• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Sejarah Kebun

Perkebunan sagu di Riau dahulu merupakan salah satu bagian dari kelompok usaha Siak Raya Group dengan nama PT National Timber and Forest Product yang didirikan pada tanggal 4 September 1970. PT National Timber and Forest Product merupakan salah satu pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) berdasarkan surat keputusan Menteri Pertanian nomor 135/KPTS/ UM/3/ 1974 tanggal 14 Maret 1974 di Propinsi Riau dengan luas areal konsesi 100.000 ha yang telah beroperasi selama lebih dari 21 tahun.

PT National Timber and Forest Product telah diberikan persetujuan prinsip Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) pada Hutan Tanaman Industri (HTI) dalam hutan tanaman (sagu) atas areal hutan produksi seluas ± 19.900 ha di Provinsi Riau. Setelah berakhirnya masa konsesi HPH 20 tahun, selanjutnya pada tahun 1995 PT National Timber and Forest Product mengajukan Izin Penebangan Kayu (IPK).Izin Penebangan kayu tersebut disetujui dengan syarat apabila setelah penebangan dilakukan, perusahaan harus menanami kembali areal tersebut dengan Hutan Tanaman Industri yaitu sagu (Metroxylon spp.) dengan mengajukan Rencana Kerja Tahunan (RKT) pada setiap tahunnya.

Melalui surat keputusan Menteri Kehutanan nomor SK.353/MEN-HUT- II/2008 diberikan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHBK-HTI) dalam hutan tanaman (sagu) kepada PT National Timber and Forest Product atas areal hutan produksi seluas 21.620 ha di Propinsi Riau. Surat Keputusan tersebut dikeluarkan untuk merevisi SK Menteri Kehutanan nomor 1083/MenhutIV/1995 tanggal 24 Juli 1995 karena penambahan luas areal hutan produksi.

Pada tahun 2009 dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan no SK.380/MENHUT-II/2009 tanggal 25 Juni 2009 tentang perubahan atas keputusan Menteri Kehutanan nomor SK.353/MENHUT-II/2008 tanggal 24 September 2008 tentang pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada hutan tanaman industri dalam hutan tanaman (sagu) kepada PT

50

National Timber and Forest Product atas areal hutan produksi seluas 21.620 hektar di Provinsi Riau. Keputusan tersebut menetapkan bahwa nama PT National Timber and Forest Product berubah menjadi PT X, namun SK.353/MENHUT-II/2008 tanggal 24 September 2008 beserta lampiran dan peta areal kerjanya masih tetap berlaku.

2. Letak Geografis dan Wilayah Administrasi

PT X secara geografis terletak pada koordinat 101° 43’ – 103° 08’ Bujur Timur dan 0° 31’ – 1° 80’ Lintang Utara. Areal kebun termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Kepulauan Meranti, Propinsi Riau. Peta lokasi disajikan dalam Lampiran 3, sedangkan peta areal kebun disajikan dalam Lampiran 4.

Batas-batas wilayah areal IUPHHBK-HTI yang dimiliki oleh PT X yaitu sebelah utara berbatasan dengan HTI PT Lestari Unggul Makmur dan Desa Lukun, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kepau Baru dan Desa Teluk Buntal, sebelah barat berbatasan dengan Eks. HPH PT Uni Seraya, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Tanjung Sari dan Desa Tanjung Gadai.

3. Keadaan Iklim, Topografi dan Tanah

Wilayah perkebunan PT X termasuk ke dalam wilayah hutan hujan tropis dengan curah hujan rata-rata tahunan adalah 1966 mm. Suhu udara rata-rata tahun 2007 yaitu 26,6 °C dengan rata-rata kelembaban relatif 85.4 %, dan tahun 2008 suhu udara rata-rata 26,1°C dengan kelembaban relatif 85.0%.

Berdasarkan Peta Topografi Provinsi Riau skala 1:250.000, areal kerja IUPHHBK-HTI Sagu PT X sebagian besar bertopografi datar dengan ketinggian tempat antara 0-5 meter di atas permukaan laut (dpl).

Sistem lahan di areal kerja PT X yaitu sistem lahan Gambut, Kahayan dan Mendawai Sistem lahan pada areal kebun didominasi oleh sistem lahan Mendawai. Deskripsi sistem lahan tersebut di atas adalah sebagai berikut :

a. Sistem Lahan Mendawai (MDW)

Sistem lahan Mendawai (MDW) merupakan daerah rawa-rawa gambut dangkal, dengan bentuk topografi relatif datar, kemiringan lereng < 2%. Perubahan yang mungkin terjadi pada sistem lahan Mendawai (MDW) yang berbahan induk tanah gambut setelah dilakukan reklamasi secara bertahap akan mengalami berbagai perubahan antara lain penurunan muka tanah (subsidence), yang disebabkan oleh pembuatan saluran-saluran drainase, dan secara bertahap dapat menjadi lahan sulfat masam.

b. Sistem Lahan Kahayan (KHY)

