• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan program Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd) telah mempercepat kemajuan pembangunan Kabupaten Sambas. Program ini mampu menggerakkan partisipasi pemerintah daerah dan pemberdayaan masyarakat selama sembilan tahun sejak tahun 2003.

1. Persyaratan pengajuan pinjaman

Unit Pengelola Kegiatan (UPK) adalah lembaga yang berfungsi dan bertanggung jawab sebagai pelaksana mandat Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD). Kebijakan umum dalam pelaksanaan perguliran mengacu kepada konsep PNPM-MPd ditetapkan oleh BKAD. Bagi kelompok Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP) yang ingin meminjam dana SPP, diberlakukan ketentuan antara lain: (1).telah berdiri satu tahun atau melakukan kegiatan simpanan minimal empat bulan, (2) anggotanya tidak mempunyai permasalahan perkreditan dengan pihak lain, (3).telah mempunyai pengurus yang dipilih berdasarkan musyawarah kelompok, (4).mempunyai kegiatan dan pertemuan rutin minimal satu bulan sekali, (5).anggotanya minimal lima orang dan keberadaan kegiatan kelompok diketahui atau diakui di masyarakat sekitar, (6) seluruh anggota dan peminjam adalah perempuan, (7) keberadaan kelompok harus diketahui oleh pemerintah desa, (8).kesediaan kelompok untuk tanggung renteng, dan (9) adanya persetujuan/ pernyataan ahli waris dan pihak pemerintah desa (BKAD Kec. Semparuk, 2009).

2. Pelaku program pemberdayaan masyarakat

Pelaksanaan kegiatan SPP melibatkan banyak pelaku program. Di tingkat kecamatan, ada BKAD, UPK, Badan Pemeriksa Unit Pengelola Kegiatan (BP-UPK), dan Pendamping Lokal (PL), sedangkan di tingkat desa ada Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD). Adapun struktur organisasi pelaku PNPM-MPd di Kecamatan Semparuk Kabupaten Sambas Tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 4.

Jika dilihat dari sisi sasaran program kepada RTM, kegiatan SPP ikut membantu masyarakat miskin dalam mengakses permodalan/kredit mikro secara

40

mudah dan murah. Meskipun demikian, UPK memahami bahwa sangat perlu dilakukan antisipasi oleh pemerintah daerah ataupun pemerintah pusat agar bisa memberikan badan hukum berupa legal lending bagi UPK sebelum PNPM-MPd dihentikan pelaksanaannya di daerah ini (pass-out). Ini dilakukan agar apa yang dilaksanakan oleh UPK tidak bertentangan dengan aturan-aturan tentang pengelolaan dana masyarakat dalam operasionalnya.

Gambar 4. Struktur pelaku PNPM-MPd Kecamatan Semparuk 3. Perkembangan kelompok pemanfaat dana

Sejak pertama dilaksanakannya PNPM-MPd di Kecamatan Semparuk, sudah terbentuk kelompok-kelompok yang dulunya mereka berasal dari kelompok pengajian, arisan, dan kelompok pemberdayaan kesejahteraan dan keluarga (PKK). Selama tiga tahun berjalan, sudah tumbuh secara signifikan kelompok-kelompok ekonomi yang beranggotakan perempuan di masyarakat. UPK Kecamatan Semparuk di tahun pertama mengelola dana BLM program sebesar 2,5 milyar rupiah. Dana yang disalurkan untuk kegiatan SPP dimanfaatkan peminjam sebanyak 20 kelompok (141 orang).

