• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Status Ekonomi Orang Tua

Dalam dokumen PENGARUH STATUS EKONOMI ORANG TUA TERHAD (Halaman 33-37)

BAB 2 KAJIAN TEORI

A. Status Ekonomi 1. Teori Stratifikasi

2. Keadaan Status Ekonomi Orang Tua

Dalam kehidupan masyarakat proses terjadinya pelapisan social atau penggolongan status social dapat terjadi dengan sendirinya atau sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Penggolongan tingkat ekonomi keluarga berbeda antara satu dengan yang lain dalam masyarakat. Menurut pendapat seorang ahli bahwa “golongan social ekonomi dapat dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu tinggi, menengah atau sedang dan rendah.

Dengan adanya tingkatan ekonomi masyarakat itulah, maka sangat mempengaruhi gaya hidup, tingkah laku, sikap mental seseorang di masyarakat. Perbedaan itu akan nampak pada pendidikan, cara hidup keluarga, jenis pekerjaan, tempat tinggal, atau rumah dan jenis barang yang dimiliki setiap keluarga baik orang tuanya maupun anaknya.

Masyarakat yang tingkat sosial ekonominya tinggi atau kaya secara teoritis mereka tidak mengalami hambatan dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan jasmani maupun rohani. Dengan demikian terpenuhilah kebutuhannya, karena alat atau sarana untuk mendapatkan kebutuhan tersebut ada dan tersedia, sehingga dapat menambah semangat dan gairah hidup dalam usahanya untuk meraih prestasi yang cita-citakan.

Sedangkan keluarga dimana tingkat sosial ekonominya menengah atau sedang, maka dengan ketat mengatur ekonomi rumah tangga dan memilih serta mengutamakan kebutuhan keluarga yang pokok dan dianggap penting, dengan demikian berarti ruang gerak atau kesempatan anak untuk mendapatkan kebutuhannya terbatas, yang penting-penting saja dan pas, tidak berlebihan yang wajar dan sederhana.

Adapun anak yang perlu mendapatkan perhatian adalah anak - anak yang dari keluarga social ekonominya rendah, dimana segala kebutuhan serba terbatas dan kekurangan bahkan anak dituntut untuk membantu bekerja orang tuanya atau bekerja untuk biaya sekolahnya dan kebutuhan hidupnya.

Adanya perbedaan tingkat ekonomi keluarga di masyarakat, maka standar kehidupan setiap keluarga tidak sama, sebab standar kehidupan setiap keluarga adalah suatu tingkatan hidup yang telah dipilih oleh keluarga dan pada tingkatan hidup inilah keluarga berusaha menempatkan dirinya dan standar kehidupan menentukan batasan-batasan yang diakui seseorang dalam usahanya mencapai tujuan hidup.

Standar kehidupan merupakan gambaran mental suatu keyakinan yang paling dalam dari suatu yang di anggap penting dan diperlukan untuk menjadikan hidup ini dapat diterima dengan baik. Maka jika standar kehidupan itu tercapai orang akan puas, sebaliknya bila yang telah ditetapkan dan dicita-citakan tidak tercapai akan mengalami ketidakpuasan dan kekecewaan.

Standar kehidupan merupakan gambaran mental untuk bertindak, tetapi bila keadaan tersebut tidak tercapai, kegagalan yang dialami akan mengakibatkan suatu rasa ketidaksenangan dan ketidak tenangan jiwa. Bahkan dapat mendorong seseorang untuk bertindak nekat kearah negative merugikan diri sendiri dan orang lain, atau merusak, meresahkan masyarakat.

Pencapaian standar kehidupan perlu dilakukan dengan cara yang dapat diterima oleh orang lain atau kelompoknya. Sesuai dengan nilai atau norma yang berlaku di masyarakat, bila bertentangan dapat merusak ketertiban umum atau merugikan dan menyusahkan orang lain.

Dalam mencapai standar kehidupan untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap keluarga sesuai dengan kemampuan keluarga. Sebab dalam kenyatannya keadaaan ekonomi masyarakat

dan standar kehidupannya tidak sama. Ada yang tergolong tinggi atau kaya, mewah, ada yang menengah atau sedang atau cukup dan rendah atau miskin.

Biro Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas garis kemiskinan berdasarkan data konsumsi dan pengeluaran komoditas pangan dan non pangan. Komoditas pangan terpilih terdiri dari 52 macam, sedangkan komoditas non pangan terdiri dari 27 jenis untuk kota dan 26 jenis untuk desa. Garis kemiskinan yang telah ditetapkan BPS dari tahun ketahun mengalami perubahan. Menurut Indonesian Nutrition Network (INN) tahun 2003 adalah Rp 96.956 untuk perkotaan dan Rp 72.780 untuk pedesaan. Kemudian menteri sosial menyebutkan berdasarkan indikator BPS garis kemiskinan yang diterapkannya adalah keluarga yang memilki penghasilan di bawah Rp 150.000 perbulan. Bahkan Bappenas yang sama mendasarkan pada indikator BPS tahun 2005 batas kemiskinan keluarga adalah yang memiliki penghasilan di bawah Rp 180.000 perbulan. Dalam penanggulangan masalah kemiskinan melalui program bantuan langsung tunai (BLT) BPS telah menetapkan 14 (empat belas) kriteria keluarga miskin, seperti yang telah disosialisasikan oleh Departemen Komunikasi dan Informatika (2005), rumah tangga yang memiliki ciri rumah tangga miskin, yaitu:

a. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang

b. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. c. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas

rendah/tembok tanpa diplester.

d. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain. e. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

f. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. g. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.

h. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu. i. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

j. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

k. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0, 5 ha. Buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600.000 per bulan.

l. Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.

m. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp 500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

Ada satu kriteria tambahan lagi, hanya tidak terdapat dalam leaflet bahan sosialisasi Departemen Komunikasi dan Informatika tentang kriteria rumah tangga miskin, yaitu rumah tangga yang tidak pernah menerima kredit usaha UKM/KUKM setahun lalu12.

Keluarga dengan pendapatan cukup atau tinggi pada umumnya akan lebih mudah memenuhi segala kebutuhan sekolah dan keperluan lain. Berbeda dengan keluarga yang mempunyai penghasilan relatif rendah, pada umumnya mengalami kesulitan dalam pembiayaan sekolah, begitu juga dengan keperluan lainnya. Menurut Hamalik dalam Maftukhah (2007) bahwa keadaan sosial ekonomi yang baik dapat yang menghambat ataupun mendorong dalam belajar13. Masalah biaya pendidikan juga merupakan sumber kekuatan dalam belajar karena kurangnya biaya

12http://famuin.blogspot.co.id/2013/07/inilah-kriteria-miskin-versi-bps.html diakses pada tanggal 07-12-2015

13Maftukhah. 2007. Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Geografi Siswa Kelas VIII SMPN 1 Randudongkal Kabupaten Pemalang Tahun 2006/200, skripsi diajukan untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan geografi pada Universitas Nsegeri Semarang (Online),

pendidikan akan sangat mengganggu kelancaran belajar. Salah satu fakta yang mempengaruhi tingkat pendidikan anak adalah pendapatan keluarga. Tingkat sosial ekonomi keluarga mempunyai pengaruh yang tinggi terhadap motivasi belajar siswa di sekolah, sebab segala kebutuhan anak yang berkenaan dengan pendidikan akan membutuhkan sosial ekonomi orang tua.

Dalam dokumen PENGARUH STATUS EKONOMI ORANG TUA TERHAD (Halaman 33-37)

Dokumen terkait