• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

D. Keamanan Kerja

Orang akan mengalami stres jika dalam kerja itu dia dapat diberhentikan dari pekerjaan setiap saat, terutama bila mencari pengganti kerja sangatlah sulit. Rasa aman juga berhubungan dengan keamanan fisik, misalnya bila dalam bekerja atau oleh pekerjaan yang ditanganinya, mudah mengalami kecelakaan dan keselamatannya terus-menerus dipertarukan. Yang termasuk keamanan kerja adalah jaminan pensiun sesudah lepas kerja. Namun dengan tersedia uang pensiun pun tidak sedikit orang mengalami stres. Kemungkinan terkena stres itu semakin tinggi bila selepas kerja tidak tersedia jaminan pensiun dan tidak ada tempat lain yang menggantikannya.

Stres kerja pada hakekatnya merupakan hasil interaksi dari beberapa faktor, yaitu pekerjaann itu sendiri sebagai faktor eksternal, dan karakter maupun persepsi pakerjaan sebagai faktor internal. Beberapa sumber stres kerja, menurut Cooper (1983) antara lain sebagai berikut. (Anies, 2005)

Lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja yang buruk berpotensi

menyebabkan pekerja mudah sakit, mengalami steres psikologis dan menurunkan produktivitas kerja. Lingkungan yang kurang nyaman, misalnya panas, berisik, sirkulasi udara kurang, membuat pekerja mudah menderita stres.

Overload. Overload dapat dibedakan secara kuantitatif dan kualitatif.

Dikatakan overload secara kuantitatif, bila target kerja melebihi kemampuan pekerja yang bersangkutan, akibatnya mudah lelah dan berada dalamketegangan tinggi. Overload kualitatif, bila pekerjaan memiliki tingkatan kesulitan atau kerumitan yang tinggi.

Deprivational stres. Istilah deprivational stres diperkenalkan oleh George

Every dan Daniel Girdano (1980), pekerjaan yang tidak lagi menantang atau menarik bagi pekerja. Akibatnya, timbul berbagai keluhan seperti kebosanan, ketidakpuasan dan sebagainya.

Pekerjaan Beresiko Tinggi. Ada pekerjaan yang beresiko tinggi dan

berbahaya bagi keselamatan, misalnya pekerjaan dipertambangan, di lepas pantai, pekerja cleaning service pada gedung-gedung pencakar langit dan sebagainya, pekerjaan-pekerjaan tersebut berpotensi menimbulkan stres.

2.3.4. Gejala Stres

Menurut Beehr dan Newman (1978), gejala stres kerja dibagi dalam tiga aspek, yaitu gejala psikologis, gejala fisik dan gejala prilaku. Beberapa gejala yang banyak dijumpai di lingkungan kerja dikemukakan sebagai berikut.

Gejala psikologis berupa kecemasan dan ketegangan, sering berupa suatu ancaman terhadap keselamatan maupun kesehatan, meskipun kadang-kadang juga terkait engan jaminan sosial. Gejala fisik yang terjadi berupa peningkatan detak jantung dan tekanan darah. Biasanya dirasakan oleh pekerja yang bersangkutan sebagai berdebar-debar, sakit kepala, mual dan sebagainya.

Gejala psikologis lain berupa bingung, marah dan mudah tersinggung. Hal ini akan diikuti dengan meningkatnya produksi hormon adrenalin dan noradrenalin. Pekerja yang bersangkutan prestasi dan produktifitasnya menurun. Pada taraf awal sulit dikenali, tetapi dalam jangka panjang akan mudah diketahui bahwa produktivitas kerjanya semakin menurun. Sering disangka menderita suatu penyakit fisik yang menahun, tetapi ternyata berakar dari faktor psikologis.

Pekerja yang memendam perasaan, misalnya tidak cocok dengan bidang pekerjaan tetapi tidak berani mengungkapkan. Adakalnya karena ketidakcocokan dengan atasan juga menimbulkan gejala psikologis berupa memendam perasaan. Gejala ini akan diikuti dengan gejala fisik berupa gangguan saluran pencernaan, berupa rasa mual, muntah perih dihulu hati karena tukak lambung. Pekerja ini juga berpotensi untuk lari menggunakan minuman keras atau yang memabukkan.

