BAB I PENDAHULUAN
B. KerangkaTeori
1) Keadilan (‘adl)
Keadilan menggambarkan dimensi horizontal ajaran Islam yang berhubungan dengan keseluruhan harmoni pada alam semesta. Hukum dan tatanan yang kita lihat pada alam semesta mencerminkan kesetimbangan yang harmonis. Sifat keadilan bukan hanya sekedar karakteristik alami, tetapi merupakan karakteristik dinamis yang harus diperjuangkan oleh setiap muslim di dalam kehidupannya.19
Pada struktur ekonomi bisnis, agar kualitas kesetimbangan dapat mengendalikan semua tindakan manusia, maka harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu pertama, hubungan-hubungan dasar antara konsumsi, distribusi dan produksi harus berhenti pada suatu
17
Keraf, A. Sonny, Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hal. 74.
18
Beekum, Rafiq Issa, Etika Bisnis Islam, alih bahasa Muhammad, M. Ag, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal.32.
19
Muhammad, Fauroni L, Visi Al-Qur’an tentang Etika dan Bisnis, (Jakarta: Salemba
kesetimbangan tertentu demi menghindari pemusatan kekuasaan ekonomi dan bisnis dalam genggaman segelintir orang. Kedua, keadaan perekonomian yang tidak konsisten dalam distribusi pendapatan dan kekayaan harus ditolak karena Islam menolak daur tertutup pendapatan dan kekayaan yang menjadi semakin menyempit. Sebaliknya memaksimumkan kesejahteraan total dan tidak berhenti pada distribusi optimal, bertentangan dengan prinsip kesetimbangan. Ketiga, sebagai akibat dari pengaruh sikap egalitarian yang kuat demikian, maka dalam ekonomi dan bisnis Islam tidak mengakui adanya, baik hak milik yang tak terbatas maupun sistem pasar yang bebas tak terkendali. Hal ini disebabkan karena ekonomi dan bisnis dalam pandangan Islam bertujuan bagi penciptaan keadilan sosial.20
Masalah keadilan berkaitan secara timbal balik dengan kegiatan bisnis, khususnya bisnis yang baik dan etis. Di satu pihak terwujudnya keadilan dalam masyarakat akan melahirkan kondisi yang baik dan kondusif bagi kelangsungan bisnis yang baik dan sehat.21 Tidak hanya dalam pengertian bahwa terwujudnya keadilan akan menciptakan stabilitas sosial yang akan menunjang kegiatan bisnis,
20
Muhammad, Fauroni L, Visi Al-Qur’an tentang Etika dan Bisnis, (Jakarta: Salemba
Diniyah, 2002), hal. 12-14. 21
melainkan juga dalam pengertian bahwa sejauh prinsip keadilan dijalankan akan lahir wajah bisnis yang baik dan etis.
Beberapa definisi keadilan,22 yaitu:
a) Kepada setiap orang mendapat bagian yang sama.
b) Kepada setiap orang sesuai dengan kebutuhan induvidualnya. c) Kepada setiap orang sesuai dengan haknya.
d) Kepada setiap orang sesuai dengan usahanya.
e) Kepada setiap orang sesuai dengan kontibusinya kepada masyarakat
f) Kepada setiap orang sesuai dengan jasa yang di berikan.
Prinsip keadilan (‘adl) menggambarkan dimensi horizontal dalam ajaran Islam dan berhubungan dengan harmoni segala sesuatu di alam semesta. Sifat ini lebih dari sekedar karakteristik alam, keadilan merupakan karakter dinamik yang harus diperjuangkan oleh setiap Muslim dalam kehidupannya.23
Ajaran Islam berorientasi pada terciptanya karakter manusia yang memiliki sikap dan prilaku yang adil dalam konteks hubungan antara manusia dengan diri sendiri, dengan orang lain (masyarakat), dan dengan lingkungan. Sebagaimana firman Allah SWT :
22
Bertens, K, Pengantar Etika Bisnis, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hal. 95. 23
Beekum, Rafiq Issa, Etika Bisnis Islam, alih bahasa Muhammad, M. Ag, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal.36.