BADAN KERJASAMA ANTAR DESA ( B K A D )

KETUA : H.SYAFARUDIN ASMAUN SEKRETARIS : ARIANDI

BENDAHARA : TITIN SUPRIANI ANGGOTA : 1. MULYADI

2. ANDI ANANG W.

UNIT PENGELOLA KEGIATAN ( U P K )

KETUA : SUPARLI, S.Pd. SEKRETARIS : NELLY S., A.Ma. BENDAHARA : TITIN S., SKM PENANGGUNGJAWAB OPERASIONAL KEGIATAN (PJOK): M. ARIEF PENDAMPING LOKAL (PL): ARWAN KPMD SEMPARUK: 1. EKAYANTI 2. GUSTRIADI KPMD SEPINGGAN: 1. MARIANI 2. SU’UD KPMD SINGARAYA: 1. SUHARTIK 2. WAWAN S.,S.Sos. KPMD SEPADU: 1. SATURA 2. EDI HERMANTO KPMD SEBURING: 1. MULYANI 2. MINHAT BADAN PENGAWAS (BP) - UPK KETUA : BADRIAH SEKRETARIS: HAJIAN BENDAHARA:ERLAN

41

Pada tahun ketiga, dana SPP kelompok reguler disalurkan kepada kelompok reguler dengan peminjam sebanyak 17 kelompok (82 orang). Di tahun yang sama, jumlah dana perguliran sebanyak.1,536 milyar rupiah dengan jumlah peminjam sebanyak 27 kelompok (198 orang). Dari data tersebut, jelas terjadi perkembangan jumlah kelompok SPP (120%) dan anggota masyarakat yang bisa memanfaatkan dana SPP (196%).Berdasarkan penilaian UPK, sebanyak 18 kelompok tergolong kelompok pemula, 24 kelompok tergolong kelompok berkembang, dan sebanyak dua kelompok tergolong kelompok siap/matang. Perkembangan kelompok SPP Kecamatan Semparuk secara rinci termasuk penambahan dan pengurangannya tersaji pada Tabel 5.

Tabel 5. Perkembangan kelompok SPP Kecamatan Semparuk

Lokasi (desa)

Jumlah kelompok yang dilayani Pening-katan klp. yang dilayani Pertumbuhan jumlah kelompok (%) 2008/ 2009 2009/2010 2010/2011 Semparuk 8 8+12-1 =19 19+6-7=18 10 125,00 Singaraya 4 4+5-0 = 9 9+4-0=13 9 225,00 Sepinggan 3 3+3-0 = 6 6+1-3= 4 1 33,00 Seburing 3 3+1-0 = 4 4+3-1= 6 3 100,00 Sepadu 2 2+0-0 = 2 2+1-0= 3 1 50,00 TOTAL 20 20+21-1= 40 40+15-11= 44 24 120,00

Sumber: UPK Kecamatan Semparuk, 2011b.

Dari Tabel 5 terlihat adanya pengurangan jumlah kelompok yang meminjam cukup banyak di Desa Semparuk dan Sepinggan di tahun 2010 walaupun disertai penambahan kelompok baru. Adanya kelompok yang bubar dan menyebabkan pindahnya anggota-anggotanya ke kelompok lain menunjukkan pembentukan kelompok tidak matang. Disebabkan hanya karena ketua kelompok/pengurus lainnya tidak meminjam, kelompok SPP tersebut tidak meminjam lagi dan kelompok menjadi bubar. Hal ini disebabkan pendampingan yang masih kurang terhadap kelompok SPP selain faktor internal kelompok itu sendiri. Kelemahan seperti ini jangan sampai menjadi ancaman hilangnya kelompok-kelompok lain di waktu yang akan datang yang sementara ini masih aktif.

4. Perguliran dana simpan pinjam

Dana yang dipinjamkan kepada kelompok SPP terdiri dari dua macam, yaitu dana reguler dan dana perguliran. Dana reguler adalah dana yang didapat dari

42

BLM untuk tahun berjalan, dan setelah pengembaliannya dana tersebut masuk menjadi dana perguliran untuk dipinjamkan kepada kelompok perguliran. Dana perguliran menjadi dana abadi masyarakat. Perguliran dana SPP di Kecamatan Semparuk dari tahun 2009 sampai 2010 cukup baik, walaupun ada tunggakan sebesar Rp 5.126.500 (0,33% dari modal). Tabel berikut adalah perguliran dana SPP per 25 Mei 2011. Kondisi perguliran secara rinci tersaji pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Perguliran dana SPP per 25 Mei 2011 No. Nama Kelompok

Perguliran Jumlah Pinjaman (ribu rupiah) Realisasi Pinjaman (tgl/bln/thn)

