu 3 buah. Dermaga ini berfungsi sebagai tempat pendaratan ikan dan penumpang antar pulau dan wisata. Sarana listrik disana menggunakan tenaga diesel yang dikelola oleh masyarakat secara gotong royong dan memperoleh subsidi dari pemerintah. Listrik di Pulau Panggang dan Pulau Harapan mulai beroperasi pada siang hari pukul 13.00 sampai 6.00 pagi. Sarana air bersih masyarakat disana menggunakan sarana penampung air hujan yang tersedia pada masing-masing rumah. Sedangkan untuk pembuangan sampah di pulau tersebut disediakan di suatu tempat, walaupun keberadannya belum efektif.

F. Perdagangan

Perdagangan di Pulau Panggang dan Pulau Harapan sangat berhubungan dengan mata pencaharian masyarakat pulau Panggang dan Pulau Harapan. Mata pencaharian penduduk Pulau Panggang 70% adalah nelayan. Nelayan di sana dapat dibagi atas dua jenis nelayan yaitu nelayan harian dan nelayan mingguan (pulang seminggu sekali). Selain nelayan, penduduk Pulau Panggang juga membudidayakan rumput laut yang ditangkap menggunakan jaring, untuk kemudian dikeringkan.

(43)

32

Pulau Panggang juga memiliki penampungan ikan hias hasil tangkapan nelayan. Setiap nelayan ikan hias akan menjual ikan hasil tangkapannya ke seorang pedagang di Pulau Panggang. Ikan-ikan konsumsi hasil tangkapan nelayan juga ditampung di Pulau Panggang kemudian dibawa ke Jakarta untuk dilelang di TPI Muara Angke. Pulau Harapan sendiri memiliki hasil sumberdaya alam yang cukup berpotensi, berikut data hasil perikanan di Pulau Harapan (Tabel 8). Pulau Panggang dan Pulau Harapan termasuk pulau yang berpotensi di Kepulauan Seribu, hanya saja potensi yang begitu besar belum dimaksimalkan pemanfaatannya

Tabel 8. Produksi perikanan laut di Kelurahan Pulau Harapan tahun 2001

No Jenis Ikan Produksi (kg/tahun)

1. Tembang (Sardinella fimbricata) 20.300

2. Kembung (Rastrelliger sp.) 110.000

3. Tongkol (Euthynus sp.) 31.270

4. Tenggiri (Scomberomerus sp) 10.400

5. Kakap (Lates calcarifer) 18.525

6. Cumi-cumi (Loligo sp.) 800

7. Rumput laut (Eucheuma sp.) 10.550

(Sumber : Pemda DKI Jakarta, 2001)

G. Transportasi

Transportasi Wisatawan dari dermaga wisata Marina Ancol, Jakarta dilayani oleh kapal speedboat yang dimiliki atau bekerja sama dengan pemilik pulau wisata. Waktu tempuh dari dermaga wisata Marina Ancol ke pulau-pulau yang menjadi tujuan wisata tergantung pada jarak, keadaan cuaca, dan kecepatan kapal yang akan digunakan. Pemberangkatan kapal dari Marina Ancol ke pulau-pulau resort umumnya pada pagi hari jam 08.00 atau jam 09.00 dan kembali dari pulau-pulau resort menuju Marina Ancol pada jam 13.30 atau jam 14.00, tergantung pada pulau yang dituju. Transportasi ke Kepulauan Seribu dapat juga ditempuh melalui Muara Angke. Namun, kapal-kapal yang disediakan di sini terbatas pada pulau tertentu, dan hanya sekali saja dalam sehari, yaitu pukul 08.00.

(44)

A. Potensi sumberdaya dan ekosistem 1. Ekosistem Terumbu Karang

Pulau Harapan termasuk pulau yang berpotensi, terutama produksi perikanan yang bernilai ekonomis seperti, tembang, kembung, tongkol, tenggiri dan lain-lain yang kesemuanya itu sangat dipengaruhi oleh kondisi terumbu karang disana. Kondisi umum komunitas karang di Pulau Harapan termasuk dalam kategori sedang, hal tersebut tidak lepas dari berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dan mayarakat, sehingga kerusakan-kerusakan yang ada dapat diminimalisir. Kondisi karang di suatu kawasan dapat dilihat dari persentase tutupan karang keras tersebut (Tabel 9), hal ini karena karang keras merupakan pembentuk dari karang tersebut, jadi apabila penutupan karang keras itu baik maka kondisi terumbu secara ekologi dapat dikatakan baik.