ع ق
ي ء
ح د
-٢
- م ل م ظ غ
ء ش
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”24
Disini sangat jelas bahwa Islam menuntut untuk berlaku adil antara kepentingan diri sendiri dan kepentingan orang lain, antara kepentingan si kaya dan si miskin, antara hak pembeli dan hak penjual dan sebagainya. Artinya, hendaknya sumber daya ekonomi itu tidak hanya terakumulasi pada kalangan orang atau kelompok orang tertentu semata, karena jika hal ini terjadi berarti kekejaman yang berkembang di masyarakat. Bukankah orang lain juga mempunyai hak yang sama setelah mereka menunaikan kewajibannya masing-masing.25
Implementasi ajaran keadilan dalam kegiatan bisnis harus berkaitan dengan pembagian manfaat kepada semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung, sesuai dengan peran dan
24
An-Nahl, 16: 90. 25
Djakfar, Muhammad, ETIKA BISNIS: Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral Ajaran Bumi, (Jakarta: Penebar Plus+ imprint dari Penebar Swadaya, 2012), hal 24.
kontribusi yang telah mereka berikan terhadap kegiatan bisnis yang dilakukan.26
Dalam kegiatan bisnis yang berkaitan dengan jasa, seperti perbankan syariah, asuransi syariah atau baitul mal tamwil (BMT) implementasi keadilan sangatlah mempengaruhi kepuasan customernya. Pada BMT keadilan yang meliputi perlakuan baik pihak BMT kepada semua nasabah tanpa membedakan satu sama lain, memberikan kompensasi/bagi hasil sesuai dengan hak nasabah sangat berpengaruh terhadap kepuasan anggota nasabah sehingga terjadi customer retention, sehingga nasabah tertarik untuk tetap menggunakan produk jasa pada BMT.
2) Kehendak bebas (Free Wiil)
Kehendak bebas merupakan kontribusi Islam yang paling orisinal dalam filsafat sosial tentang konsep manusia bebas. Hanya Tuhan yang bebas, namun dalam batas-batas skema penciptaan-Nya manusia juga secara relatif mempunyai kebebasan. Manusia dianugerahi kehendak bebas untuk membimbing kehidupannya sebagai khalifah.
Berdasarkan aksioma kehendak bebas, dalam bisnis manusia mempunyai kebebasan untuk membuat suatu perjanjian, termasuk
26
Muslich, Etika Bisnis Islam Landasan Filososfis, dan Substansi Implementatif,
menepati atau mengingkarinya. Seorang muslim yang percaya pada kehendak Allah, akan memuliakan semua janji yang dibuatnya.27
Pada tingkat tertentu manakala Allah SWT menurunkannya ke bumi, manusia diberikan kebebasan untuk mengendalikan kehidupannya sendiri. Dengan tanpa mengabaikan kenyataan bahwa manusia sepenuhnya dituntun oleh hukum yang diciptakan Allah SWT.28
Manusia diberikan akal pikiran untuk dapat membuat keputusan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Dengan menggunakan akal pikiran, manusia dapat memilih prilaku etis atau tidak etis yang akan dijalankannya. Kebebasan merupakan sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
Dalam Firman Allah SWT:
د ع أ
ل
ء ش ل ء ش م
ق
ي ش ء ث غ ث غ
ق د س م
ط ح أ
ظل
-٩٢- ق تء س ش
ه ج
27
Muhammad, Fauroni L, Visi Al-Qur’an tentang Etika dan Bisnis, (Jakarta: Salemba
Diniyah, 2002), hal. 15. 28
Beekum, Rafiq Issa, Etika Bisnis Islam, alih bahasa Muhammad, M. Ag, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal.38.
“Dan katakanlah (Muhammad), “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir.”Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek”.29
Perlu disadari oleh setiap muslim, bahwa dalam situsi apapun, ia dibimbing oleh aturan-aturan dan prosedur-prosedur yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan Tuhan dalam Syariat-Nya yang dicontohkan melalui Rasul-Nya. Oleh karena itu “kebebasan memilih” dalam hal apa pun, termasuk dalam bisnis misalnya, harus dimaknai kebebasan yang tidak kontra produksi dengan ketentuan syariat yang sangat mengedepankan etika.30
Dalam etika kebebasan adalah prasyarat utama untuk bertindak secara etis. Hanya orang yang bebas yang bisa bertindak secara etis, karena tindakan etis adalah tindakan yang bersumber dari kemauan baik seseorang serta kesadaran pribadi. Hanya karena seseorang mempunyai kebebasan, maka ia dituntut untuk bertindak secara etis.