Sistem Lahan Kahayan (KHY) merupakan dataran alluvial yang berupa dataran pantai/sungai yang tergabung. Topografi termasuk daerah yang datar dengan kemiringan <2%. Sistem lahan Kahayan yang terbentuk oleh endapan pantai/sungai yang bergabung dapat menyebabkan lahan tersebut mengalami penambahan material-material dari pasang surut air laut/sungai. Lahan tersebut bisa berubah menjadi lahan yang sangat subur, tetapi pada lahan yang berada di dekat pantai tidak menutup kemungkinan lahan tersebut mengalami perubahan salinitas karena masuknya air laut.

c. Sistem Lahan Gambut

Sistem Lahan Gambut merupakan rawa-rawa gambut dalam dengan permukaan lengkung dalam lembah atau kubah gambut, topografi datar dengan kemiringan lereng < 2% dengan lebar lembah 2 - 10 m, dengan jenis tanah Tropohemist dan Tropofibrist.

4. Keadaan Tanaman, Populasi dan Produksi

Luas areal pertanaman PT X sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK 380/MENHUT-II/2009 seluas 21.620 ha terdiri atas Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 21.370 ha dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) seluas 250 ha. Areal yang baru ditanami secara bertahap mulai dari tahun 1996-1999 seluas 13.044 ha yang terbagi menjadi 12 divisi. Luas areal untuk setiap divisi yaitu 1.000 ha, masing-masing divisi memiliki sekitar 20-24 blok

52

dengan luas areal tiap blok 50 ha (1.000 m x 500 m). Batas blok berupa kanal- kanal yang berfungsi untuk menjaga ketersediaan air, sarana transportasi, jalur panen serta pembatas atau barier jika terjadi kebakaran agar tidak menjalar ke blok yang lain.

Kondisi pertanaman di setiap divisi berbeda sesuai dengan tahun tanam. Fokus kerja perusahaan pada Divisi 1 - 4 dimana kondisi tanamannya sudah memasuki panen, sehingga perlu pemeliharaan dan penanganan yang baik. Sedangkan kegiatan yang dilakukan pada Divisi 5 dan 7 yaitu pembukaan lahan, penanaman, penyulaman dan pemeliharaan. Produksi sagu yang ditanam mulai tahun 1996 hingga 1999 baru dipanen mulai tahun 2010 hingga 2011. Data produksi sagu disajikan dalam Lampiran 5.

Jenis sagu di PT X yaitu jenis sagu yang memiliki duri, seperti Sagu Tuni (Metroxylon rumphii Mart.) dan Sagu Ihur (Metroxylon sylvester Mart.), dan sagu tidak berduri yaitu Sagu Molat (Metroxylon sagus Rotb.). Selain itu jenis yang mendominasi tingkat pohon adalah Meranti (Shorea sp), Geronggang (Cratoxylon arborescens), Bintangur (Callophylum inophyllum) dan Suntai (Palaquium burckii).

Jarak tanam yang digunakan untuk pertanaman sagu yaitu 15 m x 15 m, 10 m x 10 m, 9 m x 9 m atau 8 m x 8 m. Namun jarak tanam yang banyak digunakan yaitu 8 m x 8 m, baik pada areal yang sudah ditanami maupun yang baru dibuka. Terdapat 100 - 125 baris tanaman sagu pada tiap blok bergantung pada jarak tanam yang digunakan. Jalur lorong atau jalur angkut dibuat dengan arah utara ke selatan dengan panjang lorong ± 500 m. Satu lorong terdiri atas 2 baris tanaman sagu. Tiap baris tanaman terdapat 50 - 70 rumpun tanaman sagu bergantung pada jarak tanam yang digunakan.

5. Struktur Organisasi

PT X memiliki struktur organisasi lini atau garis. Sistem organisasi tersebut merupakan bentuk organisasi dengan pemimpin sebagai pemegang wewenang tunggal. Ciri-ciri dari sistem organisasi tersebut yaitu jumlah karyawannya sedikit, sarana dan alatnya terbatas, serta hubungan atasan dan bawahan bersifat langsung melalui satu garis wewenang.

Garis komando merupakan garis hubungan kerja dengan pola perintah atau instruksi. Garis komando sistem organisasi lini kuat dan hanya satu yaitu secara vertikal dari atas ke bawah.

Puncak pimpinan tertinggi di PT X dipegang oleh seorang General

Manager (GM). General Manager memiliki wewenang tertinggi untuk

memimpin, mengelola, dan melakukan pengawasan secara tidak langsung terhadap kinerja kebun. Tim teknis seperti koordinator asisten, technical support,

external relation, supply logistic, asisten pembibitan dan KTU (Kepala Tata Usaha) bertanggung jawab langsung kepada GM atas pelaksanaan pengelolaan kebun.

Kepala tata usaha membawahi lima bagian, yaitu bagian akunting, bagian umum, keamanan, bagian gudang dan administratur. Koordinator asisten membawahi asisten divisi, setiap asisten divisi membawahi seorang administratur, mandor I dan pengawas. Struktur organisasi disajikan dalam Lampiran 6.

Dokumen terkait