1. Kondisi fasilitasi pengelolaan usaha
Usaha anggota pemanfaat dana SPP dikelola sama seperti ketika belum bergabung dengan kelompok SPP. Dalam pengelolaan usahanya, belum ada fasilitasi program untuk pengembangan jaringan terutama pemberian informasi mengenai bantuan teknis misalnya lembaga-lembaga pelatihan, LSM, permodalan, maupun usaha (100%). Tidak ada bantuan dalam penguatan pengelolaan usaha melalui pemasaran produk, baik mengenai kualitas, jaringan distribusi, strategi promosi, persaingan harga jual dan sebagainya (100%). Masih belum ada bantuan dalam penguatan pengelolaan usaha produksi, yang mencakup masalah supply bahan baku, proses produksi (sistem, kapasitas sarana, dan kapasitas sumber daya manusia) dan sebagainya (100%). Tabel 11 berikut menampilkan kondisi fasilitasi pengelolaan usaha anggota pemanfaat dana SPP.
Tabel 11. Kondisi fasilitasi pengelolaan usaha
No Keterangan Ya (%) Tidak (%)
1 Pengembangan jaringan, terutama pemberian
informasi mengenai bantuan teknis 0,00 100,00
2 Penguatan pengelolaan usaha melalui pemasaran 0,00 100,00
3 Penguatan pengelolaan usaha produksi 0,00 100,00
4 Penguatan pengelolaan keuangan, berupa
administrasi dan pelaporan keuangan 100,00 0,00
Dari Tabel 11 di atas, terlihat bahwa fasilitasi bagi anggota kelompok belum menyentuh sisi manajemen usaha pemanfaat dana SPP. Keterbatasan fasilitator kecamatan dalam kemampuan untuk penguatan pengelolaan usaha anggota harus diatasi. Jika tidak kredibel, maka program bisa melakukan kerjasama dengan lembaga lain seperti bekerjasama dengan perguruan tinggi yang memiliki tenaga akademis bidang agribisnis, teknologi industri pertanian, atau manajemen.
2. Pengelola usaha
Program PNPM-MPd mengedepankan prinsip kesetaraan dan keadilan gender dengan meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin atau kelompok perempuan. Pelibatan perempuan dilakukan dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan. Dalam pengelolaan usaha anggota kelompok SPP juga
58
mustinya memperhatikan prinsip di atas. Dilihat dari usaha yang responden kelola, ternyata usaha mereka mayoritas dikelola oleh perempuan, baik murni maupun dibantu laki-laki. Pengelolaan usaha mereka bisa dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Pengelola usaha anggota
No Keterangan Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Dikelola perempuan secara murni 25 50,00 2 Dikelola perempuan secara dominan 10 20,00 3 Dikelola laki-laki secara dominan 10 20,00 4 Dikelola laki-laki secara murni 5 10,00
Jumlah 50 100,00
Dilihat dari Tabel 12, tampak bahwa peran perempuan dalam pengelolaan usaha sudah mendominasi, baik itu secara murni maupun dengan bantuan pihak laki-laki dalam menjalankan usaha. Hal ini berdampak positif pada kesetaraan gender. Peran laki-laki dalam menjalankan usaha menunjukkan peran perempuan dalam pengelolaan usaha belum sepenuhnya terwujud, apalagi jika dilihat dari sisi analisis gender yang lebih spesifik, mungkin akan terlihat bahwa pembinaan kelompok perempuan belum membantu perempuan dalam perbaikan kualitas hidup dan kesetaraan dan keadilan gender.
Positifnya pengelolaan dana oleh perempuan karena jika perempuan yang mengelola usaha, maka keuntungan yang bisa dihasilkan lebih baik (bisa dua kali lebih besar) daripada jika dikelola oleh laki-laki. Selain itu, pengelolaan oleh perempuan berdampak positif pada pemanfaatan keuntungan yang didapat untuk meningkatkan konsumsi keluarga terutama pemenuhan gizi keluarga, pendidikan anak-anak dan pengaturan keuangan lain yang lebih terarah. Hal ini disebabkan tanggung jawab perempuan pada peran domestiknya yang lebih tinggi.
3. Perempuan pengusaha kecil
Perempuan pemanfaat dana SPP sebagian (22%) tergolong pengusaha kecil karena omset usahanya mencapai 25 juta rupiah perbulan atau lebih. Usaha mereka bergerak di jasa kredit barang, penggilingan padi, warung sekaligus kios bensin, agen jeruk, pandai besi dan angkutan sekaligus dagang udang galah. Secara rinci usaha mereka tertera pada Tabel 13.