29
Al-Kahfi, 18: 29. 30
Djakfar, Muhammad, ETIKA BISNIS: Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral Ajaran Bumi, (Jakarta: Penebar Plus+ imprint dari Penebar Swadaya, 2012), hal 25.
Seorang pelaku bisnis hanya mungkin bertindak secara etis jika dia diberikan kebebasan dan kewenangan penuh untuk mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan apa yang dianggapnya baik. Tanpa kebebasan, pelaku bisnis hanya akan menjadi robot yang hanya bisa tuntuk pada tuntutan, perintah, dan kendali dari luar dirinya.31 Bebeberapa pengertian mengenai kebebasan, yaitu:32
a) Kebebasan fisik, kebebasan dalam hal ini tiada paksaan atau rintangan dari pihak lain. Orang menganggap dirinya bebas dalam arti ini, jika bisa melakukan sesuatu tanpa hambatan apapun. b) Kebebasan psikologis, kebebasan psikologis dapat diartikan
sebagai kemampuan yang dimiliki manusia untuk mengembangkan dan mengarahkan hidupnya sendiri. Kebebasan ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia adalah makhluk berasio. Ia bisa berfikir sebelum bertindak.
c) Kebebasan yuridis, kebebasan yang berkaitan erat dengan hukum dan harus dijamin oleh hukum. Kebebasan yuridis ini merupakan sebuah aspek dari hak-hak manusia, karena dalam setiap hak manusia mengandung kemungkinan untuk melakukan perbuatan-
31
Keraf, A. Sonny, Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hal. 74.
32
perbuatan tertentu dengan bebas dan tidak terganggu oleh apapun dan siapapun.
Dalam perusahaan yang bergerak disektor jasa, seperti BMT kehendak bebas yang meliputi: pelayanan yang cepat pihak BMT untuk menanggapi keluhan nasabah, banyaknya produk yang terdapat pada BMT membuat nasabah bebas untuk memilih sesuai dengan keinginan tanpa adanya paksaan. Sehingga kehendak bebas sangat mempengaruhi nasabah untuk tetap menggunakan produk jasa pada BMT.
Dalam kegiatan bisnis yang berkaitan dengan jasa, seperti perbankan syariah, asuransi syariah, dan baitul mal wa tamwil (BMT) implementasi kehendak bebas sangatlah mempengaruhi loyalitas customernya. Pada BMT kehendak bebas yang meliputi pemberian kebebasan kepada nasabah seperti para nasabah dihimbau untuk menyampaikan kritik dan sarannya apabila ada pelayanan yang kurang memuaskan yang diberikan oleh pihak BMT itu sendiri dan alternatif pilihan produk yang diberikan membuat nasabah merasa bebas untuk memilih sesuai dengan keinginan tanpa adanya paksaan sangat berpengaruh terhadap kepuasan nasabah sehingga terjadi customer retention, sehingga nasabah tertarik untuk tetap menggunakan produk jasa pada BMT.
3) Tanggung Jawab (Responsibility)
Islam sangat menekankan pada konsep tanggung jawab, walaupun tidaklah berarti mengabaikan kebebasan individu. Ini berarti bahwa yang dikehendaki ajaran Islam adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Manusia harus berani mempertanggungjawabkan segala pilihannya tidak saja di hadapan manusia, bahkan yang paling penting adalah kelak di hadapan Tuhan. Bisa saja, manusia mampu melepaskan tanggung jawab perbuatannya yang merugikan manusia, tetapi kelak ia tidak akan pernah lepas dari tanggung jawab di hadapan Tuhan Yang Maha Mengetahui.
Manusia harus memberikan pertanggungjawabannya nanti di hadapan Allah atas segala keputusan dan tindakan yang dilakukannya.33 Sebagaimana firman Allah SWT :
-
-
“setiap orang bertanggungjawab atas apa yang telah dilakukannya.”34
Tanggung jawab kepada Tuhan dalam perspektif etika bisnis karena disadari bahwa manusia dalam melakukan aktivitas bisnis segala objek yang diperdagangkan pada hakikatnya adalah anugerah-
33
Harahap, Sofyan S, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hal. 79.