Real Pengembalian Saldo Pinjaman (ribu rupiah) Pokok (ribu rupiah) Bunga (ribu rupiah) 1 Pengajian Permata 100.000 13/01/2011 33.336 5.000 66.664 2 BKMT 50.000 09/03/2011 8.334 1.250 41.666 3 Annisa Singaraya 30.000 20/01/2011 10.000 1.500 20.000 4 Nelayan 50.000 09/02/2011 8.334 1.875 41.666 5 Permata Al Barkah 23.000 20/01/2011 7.668 1.150 15.332 6 Permata Al Quba 100.000 09/02/2011 25.002 3.750 74.998 7 Pertanian 80.000 20/01/2011 26.668 4.000 53.332 8 Aster 45.000 11/11/2010 22.500 3.375 22.500 9 Annisa Semparuk 85.000 11/11/2010 42.504 6.375 42.496 10 Melati I 75.000 11/11/2010 22.960 5.625 52.040 11 Mawar 100.000 13/12/2010 27.780 6.250 72.220 12 Mawar III 50.000 13/12/2010 13.890 3.125 36.110 13 Melati Harum 55.000 13/12/2010 22.917 3.437,5 32.083 14 Mandiri 36.000 13/12/2010 15.835 2.375 20.165 15 Mawar II 60.000 13/12/2010 16.670 3.750 43.330 16 Kencana 41.000 13/12/2010 11.390 2.562,5 29.610 17 Muslimah 65.000 13/12/2010 18.057,5 4.062,5 46.942,5 18 Permata 36.000 12/01/2011 8.000 1.800 28.000 19 Arisan Harian I 40.000 21/02/2011 6.667 1.500 33.333 20 Nur Hikmah 125.000 25/01/2011 41.668 6.250 83.332 21 Mekar Sari reschedule 9.462 09/03/2011 4.138,5 - 5.323,5 22 Permata Mujahadah 21.000 09/11/2010 10.500 1.575 10.500 23 Mawar Sepinggan 46.000 09/11/2010 15.336 3.450 30.664 24 PKK Melati 40.000 08/12/2010 16.670 2.500 23.330 25 Al Ihsan 48.000 08/12/2010 20.000 3.000 28.000 26 Pokja I 85.000 08/12/2010 35.420 5.312,5 49.580 27 Mawar Seburing 50.000 15/12/2010 20.835 3.125 29.165 TOTAL 1.545.462 513.080 87.975 1.032.382

Sumber: UPK Kec. Semparuk, 2011b

Berdasarkan Tabel 6, dana perguliran yang sudah dibayarkan sejumlah Rp.513.080.000(33,16% dari pinjaman). Pengembalian pinjaman dana perguliran 2010 ada yang 12 bulan dan ada pula yang 18 bulan berdasarkan keinginan dari kelompok yang bersangkutan dan lolos penilaian dari TV. Dengan demikian berarti pengembalian terlama adalah enam bulan angsuran. Berdasarkan laporan keuangan UPK Semparuk, total dana perguliran dan reguler murni di luar bunga sampai tahun 2010 sejumlah Rp 1.493.400.000. Jumlah ini bertambah sebesar

43

Rp.484.168.412.41 (32,42%) menjadi Rp.1.977.568.412,41 dari jasa/bunga pinjaman sampai 25 Mei 2011.

Secara kinerja usaha, saat ini kegiatan SPP yang berjalan menunjukkan hasil cukup baik. Surplus ditahan yang didapatkan dari tahun pertama sampai akhir tahun 2010 sejumlah Rp.265.588.489,95, sedangkan surplus berjalan sampai Mei 2011 sejumlah Rp 107.379.172,46. Angka pengembalian pinjaman juga tinggi yaitu 99,67%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata pengembalian tingkat Provinsi Kalimantan Barat (91%) dan nasional (94%). Apalagi angka tunggakan 0,33% tersebut masih dalam masa penjadwalan ulang (reschedule) yang diyakini bisa ditagih. Keuntungan yang didapat oleh UPK dari jasa pinjaman (1,50% perbulan tahun 2008-2009 dan 1,25% perbulan mulai tahun 2010) digunakan untuk operasional UPK (maksimal 75%, dan dialokasikan hanya sebesar 60 juta rupiah di tahun 2010/2011), bantuan sosial masyarakat miskin (dianggarkan Rp.32.241.250), dan untuk pengembangan kelembagaan dialokasikan dana sebesar Rp 18.959.500 (UPK Kecamatan Semparuk, 2011b). Dari anggaran pengeluaran tersebut masih lebih besar untuk penambahan modal.

