• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III: GLOBAL ENVIRONMENT FACILITY DAN CINA

III.3 Keanggotaan Cina dalam GEF

III.5 Perbandingan Jumlah Bantuan GEF Untuk Cina dengan Negara Lain

BAB IV : Motivasi Global Environment Facility Memprioritaskan Alokasi Bantuannya untuk Cina

IV.1 Kepentingan Ekologis

IV.2 Performa Environmental Governance IV.3 Kemiskinan

IV.4 Kepentingan Ekonomi Negara-Negara Pendonor

BAB II

Global Environment Facility

Bab ini akan menjelaskan sejarah pendirian GEF serta apa yang menjadi tujuan institusi ini. Selanjutnya, akan diuraikan mengenai mekanisme bantuan yang diterapkan GEF. Pada bagian berikutnya, untuk mengetahui bagaimana proses suatu kebijakan mengenai pengalokasian dana bantuan, penulis akan mendeskripsikan sistem pengambilan keputusan, dan negara apa saja yang mempengaruhi kebijakan GEF.

II.1 Latar Belakang dan Tujuan Pembentukan GEF

Isu lingkungan mulai menarik perhatian internasional di akhir 1940-an. Ketika itu, para ilmuwan dunia mulai mengkhawatirkan dampak eksploitasi sumber daya alam secara masif terhadap ketersediaanya di masa depan. Beberapa dekade kemudian, pada tahun 1972, PBB mengadakan konferensi internasional yang khusus membahas masalah lingkungan bernama UN Conference on Human and Environment di Stockholm.22 Meski demikian, peningkatan kesadaran terhadap perlindungan ekologi tidak serta merta memicu terbentuknya komitmen serius seperti pengumpulan dana untuk menanggulangi masalah tersebut.

Pertemuan Stockholm memang memunculkan gagasan tentang perlunya kalangan internasional menyediakan dana multilateral untuk membantu mengatasi

      

22

Peter Jackson. 2007. From Stockholm to Kyoto: A Brief History of Climate Change. https://www.un.org/wcm/content/site/chronicle/home/archive/issues2007/greenourworld/pid/2162 0 diakses tanggal 5 Maret 2013.

masalah lingkungan, terutama yang terjadi di negara berkembang. Namun, saat itu ide tersebut belum direspon secara antusias karena isu lingkungan dianggap hanya berdampak dalam skala nasional. Oleh sebab itu, aspirasi yang berkembang lebih mendukung penanganan isu lingkungan secara lokal oleh masing-masing pemerintah dan bukan secara multilateral.23

Komitmen untuk membentuk mekanisme keuangan baru muncul kembali di tahun 1980-an ketika banyak konvensi-konvensi lingkungan yang mengisyaratkan perlunya dukungan pendanaan dari negara maju untuk mengatasi masalah lingkungan di negara berkembang. Beberapa konvensi itu di antaranya Konvensi Vienna (1985), Protokol Montreal (1987) dan Laporan Bruntland (1987).24 Salah satu contoh dari permintaan mekanisme finansial itu terdapat pada Laporan Bruntland yang menyatakan:25

Developing countries…need a significant increase in financial support from international sources for environmental…and to help them through the necessary transition to sustainable development (par. 100). At the global level, there is an extensive institutional capacity to channel this support. This consists of the United Nations and its specialized agencies: the multilateral development banks, notably the World Bank; other multilateral development cooperation organizations (par. 101).

Negara berkembang…membutuhkan peningkatan yang signifikan terhadap dukungan finansial di bidang lingkungan yang bersumber dari lembaga internasional…dan membantu mereka melewati transisi yang diperlukan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan (par. 100). Pada tingkatan global, ada institusi dengan kapasitas besar untuk menyalurkan bantuan tersebut. Ini terdiri dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan agensi-agensi khususnya: bank pembangunan multilateral, terutama Bank Dunia; badan kerjasama pembangunan multilateral lainnya (par. 101).

Keinginan untuk membentuk mekanisme keuangan di bidang lingkungan semakin nyata dengan banyaknya pihak yang turut mengembangkan penelitian

      

23

Helen Sjoberg. 1994. “From Idea to Reality: The Creation of Global Environment Facility”. The Global Environment Facility Working Paper. h. 9.