Pada pekerjaan yang merasa tidak puas dengan pekerjaannya, cendrung lebih sering berkeringat. Gejala prilaku yang muncul antara lain terjadi kecendrungan peningkatan agresivitas dan tindakan kriminal.

Stres yang berkepanjangan atau menahun mengakibatkan ketegangan yang terus-menerus. Stres yang demikian umumnya berlatar belakang kemiskinan, konflik dalam keluarga dan termasuk perkawinan yang kurang bahagia, serta ketidak puasan kerja. Menurut Miler (1997), akar dari stres menahun ini berasal dari pengalaman traumatis dimasa lalu dan tersimpan terus di alam bawah sadar. Hal ini berbahaya, karena terdapat kecendrungan membawa stres ini ketempat kerja.

Manusia merupakan kesatuan antara jiwa dan badan, roh dan tubuh, spiritual dan material. Karena itu bila terkena stres, segala segi kehidupan akan terkena stres tidak hanya segi lahir, tetapi juga dari segi batin. Maka tidak mengherankan bila gejala (Symptom) stres ditemukan dalam segala segi diri manusia, yang penting : fisik, emosi, intelek dan interpersonal. (Harjana, 1994).

2.3.5. Stres dan Daya Tahan Tubuh

Stres dapat diartikan sebagai suatu persepsi akan adanya ancaman atau tantangan yang menggerakkan, menyiagakan atau membuat aktif dirinya. Tenaga kerja dapat merasakan lingkungan kerjannya sebagai suatu ancaman atau suatu tantangan, diamana ia merasa belum pasti dapat menghadainya dengan berhasil.

Menurut penelitian Baker dan kawan-kawan (1987), stres yang dialami oleh seseorang mengubah sistem kekebalan tubuh dengan cara fighting diesease cells. Akibatnya, orng cendrung sering menderita penyakit. Sebenarnya telah lama diketahui hubungan antara stres dan kesehatan, sebagai mana dikemukakan oleh dua peneliti, Plaut dan Friedman (1981). Kedua peneliti tersebut berhasilmembuktikan, bahwa stres sangat berpotensi mempertinggi peluang seseorang untuk menderita penyakit, terkena alergi serta menurunkan sistem autoimmune-nya. Ditemukan bukti, bahwa pada saat suasana hati seorang negatif terjadi penurunan respon antibodi, sedangkan pada saat suasana hati positif respon anti bodi meningkat pula.

Peneliti lain, Dantzer dan Kelley (1989) berpendapat tentang stres dengan hubungannya dengan daya tahan tubuh ditentukan oleh jenis, lama dan frekuensi stres yang dialami oleh seseorang. Makin kuat stresor, makin lama dan sering terjadi, sangat berpotensi menurunkan daya tahan tubuh dan mudah menimbulkan penyakit.

Secara sederhana, imunitas berarti kondisi tubuh yang memiliki daya tahan yang masuk kedalamnya, sebuah teori pertumbuhan kanker mengatakan bahwa setiap orang sedang mengembangkan pada suatu waktu hidupnya. Respon kekebalan yang menurun menjadi bekti yang membedakan antara orang yang menjadi korban dan orang yang terluput. Orang yang mudah terserang kanker adalah mereka yang mudah stres. (Goliszek, 2005).

2.3.6. Usaha-usaha mengatasi stres

Dalam menghadapi stres (to fight), mencakup tiga macam strategi yang semestinya dilakukan. (Anies, 2005).

a. Mengubah lingkungan kerja , jika perlu dengan memanipulasi sedemikian rupa, sehingga nyaman bagi tenaga kerja.

b. Mengubah lingkungan kerja melalui persepsi tenaga kerja, misalnya dengan meyakinkan diri bahwa ancaman itu tidak ada.

c. Meningkatkan daya tahan mental tenaga kerja terhadap stres. Misalnya dengan latihan-latihan yang di bimbing oleh psikolog, meditasi, relaksi progresif, hypnosis dan otosugesti.

