• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bantuan multilateral global environment facility terhadap Cina

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bantuan multilateral global environment facility terhadap Cina"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

BANTUAN MULTILATERAL GLOBAL ENVIRONMENT

FACILITY TERHADAP CINA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

Ika Zahara Qur’ani

108083000071

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK'

! !

(6)

!

KATA PENGANTAR

!

Puji! syukur! penulis! panjatkan! kehadirat! Allah! SWT! yang! telah!

memberikan! rahmat,! hidayah,! serta! kekuatan! sehingga! penulis! dapat!

menyelesaikan!skripsi!dengan!judul!Bantuan Multilateral Global Environment

Facility Terhadap Cina”. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. yang telah menyemangati dan membimbing penulis, baik dalam bentuk tenaga, pemikiran maupun dukungan lainnya.

Oleh karenanya, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Mutiara Pertiwi, MA. Sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan ilmu dan arahan agar penulis dapat menulis dengan benar dan menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Kiky Rizki M.Si, sebagai Ketua Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tak lupa pula Armein Daulay M.Si, sebagai Pembimbing Akademik sekaligus Dosen yang telah mengajarkan dan membimbing penulis sejak awal memasuki Jurusan Hubungan Internasional.

Selanjutnya, Bapak/Ibu Dosen serta staf Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengajarkan berbagai ilmu dan membantu penulis menyelesaikan tugasnya sebagai mahasiswa.

Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya pada kedua orang tua penulis yang dengan doa serta dukungannya telah sangat berkontribusi atas selesainya skripsi ini. Angkatan 2008 HI UIN Jakarta yang selalu menemani penulis dalam berbagai situasi, serta keluarga besar KMPLHK RANITA, terima kasih atas pelajaran berharganya tentang semangat dan pantang menyerah.

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I: PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ...1

I.2 Pertanyaan Penelitian ...5

I.3 Hipotesa ...6

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...6

1.5 Tinjauan Pustaka ...6

I.6 Kerangka Pemikiran ...8

a. Konsep Bantuan Luar Negeri ...8

b. Konsep Bantuan Multilateral ...9

c. Konsep Bantuan Lingkungan ...10

I.7 Metode Penelitian ...13

BAB II: GLOBAL ENVIRONMENT FACILITY II.1 Latar Belakang dan Tujuan Pembentukan GEF ...16

(8)

II.4 Negara yang Mempengaruhi Keputusan GEF ...26

II.5 Alokasi Dana GEF ...29

BAB III: GLOBAL ENVIRONMENT FACILITY DAN CINA III.1 Permasalahan Lingkungan di Cina ...33

III.2 Dampak Internasional Permasalahan Lingkungan Cina ...44

III.3 Keanggotaan Cina dalam GEF ...47

III.4 Bantuan GEF untuk Cina ...50

III.5 Perbandingan Jumlah Bantuan GEF Untuk Cina dengan Negara Lain 56 BAB IV: MOTIVASI GLOBAL ENVIRONMENT FACILITY MEMPRIORITASKAN ALOKASI BANTUANNYA UNTUK CINA IV.1 Kepentingan Ekologis ...61

IV.2 Performa Environmental Governance ...65

IV.3 Kemiskinan ...69

IV.4 Kepentingan Ekonomi Negara-Negara Pendonor ...72

KESIMPULAN ...80

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Struktur GEF ... 25

Gambar II.2 Kontribusi Dana GEF Fase 1 - 5 ... 28

Gambar II.3 Distribusi Dana GEF Berdasarakan Focal Area dan Region ... 32

Gambar III.1 Lintasan Sungai Mekong ... 45

Gambar IV.1 Penurunan Kemiskinan di Cina, Sub-sahara, dan Negara Berkembang Lain (1981-2010) ... 71

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Total Dana GEF Tahun 1991-2014 ... 28

Tabel III.1 Jumlah Bantuan GEF kepada Cina... 50

Tabel III.2 Distribusi Dana GEF Berdasarakan Focal Area dan Region ... 53

Tabel III.3 Beberapa Contoh Program GEF di Cina ... 54

Tabel III.4 Beberapa Negara Penerima Dana GEF dan Indeks Kerentanan Lingkungan ... 56

Tabel IV.1 Beberapa Indikator Good Governance Cina ... 66

(11)

DAFTAR SINGKATAN

CBD Convention on Biological Diversity CCD Convention to Combat Decertification DAC Development Assistance Committee

FAO Food and Agriculture Organization

GBI Global Benefit Index

GDP Gross Domestic Product

GEF Global Environment Facility

GPI Global Performance Index

IBRD International Bank for Reconstruction and Development

ODA Official Development Assistance POPs Persistent Organic Pollutants

RAF Resource Allocation Framework

STAR System for Transparent Allocation of Resources

UNDP United Nations Development Program UNEP United Nations Environment Program

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Global Environment Facility (GEF) adalah institusi keuangan multilateral di bidang lingkungan yang beroperasi di bawah koordinasi Bank Dunia. Secara global, GEF tercatat telah mendonorkan US$11,5 miliar untuk lebih dari 3.215 proyek di 165 negara sejak badan ini mulai beroperasi di tahun 1991.1 Dari data tersebut, Cina selalu menjadi tujuan utama pemberian bantuan proyek lingkungan. Ini terlihat dari jumlah dana yang ia dapatkan dari GEF sejak tahun 1991 hingga 2012 yang hampir mencapai US$1 miliar, atau sekitar 9,25 % dari total bantuan internasional yang disediakan GEF untuk 165 negara.2 Pengutamaan Cina dalam GEF tersebut akan menjadi fokus analisis skripsi ini.

GEF dibentuk pada tanggal 28 November 1990 atas inisiatif dari Departemen Lingkungan Bank Dunia untuk merespon berbagai wacana tentang pembentukan mekanisme bantuan keuangan untuk rehabilitasi lingkungan di negara berkembang. Mekanisme yang digunakan adalah dengan menyediakan bantuan dana tambahan (incremental cost) dalam bentuk hibah ataupun pinjaman dalam rangka mengatasi masalah lingkungan global. Dana tambahan disini berarti bahwa GEF tidak akan mendanai penuh biaya proyek lingkungan yang diajukan, tetapi hanya sebagian saja sesuai jumlah yang telah disepakati. Sedangkan, yang termasuk dalam kategori masalah lingkungan global yang bisa dibantu menurut

      

1

GEF. 2012. “Behind The Numbers: GEF Achievement Report”. Washington DC: Global Environment Facility. h. 4.

2

GEF. 2012. “China-GEF Fact Sheet”. Washington DC: Global Environment Facility. h. 1. 3

Korinna Horta. 2002. “Global Environmental Facility: The First Ten Years - Growing Pains 2

(14)

GEF adalah perubahan iklim, keanekaragaman hayati, degradasi tanah, pengelolaan hutan, pencemaran kimiawi, air internasional dan penipisan lapisan ozon.3

Ada empat dokumen utama yang menjadi dasar pembentukan GEF, yaitu, Convention on Biological Diversity (CBD), United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Convention to Combat Decertification (CCD) dan Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants (POPs).4 Keempatnya mengisyaratkan kebutuhan akan adanya institusi finansial dalam masalah lingkungan yang mereka hadapi, dan dalam hal inilah GEF berperan.