24 Ibid. 25

Persatuan Bangsa-Bangsa. 1987. Report of the World Commission on Environment and Development: Our Common Future.

terkait sistem paling efektif untuk mewujudkan gagasan tersebut. Inisiatif pertama datang dari International Conservation Financial Program (ICFP) dan World Resource Institute (WRI) yang penelitiannya disponsori oleh UNDP di tahun 1987 hingga 1989. Upaya tersebut menghasilkan rekomendasi untuk membentuk institusi bernama International Environment Facilities (IEF) yang bersifat (i) baru, bebas dan independen; (ii) konsorsium dari badan antar pemerintah; (iii) entitas yang dinaungi oleh Bank Dunia, UNEP atau IUCN.26

Keinginan tersebut disusul dengan proposal yang dibuat oleh Departemen Lingkungan Bank Dunia di tahun 1988 dengan judul Environmental Funding Options – A World Bank Perspective. Secara garis besar, proposal ini menyatakan kesediaanya untuk mengambil peran utama dalam mengelola dana multilateral untuk kepentingan lingkungan global. Sepanjang tahun 1989, telah muncul berbagai gagasan serupa yang berasal dari beberapa negara lain seperti India, Belanda dan Perancis.27 Sementara itu, UNEP yang merupakan satu-satunya agensi PBB yang fokus pada isu lingkungan juga sedang mengembangkan mekanisme finansial untuk Protokol Montreal.28

Menanggapi banyaknya respon positif dari pihak-pihak terkait terhadap implementasi pengumpulan bantuan internasional untuk lingkungan, Departemen Lingkungan Bank Dunia berinisiatif untuk mempertemukan semua pihak terkait.

      

26

Helen Sjoberg. 1994. “From Idea to Reality: The Creation of Global Environment Facility”. The Global Environment Facility Working Paper. h. 14.

27

Ide tentang GEF juga muncul di tahun 1980-an sebagai dampak tidak langsung dari krisis hutang yang menimpa negara di Amerika Selatan. Peristiwa tersebut membuat negara-negara maju berinisiatif untuk merancang kembali sistem bantuan luar negeri mereka dan lebih melebarkan sektor-sektor lain yang selama ini tidak terlalu diperhatikan, termasuk isu lingkungan. Ibid.

28

Lin Gan. 1993. “The Making of Global Environment Facility: An Actor’s Perspective.”

Ini termasuk 17 negara pendonor untuk membahas isu tersebut pada 15-16 Maret 1990 di Paris.29 Ini disusul dengan beberapa pertemuan lain di Montreal dan Washington, hingga akhirnya pertemuan terakhir yang kembali diadakan di Paris pada bulan November 1990 yang mengikutsertakan 27 delegasi dengan 9 di antaranya adalah perwakilan negara berkembang.30 Forum tersebut berhasil merumuskan pembentukan institusi keuangan internasional di bidang lingkungan bernama Global Environment Facility (GEF).

GEF baru mulai beroperasi pada Maret 1991 dengan dikeluarkannya resolusi 91-5 yang secara resmi membuka program pilot phase GEF yang akan berjalan selama tiga tahun. Beberapa waktu kemudian di bulan Oktober, dilakukan penandatangan tripartiate agreement antara Bank Dunia, UNEP dan UNDP.31 Pada awal pembentukannya, disepakati bahwa tujuan GEF adalah menjalin kerja sama di antara Implementing Agencies untuk menyediakan bantuan tambahan demi mencapai keuntungan lingkungan global di bidang (a) keanekaragaman hayati; (b) perubahan iklim; (c) air internasional; (d) degradasi tanah, desertifikasi dan deforestasi; dan di tahun 2002 ditambahkan (e) penipisan lapisan ozon; dan (f) organik polutan.

GEF mengadopsi empat konvensi yang juga menjadi instumen institusionalnya, yaitu, 1) Convention on Biological Diversity (CBD) yang mengatur tentang perlindungan dan penggunaan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan; 2) United Nations Framework Convention on Climate Change

      

29

Ibid. h. 258. 30

27 delegasi dan 9 perwakilan negara berkembangnya, yaitu Indonesia, Brazil, India, Cote d’Ivoir, Mexico, Maroko, Turki, Cina dan Zimbabwe. Ibid.

31

Helen Sjoberg. 1994. “From Idea to Reality: The Creation of Global Environment Facility”. The Global Environment Facility Working Paper. h. 18.

(UNFCCC), yaitu traktat PBB yang bertujuan untuk mempromosikan pengurangan jumlah emisi karbon; 3) Convention to Combat Desertification (CCD), merupakan konvensi yang mewadahi kerja sama internasional dalam isu kekeringan dan desertifikasi; dan 4) Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants (POPs) yang mengatur produksi dan penggunaan polutan organik.