Tabel 9. Kondisi persentase tutupan komunitas karang di Pulau Harapan

Stasiun Kedalaman (m) ACB (%) (%) CB (%) DC DCA (%) (%) OF Abiotik (%) Total PC (%)

DPL 3 17,84 2,10 40,7 1,70 1,92 4,86 51,22 10 0,14 2,46 47,28 0,00 5,32 13,58 33,82 Timur Harapan 3 2,12 0,38 29,81 5,56 9,17 38,87 16,59 10 0,65 0,21 61,26 5,04 7,01 7,28 19,41 Selatan Harapan 3 29,31 1,31 24,42 0,00 6,16 27,03 42,39 10 6,18 0,00 24,19 0,65 8,20 41,04 25,91 Utara Harapan 3 0,30 17,1 5,04 24,23 1,66 18,39 44,34 10 0,22 12,5 0,00 33,40 0,32 21,74 42,84

(Sumber : Data Primer diolah 2007) Keterangan :

ACB : Acropora Branching DC : Dead Coral CB : Coral Branching DCA : Alga Total PC : Total Persentase tutupan karang keras OF : Other Fauna DPL : Daerah Perlindungan Laut

(45)

34

Hasil pengamatan terumbu karang dari beberapa titik dan kedalaman di Pulau Harapan menunjukkan bahwa rata-rata persentase tutupan karang keras untuk kedalaman 3 m mencapai 38,63% yang termasuk kategori sedang. sedangkan rata-rata persentase tutupan karang keras untuk kedalaman 10 m adalah 30,49%, yang juga termasuk kategori sedang. Kondisi tutupan karang terbaik ada pada titik DPL dengan kedalaman 10 m yang mencapai 51,22%, hal ini disebabkan pada daerah ini benar-benar dijaga kelestariannya, sehingga segala bentuk pemanfaatan yang sifatnya merusak benar-benar dilarang.

Pulau Panggang merupakan pulau dengan penduduk yang cukup padat. Kondisi tersebut memang sedikit banyak telah memberikan dampak buruk bagi ekosistem di pulau tersebut. Namun ditengah padatnya populasi disana, masyarakat lokal tetap memberikan dukungan penuh terhadap pemerintah sebagai usaha pemulihan kondisi ekosistem. Hal ini ditunjukkan dengan tidak lagi menggunakan alat tangkap berbahaya seperti bahan peledak, itulah yang membuat kondisi umum komunitas karang di Pulau Panggang tergolong sedang.

Tabel 10. Kondisi persentase tutupan komunitas karang di Pulau Panggang

Stasiun Kedalaman (m) ACB (%) CB (%) DC (%) DCA (%) OF (%) Abiotik (%) Total PC (%) Barat Panggang 3 0,00 1,70 2,30 0,40 79,78 9,34 8,06 10 4,28 6,12 14,70 2,10 30,32 11,22 40,94 Selatan Sekati 3 14,49 2,75 11,25 6,92 7,32 40,28 34,24 10 1,19 2,00 2,83 4,57 5,26 60,94 25,55 Selatan Panggang 3 0,00 0,44 0,00 30,04 17,42 37,60 14,94 10 2,09 6,00 0,00 53,71 2,94 22,80 20,52

Utara Semak Daun 3 0,20 3,56 0,00 36,02 1,76 2,80 56,70

10 3,71 3,52 3,04 19,54 36,89 12,80 25,18

Utara Gosong 3 6,62 2,31 0,00 18,76 9,43 23,97 47,84

10 3,93 4,64 0,00 39,11 9,48 12,10 39,31

Tenggara Pramuka 3 11,88 1,36 68,38 2,30 1,60 0,00 27,72

10 11,53 4,29 36,57 0,00 10,77 21,29 31,37

(Sumber : Data Primer diolah 2007 ) Keterangan

ACB : Acropora Branching DC : Dead Coral CB : Coral Branching DCA : Alga Total PC : Total Persentase tutupan karang hidup OF : Other Fauna

Gambar

Tabel 1. Jenis data, metode / analisis dan informasi yang dicari
Tabel 2. Komposisi, jenis, sumber, dan teknik pengambilan data
Tabel 3. Kriteria kategori kawasan konservasi
Tabel 5. Matriks IFE/EFE  Faktor Strategis  Int/Eks  A B C ...  Total Bobot  A  X 1 σ 1 B  X 2 σ 2 C  X 3 σ 3 ..
+7

Referensi

Dokumen terkait

HUBUNGAN INSOMNIA DENGAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWI TINGKAT AKHIR PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA.. (Dibimbing oleh: Dwi Rosella

(1) Pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan Ujian nasional yang diikuti peserta didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah, dan

Dari API RBI 581 maka langkah mitigasi yang cocok digunakan untuk mengurangi besarnya konsekuensi kegagalan adalah inventory blowdown , sehingga besarnya

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Febrianti dan Riharjo (2013) yang menyatakan bahwa ketidakpastian lingkungan berpengaruh positif dan signifikan

Dalam mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh keluarga dampingan dilakukan pendekatan secara langsung dengan keluarga dampingan.Setelah beberapa kali

Dari hasil pendampingan selama sebulan yang telah penulis lakukan, maka penulis dapat menyimpulkan masalah yang dialami oleh Keluarga Dampingan Anak Agung Istri

Terhadap pendatang yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 dan pasal 47 Peraturan Daerah ini, Bupati Kabupaten Kotawaringin Timur berhak melakukan upaya

catalogue could use the RSS auto discovery protocol to find all the services available at a site and harvest them ... without having to have a priori knowledge of the URL for