Kelembagaan GEF diatur dalam tripartite agreement yang mengintegrasikan Bank Dunia, United Nations Development Program (UNDP) dan United Nations Environment Program (UNEP) sebagai implementing agencies.5 Posisi ini berarti bahwa merekalah yang bertanggung jawab dalam hal strategi keuangan, persiapan dan efisiensi biaya proyek, implementasi kebijakan dan penasehat operasional. Ketiganya memiliki fungsi tersendiri, yaitu, Bank Dunia sebagai pengelola utama yang bertugas mengatur keuangan dan memberikan investasi pada proyek lingkungan. Kemudian, UNDP bertanggung jawab sebagai kordinator serta menyediakan bantuan logistik yang diperlukan,

      

3

Korinna Horta. 2002. “Global Environmental Facility: The First Ten Years - Growing Pains or Inherent Flaws?” Environmental Defense Working Paper. h. 12.

4

GEF. 2005. “Guide to the GEF for NGOs”. Washington DC: Global Environment Facility. h. 5.

5

Helen Sjoberg. 1994. “From Idea to Reality: The Creation of Global Environment Facility”.

(15)

dan UNEP yang bertanggung jawab untuk memberikan riset ilmiah, analisa program dan penasehat teknis.

Pada awal pembentukannya, GEF bertanggung jawab pada Departemen Lingkungan Bank Dunia. Namun, dalam Earth Summit di Brazil tahun 1992, diputuskan bahwa GEF direstrukturisasi dan menjadi badan independen yang pengawasannya berada di bawah Dewan serta Badan Pengawasan dan Evaluasi independen. 6 Meski demikian, Bank Dunia tetap bertugas menyediakan mekanisme keuangan serta pelayanan administratif dalam GEF. Sistem pengambilan keputusan GEF dapat dilakukan dengan cara konsensus antara Dewan dan Majelis atau melalui pemungutan suara.

GEF memiliki 182 negara anggota. Setiap negara anggota PBB dapat bergabung jika mereka telah meratifikasi salah satu dari keempat konvensi lingkungan yang menjadi instrumen GEF, yaitu, UNFCCC, CBD, POPs dan CCD. Selain itu, agensi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), institusi keuangan internasional lain, Non-Government Organizations (NGO) serta kalangan industri juga dapat menjadi anggota GEF, tetapi status mereka hanya sebagai Executing Agencies ataupun project partner dan tidak memiliki hak suara.7

GEF terdiri dari 31 negara maju dan 151 negara berkembang. Negara maju disini berperan sebagai pendonor utama, sedangkan negara berkembang sebagai target potensial bantuan. Menariknya, di antara negara berkembang yang menjadi anggota GEF, Cina selalu merupakan negara penerima bantuan terbesar

      

6

Zoe Young. 2002. A New Green Order? World Bank and The Politics of Global Environment Facility. Virginia: Pluto Press. h. 32.

7

(16)

organisasi ini di setiap fasenya. Sejak 1991 hingga Oktober 2012, jumlah program yang telah dilakukan di Cina mencapai 117 proyek dengan total dana hampir mencapai US$1 Miliar. Jumlah ini belum termasuk sisa dana yang akan diberikan pada Cina hingga GEF fase 5 berakhir pada tahun 2014 yang berjumlah US$56,9 juta.

Prioritas dana GEF yang selalu diberikan pada Cina ini mengundang tanda tanya. Terlebih lagi, jika dilihat dari tingkat kerentanan terhadap perubahan iklim yang dikeluarkan Maplecroft, negara ini berada dalam kategori medium risk.8 Level ini menunjukkan bahwa pemerintah Cina dan institusi lokal masih memiliki kapasitas yang memadai untuk beradaptasi, ataupun berinovasi, terhadap dampak perubahan iklim. Ini menunjukkan bahwa kebijakan GEF tidak didasarkan pada skala kebutuhan. Sebagai badan keuangan lingkungan terbesar, GEF seharusnya lebih memprioritaskan negara lainnya yang lebih rentan.

Dibandingkan dengan Cina, beberapa negara anggota GEF lain sebenarnya lebih membutuhkan bantuan. Banyak di antara mereka yang bahkan termasuk dalam kategori extreme risk seperti Nigeria, Bangladesh dan Republik Kongo.9 Ketiganya mengalami dampak perubahan iklim yang parah seperti kenaikan permukaan laut yang mulai menutupi pinggiran daratan, kelangkaan pangan, punahnya keanekaragaman hayati, serta kapabilitas nasional yang lemah dalam mengatasi masalah lingkungan. Meski demikian, tampaknya negara-negara

      

8

Maplecroft menetapkan empat kategori kerentanan, yaitu dimulai dari low risk, medium risk, high risk dan extreme risk. Kategori ini dibuat berdasarkan keterkaitan antara ancaman perubahan lingkungan dengan bencana alam di suatu negara, populasi dan pembangunan, ketergantungan pangan dan kapabilitas nasional dalam menghadapi masalah lingkungan. Maplecroft, Climate Change Vulnerability Index 2012, diunduh tanggal 4 Januari 2013. (www.maplecroft.com).

(17)

tersebut bukanlah target utama GEF. Hingga tahun 2012, total dana yang disalurkan tidak lebih dari US$60 juta di masing-masing negara.10 Ini hanya mencapai sekitar 6% dari dana yang diterima Cina pada periode yang sama.

Cina juga secara ekonomi tidak dalam keadaan kritis. Negara ini bahkan merupakan salah satu negara dengan perkembangan paling pesat. Dari tahun 1993 sampai 2012, pertumbuhan GDP-nya selalu di atas 9%.11 Selain itu, Cina menempati urutan pertama sebagai penerima investasi dari luar negeri, akumulasi jumlah yang diterima sejak 1985 sampai akhir 2011 diperkirakan telah mencapai US$1,2 triliun.12 Data-data tersebut menunjukkan bahwa negeri ini memiliki kapabilitas nasional yang jauh lebih kuat untuk menangani masalah lingkungannya dibanding negara lain yang termasuk kategori kerentanan ekstrim.

Bantuan GEF yang tidak sesuai dengan proporsi kerusakan lingkungan inilah yang dijadikan bahan penelitian. Skripsi ini membahas faktor apa saja yang selama ini mendorong GEF untuk memprioritaskan sebagian besar bantuannya ke Cina, meskipun banyak negara lain yang kondisinya lebih rentan terhadap ancaman lingkungan.

I.2 Pertanyaan Penelitian

1. Mengapa Global Environment Facility memprioritaskan bantuannya untuk Cina?

      

10

Data dikompilasi dari GEF Spending Project Report. 2012.

www.thegef.org/projectandfund/. Diakses 6 Januari 2013. 11

GDP Growth, World Bank http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.KD.ZG

diakses tanggal 5 Maret 2013. 12

(18)

I.3 Hipotesa

Berdasarkan pertanyaan penelitian tersebut, dugaan sementara alasan

utama GEF memprioritaskan bantuannya kepada Cina disebabkan oleh performa

environmental governance Cina yang berjalan dengan efektif. Ini dikarenakan

institusi lingkungan di negara tersebut telah berkembang sejak masa awal

pendirian GEF.