Operasional GEF berlangsung dalam suatu periode yang disebut fase. Setiap fase berjalan selama empat tahun. GEF semakin berkembang di setiap fasenya, baik dari jumlah anggota maupun program yang diimplementasikan. Saat skripsi ini ditulis, GEF sedang menjalani fase kelima dengan 185 negara anggota, serta telah memberikan hibah sebesar US$11,5 miliar untuk lebih dari 3.215 proyek di 165 negara.

II.2 Mekanisme Bantuan GEF

Ada tiga kategori dana yang diberikan GEF untuk setiap proposal program yang disetujui, yaitu, full-sized grant (berkisar US$3 juta - US$20 juta), medium grant (lebih dari US$1 juta) dan small grant (maksimal US$50,000).32 Dukungan dana tersebut diberikan dalam mekanisme incremental cost, artinya baik untuk program kecil maupun besar, GEF hanya menyediakan sebagian dana dari total biaya yang diperlukan. Sisa biaya harus ditanggung melalui sistem co-financing yang dibebankan pada pihak lain yang terlibat seperti pemerintah, implementing agencies, executing agencies, dan sebagainya.33

      

32

GEF. 2005. “Guide to the GEF for NGOs”. Washington DC: Global Environment Facility. h. 15.

33

Terdapat beberapa syarat utama yang harus dipenuhi untuk menerima dana GEF. Pertama, program yang diajukan harus berlokasi di negara berkembang yang berhak menerima pinjaman Bank Dunia serta telah meratifikasi konvensi yang menjadi instrumen GEF; Kedua, program itu harus mengikutsertakan pemerintah, NGO dan komunitas lokal; Ketiga, berkontribusi pada penanganan masalah lingkungan global; Keempat, desain proyek yang diajukan harus inovatif (belum pernah dilakukan di lokasi tersebut sebelumnya), target yang jelas, transparan dan fleksibel; Kemudian, syarat kelima, menyetujui kesepakatan incremental cost dan memiliki pihak yang bersedia memberikan co-financing.

Meski demikian, selain syarat-syarat di atas, setiap kategori dana bantuan memiliki mekanisme tersendiri dalam menyetujui proposal projek yang diajukan. Misalnya, untuk pengajuan Small Grant Program (SGP) hanya boleh dilakukan oleh NGO lokal meskipun pada tahap operasinya pemerintah dan badan lain boleh berpartisipasi. SGP mendanai semua tema bantuan GEF kecuali sektor penipisan lapisan ozon.34 NGO yang ingin mendapatkan dana SGP dapat mengajukan proposal ke SGP National Coordinator (NC) di kantor UNDP negaranya. Jika diterima, NC akan merekomendasikannya ke National Steering Coordinator (NSC). Proposal yang disetujui oleh NSC selanjutya akan memasuki implementasi program dengan kontrak resmi yang ditandatangani oleh pihak NGO dan UNDP.35

      

34

Sektor penipisan lapisan ozon tidak didanai dalam program SGP karena membutuhkan biaya yang lebih besar. Sedangkan maksimal anggaran SGP hanya US$50,000 per proyek. GEF. 2008. “Small Grants Programme (SGP) Strategic Framework”.h. 13.

35

GEF. 2008. “Policies And Procedures For The GEF Project Cycle. Washington DC: Global Environment Facility.h. 8.

Sedangkan untuk Medium-Sized Program (MSP), NGO, pemerintah atau badan internasional dapat mengajukan program ini. Langkah pertama adalah mengirimkan proposal program ke kantor nasional Implementing Agencies atau Executing Agencies GEF. Jika disetujui, maka proposal akan dilanjutkan ke sekretariat GEF yang berada di New York. Kemudian, sekretariat akan meminta surat persetujuan dari operational focal point, biasanya merupakan staf Kementerian Lingkungan Hidup di negara yang bersangkutan. Setelah itu operational focal point merekomendasikan proposal tersebut ke direktur GEF. Direkturlah yang akan memutuskan apakah proposal itu akan disetujui, ditolak atau direvisi untuk diajukan kembali.36

Di antara ketiga jenis proposal program, Full-sized Program (FSP) memiliki proses peninjauan proposal yang lebih panjang. Mekanisme bantuan ini hampir sama dengan MSP, hanya saja surat persetujuan dari operational focal point harus sudah ada sejak awal pengajuan. Selanjutnya, selain oleh sekretariat, proposal tersebut juga akan ditinjau oleh Implementing Agencies dan Executing Agencies lain, STAP dan Council. Ketika semua pihak sudah setuju, proposal akan diteruskan ke direktur GEF untuk final endorsement. Tahap berikutnya adalah penandatangan kontrak kerja dan Project Implementation Review setiap setahun sekali selama program itu berlangsung.37

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, harus ada pihak lain yang melakukan co-financing karena GEF tidak akan menanggung dana program bantuan sepenuhnya. Oleh karenanya, ada konsep bernama baseline dan

      

36

GEF. 2010. GEF Project and Programmatic Approach Cycles. Washington DC: Global Environment Facility.h. 27.