Dari perkembangan kelompok dan peningkatan laba usaha, dimungkinkan aset UPK akan terus meningkat di masa yang akan datang jika dikelola dengan lebih baik lagi. Berkembang dan besarnya angka pengembalian kredit merupakan akibat dari pelaksanaan tanggung renteng yang berjalan baik di kelompok dan kontrol yang kuat dari masyarakat luas.

5. Sumber informasi pertama dana SPP

Anggota kelompok SPP mayoritas (48%) mendapatkan penjelasan langsung pada pertemuan-pertemuan PNPM-MPd dari FK/FT dan PL. Selebihnya mereka dapatkan dari pelaku program lainnya yaitu KPMD, TPK, UPK, BP-UPK, kelompok arisan, aparat desa, keluarga, dan lainnya (teman/tetangga). Sumber informasi pertama tentang adanya pinjaman dana SPP dari PNPM-MPd yang mereka dapatkan secara rinci sebagaimana terlihat pada Gambar 5.

Dari Gambar 5 bisa disimpulkan bahwa peran pertemuan yang diadakan PNPM-MPd efektif dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Begitu pula dengan peran pelaku program dan kelompok arisan. Peluang untuk perluasan pasar adalah pemberian informasi kepada kelompok-kelompok pengajian dan

44

meningkatkan peran aparat desa dalam menginformasikan kegiatan SPP kepada masyarakat.

Gambar 5. Sumber informasi pertama dana SPP 6. Sasaran Kegiatan SPP

Kegiatan SPP bertujuan untuk mengembangkan potensi kegiatan simpan pinjam perdesaan, kemudahan akses pendanaan usaha skala mikro, pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar, dan memperkuat kelembagaan kegiatan kaum perempuan serta mendorong pengurangan Rumah Tangga Miskin (RTM) dan penciptaan lapangan kerja. Dilihat dari pencapaian tujuan kegiatan SPP untuk pengurangan RTM, maka tujuan ini tidak tercapai atau jika tercapai angkanya hanya kecil. Dari penerima manfaat dana SPP yang ada, terlihat hanya keluarga yang rawan miskin saja atau keluarga mampu yang ikut terbantu dari mengikuti dan memanfaatkan dana kegiatan SPP.

Sebenarnya UPK merupakan lembaga kredit mikro yang potensial untuk dikembangkan dalam rangka pengurangan keluarga RTM. Berdasarkan data di UPK Kecamatan Semparuk, 66,83% dari peminjam dana perguliran dan 85,98% peminjam dana reguler berasal dari RTM. Secara total peminjam dana SPP tahun 2010 yang berasal dari masyarakat miskin adalah 73,46% (UPK Kecamatan Semparuk, 2010). Akan tetapi jika dilihat dari keadaan rumah tangga peminjam di lapangan, mereka tidak tergolong kalangan termiskin di desanya.

Fasilitasi PNPM-MPd yang dilaksanakan pelaku program pada RTM perlu diperbaiki. Ini untuk memastikan efektif tidaknya sasaran penerima manfaat dana SPP. Secara umum, pada tataran implementasi di lapangan, dana SPP dipahami

48% 4% 14% 2% 20% 4% 8%

Sumber informasi pertama dana SPP

Ikut pertemuan PNPM Aparat desa Kelompok arisan Kelompok pengajian KPMD, TPK, UPK, BP-UPK Keluarga Lainnya

45

sebagai dana pinjaman bagi mereka diutamakan yang sudah memiliki usaha yang sudah berjalan untuk penambahan modal dan berasal dari RTM. Meskipun demikian, kelompok SPP yang terbentuk memahami bahwa peminjam boleh saja berasal dari keluarga non-RTM dan PNPM bukanlah program yang secara eksklusif hanya untuk kelompok miskin, yang penting dalam kelompok peminjam tersebut harus tetap ada yang berasal dari RTM. Pemahaman tersebut membuat kegiatan SPP seperti lebih menekankan pada aspek kelancaran pengembalian kredit dibandingkan aspek pemberdayaan. Atau dengan kata lain hanya mencari aman (safety) dalam pengelolaan keuangan.