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan

Mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan GEF dalam

mengalokasikan dana bantuannya.

b. Manfaat

Memperkaya wacana dan literatur tentang kebijakan GEF terhadap negara

berkembang, khususnya Cina.

  

I.5 Tinjauan Pustaka

(19)

Akan tetapi, argumen-argumen yang terdapat dalam buku tersebut kebanyakan hanya berdasarkan dari wawancaranya dengan beberapa staf GEF tanpa didukung oleh data-data yang terkait. Dalam penulisannya, Young juga tidak membahas tentang Cina yang mendapat bantuan paling besar dari GEF.

Literatur berikutnya adalah buku yang dikarang oleh Bradley Parks et.al dengan judul, Greening Aid? Understanding the Environmental Impact of Development Assistance. Buku yang diterbitkan di tahun 2008 ini mengulas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengalokasian bantuan lingkungan dari negara maju ataupun insitusi multilateral ke negara-negara berkembang. Disertai dengan data bantuan lingkungan internasional yang lengkap serta contoh-contoh kasus yang relevan, Bradley Parks et.al berargumen bahwa faktor-faktor tersebut antara lain, kerentanan ekologis, kepentingan ekonomi, dan kemiskinan.

Meski demikian, dalam buku ini tidak dibahas secara mendalam mengenai peran GEF sebagai institusi keuangan lingkungan yang berfungsi membantu negara-negara berkembang. Ditambah lagi, Parks et.al juga tidak menjelaskan tentang apa yang menyebabkan perolehan dana bantuan yang diterima Cina lebih tinggi dibanding dengan negara-negara lain.

(20)

berkontribusi positif. Selain itu, program-program di bidang perubahan iklim merupakan proyek yang paling banyak disetujui GEF.

Pembahasan dalam artikel tersebut hanya terbatas pada pengukuran efektifitas proyek-proyek GEF di Cina, tanpa menganalisa mengapa tema perubahan iklim menjadi yang paling banyak diimplementasikan. Berdasarkan berbagai kekurangan dari ketiga literatur yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam skripsi ini penulis akan memberikan analisis mengenai motivasi GEF dalam memprioritaskan bantuannya untuk Cina.

I. 6 Kerangka Pemikiran

Skripsi ini menggunakan beberapa konsep dan pendekatan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan. Mengingat GEF adalah badan multilateral di bidang lingkungan, maka penulis juga menggunakan konsep bantuan multilateral dan bantuan lingkungan dalam menganalisa keputusan alokasi dana GEF ke Cina.

1.3.A Konsep Bantuan Luar Negeri

Development Assistance Committee (DAC) mendefinisikan bantuan luar negeri sebagai pemasukan finansial, bantuan teknis, dan komoditas yang, a) didesain untuk mempromosikan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan; b) penyediaannya berupa hibah dan/atau pinjaman.13

      

13

(21)

DAC mengkategorikan bahwa suatu pinjaman dapat dikatakan sebagai sebuah bantuan jika ia memiliki ‘elemen bantuan’ setidaknya 25%, artinya, nilai dari pinjaman tersebut harus 25% di bawah nilai standar yang ada di pasaran. Ada beberapa jenis bantuan luar negeri menurut sumbernya, pertama, Official Development Assistance (ODA) merupakan bantuan yang berasal dari negara pendonor untuk negara dengan pendapatan rendah dan menengah. Kedua, Official Assistance (OA) yaitu bantuan yang diberikan pemerintah untuk negara yang cukup mapan dengan pendapatan per kapita lebih dari US$9,000 seperti Singapura, Israel dan negara pecahan Uni Soviet. Ketiga, bantuan pribadi sukarela (Private Voluntary Assistance) adalah bantuan yang diberikan oleh badan yang tidak terkait dengan pemerintah seperti NGO, yayasan dan industri.14

 Dalam skripsi ini, bantuan yang akan diteliti termasuk dalam kategori ODA karena berasal dari pemerintah dan dikelola oleh lembaga pemerintah internasional, bantuan ini juga ditujukan untuk Cina yang berstatus sebagai negara berkembang.

1.3.B Konsep Bantuan Multilateral

Menurut DAC, bantuan multilateral berarti bantuan kolektif dari suatu organisasi pemerintah internasional yang diberikan kepada pihak lain untuk tujuan-tujuan tertentu. Sebuah bantuan dapat dikatakan multilateral jika: a) berasal dari agensi atau organisasi internasional yang beranggotakan atau didanai oleh lebih dari dua negara; b) semua program dari badan tersebut bertujuan untuk

      

14

(22)

pembangunan; c) menjalankan mekanisme pengumpulan dana dan memposisikan bantuan tersebut sebagai bantuan bersama.15

Schneider dan Tobin mengatakan, secara umum, ada dua prinsip pengalokasian bantuan multilateral. Pertama, pemberian berdasarkan tingkat kebutuhan, yaitu bantuan yang memprioritaskan pada pembangunan di negara-negara yang paling membutuhkan, baik dari segi ekonomi ataupun pengembangan sumber daya manusia. Kedua, bantuan berdasarkan kepentingan strategis, yaitu bantuan yang bertujuan untuk memberikan pengaruh politik di negara penerima bantuan.16

Lebih lanjut, para pendonor dalam sebuah institusi juga berperan penting dalam memutuskan kepada siapa bantuan akan diberikan. Jika di dalamnya ada suatu individu atau koalisi yang memiliki power lebih besar dibanding anggota lainnya, maka kemungkinan besar pengalokasian dana akan ditujukan sesuai kepentingan mereka. Berbeda jika badan multilateral itu terdiri dari anggota yang heterogen dan memiliki power yang kurang lebih sama, maka penempatan bantuan tersebut akan semakin objektif.17

1.3.C Konsep Bantuan Lingkungan

Sama dengan pemberian bantuan luar negeri pada umumnya, negara atau institusi pendonor menghadapi serangkaian pilihan ketika memutuskan pengalokasian bantuan lingkungan. Contohnya apakah mereka akan memberikan

      

15

Ibid. h. 8. 16

Christina Schneider dan Jennifer Tobin. 2010. Tying the Hands of its Masters? Interest Coalitions and Multilateral Aid Allocation in the European Union. Political Economy of International Organizations (PEIO) Working Paper. h. 4.

17

(23)

bantuan jangka panjang, jangka pendek atau tergantung pada hasil evaluasi pelaksanaan program tersebut. Pendonor juga harus memutuskan jenis bantuan yang dapat diberikan apakah (transfer teknologi, dana hibah atau pinjaman rendah bunga), berapa banyak, negara mana yang menerima, siapa yang akan memberikan bantuan dan mengelola proyeknya (pemerintah lokal, NGO atau organisasi internasional).