37

alternative yang berfungsi untuk menentukan seberapa besar biaya projek yang akan dibebankan pada GEF.38 Baseline adalah apa yang pernah dilakukan terhadap masalah yang akan diatasi melalui program GEF; atau skenario yang akan terjadi jika tidak ada bantuan dari GEF. Sedangkan alternative adalah cara baru dan berbeda yang belum pernah dilakukan sebelumnya untuk mengatasi masalah tersebut. GEF akan terlebih dahulu meneliti skenario alternative dan memutuskan bagian mana yang berkontribusi bagi kepentingan lingkungan global, untuk kemudian menjadi porsi yang didanai GEF.

II.3 Proses Pembuatan Kebijakan GEF

Pada awal pendiriannya di tahun 1990, GEF direncanakan hanya akan berjalan selama tiga tahun sebagai proyek percobaan (pilot project) dari mekanisme keuangan untuk perlindungan lingkungan global dan pembangunan berkelanjutan. Struktur yang ada di GEF bersifat tidak mengikat dan partisipasi negara anggota berdasarkan sistem sukarela. Para anggota bertemu dua kali setahun dan keputusan diambil secara konsensus, sedangkan persetujuan atas pelaksanaan proyek GEF yang diajukan ada di tangan ketiga Implementing Agencies.39

Selama periode pilot phase, Bank Dunia merupakan Implementing Agency dengan peran paling kuat. Badan ini bertanggung jawab sebagai pengelola dana, melakukan tugas administratif, menjalankan pemantauan harian, mengetuai

      

38

GEF. 2011. Guidelines for Project Financing. Washington DC: Global Environment Facility.h. 11.

39

Charlotte Streck. 2000. “The Network Structure of The Global Environment Facility”. UN Vision Project on Global Policy. h.14.

pertemuan anggota, menjadi kordinator serta berperan dalam membuat keputusan terhadap program GEF.40 Sistem tersebut banyak dikritik, terutama oleh NGO lingkungan dan negara berkembang, karena kurangnya transparasi atas proses pengambilan keputusan dan pengaruh Bank Dunia yang terlalu besar.

Maka di tahun 1994, melalui penandatanganan Instrument for the Establishment of the Restructured Global Environment Facility yang dilakukan oleh 73 negara anggota dan ketiga Implementing Agencies, GEF resmi merestrukturisasi sistem operasionalnya.41 Salah satu perubahan signifikan setelah restrukturisasi adalah sistem pengambilan keputusan GEF yang dinilai lebih demokratis melalui mekanisme double majority voting. Ini adalah persetujuan yang mensyaratkan 60% suara dari negara penerima dan 60% mayoritas dari total kontribusi dana. 42 Walaupun demikian, dalam prakteknya, pengambilan keputusan selalu melalui konsensus dan hingga saat ini voting tidak pernah dilakukan.

Selain itu, pembagian kerja diatur lebih merata dengan dibentuknya badan-badan lain dalam struktur GEF seperti, Majelis, Sekretariat, project partners, Scientific Technical and Strategic Advice Panel (STAP), dan beberapa divisi lainnya. Masing-masing divisi juga memiliki pertemuan berkala tersendiri untuk membahas program kerja mereka. Seluruh anggota GEF bertemu empat tahun sekali dalam sebuah Sidang Umum untuk membicarakan

kebijakan-      

40

Zoe Young. 2002. A New Green Order? World Bank and The Politics of Global Environment Facility. Virginia: Pluto Press. h. 52.

41

Laurence De Chazournes. 2005. “The Global Environment Facility (GEF): a unique and crucial institution”. Review of European Community and International Environmental Law (RECIEL). h. 202.