Dari Tabel 13 terlihat bahwa mayoritas dari jumlah pinjaman (33,80%) dan jumlah usahanya (27,27%) merupakan jasa kredit barang. Jenis usaha jasa kredit
59
barang, penggilingan padi dan warung sekaligus kios bensin yang langsung dikelola oleh perempuan murni dan dominasi, yaitu enam orang (54,54%) sesuai dengan amanah PNPM-MPd sebagai upaya pemberdayaanperempuan. Meskipun belum maksimal, dalam usaha kecil juga dikelola oleh perempuan secara dominan, baik pengambilan keputusan maupun pelaksana teknis.
Tabel 13. Usaha anggota yang tergolong usaha kecil
No Usaha yang dijalankan Jumlah (orang) Jumlah pinjaman (juta rupiah) Persentase pengusaha (%) Persentase pinjaman (%)
1 Jasa kredit barang 3 72 27,27 33,80
2 Penggilingan padi 2 70 18,18 32,86 3 Warung+kios bensin 2 15 18,18 7,05 4 Agen jeruk 2 18 18,18 8,45 5 Pandai besi 1 18 9,09 8,45 6 Angkutan+dagang udang 1 20 9,09 9,39 Jumlah 11 213 100,00 100,00
Usaha yang dikelola langsung (secara dominan) oleh perempuan masih terletak pada area domestik, seperti jasa kredit barang dan warung dan kios bensin (begitu juga usaha-usaha mikro). Jasa kredit barang dan warung atau kios bensin bisa dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tugas domestik seorang istri, seperti memasak, menata perabot rumah tangga, dan menjaga anak-anak sambil menjaga warung atau kios bensin. Kondisi ini juga memperlihatkan bahwa laki-laki sebagai pencari nafkah utama dan perempuan sebagai pencari nafkah tambahan. Padahal jika dilihat dari kontribusi, perempuan memberikan andil yang besar dalam keluarga.
D. Kendala dan Saran Anggota SPP 1. Kendala yang dihadapi anggota
Kendala yang dihadapi oleh anggota anggota SPP diantaranya adalah pengembalian pinjaman dalam masa satu tahun (12 bulan) dirasa terlalu cepat sehingga tidak bisa memutar modal dengan leluasa. Kendala lain adalah pengembalian pinjaman yang terlambat dari kelompok lain dari desa yang sama bisa menghambat pencairan dana bagi kelompok, meskipun kelompoknya bagus/lancar pengembaliannya. Selain itu, sebagian kecil terjadi koordinasi yang
60
kurang baik di antara anggota kelompok dengan ketua. Bahkan ada indikasi untuk menguasai dana pinjaman anggotanya dengan memotong jumlah pinjaman anggota kemudian dijadikan pinjaman untuk oknum ketua secara tidak sukarela. Ada juga anggota kelompok yang menghilang/melarikan diri dari desa dan tidak tahu pergi ke mana sehingga pembayarannya tidak lancar dan terpaksa ditanggulangi dari pihak keluarga yang bersangkutan.
2. Saran anggota untuk UPK
Anggota kelompok berharap akan ada perbaikan dalam proses pencairan dana pada tahun berikutnya. Adanya kelompok yang terlambat dalam pelunasan pembayaran pinjaman diharapkan tidak mengganggu pencairan dana kelompok lainnya. Kelompok yang memiliki rekam jejak (track record) pengembalian pinjaman yang baik, diharapkan bisa mendapatkan prioritas dalam pencairan dana, tidak lagi menunggu kelompok lain menyelesaikan tunggakannya. Sebagian besar anggota kelompok SPP berharap jasa pinjaman diturunkan dari 1,25% perbulan dan adanya tambahan jangka waktu pinjaman dari yang sebelumnya 12 bulan menjadi 18 bulan, terutama bagi peminjam yang sudah lama. Selain itu, adanya persyaratan memasukkan jaminan/agunan barang walaupun surat-menyuratnya tidak diserahkan juga memberatkan bagi mereka yang tidak mempunyai apa-apa untuk diagunkan. Hal ini bisa menghalangi peminjam dari RTM untuk bisa memanfaatkan dana SPP. Diharapkan syarat agunan ke kelompok bisa dihilangkan karena bisa menghalangi perempuan dari RTM untuk meminjam. Anggota kelompok juga berharap jika jadwal pengembalian pinjaman diperlunak terutama jika tanggal jatuh tempo pada hari libur, maka mereka meminta untuk pembayarannya bisa dilakukan pada hari kerja berikutnya dan tetap tidak dianggap terlambat. Karena hal ini bisa berpengaruh pada penilaian terhadap kelompoknya apakah berhak atau tidak untuk mendapatkan insentif.