Parks, et.al mengatakan setidaknya ada empat faktor yang berperan dalam pengambilan keputusan para pendonor, yaitu:18

1.3.C.1 Kepentingan ekologis

Pendonor akan memberikan bantuannya pada negara yang paling rentan, memiliki kualitas lingkungan yang rendah, dan berperan signifikan dalam mendukung penyelamatan lingkungan secara regional maupun global. Pengukuran terhadap signifikansi lingkungan tersebut misalnya dapat dilihat dari pelestarian keanekaragaman hayati, serta kontribusi negara tersebut dalam mengurangi tingkat karbon secara global.

1.3.C.2 Performa Environmental Governance

Bantuan disediakan pada negara yang menerapkan kebijakan lingkungan yang efektif, memberikan informasi yang transparan dan dapat diverifikasi, serta memiliki pelayanan publik yang baik. Hal ini penting untuk memastikan bantuan

      

18

(24)

dikelola dengan baik, proyek berjalan dengan efektif, dan tercapainya target proyek.

1.3.C.3 Kemiskinan

Negara yang miskin dan memiliki jumlah penduduk yang besar juga menjadi sasaran para pendonor. Ini dikarenakan negara miskin dianggap tidak mampu untuk mengatasi masalah lingkungannya sendirian. Dalam konteks ini, organisasi internasional seperti Bank Dunia menciptakan mekanisme pemberian bantuan yang mencakup variabel pendapatan per kapita dan jumlah penduduk.

1.3.C.4 Kepentingan Ekonomi Negara-Negara Pendonor

Keputusan pendonor mengenai jumlah dan jenis bantuan lingkungan banyak dipengaruhi oleh tingkat pengembalian (rate of return) yang akan dihasilkan dari investasi mereka. Karenanya, dibutuhkan negara penerima dengan situasi ekonomi yang kondusif dan pasar yang potensial. Selain itu, Kanbur mengatakan bahwa bantuan luar negeri sering kali digunakan sebagai alat promosi ekspor. Hal ini disebabkan sumber dana bantuan yang didapatkan negara pendonor sebagian berasal dari kontrak yang dilakukan dengan kalangan industri.19 Dengan demikian, melalui transfer teknologi hijau yang mereka implementasikan, diharapkan negara penerima akan terus menggunakan produk negara pendonor.

      

19

(25)

I.7 Metode Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu metode yang ditujukan untuk memahami fenomena sosial berdasarkan analisis data dan wawancara serta perbandingan berbagai perspektif agar mendapatkan analisa mendalam untuk menjelaskan masalah yang dikaji. Kualitatif dianggap lebih sesuai untuk penelitian ini karena menekankan pendekatan yang holistik dan berkeyakinan bahwa sesuatu yang terjadi tidak bisa berdiri sendiri.20

Selanjutnya, peneliti akan menggunakan metode eksplanatif dalam pemaparannya. Teknik ini digunakan untuk menjelaskan sebab akibat atau hubungan kausalitas antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis.21 Dalam hal ini, peneliti akan mencari kausalitas yang mempengaruhi GEF untuk memberikan sebagian besar dananya kepada Cina.

Teknik pengumpulan data akan dilakukan dengan mengumpulkan data-data primer yang berasal dari laporan dan situs resmi yang relevan seperti  situs  GEF  dan  Bank  Dunia. Data sekunder juga akan didapatkan dari buku, artikel, jurnal seperti Jstor, buku, laporan atau hasil penelitian pakar lain yang telah terlebih dahulu menganalisa tentang masalah ini. Data yang didapat akan diverifikasi, diseleksi, dan diklasifikasikan sesuai dengan kategorinya. Kemudian, peneliti akan menganalisa hasil data tersebut, menghubungkannya dengan teori dan fakta yang ditemukan. Hasil dari proses ini akan dijadikan sebuah kesimpulan atas jawaban dari pertanyaan penelitian yang diajukan.

      

20

Nana Sukmadinata. 2005. Metodologi Penelitian untuk Pendidikan. Jogjakarta: Rosda Karya. h. 32.

21

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (editor). 2011. Metode Penelitian Survei.

(26)

I.6 Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan

I.1 Latar Belakang I.2 Pertanyaan Penelitian I.3 Hipotesa

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.5 Tinjauan Pustaka

I.6 Kerangka Pemikiran

a. Konsep Bantuan Multilateral b. Konsep Bantuan Luar Negeri c. Konsep Bantuan Lingkungan I.7 Metode Penelitian

BAB II : Global Environment Facility

II.1 Latar Belakang dan Tujuan Pembentukan GEF II.2 Mekanisme Bantuan GEF

II.3 Proses Pembuatan Kebijakan GEF

II.4 Negara yang Mempengaruhi Keputusan GEF II.5. Alokasi dana GEF

BAB III : Global Environment Facility dan Cina

III.1 Permasalahan Lingkungan di Cina

(27)

III.3 Keanggotaan Cina dalam GEF III.4 Bantuan GEF untuk Cina

III.5 Perbandingan Jumlah Bantuan GEF Untuk Cina dengan Negara Lain

BAB IV : Motivasi Global Environment Facility Memprioritaskan Alokasi

Bantuannya untuk Cina

IV.1 Kepentingan Ekologis

IV.2 Performa Environmental Governance IV.3 Kemiskinan

IV.4 Kepentingan Ekonomi Negara-Negara Pendonor

(28)

BAB II

Global Environment Facility

Bab ini akan menjelaskan sejarah pendirian GEF serta apa yang menjadi tujuan institusi ini. Selanjutnya, akan diuraikan mengenai mekanisme bantuan yang diterapkan GEF. Pada bagian berikutnya, untuk mengetahui bagaimana proses suatu kebijakan mengenai pengalokasian dana bantuan, penulis akan mendeskripsikan sistem pengambilan keputusan, dan negara apa saja yang mempengaruhi kebijakan GEF.

II.1 Latar Belakang dan Tujuan Pembentukan GEF

Isu lingkungan mulai menarik perhatian internasional di akhir 1940-an. Ketika itu, para ilmuwan dunia mulai mengkhawatirkan dampak eksploitasi sumber daya alam secara masif terhadap ketersediaanya di masa depan. Beberapa dekade kemudian, pada tahun 1972, PBB mengadakan konferensi internasional yang khusus membahas masalah lingkungan bernama UN Conference on Human and Environment di Stockholm.22 Meski demikian, peningkatan kesadaran terhadap perlindungan ekologi tidak serta merta memicu terbentuknya komitmen serius seperti pengumpulan dana untuk menanggulangi masalah tersebut.