42

GEF. 2011. Instrument for the Establishment of the Restructured GEF. Washington DC: Global Environment Facility.h. 33.

kebijakan umum dan perencanaan keuangan untuk fase GEF berikutnya.43 Gambaran lebih detail tentang struktur kepengurusan GEF dapat dilihat pada bagan di bawah ini.

Gambar II.1 Struktur Organisasi Global Environment Facility

Catatan: STAP (Scientific and Technical Advisory Panel) M&E Office (Monitoring and Evaluation Office)

Sumber: Bagan diolah dari, GEF. 2005. Guide to the GEF for NGOs.

Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa pusat pemerintahan GEF terletak pada posisi Dewan. Berdasarkan kerangka kerja yang ditulis dalam GEF Governing Instrument, Dewan merupakan badan yang paling berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan. Semua kebijakan penting seperti alokasi proyek GEF, amandemen kebijakan, tema program, dan rencana keuangan harus melalui persetujuan Dewan. Komposisi anggota Dewan memang dapat dikatakan

      

43

seimbang secara geografis dengan adanya perwakilan dari negara maju dan berkembang, akan tetapi pada realitanya proses pengambilan keputusan Dewan banyak didominasi oleh negara pendonor.44

Selain Dewan, posisi lain yang cukup mempengaruhi kebijakan GEF adalah Direktur karena ia memiliki wewenang untuk merekomendasikan kebijakan yang akan diambil serta proyek yang akan didanani GEF. Secara prosedur, masa jabatan Direktur hanya sampai tiga tahun, meski demikian orang yang sama dapat terpilih kembali untuk periode berikutnya. Hingga tahun 2013, GEF telah dipimpin oleh lima orang yang memiliki masa jabatan yang berbeda-beda. Direktur pertama adalah Mohamed El-Ashiri yang berasal dari Mesir, ia menjabat sejak 1994 hingga 2003. Selanjutnya, posisi tersebut diganti oleh Leonard Good yang berkewarganegaraan Kanada, ia hanya bertugas selama satu periode hingga 2006. Direktur berikutnya adalah Monique Barbut yang berasal dari Perancis yang bekerja hingga dua periode sampai tahun 2012. Terakhir, posisi direktur ditempati oleh Naoto Ishii yang berkebangsaan Jepang yang berlangsung hingga saat skripsi ini ditulis.45

II.4 Negara yang Mempengaruhi Keputusan GEF

Menurut survey yang dilakukan pada staf GEF, 74% percaya bahwa tujuan strategis dan prioritas program GEF sangat ditentukan oleh negara-negara

      

44

Daftar mengenai anggota Dewan sejak GEF fase pertama hingga kelima dapat dilihat pada lampiran 2.

45

GEF. GEF Former CEO. http://www.thegef.org/gef/former_GEFCEO diakses tanggal 18 Juli 2013.

pendonor, khususnya penyumbang dana yang lebih besar.46 Sistem voting yang dilakukan pun mensyaratkan adanya 60% suara dari total kontribusi dana. Artinya, jika misalkan dana GEF di fase tersebut US$ 3 miliar, maka harus ada persetujuan dari satu atau lebih negara pendonor yang merepresentasikan nilai kontribusi setidaknya US$1,8 miliar (60%). Ini menjadikan para pendonor memiliki hak veto. Dengan kata lain, pengumpulan suara tidak akan sah tanpa dukungan dari negara-negara donor utama.

Pengumpulan dana dilakukan setiap empat tahun sekali. Ketika satu fase berakhir, direktur GEF akan membuka kembali penawaran kontribusi dana kepada seluruh anggota untuk berpartisipasi pada fase GEF berikutnya. Kegiatan ini disebut dengan replenishment. Ini dimulai sejak pilot phase di tahun 1991-1994, dilanjutkan dengan fase pertama di tahun 1994-1998. Hingga saat skripsi ini ditulis, GEF telah mencapai fase ke lima untuk tahun 2010-2014. Di setiap awal fase, seluruh anggota berkumpul untuk membicarakan siapa saja yang akan menjadi negara pendonor dan berapa dana yang akan dikeluarkan.47 Sampai tahun 2012, tercatat ada sekitar 35 negara yang ikut membiayai GEF, termasuk beberapa negara berkembang juga ikut membantu dengan jumlah kontribusi minimal yang telah ditetapkan, yaitu, US$5 juta.48 Dari tabel berikut, dapat dilihat bahwa para negara pendonor terus meningkatkan jumlah bantuan dana di setiap fasenya.