Akibat dari pemahaman masyarakat dan sebagian pelaku tentang dana SPP yang dijelaskan sebelumnya, program ini bias kepada di luar RTM. Bagi mereka, anggota kelompok inilah yang mempunyai potensi pengembalian kredit secara lancar, bukan kelompok miskin atau termiskin. Berdasarkan observasi lapangan dari sisi sasaran penerima manfaat, SPP bukanlah program yang bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan, kecuali sedikit. Dari responden yang diwawancarai, hanya ada 20% saja yang membuka usaha baru dari dana yang mereka dapatkan dari SPP. Apalagi secara total, mayoritas mereka yang memanfaatkan dana SPP tersebut bukan dari kelompok miskin dan termiskin di desanya meskipun dalam proposal perguliran yang mereka ajukan, jumlah RTM-nya lebih banyak. Adanya perbedaan ini karena perbedaan penentuan kemiskinan menurut penulis (yang berdasarkan tafsir 14 kriteria kemiskinan BPS) dengan pengakuan masyarakat pengusul dana SPP (yang berdasarkan tafsir pribadi dan masyarakat-peminjam).

Aspek prioritas peminjaman bagi yang bisa lancar dalam pengembalian pinjaman berakibat pada banyaknya kelompok RTM yang tidak berani meminjam atau bingung harus diusahakan untuk apa dana tersebut jika mereka meminjam. Banyak orang di desa yang tidak ingin bergabung ke dalam kelompok (meskipun diberi kesempatan) untuk meminjam karena takut tidak bisa mengembalikan kredit yang diberikan pada mereka. Dalam hal ini, belum ada pemberdayaan yang sungguh-sungguh untuk menyadarkan mereka akan potensi diri dan membaca peluang usaha yang bisa mereka jalankan. Apalagi sekarang sudah ada aturan yang mempermudah pelaku usaha tani untuk bisa memanfaatkan dana SPP yaitu

46

bisa mencicil minimal tiga kali dalam setahun. Aturan tersebut membuka peluang usaha yang perputaran uangnya lambat atau didapat setelah panen.

Para pelaku program belum melaksanakan pemberdayaan sampai ke arah yang seharusnya sesuai dengan tahapan pemberdayaan. Kondisi ini diperparah lagi oleh adanya penekanan persyaratan yang cukup memberatkan bagi RTM yang dilaksanakan tahun 2011 dan akan lebih menutup kemungkinan bagi RTM untuk meminjam. Syarat tersebut adalah barang agunan anggota ke kelompoknya yang bisa diuangkan di kemudian hari, meskipun tidak menyerahkan surat-menyuratnya. Adanya syarat tersebut sungguh membuat orang miskin perdesaan semakin takut untuk meminjam. Apalagi sudah ada contoh di lapangan ada anggota kelompok SPP yang tidak bisa melunasi pembayaran kredit harus menggadaikan tanah yang dimiliki untuk pelunasan utangnya ke UPK.