Pertemuan Stockholm memang memunculkan gagasan tentang perlunya kalangan internasional menyediakan dana multilateral untuk membantu mengatasi

      

22

(29)

masalah lingkungan, terutama yang terjadi di negara berkembang. Namun, saat itu ide tersebut belum direspon secara antusias karena isu lingkungan dianggap hanya berdampak dalam skala nasional. Oleh sebab itu, aspirasi yang berkembang lebih mendukung penanganan isu lingkungan secara lokal oleh masing-masing pemerintah dan bukan secara multilateral.23

Komitmen untuk membentuk mekanisme keuangan baru muncul kembali di tahun 1980-an ketika banyak konvensi-konvensi lingkungan yang mengisyaratkan perlunya dukungan pendanaan dari negara maju untuk mengatasi masalah lingkungan di negara berkembang. Beberapa konvensi itu di antaranya Konvensi Vienna (1985), Protokol Montreal (1987) dan Laporan Bruntland (1987).24 Salah satu contoh dari permintaan mekanisme finansial itu terdapat pada Laporan Bruntland yang menyatakan:25

Developing countries…need a significant increase in financial support from international sources for environmental…and to help them through the necessary transition to sustainable development (par. 100). At the global level, there is an extensive institutional capacity to channel this support. This consists of the United Nations and its specialized agencies: the multilateral development banks, notably the World Bank; other multilateral development cooperation organizations (par. 101).

Negara berkembang…membutuhkan peningkatan yang signifikan terhadap dukungan finansial di bidang lingkungan yang bersumber dari lembaga internasional…dan membantu mereka melewati transisi yang diperlukan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan (par. 100). Pada tingkatan global, ada institusi dengan kapasitas besar untuk menyalurkan bantuan tersebut. Ini terdiri dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan agensi-agensi khususnya: bank pembangunan multilateral, terutama Bank Dunia; badan kerjasama pembangunan multilateral lainnya (par. 101).

Keinginan untuk membentuk mekanisme keuangan di bidang lingkungan semakin nyata dengan banyaknya pihak yang turut mengembangkan penelitian

      

23

Helen Sjoberg. 1994. “From Idea to Reality: The Creation of Global Environment Facility”. The Global Environment Facility Working Paper. h. 9.

24 Ibid. 25

(30)

terkait sistem paling efektif untuk mewujudkan gagasan tersebut. Inisiatif pertama datang dari International Conservation Financial Program (ICFP) dan World Resource Institute (WRI) yang penelitiannya disponsori oleh UNDP di tahun 1987 hingga 1989. Upaya tersebut menghasilkan rekomendasi untuk membentuk institusi bernama International Environment Facilities (IEF) yang bersifat (i) baru, bebas dan independen; (ii) konsorsium dari badan antar pemerintah; (iii) entitas yang dinaungi oleh Bank Dunia, UNEP atau IUCN.26

Keinginan tersebut disusul dengan proposal yang dibuat oleh Departemen Lingkungan Bank Dunia di tahun 1988 dengan judul Environmental Funding Options – A World Bank Perspective. Secara garis besar, proposal ini menyatakan kesediaanya untuk mengambil peran utama dalam mengelola dana multilateral untuk kepentingan lingkungan global. Sepanjang tahun 1989, telah muncul berbagai gagasan serupa yang berasal dari beberapa negara lain seperti India, Belanda dan Perancis.27 Sementara itu, UNEP yang merupakan satu-satunya agensi PBB yang fokus pada isu lingkungan juga sedang mengembangkan mekanisme finansial untuk Protokol Montreal.28

Menanggapi banyaknya respon positif dari pihak-pihak terkait terhadap implementasi pengumpulan bantuan internasional untuk lingkungan, Departemen Lingkungan Bank Dunia berinisiatif untuk mempertemukan semua pihak terkait.

      

26

Helen Sjoberg. 1994. “From Idea to Reality: The Creation of Global Environment Facility”. The Global Environment Facility Working Paper. h. 14.

27

Ide tentang GEF juga muncul di tahun 1980-an sebagai dampak tidak langsung dari krisis hutang yang menimpa negara di Amerika Selatan. Peristiwa tersebut membuat negara-negara maju berinisiatif untuk merancang kembali sistem bantuan luar negeri mereka dan lebih melebarkan sektor-sektor lain yang selama ini tidak terlalu diperhatikan, termasuk isu lingkungan. Ibid.

28

Lin Gan. 1993. “The Making of Global Environment Facility: An Actor’s Perspective.”

(31)

Ini termasuk 17 negara pendonor untuk membahas isu tersebut pada 15-16 Maret 1990 di Paris.29 Ini disusul dengan beberapa pertemuan lain di Montreal dan Washington, hingga akhirnya pertemuan terakhir yang kembali diadakan di Paris pada bulan November 1990 yang mengikutsertakan 27 delegasi dengan 9 di antaranya adalah perwakilan negara berkembang.30 Forum tersebut berhasil merumuskan pembentukan institusi keuangan internasional di bidang lingkungan bernama Global Environment Facility (GEF).

GEF baru mulai beroperasi pada Maret 1991 dengan dikeluarkannya resolusi 91-5 yang secara resmi membuka program pilot phase GEF yang akan berjalan selama tiga tahun. Beberapa waktu kemudian di bulan Oktober, dilakukan penandatangan tripartiate agreement antara Bank Dunia, UNEP dan UNDP.31 Pada awal pembentukannya, disepakati bahwa tujuan GEF adalah menjalin kerja sama di antara Implementing Agencies untuk menyediakan bantuan tambahan demi mencapai keuntungan lingkungan global di bidang (a) keanekaragaman hayati; (b) perubahan iklim; (c) air internasional; (d) degradasi tanah, desertifikasi dan deforestasi; dan di tahun 2002 ditambahkan (e) penipisan lapisan ozon; dan (f) organik polutan.

GEF mengadopsi empat konvensi yang juga menjadi instumen institusionalnya, yaitu, 1) Convention on Biological Diversity (CBD) yang mengatur tentang perlindungan dan penggunaan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan; 2) United Nations Framework Convention on Climate Change

      

29

Ibid. h. 258. 30

27 delegasi dan 9 perwakilan negara berkembangnya, yaitu Indonesia, Brazil, India, Cote d’Ivoir, Mexico, Maroko, Turki, Cina dan Zimbabwe. Ibid.

31

(32)

(UNFCCC), yaitu traktat PBB yang bertujuan untuk mempromosikan pengurangan jumlah emisi karbon; 3) Convention to Combat Desertification (CCD), merupakan konvensi yang mewadahi kerja sama internasional dalam isu kekeringan dan desertifikasi; dan 4) Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants (POPs) yang mengatur produksi dan penggunaan polutan organik.

Operasional GEF berlangsung dalam suatu periode yang disebut fase. Setiap fase berjalan selama empat tahun. GEF semakin berkembang di setiap fasenya, baik dari jumlah anggota maupun program yang diimplementasikan. Saat skripsi ini ditulis, GEF sedang menjalani fase kelima dengan 185 negara anggota, serta telah memberikan hibah sebesar US$11,5 miliar untuk lebih dari 3.215 proyek di 165 negara.

II.2 Mekanisme Bantuan GEF

Ada tiga kategori dana yang diberikan GEF untuk setiap proposal program yang disetujui, yaitu, full-sized grant (berkisar US$3 juta - US$20 juta), medium grant (lebih dari US$1 juta) dan small grant (maksimal US$50,000).32 Dukungan dana tersebut diberikan dalam mekanisme incremental cost, artinya baik untuk program kecil maupun besar, GEF hanya menyediakan sebagian dana dari total biaya yang diperlukan. Sisa biaya harus ditanggung melalui sistem co-financing yang dibebankan pada pihak lain yang terlibat seperti pemerintah, implementing agencies, executing agencies, dan sebagainya.33

      

32

GEF. 2005. “Guide to the GEF for NGOs”. Washington DC: Global Environment Facility. h. 15.