      

46

Carlos del Castilo. 2009. “Governance of GEF”. GEF Evaluation Paper Series. h. 13. 47

Global Environment Facility. 2011. Instrument for the Establishment of the Restructured GEF. Washington DC: Global Environment Facility.h. 100.

48

GEF. 2012. “Behind The Numbers: GEF Achievement Report”. Washington DC: Global Environment Facility. h. 22.

Tabel II.1 Total Dana GEF Tahun 1991-2014

Periode Tahun Jumlah Dana

Fase Percobaan (Pilot Phase) 1991-1994 US$ 1 miliar

Fase Pertama (GEF-1) 1994-1998 US$ 2 miliar

Fase Kedua (GEF-2) 1998-2002 US$ 2,75 miliar

Fase Ketiga (GEF-3) 2002-2006 US$ 3 miliar

Fase Keempat (GEF-4) 2006-2010 US$ 3,13 miliar

Fase Kelima (GEF-5) 2010-2014 US$ 4.34 miliar

Sumber: Data dikompilasi dari, GEF 1-5 Replenishment Documents.

Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh sekretariat GEF, sejak fase pertama hingga kelima sumber dana selalu didominasi oleh negara-negara maju. Dalam hal ini, Amerika Serikat merupakan pendonor terbesar GEF sejak fase pertama hingga sekarang, disusul oleh Jepang, Jerman, Perancis dan Inggris. Berikut adalah diagram kontributor dana GEF dengan lima pendonor terbesar.

Data di atas mengindikasikan bahwa negara yang paling berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan di GEF adalah negara-negara maju, terutama Amerika Serikat. Menurut Fonseca, AS sangat mempengaruhi strategi dan program-program GEF. Delegasi AS selalu mengupayakan berbagai proyek dengan biaya seefektif mungkin namun dapat mendukung kepentingan AS secara maksimal. Contohnya, program kehutanan GEF untuk menanggulangi perdagangan kayu ilegal dapat meningkatkan pendapatan perusahaan kayu AS sebesar US$275 juta per tahun. Selain itu, sebagian besar teknologi dan peralatan untuk proyek GEF di bidang hydro-energy juga diekspor dari industri AS.49

II.5. Alokasi Dana GEF

GEF bertujuan untuk memberikan bantuan dana untuk mengatasi isu-isu lingkungan yang dikategorikan berdampak global, yaitu, perubahan iklim, air internasional, keanekaragaman hayati, penipisan ozon—di tahun 2002 ditambah dengan—degradasi tanah, dan polutan organik. Selama tiga fase pertama (1991-2006), GEF dapat dikatakan tidak memiliki kriteria rinci mengenai negara seperti apa alokasi dana akan diberikan. Secara garis besar, negara dapat menjadi penerima program GEF jika memenuhi kriteria konvensi yang diakui oleh Conference of the Parties (COP) atau merupakan anggota konvensi; dan merupakan negara yang termasuk anggota penerima bantuan dari Bank Dunia atau bantuan teknis dari UNDP.

      

49

Gustavo Fonseca. 2011. “Understanding the Role of the Global Environment Facility”.

Di tahun 2005, kriteria yang lebih spesifik mulai ditentukan. Dewan mengesahkan beberapa rekomendasi kebijakan baru. Salah satunya mengenai pendanaan untuk GEF fase keempat. Mengingat sumber keuangan GEF terbatas sedangkan isu lingkungan yang harus diatasi cukup banyak, maka diputuskan bahwa GEF akan membuat sistem alokasi dana baru yang hanya memprioritaskan pada isu perubahan iklim dan keanekaragaman hayati.50 Sistem tersebut bernama Resource Allocation Framework (RAF).

Melalui sistem ini, bantuan GEF akan diberikan pada negara yang memiliki potensi tinggi terhadap Global Benefit Index (GBI) dan Global Performance Index (GPI). 51 GBI adalah potensi negara tersebut untuk berkontribusi mengurangi masalah lingkungan global serta mampu memberikan co-financing yang efektif pada proyek GEF. Sedangkan GPI merupakan ukuran sejauh mana dampak program GEF di negara tersebut. Hal ini dapat tercermin dari kebijakan nasional dan kontribusi pihak lokal dalam menyukseskan program GEF.

Pada GEF fase kelima di tahun 2010, Dewan mengadopsi mekanisme baru yang merupakan pengembangan dari RAF. Konsep ini dikenal dengan System for Transparent Allocation of Resources (STAR). Berbeda dengan RAF yang hanya menggunakan indeks GBI dan GPI, STAR juga memasukan ukuran Gross

Dokumen terkait