34
Nya. Manusia selaku pelaku bisnis hanyalah sebatas melakuakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Adapun tanggung jawab kepada manusia karena manusia adalah mitra yang harus dihormati hak dan kewajibannya. Islam tidak pernah mentoleriri pelanggaran atas hak dan kewajiban itu sehingga di sinilah arti penting pertanggungjawaban itu yang harus dipikul oleh manusia.35
Sikap tanggung jawab merupakan suatu prinsip dinamis yang berhubungan dengan keseluruhan prilaku manusia dalam hubungan dengan masyarakat atau situasi. Tanggung jawab memiliki kekuatan untuk mempertahankan kualitas kesetimbangan dalam masyarakat.36 Bertanggung jawab hanya dilakukan oleh orang yang menganggap serius nilai dan prinsip moral. Hanya orang yang jujur yang mau bertanggung jawab, orang yang menganggap serius nilai dan prinsip keadilan yang mau bertanggung jawab, hanya orang yang menghargai martabat manusia yang mau bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan. Dengan kata lain, kesediaan seseorang untuk bertanggung jawab tidak hanya merupakan titik pangkal moral, melainkan juga adalah konsekuensi dari sikap moral. Orang yang bermoral adalah
35
Djakfar, Muhammad, ETIKA BISNIS: Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral Ajaran Bumi, (Jakarta: Penebar Plus+ imprint dari Penebar Swadaya, 2012), hal 27.
36
Anas, Muhammad, Penerapan Etika Bisnis Islam dalam Konteks Produsen dan Konsumen: Ke Arah Tanggungjawab Sosial Perusahaan, Jurnal Millah, Vol.8: 1 (Agustus 2008), hal. 63.
orang yang selalu bersedia untuk bertanggung jawab atas semua tindakannya.37
Bertanggung jawab adalah perbuatan yang menjunjung tinggi etika dan moral, pelaku bisnis harus memiliki sikap tanggung jawab. Bagi para pebisnis sikap yang sangat mendasar adalah kebebasan dan bertanggung jawab.38 yaitu:
a) Tanggung jawab kepada dirinya sendiri, tanggungjawab kepada hati nurani. Apakah ia sudah bekerja sesuai dengan hati nuraninya sebagai pelaku bisnis yang baik dan bertanggungjawab atau sebaliknya.
b) Tanggung jawab kepada pemberi amanah, dapat disamakan dengan tanggungjawab kepada orang ataupun pihak-pihak yang telah mempercayakan kegiatan bisnis padanya. Sehingga ia akan terus menjaga kepercayaan itu dan tentunya adanya pertanggungjawaban yang diberikan pada orang yang telah memberikan kepercayaan itu.
c) Tanggung jawab kepada orang yang terlibat, dapat dicontohkan sebagai tanggungjawab kepad atasan pada bawahan (karyawan), apakah sebagai atasan, telah memperhatikan hak-hak para
37
Keraf, A. Sonny, Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hal. 74.
38
bawahan, sepertigaji, cuti, bonus, tunjangan, kenaikan pangkat, sudah sesuai dengan hak atau prestasi yang telah diberikan.
d) Tanggung jawab kepada konsumen. Dalam dunia bisnis, seorang produsen tidak dapat dipisahkan dari konsumen. Seorang konsumen harus diperlakukan dengan baik secara moral. Hal ini bukan hanya karena tuntunan etis, melainkan prasyarat mutlak untuk mencapai keberhasilan dalam berbisnis.
Kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan modern saat ini menunjukkan bahwa setiap keputusan bisnis dan tindakan yang dilakukan oleh perusahaan dapat berdampak nyata pada kualitas kehidupan masyarakat, maka dalam dunia bisnis saat ini dikembangkan tanggung jawab sosial perusahaan.
Dalam kegiatan bisnis yang berkaitan dengan jasa, seperti perbankan syariah, asuransi syariah atau baitul mal tamwil (BMT) implementasi tanggung jawab sangatlah mempengaruhi loyalitas customernya. Pada BMT tanggung jawab yang meliputi memberikan kemudahan kepada nasabah dalam melakukan transaksi, menangani transaksi secara cepat, memberikan solusi dan saran sangat berpengaruh terhadap kepuasan anggota nasabah sehingga terjadi customer retention, sehingga nasabah tertarik untuk tetap menggunakan produk jasa pada BMT.
