• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V BENTUK / WUJUD NILAI MORAL DALAM KOMIK

4. Keadilan

Biasanya, anak yang memiliki perasaan adil menjadi peka terhadap unsur- unsur moral lainnya dan selalu membela yang benar. Menurut Borba (2008: 267), “keadilan adalah sesuatu yang mendorong kita untuk berpikiran terbuka dan jujur serta bertindak benar.”

Cara terbaik dalam memberi pelajaran tentang moral, termasuk tentang keadilan adalah dengan memberi contoh dari perilaku orang tua sendiri. Anak akan memerhatikan dan menyerap nilai-nilai keadilan yang dicontohkan orang tua, lebih dari yang dijelaskan. Karena itu, berhati-hatilah dengan perbuatan orang tua, apa yang orang tua lakukan, begitulah yang dicontoh anak. Dengan teladan, orang tua juga berkesempatan untuk membuat anak lebih peka terhadap masalah- masalah keadilan.

Semakin banyak generasi muda yang melakukan perbuatan curang. Gejala ini menunjukkan bahwa banyak anak-anak yang belum memahami makna etika standar, yaitu mematuhi aturan yang berlaku (fair play). Mereka tidak bermain sesuai aturan, tidak bersikap adil terhadap lawan, dan tidak menerapkan nilai-nilai kebenaran, seperti integritas, kesetaraan, dan kejujuran. Mereka lebih mementingkan diri sendiri tanpa mempertimbangkan moralitas atau akibat tindakan mereka terhadap orang lain. Taktik yang mereka terapkan biasanya tergolong jahat, kasar, tidak bermoral, dan selalu tidak adil.

Untunglah, keadilan dapat ditumbuhkan, dipupuk, diajarkan, serta dipelajari. Penelitian menunjukkan bahwa kita memulainya sejak anak-anak masih usia balita. Pengajaran kebajikan ini dapat memperbaiki moralitas, bukan hanya di lapangan dan ruang kelas melainkan juga dikeluarga, tempat tinggal, tempat kerja, dan masyarakat.

Keadilan membuat kita memperlakukan orang lain dengan pantas, tidak memihak, dan benar. Karena itu, keadilan merupakan kebjikan utama dari kecerdasan moral. Masalahnya, masyarakat kita sangat mengagungkan nilai-nilai kompetisi, individualisme, dan materialisme, yang kadang-kadang berlawanan dengan prinsip-prinsip keadilan. Di sinilah letak persoalannya: karena nilai keegoisan sedemikian berakarnya dalam hidup kita, anak-anak pun mau menangkap pesan yang salah: kemenangan itu di atas segalanya, keserakahan mendapat pujian.

Mengutip pendapat dari Dr. T. Berry Brazelton, profesor bidang anak di Fakultas Kedokteran Harvad dalam (Borba, 2008: 201) mengatakan, “bahwa berbagi penting untuk diajarkan pada anak, paling tidak mulai usia 2 – 3 tahun.”

Karakteristik lain dari anak yang juga mungkin sulit untuk berbagi adalah mereka yang kurang beruntung (anak jalanan, anak di penampungan, atau anak yang kesulitan secara ekonomi). Ketika mereka mendapat apa yang mereka inginkan, mungkin akan sulit jika kemudian mereka dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka harus membagi apa yang mereka dapatkan itu dengan orang lain.

Hal ini didukung dengan pernyataan-pernyataan :

“Hei kalau aku biar tak makan juga tak apa-apa” (gbr. 1)

Dalam pernyataan ini, tampak bahwa, Naruto murid yang dihukum tidak mendapatkan makan, tetapi Sasuke tidak tega membiarkan Naruto tidak makan sehingga dia memberikan bagian makanannya kepada Naruto (gbr. 4)

Sikap Sasuke, menunjukkan bahwa rasa keadilan yang mewujudkan dalam berbagi sangat diperlukan dalam kesetiakawanan.

Dalam penggalan komik Naruto Volume 2 The Worst Client (hal:15) di atas ajaran berbagi yang ditampilkan lewat gambar, dapat mengajarkan anak bahwa rasa berbagi dengan sesama itu penting. Ketika guru Kakashi ingin memecah belah tim 7 ini yaitu Naruto, Sashuke, dan Sakura dalam tes ujian kelulusan, tujuan dari tes ini adalah untuk melihat bagaimana rasa keadilan yang dicontohkan lewat berbagi dengan sesama. Dimana salah satu anggota tidak boleh memberikan makanannya dengan teman satu tim. Naruto adalah murid yang tidak

mendapatkan bekal makanan, tetapi pada saat Sakura dan Sasuke makan tiba-tiba Sashuke memberikan sebagian dari makanannya kepada Naruto. Walaupun tantangan Sashuke gagal dalam ujian.