Untuk mendapatkan tenaga kerja yang sehat, baik fisik, mental maupun sosial, diperlukan kerja sama dari pimpinan perusahaan dari berbagai bidang dan keahlian, termasuk psikolog. Dalam hal ini psikolog menangani psikolog industri.

Upaya pemeliharaan dan peningkatankesehatan maupun keselamatan kerja, perlu dilakukan penelitian-penelitian yang berhubungan dengan jenis pekerjaan dan lingkungan kerja yang merupakan sumber timbulnya kebosanan, kelelahan, kecelakaan dan stres psikologis. (Anies, 2005).

Menurut Charles dan Aemon (1997). Setiap orng mungkin mempunyai pendekatan yang berbeda dalam menanggulangi dan mengurangi stres. Dewe (1989) meneliti respon perawat terhadap stres dan mengidentifikasi 6 kategori penanggulangan yaitu :

a. Strategi pemecahan masalah.

b. Mencoba untuk melepaskan dan meletakkan sesuatu dalam persfektif (sebenarnya).

c. Menjaga masalah pada diri sendiri.

d. Melibatkan diri sendiri dalam pekerjaan dan bekerja lebih keras dalam waktu yang lebih lama.

e. Menerima pekerjaan apa adanya dan mencoba agar pekerjaan tersebut tidak menyedihkan anda.

f. Strategi pasif.

Cara negatif untuk menangani stres sedapat mungkin harus dihindari. Walaupun sama sekali tidak dapat menyelesaikan perkara secara tunta, tetapi sedapat mungkin mengatasi stres dengan hal-hal yang positif. Karena paling sedikit tidak mendatangkan stres baru. Metode mengatasi stres yang diungkapkan oleh Hardjana (1994) dapat berupa tindakan langsung (direct action), mencari informasi (seekinginformation), berpaling pada orang lain (turning to others), penerimaan dengan pasrah (resigned acceptance) dan proses intra psikis (intrapsychis proceses). (Charles, 1997).

2.3.7. Penilaian Stres

Bagai mana proses penilaian terhadap hal, peristiwa, orang atau keadaan terjadi sehingga akhirnya pada akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa hal, peristiwa, orang atau keadaan itu sungguh menekan, menegangkan, penuh stres. Dikalangan ahli, proses itu disebut penilaian kognitif (cognitive appraisal). Lewat proses itu, orang yang menghadapi hal, peristiwa, orang atau keadaan menilai : apakah semuanya itu mengandung tuntutan yang mengancam kesejahteraan (well-being)-nya, dan apakah tersedia padanya sumber daya untuk menghadapi tuntutan itu.

Pada waktu dihadapkan pada hal, peristiwa, orang atau keadaan yang dapat mengakibatkan stres, kita memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat menimpa kita. Dari pemikiran itu, ada tiga kesimpulan yang dapat dihasilkan yaitu :

1. Kita menyimpulkan bahwa hal yang dapat mendatangkan stres itu tidak berarti apa-apa (irrelevant) bagi kesejahteraan kita.

2. Kita sampai pada kesimpulan bahwa peristiwa yang dapat mendatangkan stres itu ternyata bagi (good) dan mendatangkan keuntungan bagi kita.

3. Kita semua tak mau harus menerima bahwa keadaan yang kita hadapi memang mendatangkan stres (stresfull).

Penilayan peristiwa sebagai mendatangkan stres itu dapat berpangkalan pada tiga pemikiran, yaitu :

1. Penilayan tentang kerugian dan kehilangan (harm-loss) 2. Pemikiran tentang ancaman (threat)

Bersama dengan, atau sesudah, proses penilayan itu, kita juga menilai dan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia pada kita untuk mengatasi stres. Dengan melihat apakah hal yang kita hadapi akan mendatangkan stres, kita lalu mengukur apakah sumber daya kita cukup atau tidak untuk mengatasi kerugian, ancaman dan tantangan yang ada pada hal yang mendatangkan stres itu. Seperti sudah kita lihat, sumber daya itu dapat bersifat fisiologis, psikologis atau sosialis (Hardjana, 1994).

2.4. Kerangka Konsep

Perawat Rawat Inap

STRES

Dokumen terkait