4) Kebenaran
Islam tidak membenarkan setiap tindakan yang dapat menimbulkan kerusakan terhadap diri, masyarakat, bahkan makhluk lain seperti binatang, tumbuhan, dan alam. Semua keputusan harus menguntungkan manusia baik di dunia maupun di akhirat.39
Kebenaran dalam konteks etika bisnis Islam, selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, tetapi mengandung pula dua unsur, yaitu kebajikan dan kejujuran. Kejujuran sangat penting artinya bagi kepentingan masing-masing pihak dan sangat menentukan relasi dan kelangsungan bisnis masing-masing pihak selanjutnya.40 Kebenaran adalah nilai yang dianjurkan dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sebagaimana firman Allah SWT :
-
-
“kebenaran itu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau (Muhammad) adalah termasuk orang-orang yang ragu.”41
39
Harahap, Sofyan S, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hal. 79.
40
Keraf, A. Sonny, Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hal. 77.
41
Manusia bisa melakukan apa saja untuk menyembunyikan kebenaran, tetapi kita tidak bisa mengenyahkannya. satu-satunya jalan keselamatan di dunia dan akhirat hanyalah jalan Islam.
Dalam konteks kebenaran dimaksudkan sebagai niat, sikap, dan prilaku yang benar, yang meliputi proses akad, proses mencari atau memperoleh komoditas proses pengembangan, maupun proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Menurut al Ghazzali, terdapat enam bentuk kebenaran, yaitu:42 a) Jika seseorang membutuhkan sesuatu, maka orang lain harus
memberikannya, dengan mengambil keuntungan sesedikit mungkin.
b) Jika seseorang membeli sesuatu dari orang miskin, akan lebih baik baginya untuk kehilangan sedikit uang dengan membayarnya lebih dari harga yang sebenarnya.
c) Dalam mengabulkan hak pembayaran dan pinjaman, seseorang harus bertindak secara bijaksana, dengan memberi waktu lebih banyak kepada peminjam untuk membayar hutangnya.
d) Sudah sepantasnya mereka yang ingin mengembalikan barang- barang yang sudah dibeli, seharusnya diperbolehkan untuk melakukannya demi kebajikan.
42
Beekum, Rafiq Issa, Etika Bisnis Islam, alih bahasa Muhammad, M. Ag, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal.43.
e) Merupakan tindakan yang sangat baik bagi sang peminjam jika mereka membayar hutangnya tanpa harus diminta, dan jika mungkin jauh-jauh hari sebelum jatuh waktu pembayarannya. f) Ketika menjual barang secara kredit seseorang harus cukup
bermurah hati, tidak memaksa membayar ketika orang tidak mampu membayar dalam waktu yang telah ditetapkan.
Dalam dunia bisnis, kebenaran menemukan wujudnya dalam tiga aspek,43 yaitu:
a) Kebenaran terwujud dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak.
b) Kebenaran menemukan wujudnya dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu yang baik.
c) Kebenaran menyangkut pula hubungan kerja dalam perusahaan. Dalam ketiga aspek wujud kebenaran tersebut terkait dengan erat dengan kepercayaan, karena kepercayaan yang dibangun di atas prinsip kebenaran yang meliputi kejujuran dan kebajikan, merupakan modal dasar usaha yang akan mengalirkan keuntungan yang berlimpah. Keuntungan merupakan symbol kepercayaan dan tanda trimakasih masyarakat dan mitra bisnis atas kejujuran kegiatan bisnis.
Dalam kegiatan bisnis yang berkaitan dengan jasa, seperti perbankan syariah, asuransi syariah atau baitul mal tamwil (BMT)
43
implementasi kebenaran sangatlah mempengaruhi loyalitas customernya. Pada BMT kebenaran yang seperti BMT melakukan kegiatan bisnisnya sesuai dengan prinsip syariah, melayani nasabah dengan penuh rasa kekeluargaan, cepat, dan ramah sehingga sangat berpengaruh terhadap kepuasan nasabah, sehingga terjadi customer retention, dan nasabah tertarik untuk tetap menggunakan produk jasa pada BMT.
Paparan mengenai keadailan (‘adl), kehendak bebas (free will), tanggungjawab (responsibility), dan kebenaran, mempertlihatkan adanya suatu bangunan bisnis yang ideal apabila ditopang oleh keempat prinsip tersebut. Dengan menerapkan etika bisnis Islam sebagai landasan operasional bisnis, maka diharapkan akan timbul suatu kepuasan pelanggan yang nanti akan mengarah kepada customer retention.