B. Profil Responden 1. Karakteristik responden

Pemanfaat dana merata pada kelompok usia dari 30 – 53 tahun. Ini berarti perempuan di bawah usia 30 tahun belum tergarap, padahal banyak pada usia tersebut yang sudah menikah dan memerlukan pembinaan ekonomi rumah tangga. Dari sisi pendidikan, penyebaran pemanfaat dana terlihat wajar sesuai dengan komposisi penduduk yang mayoritas berpendidikan dasar. Lama usaha pemanfaat dana SPP 80% sudah berjalan sebelum mendapatkan pinjaman dana SPP sehingga bisa diartikan pinjaman SPP diberikan kepada usaha yang sudah berjalan, bukan dimanfaatkan RTM yang tidak punya usaha selain bertani. Apalagi ini juga didukung oleh pengalaman usaha yang mereka miliki. Usaha baru yang diciptakan anggota kelompok SPP setelah mendapatkan bantuan/ pinjaman dana SPP sebanyak 20% (kelompok lama berusaha lebih dari dua sampai dengan tiga tahun). Kelancaran pengembalian pinjaman menjadi hal yang biasa karena pinjaman diberikan kepada usaha yang sudah lama berjalan, ditambah lagi kewajiban tanggung renteng di setiap kelompok yang berjalan efektif. Lokasi dan status tempat usaha mayoritas di luar lokasi pasar dengan usaha tetap-milik sendiri. Adapun karakteristik anggota kelompok SPP perguliran Kecamatan Semparuk 2010 secara terinci sebagaimana Tabel 7.

47

Tabel 7. Karakteristik responden anggota kelompok SPP

Keterangan Kategori Jumlah (org) Persentase (%)

Usia (tahun) 24-29 30-35 36-41 42-47 48-53 3 11 14 11 11 6,00 22,00 28,00 22,00 22,00 Pendidikan SD/MI SMTP SMTA Diploma/S1 21 9 17 3 42,00 18,00 34,00 6,00 Bidang usaha Jasa

Perdagangan Peternakan Industri Hortikultura 10 32 1 6 1 20,00 64,00 2,00 12,00 2,00 Lama berusaha (tahun) Lebih dari 2 s/d 3 4 s/d 5 Lebih dari 5 10 3 37 20,00 6,00 74,00 Lokasi usaha Lokasi pasar

Luar lokasi pasar Rumah/dekat rumah 7 23 20 14,00 46,00 40,00 Status tempat usaha

Tetap, milik sendiri Tetap, sewa Tidak tetap 42 5 3 84,00 10,00 6,00 Pengalaman usaha Memiliki pengalaman usaha

Tidak memiliki pengalaman usaha

34 16

68,00 32,00

Pada semua rentang kredit didominasi oleh peminjam yang mengusahakan dana pinjamannya untuk usaha perdagangan. Urutan kedua terbesar peminjamnya dari usaha jasa. Dari kedua usaha tersebut dimengerti memiliki perputaran uang yang cepat sehingga peminjam bisa mengembalikan pinjaman dengan tepat waktu. Hal ini didukung pula oleh usaha yang mereka jalankan sudah lama sehingga mereka mengetahui kemampuan membayar mereka. Kekuatan UPK di sini adalah pembayaran yang lancar dari kelompok SPP dan pelaksanaan tanggung renteng yang efektif.

2. Besaran kredit pada masing-masing bidang usaha

Besaran kredit yang didapatkan anggota kelompok berbeda-beda sesuai kebutuhan dan kemampuan membayar. Berdasarkan Gambar 6, besaran kredit mayoritas pada rentang 8-13 juta pada bidang perdagangan dan jasa. Dilihat dari bidang usahanya, baik industri, peternakan dan budidaya hortikultura masih berpeluang untuk dibiayai. Besaran kredit pada masing-masing bidang usaha seperti terlihat pada Gambar 6.

48

Gambar 6. Besaran kredit pada bidang-bidang usaha anggota 3. Manfaat peningkatan pendapatan ekonomi rumah tangga

Anggota kelompok SPP yang sudah memanfaatkan dana SPP mendapatkan peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatannya mayoritas (70%) pada rentang Rp.250.000 – Rp 1.350.000 per bulan. Secara umum, Gambar 7 menunjukkan setiap besaran pinjaman meningkatkan pendapatan mayoritas pada rentang 2-7 juta dan 8-13 juta.