33

(33)

Terdapat beberapa syarat utama yang harus dipenuhi untuk menerima dana GEF. Pertama, program yang diajukan harus berlokasi di negara berkembang yang berhak menerima pinjaman Bank Dunia serta telah meratifikasi konvensi yang menjadi instrumen GEF; Kedua, program itu harus mengikutsertakan pemerintah, NGO dan komunitas lokal; Ketiga, berkontribusi pada penanganan masalah lingkungan global; Keempat, desain proyek yang diajukan harus inovatif (belum pernah dilakukan di lokasi tersebut sebelumnya), target yang jelas, transparan dan fleksibel; Kemudian, syarat kelima, menyetujui kesepakatan incremental cost dan memiliki pihak yang bersedia memberikan co-financing.

Meski demikian, selain syarat-syarat di atas, setiap kategori dana bantuan memiliki mekanisme tersendiri dalam menyetujui proposal projek yang diajukan. Misalnya, untuk pengajuan Small Grant Program (SGP) hanya boleh dilakukan oleh NGO lokal meskipun pada tahap operasinya pemerintah dan badan lain boleh berpartisipasi. SGP mendanai semua tema bantuan GEF kecuali sektor penipisan lapisan ozon.34 NGO yang ingin mendapatkan dana SGP dapat mengajukan proposal ke SGP National Coordinator (NC) di kantor UNDP negaranya. Jika diterima, NC akan merekomendasikannya ke National Steering Coordinator (NSC). Proposal yang disetujui oleh NSC selanjutya akan memasuki implementasi program dengan kontrak resmi yang ditandatangani oleh pihak NGO dan UNDP.35

      

34

Sektor penipisan lapisan ozon tidak didanai dalam program SGP karena membutuhkan biaya yang lebih besar. Sedangkan maksimal anggaran SGP hanya US$50,000 per proyek. GEF. 2008. “Small Grants Programme (SGP) Strategic Framework”.h. 13.

35

(34)

Sedangkan untuk Medium-Sized Program (MSP), NGO, pemerintah atau badan internasional dapat mengajukan program ini. Langkah pertama adalah mengirimkan proposal program ke kantor nasional Implementing Agencies atau Executing Agencies GEF. Jika disetujui, maka proposal akan dilanjutkan ke sekretariat GEF yang berada di New York. Kemudian, sekretariat akan meminta surat persetujuan dari operational focal point, biasanya merupakan staf Kementerian Lingkungan Hidup di negara yang bersangkutan. Setelah itu operational focal point merekomendasikan proposal tersebut ke direktur GEF. Direkturlah yang akan memutuskan apakah proposal itu akan disetujui, ditolak atau direvisi untuk diajukan kembali.36

Di antara ketiga jenis proposal program, Full-sized Program (FSP) memiliki proses peninjauan proposal yang lebih panjang. Mekanisme bantuan ini hampir sama dengan MSP, hanya saja surat persetujuan dari operational focal point harus sudah ada sejak awal pengajuan. Selanjutnya, selain oleh sekretariat, proposal tersebut juga akan ditinjau oleh Implementing Agencies dan Executing Agencies lain, STAP dan Council. Ketika semua pihak sudah setuju, proposal akan diteruskan ke direktur GEF untuk final endorsement. Tahap berikutnya adalah penandatangan kontrak kerja dan Project Implementation Review setiap setahun sekali selama program itu berlangsung.37

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, harus ada pihak lain yang melakukan co-financing karena GEF tidak akan menanggung dana program bantuan sepenuhnya. Oleh karenanya, ada konsep bernama baseline dan

      

36

GEF. 2010. GEF Project and Programmatic Approach Cycles. Washington DC: Global Environment Facility.h. 27.

37

(35)

alternative yang berfungsi untuk menentukan seberapa besar biaya projek yang akan dibebankan pada GEF.38 Baseline adalah apa yang pernah dilakukan terhadap masalah yang akan diatasi melalui program GEF; atau skenario yang akan terjadi jika tidak ada bantuan dari GEF. Sedangkan alternative adalah cara baru dan berbeda yang belum pernah dilakukan sebelumnya untuk mengatasi masalah tersebut. GEF akan terlebih dahulu meneliti skenario alternative dan memutuskan bagian mana yang berkontribusi bagi kepentingan lingkungan global, untuk kemudian menjadi porsi yang didanai GEF.

II.3 Proses Pembuatan Kebijakan GEF

Pada awal pendiriannya di tahun 1990, GEF direncanakan hanya akan berjalan selama tiga tahun sebagai proyek percobaan (pilot project) dari mekanisme keuangan untuk perlindungan lingkungan global dan pembangunan berkelanjutan. Struktur yang ada di GEF bersifat tidak mengikat dan partisipasi negara anggota berdasarkan sistem sukarela. Para anggota bertemu dua kali setahun dan keputusan diambil secara konsensus, sedangkan persetujuan atas pelaksanaan proyek GEF yang diajukan ada di tangan ketiga Implementing Agencies.39

Selama periode pilot phase, Bank Dunia merupakan Implementing Agency dengan peran paling kuat. Badan ini bertanggung jawab sebagai pengelola dana, melakukan tugas administratif, menjalankan pemantauan harian, mengetuai

      

38

GEF. 2011. Guidelines for Project Financing. Washington DC: Global Environment Facility.h. 11.

39

(36)

pertemuan anggota, menjadi kordinator serta berperan dalam membuat keputusan terhadap program GEF.40 Sistem tersebut banyak dikritik, terutama oleh NGO lingkungan dan negara berkembang, karena kurangnya transparasi atas proses pengambilan keputusan dan pengaruh Bank Dunia yang terlalu besar.

Maka di tahun 1994, melalui penandatanganan Instrument for the Establishment of the Restructured Global Environment Facility yang dilakukan oleh 73 negara anggota dan ketiga Implementing Agencies, GEF resmi merestrukturisasi sistem operasionalnya.41 Salah satu perubahan signifikan setelah restrukturisasi adalah sistem pengambilan keputusan GEF yang dinilai lebih demokratis melalui mekanisme double majority voting. Ini adalah persetujuan yang mensyaratkan 60% suara dari negara penerima dan 60% mayoritas dari total kontribusi dana. 42 Walaupun demikian, dalam prakteknya, pengambilan keputusan selalu melalui konsensus dan hingga saat ini voting tidak pernah dilakukan.

Selain itu, pembagian kerja diatur lebih merata dengan dibentuknya badan-badan lain dalam struktur GEF seperti, Majelis, Sekretariat, project partners, Scientific Technical and Strategic Advice Panel (STAP), dan beberapa divisi lainnya. Masing-masing divisi juga memiliki pertemuan berkala tersendiri untuk membahas program kerja mereka. Seluruh anggota GEF bertemu empat tahun sekali dalam sebuah Sidang Umum untuk membicarakan

kebijakan-      

40

Zoe Young. 2002. A New Green Order? World Bank and The Politics of Global Environment Facility. Virginia: Pluto Press. h. 52.