Dari uraian di atas tentang etika bisnis secara Islam, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian etika bisnis Islam adalah suatu landasan dalam menjalankan bisnis yang tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Pertama: prinsip keadilan. Keadilan adalah suatu usaha yang seharusnya dilakukan oleh setiap pelaku bisnis, dalam mematuhi hak- hak yang harusnya didapatkan oleh konsumen secara adil.
Kedua: prinsip kehendak bebas. Kehendak bebas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh pelaku bisnis secara bebas, namun dapat dipertanggungjawabkan.
Ketiga: prinsip tanggungjawab. Tanggungjawab adalah aspek yang wajib diberikan oleh pelaku bisnis pada konsumen dalam setiap kegiatan bisnis.
Keempat: kebenaran. Kebenaran adalah sejauh mana usaha-usaha yang seharusnya dilakukan oleh pelaku bisnis, sesuai dengan ajaran Al Qur’an dan Hadits.
2. Customer Retention
Kelangsungan hidup sebuah perusahaan sangat tergantung pada kepuasan para pelanggannya. Upaya-upaya perusahaan untuk memuaskan kebutuhan pelanggannya dilakukan dengan berbagai strategi dan cara dengan harapan pelanggan tersebut puas dan dan selanjutnya akan melakukan pembelian ulang. Apabila seorang pelanggan telah berubah menjadi pelanggan yang loyal karena kepuasannya terpenuhi, maka pelanggan tersebut tidak akan beralih ke produk/jasa perusahaan lain). Mengingat semakin ketatnya persaingan karena semakin banyaknya perusahaan yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan, menyebabkan
perusahaan harus menempatkan orientasi pada kepuasan pelanggan sebagai tujuan utama.44
Retensi pelanggan (customer retention) dapat didefinisikan sebagai kecenderungan pelanggan di waktu yang akan datang untuk tetap bersama atau tetap menggunakan penyedia layanan jasa yang sama. Customer Retention adalah keputusan seorang konsumen untuk tetap bertahan atau membeli kembali suatu produk/jasa tertentu.
Customer retention merupakan bentuk loyalitas yang berhubungan dengan prilaku yang diukur berdasarkan prilaku beli konsumen yang ditunjukan dengan tingginya frekuensi konsumen membeli suatu produk/jasa.
Manfaat langsung dari mempertahankan pelanggan yaitu mengurangi biaya pemasangan iklan. Pelanggan yang puas dengan sebuah layanan yang diberikan akan melakukan word-of-communication. Pelanggan yang berhubungan lama dengan perusahaan akan lebih banyak melakukan pembelian. Pelanggan yang setia juga akan lebih responsive untuk membeli setiap jenis produk dan jasa yang dikeluarkan oleh perusahaan, sering membayar lebih kepada perusahaan, dan menciptakan permintaan, serta lebih murah dalam melayani. Akhirnya pelanggan tersebut juga tidak akan sensitif terhadap harga sehingga keuntungan yang akan didapatkan perusahaan akan lebih besar.
44
Usmara, A, Strategi Baru Manajemen Pemasaran, (Yogyakarta: Amara Books, 2003), hal. 89.
Dwyer dan Tanner (1999) menemukan bahwa customer retention memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap profit. Peningkatan retensi yang terjadi akan mengakibatkan adanya peningkatan pada profit, khususnya retensi yang dihasilkan karena hubungan baik yang terjalin antara perusahaan dengan pelanggan dan bukan karena adanya keterpaksaan pelanggan karena tidak adanya alternatif provider lain atau besarnya switching cost. Oleh karena itu, mengembangkan dan mempertahankan pelanggan jangka panjang menjadi kunci bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan suatu perusahaan.
Customer retention menekankan kegiatan pemasar dalam mempertahankan pelanggan. Retensi pelanggan berfokus pada pengembangan kegiatan pemasar yang menyebabkan perilaku pembelian ulang pada aspek manajerial dari pemasar dan pelanggan. Konsep customer retention sangat berkaitan dengan loyalitas konsumen. Untuk meningkatkan customer retention seorang pemasar harus meningkatkan kepuasan konsumennya. Seorang konsumen yang puas akan memiliki karakteristik sebagai berikut45: a. Menjadi konsumen loyal dalam waktu lama.
b. Selalu membeli produk baru dari perusahaan dan memperbaharui produk lama dan produk baru.
c. Membicarakan kebaikan dari perusahaan dan produknya.
45
d. Tidak memperhatikan kampanye iklan dari roduk pesaing dan tidak