Gambar 7. Peningkatan pendapatan anggota

Peningkatan pendapatan juga tidak selalu berbanding lurus dengan besarnya pinjaman. Kinerja pinjaman dengan kisaran 2-7 juta bisa meningkatkan

-5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 2-7 8-13 14-19 20-25 26-31 32-37 38-43 Ang g o ta k elo m po k ( %)

Besaran kredit (juta rupiah)

Jasa Perdagangan Peternakan Industri Hortikultura Jumlah 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 2-7 8-13 14-19 20-25 26-31 32-37 38-43 Ang g o ta k elo m po k ( %)

Besaran kredit (juta rupiah)

250-1350 1400-2549 2550-3699 3700-4849 4850-6000 Jumlah Bidang usaha Peningkatan pendapatan (ribu Rp/bulan)

49

rata-rata pendapatan paling tinggi yaitu 20%, sedangkan pinjaman terbesar yaitu 38-43 juta hanya mampu meningkatkan rata-rata pendapatan sebesar 10%. Lebih lengkapnya tersaji pada Gambar 8.

Peningkatan pendapatan yang lebih tinggi pada plafon kredit lebih kecil disebabkan karena usaha yang dijalankan para peminjam kredit yang jumlahnya kecil memiliki perputaran yang lebih cepat dengan margin yang lebih tinggi. Untuk pinjaman di atas rentang 13 juta, walaupun marginnya juga besar akan tetapi perputarannya lebih lambat. Pihak pemberi pinjaman tidak melakukan pemantauan dan pendampingan penggunaan dana secara rinci sehingga dimungkinkan banyak perempuan menggunakan dananya untuk pengeluaran lain, baik untuk konsumsi, biaya sekolah anak, dan yang lainnya selain tetap pula menggunakannya untuk menambah modal usaha.

Gambar 8. Kenaikan rata-rata pendapatan anggota

Keadaan kinerja kredit seperti tersebut di atas yang tanpa pendampingan pengelolaan usaha bisa diperbaiki dan terus ditingkatkan dengan melakukan pendampingan usaha anggota kelompok SPP sehingga diharapkan mampu meningkatkan pendapatan lebih besar dari sebelumnya yang tidak mendapatkan keterampilan dalam pengelolaan/manajemen usaha. Di sisi lain, UPK bisa meningkatkan pemberian skim pinjaman kredit dengan plafon kecil dengan jumlah peminjam yang lebih banyak agar dapat membantu meningkatkan pendapatan lebih banyak masyarakat.

2-7, 20.00 8-13, 12.00 14-19, 16.00 20-25, 19.00 26-31, 10.00 32-37, 19.00 38-43, 10.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00

Besaran kredit (juta rupiah)

Ra ta -ra ta penin g k a ta n pend a pa ta n (%)

50

4. Persaingan dengan lembaga keuangan lain

Sebagian kecil pemanfaat dana SPP (22%) pernah mendapatkan pembiayaan dari bank dan koperasi. Mereka mayoritas (78%) tidak pernah mendapatkan bantuan permodalan dari lembaga manapun sebelumnya. Alasan memilih meminjam dana SPP adalah karena di UPK tidak menggunakan agunan dan persyaratannya bisa dipenuhi.

Dari data di atas, bisa diartikan bahwa meskipun di pedesaan, lembaga keuangan bank dan bukan bank juga memiliki pasar kredit. Lembaga itu merupakan pesaing bagi UPK dalam pinjaman untuk usaha mikro dan kecil. Bank yang menjadi ancaman bagi bisnis di bidang pembiayaan mikro (microfinance) antara lain: Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang berkantor unit dengan jarak 150 m dengan kantor UPK. Sedangkan lembaga keuangan non-bank menjadi pesaing adalah koperasi dan Credit Union (CU). CU sudah beroperasi di kecamatan yang bersebelahan dengan Kecamatan Semparuk. Ini akan menjadi sebuah ancaman bagi UPK jika masih diterapkannya kebijakan yang memperlambat proses pencairan kredit. Hal ini bertolak belakang dengan kebijakan kredit di CU yang proses pencairannya lebih cepat dengan tingkat suku bunga yang bersaing, termasuk bunga yang lebih kompetitif bagi tabungan nasabahnya dibandingkan bank.