41

Laurence De Chazournes. 2005. “The Global Environment Facility (GEF): a unique and crucial institution”. Review of European Community and International Environmental Law (RECIEL). h. 202.

42

(37)

kebijakan umum dan perencanaan keuangan untuk fase GEF berikutnya.43 Gambaran lebih detail tentang struktur kepengurusan GEF dapat dilihat pada bagan di bawah ini.

Gambar II.1 Struktur Organisasi Global Environment Facility

Catatan: STAP (Scientific and Technical Advisory Panel) M&E Office (Monitoring and Evaluation Office)

Sumber: Bagan diolah dari, GEF. 2005. Guide to the GEF for NGOs.

Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa pusat pemerintahan GEF terletak pada posisi Dewan. Berdasarkan kerangka kerja yang ditulis dalam GEF Governing Instrument, Dewan merupakan badan yang paling berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan. Semua kebijakan penting seperti alokasi proyek GEF, amandemen kebijakan, tema program, dan rencana keuangan harus melalui persetujuan Dewan. Komposisi anggota Dewan memang dapat dikatakan

      

43

(38)

seimbang secara geografis dengan adanya perwakilan dari negara maju dan berkembang, akan tetapi pada realitanya proses pengambilan keputusan Dewan banyak didominasi oleh negara pendonor.44

Selain Dewan, posisi lain yang cukup mempengaruhi kebijakan GEF adalah Direktur karena ia memiliki wewenang untuk merekomendasikan kebijakan yang akan diambil serta proyek yang akan didanani GEF. Secara prosedur, masa jabatan Direktur hanya sampai tiga tahun, meski demikian orang yang sama dapat terpilih kembali untuk periode berikutnya. Hingga tahun 2013, GEF telah dipimpin oleh lima orang yang memiliki masa jabatan yang berbeda-beda. Direktur pertama adalah Mohamed El-Ashiri yang berasal dari Mesir, ia menjabat sejak 1994 hingga 2003. Selanjutnya, posisi tersebut diganti oleh Leonard Good yang berkewarganegaraan Kanada, ia hanya bertugas selama satu periode hingga 2006. Direktur berikutnya adalah Monique Barbut yang berasal dari Perancis yang bekerja hingga dua periode sampai tahun 2012. Terakhir, posisi direktur ditempati oleh Naoto Ishii yang berkebangsaan Jepang yang berlangsung hingga saat skripsi ini ditulis.45

II.4 Negara yang Mempengaruhi Keputusan GEF

Menurut survey yang dilakukan pada staf GEF, 74% percaya bahwa tujuan strategis dan prioritas program GEF sangat ditentukan oleh negara-negara

      

44

Daftar mengenai anggota Dewan sejak GEF fase pertama hingga kelima dapat dilihat pada lampiran 2.

45

(39)

pendonor, khususnya penyumbang dana yang lebih besar.46 Sistem voting yang dilakukan pun mensyaratkan adanya 60% suara dari total kontribusi dana. Artinya, jika misalkan dana GEF di fase tersebut US$ 3 miliar, maka harus ada persetujuan dari satu atau lebih negara pendonor yang merepresentasikan nilai kontribusi setidaknya US$1,8 miliar (60%). Ini menjadikan para pendonor memiliki hak veto. Dengan kata lain, pengumpulan suara tidak akan sah tanpa dukungan dari negara-negara donor utama.

Pengumpulan dana dilakukan setiap empat tahun sekali. Ketika satu fase berakhir, direktur GEF akan membuka kembali penawaran kontribusi dana kepada seluruh anggota untuk berpartisipasi pada fase GEF berikutnya. Kegiatan ini disebut dengan replenishment. Ini dimulai sejak pilot phase di tahun 1991-1994, dilanjutkan dengan fase pertama di tahun 1994-1998. Hingga saat skripsi ini ditulis, GEF telah mencapai fase ke lima untuk tahun 2010-2014. Di setiap awal fase, seluruh anggota berkumpul untuk membicarakan siapa saja yang akan menjadi negara pendonor dan berapa dana yang akan dikeluarkan.47 Sampai tahun 2012, tercatat ada sekitar 35 negara yang ikut membiayai GEF, termasuk beberapa negara berkembang juga ikut membantu dengan jumlah kontribusi minimal yang telah ditetapkan, yaitu, US$5 juta.48 Dari tabel berikut, dapat dilihat bahwa para negara pendonor terus meningkatkan jumlah bantuan dana di setiap fasenya.

      

46

Carlos del Castilo. 2009. “Governance of GEF”. GEF Evaluation Paper Series. h. 13. 47

Global Environment Facility. 2011. Instrument for the Establishment of the Restructured GEF. Washington DC: Global Environment Facility.h. 100.

48

(40)

Tabel II.1 Total Dana GEF Tahun 1991-2014

Periode Tahun Jumlah Dana

Fase Percobaan (Pilot Phase) 1991-1994 US$ 1 miliar

Fase Pertama (GEF-1) 1994-1998 US$ 2 miliar

Fase Kedua (GEF-2) 1998-2002 US$ 2,75 miliar

Fase Ketiga (GEF-3) 2002-2006 US$ 3 miliar

Fase Keempat (GEF-4) 2006-2010 US$ 3,13 miliar

Fase Kelima (GEF-5) 2010-2014 US$ 4.34 miliar

Sumber: Data dikompilasi dari, GEF 1-5 Replenishment Documents.

Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh sekretariat GEF, sejak fase pertama hingga kelima sumber dana selalu didominasi oleh negara-negara maju. Dalam hal ini, Amerika Serikat merupakan pendonor terbesar GEF sejak fase pertama hingga sekarang, disusul oleh Jepang, Jerman, Perancis dan Inggris. Berikut adalah diagram kontributor dana GEF dengan lima pendonor terbesar.

(41)

Data di atas mengindikasikan bahwa negara yang paling berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan di GEF adalah negara-negara maju, terutama Amerika Serikat. Menurut Fonseca, AS sangat mempengaruhi strategi dan program-program GEF. Delegasi AS selalu mengupayakan berbagai proyek dengan biaya seefektif mungkin namun dapat mendukung kepentingan AS secara maksimal. Contohnya, program kehutanan GEF untuk menanggulangi perdagangan kayu ilegal dapat meningkatkan pendapatan perusahaan kayu AS sebesar US$275 juta per tahun. Selain itu, sebagian besar teknologi dan peralatan untuk proyek GEF di bidang hydro-energy juga diekspor dari industri AS.49

II.5. Alokasi Dana GEF

GEF bertujuan untuk memberikan bantuan dana untuk mengatasi isu-isu lingkungan yang dikategorikan berdampak global, yaitu, perubahan iklim, air internasional, keanekaragaman hayati, penipisan ozon—di tahun 2002 ditambah dengan—degradasi tanah, dan polutan organik. Selama tiga fase pertama (1991-2006), GEF dapat dikatakan tidak memiliki kriteria rinci mengenai negara seperti apa alokasi dana akan diberikan. Secara garis besar, negara dapat menjadi penerima program GEF jika memenuhi kriteria konvensi yang diakui oleh Conference of the Parties (COP) atau merupakan anggota konvensi; dan merupakan negara yang termasuk anggota penerima bantuan dari Bank Dunia atau bantuan teknis dari UNDP.