Pernyataan-pernyataan lain yang merujuk dalam nilai moral bentuk keadilan dapat dilihat pada ilustrasi komik volume 8 (hal. 32-33).

“Kalau begitu, sekarang hokage akan menjelaskan “tes ketiga” dengarkan baik- baik !!” (gbr. 2)

“Ya baiklah, silahkan hokage !!” (gbr. 3)

“Mem . . . aku tak mau kalian keliru menafsirkan arti sebenarnya dari ujian ini . . .” (gbr. 10)

Pernyataan tersebut baik pada (gbr. 2), (gbr. 3), dan (gbr. 10) merupakan ucapan orang yang adil, karena pernyataan tersebut menggambarkan seorang hokage (pemimpin) sangat dihargai dan dihormati, dan yang berhak memberi aturan dalam sebuah tes. Selanjutnya tindakan para peserta Chiuunin yang mendengarkan aturan tes yang diberlakukan oleh Hokage (gbr. 3), dimana semua peserta mendengar dengan pikiran terbuka merupakan tindakan orang adil.

Selanjutnya dalam ilustrasi komik volume 8 (hal. 39-40) ditemukan juga bentuk nilai moral dalam wujud rasa keadilan.

Pernyataan-pernyataan tersebut ada pada

“Emm . . . sebelum memulai tes ketiga . . . ada hal yang harus kulakukan . . .” (gbr. 1)

“Emm . . . kali ini karena tes pertama dan kedua sepertinya terlalu muda, jadi terlalu banyak jumlah peserta yang tersisa . . .” (gbr. 7)

“Untuk mengurangi jumlah peserta dalam tes ketiga, berdasarkan peraturan ujian Chuunin, kita harus melaksanakan babak penyisihan . . .”

Pernyataan-pernyataan pada (gbr. 1), (gbr. 7), dan (gbr. 8) merupakan ucapan orang yang adil, kemudian penyertaan ini didukung oleh tindakan semua peserta yang berkompromi untuk melaksanakan tes ketiga agar semua peserta mendapat bagian yang sama, hal itu dikarenakan tes kedua terlalu mudah untuk dilalui, maka dibuat kesepakatan untuk diberlakukannya babak penyisihan.

Berdasarkan ilustrasi penggalan komik dan pernyataan-pernyataan di atas akan dipaparkan wujud nilai moral berupa perkataan ataupun tindakan orang yang adil. Hal ini bisa kita lihat dalam tabel :

Tabel 5.

Nilai moral dalam bentuk keadilan baik ucapan atapun tindakan orang yang adil

Ucapan orang yang adil Tindakan orang yang adil

“Hei kalau aku biar tak makan juga tak apa-apa”

“Ini sembari menawarkan sesuatu”

Tindakan Sasuke yang membela orang lain yaitu temannya Naruto, yang diberlakukan tidak adil karena tidak diberi makan

“Kalau begitu, sekarang Hokage akan menjelaskan ‘tes ketiga’ dengankan baik-baik”

“Aku tak mau keliru manafsirkan arti sebenarnya dari ujian ini”

“Emm . . . sebelum memulai tes ketiga ada hal yang harus kulakukan . . .” “Untuk mengurangi jumlah peserta dalam tes ketiga, berdasarkan peraturan ujian Chuunin . . .”

- Semua peserta bermain sesuai aturan

yang diberlakukan oleh Hokage.

- Semua peserta mendengar, aturan

yang diberlakukan oleh Hokage sebelum memberi penilaian.

- Semua peserta berkompromi, untuk

mencari cara, agar tes ketiga dapat dimulai, sehingga semua peserta mendapat bagian yang sama.

Dari tabel di atas bentuk nilai moral dalam keadilan lebih dominan berupa ucapan daripada tindakan berlaku adil.

Berdasarkan hasil analisis di atas wujud nilai moral yang ada dalam komik Naruto lebih menonjolkan bentuk ucapan dan tindakan. Hal ini sangat positif bagi anak, dimana dengan membaca komik Naruto, mengenalkan bentuk nilai moral

kepada anak bisa ditunjukkan dengan cara bertutur kata. Selain itu dengan adanya temuan ini, ternyata komik Naruto produk Jepang layak dijadikan bacaan anak, karena secara tidak langsung budaya Jepang yang menganut faham moral diribushi, atau pengorbanan diri membela tuannya, dapat dijadikan motivasi bagi pembaca anak Indonesia karena dengan adanya pengajaran moral sedini mungkin dapat membimbing anak ke arah lebih baik karena memiliki mental yang kuat seperti halnya negara Jepang.

Dokumen terkait