Ada sebagian anggota pemanfaat dana SPP yang juga meminjam kepada ―koperasi‖ dengan bunga pinjaman 20% perbulan. Cicilan yang mereka bayarkan dilakukan setiap hari. Rentenir yang berkedok koperasi ini ternyata juga terjadi pada kredit barang-barang kebutuhan rumah tangga. Meskipun suku bunganya sangat tinggi, akan tetapi masih banyak orang yang menggunakan jasa tersebut. Hal ini bisa menjadi peluang bagi UPK untuk bisa membuat masyarakat tertarik untuk meminjam kepada UPK dengan produk yang khusus dirancang untuk segmen-segmen yang berbeda.

5. Perubahan paradigma berpikir

Bagi sebagian besar (96%) pemanfaat dana SPP, besar angsuran tidak memberatkan. Latar belakang anggota kelompok SPP yang banyak berasal dari kelompok arisan/pengajian, mayoritas (80%) memiliki tabungan, sehingga rutin

51

menabung di kelompok saat kegiatan SPP diikutinya tanpa merasa terbebani. Mayoritas juga terus menabung di kelompok meskipun sudah tidak memiliki kewajiban pengembalian pinjaman. Dengan adanya kegiatan SPP, pemanfaat dana terbiasa membuat perencanaan keuangan keluarga dan merasa terbantu dalam memajukan usahanya. Hal ini didukung pula dengan pelayanan yang memuaskan dari UPK, mereka berharap agar kegiatan SPP terus digalakkan. Secara rinci, perubahan paradigma berpikir anggota SPP ini tertera pada Tabel 8.

Tabel 8. Paradigma berpikir anggota

No Keterangan Ya (%) Tidak (%)

1 Besar angsuran ke UPK memberatkan 4,00 96,00

2 Memiliki tabungan sebelum menjadi anggota 80,00 20,00

3 Rutin menabung setiap bulan di kelompok 92,00 8,00

4 Terbebani dengan kewajiban menabung pada

kelompok SPP 10,00 90,00

5 Akan terus menabung walaupun sudah tidak

memiliki kewajiban dalam kelompok SPP 56,00 44,00

6 Membuat perencanaan anggaran keuangan

keluarga setelah menjadi anggota kelompok SPP 100,00 0,00 7 Kegiatan SPP menunjang peningkatan/kemajuan

usaha secara keseluruhan 100,00 0,00

8 Pelayanan UPK memuaskan 84,00 16,00

9 Kegiatan SPP harus terus digalakkan 100,00 0,00

Besar angsuran kepada UPK bagi anggota kelompok tidak memberatkan. Hal ini cukup beralasan, karena selain dari usaha yang dijalankan sudah lama, umumnya pemanfaat dana ini juga telah memperhitungkan kemampuan membayar mereka sehingga bisa melakukan pembayaran tepat waktu. Besaran kredit yang mereka dapatkan disesuaikan dengan jangka waktu pembayaran (12 atau 18 bulan), sehingga cicilan tiap bulan bisa mereka lakukan dengan baik. Apalagi, adanya sistem tanggung renteng di kelompok dan dana cadangan yang disimpan di pengurus kelompok sangat membantu anggota dalam mengantisipasi jika mereka tidak bisa membayar tepat waktu.

Umumnya anggota sudah biasa menabung sebelum bergabung di kelompok SPP. Setelah bergabung, mereka diwajibkan untuk menabung di kelompoknya, baik berupa simpanan pokok, wajib, maupun pembulatan angsuran dan penambahan persentase bunga pinjaman yang diakumulasikan di kelompok. Mayoritas rutin menabung di kelompok, selebihnya tidak lagi menabung di

52

kelompok karena di kelompoknya sudah tidak ada lagi kesepakatan untuk menabung di kelompok. Kisaran tabungan anggota kelompok mulai Rp 22.000 – Rp 1.200.000 per bulan. Kewajiban menabung di kelompok menurut mereka tidak memberatkan. Kelemahan dari kelompok SPP dalam menabung adalah tidak lagi menabung jika tidak lagi memiliki kewajiban membayar cicilan (44%). Ditambah lagi kenyataan adanya pengembalian terhadap simpanan mereka di kelompok,