      

49

Gustavo Fonseca. 2011. “Understanding the Role of the Global Environment Facility”.

(42)

Di tahun 2005, kriteria yang lebih spesifik mulai ditentukan. Dewan mengesahkan beberapa rekomendasi kebijakan baru. Salah satunya mengenai pendanaan untuk GEF fase keempat. Mengingat sumber keuangan GEF terbatas sedangkan isu lingkungan yang harus diatasi cukup banyak, maka diputuskan bahwa GEF akan membuat sistem alokasi dana baru yang hanya memprioritaskan pada isu perubahan iklim dan keanekaragaman hayati.50 Sistem tersebut bernama Resource Allocation Framework (RAF).

Melalui sistem ini, bantuan GEF akan diberikan pada negara yang memiliki potensi tinggi terhadap Global Benefit Index (GBI) dan Global Performance Index (GPI). 51 GBI adalah potensi negara tersebut untuk berkontribusi mengurangi masalah lingkungan global serta mampu memberikan co-financing yang efektif pada proyek GEF. Sedangkan GPI merupakan ukuran sejauh mana dampak program GEF di negara tersebut. Hal ini dapat tercermin dari kebijakan nasional dan kontribusi pihak lokal dalam menyukseskan program GEF.

Pada GEF fase kelima di tahun 2010, Dewan mengadopsi mekanisme baru yang merupakan pengembangan dari RAF. Konsep ini dikenal dengan System for Transparent Allocation of Resources (STAR). Berbeda dengan RAF yang hanya menggunakan indeks GBI dan GPI, STAR juga memasukan ukuran Gross Domestic Product (GDP) dalam kriteria pengalokasian dana.52 Ini disebabkan keinginan GEF untuk memberikan bantuan yang lebih merata dan kesadaran

      

50

GEF. 2005. Resource Allocation Framework. Washington DC: Global Environment Facility. h. 2.

51 Ibid. 52

(43)

bahwa negara miskin membutuhkan lebih banyak dukungan untuk mencapai target program yang diberikan. Melalui sistem ini negara yang memiliki GDP lebih rendah akan menerima dana tambahan. Sebaliknya, bantuan kepada negara yang lebih kaya akan sedikit dikurangi.

Mekanisme STAR tidak hanya mencakup tema perubahan iklim dan keanekaragaman hayati, tetapi juga degradasi tanah. Isu lain seperti penipisan ozon dan polutan organik tidak diikutsertakan karena kurangnya indikator GBI dan fasilitas teknis yang tidak memadai di banyak negara. Meski demikian, isu tersebut akan dipertimbangkan kembali di fase GEF berikutnya. Agar memenuhi kelayakan untuk mendapatkan dana dari sistem STAR, negara penerima juga harus memiliki setidaknya satu proyek nasional selama lima tahun terakhir dan bukan anggota Uni Eropa terhitung sejak 1 Juli 2010.53 Ini harus dipenuhi selain syarat dasar lainnya yang telah disebutkan sebelumnya.

Dilihat dari distribusi dana berdasarkan focal area, sejak periode pilot phase di tahun 1991 hingga fase kelima yang direncanakan berakhir pada tahun 2014, perubahan iklim merupakan program yang mendapat alokasi dana paling banyak, yakni mencapai 32% dari total bantuan GEF. Data selengkapnya mengenai presentase distribusi dana GEF bedasarkan focal area dapat dilihat pada diagram berikut.

       

      

53

(44)

Gambar II.3 Distribusi Dana GEF Berdasarkan Focal Area dan Region 

 

Sumber: Data dikompilasi dari GEF Annual Report 2011 dan GEF-5 Replenishment

Dari diagram di atas juga dapat disimpulkan bahwa distribusi bantuan GEF lebih banyak berada di wilayah Asia, disusul oleh Afrika, Amerika Latin dan Karibia, dan Eropa. Salah satu hal yang memfaktori hal tersebut adalah banyaknya penerima utama bantuan GEF yang merupakan negara Asia, khususnya Cina yang selama ini selalu menjadi penerima bantuan terbesar. Pembahasan lebih rinci mengenai jumlah dana yang diperoleh Cina serta permasalahan lingkungan apa saja yang dialami negara tersebut akan diuraikan dalam bab berikutnya.

(45)

BAB III

Global Environment Facility dan Cina

Bab ini akan menguraikan tentang kerusakan lingkungan di Cina dan dampaknya dalam skala domestik maupun internasional. Kemudian, di pembahasan berikutnya akan dijelaskan mengenai latar belakang bergabungnya Cina dengan GEF. Masuknya Cina dalam keanggotaan GEF telah menjadikan negara ini sebagai penerima dengan jumlah bantuan terbesar. Deskripsi lebih rinci terkait berapa jumlah yang diterima Cina serta perbandingannya dengan dana yang didapatkan negara-negara lain akan dipaparkan pada bagian akhir bab ini.

III.1 Permasalahan Lingkungan di Cina

Cina merupakan salah satu negara yang mengalami degradasi lingkungan yang cukup parah, terutama setelah negara ini berhasil membangun industrinya sejak tahun 1980-an. Tumbuhnya perekonomian ini tidak disertai dengan upaya serius dalam melestarikan lingkungannya. Berdasarkan laporan Environmental Sustainability Index 2005, Cina menempati urutan ke-133 dari 146 negara.54 Peringkat ini menunjukkan bahwa Cina termasuk dalam deretan terbawah dalam kategori pemanfaatan lingkungan secara berkelanjutan. Permasalahan lingkungan tersebut tidak hanya berdampak pada pencemaran ekologi, tetapi juga telah mengakibatkan kerugian di sektor ekonomi, kesehatan dan sosial. Dewan Nasional Cina menyatakan bahwa:

      

54

(46)

“… polusi lingkungan dan kerusakan ekologi telah menyebabkan kerugian besar di sektor ekonomi, membahayakan kesehatan masyarakat, serta berdampak negatif pada kestabilitasan sosial dan keamanan lingkungan.”55

Hal ini ditunjukkan dengan besarnya estimasi biaya yang ditimbulkan dari kerusakan lingkungan Cina yang mencapai 8-13% total GNP. Angka tersebut hampir sama dengan tingkat pertumbuhan ekonomi Cina selama tiga dekade terakhir yang mencapai rata-rata 9,4% pertahun.56 Selain itu, kerusakan lingkungan Cina juga berdampak negatif bagi kesehatan masyarakatnya. Ini terutama terlihat pada statistik penderita kanker paru-paru di Cina yang telah meningkat 465% selama tiga puluh tahun terakhir. Dari jumlah tersebut, 80% diantaranya merupakan kanker karena masalah ekologis.57

Sementara itu, Cina juga mengalami dampak negatif kerusakan lingkungan di sektor sosial. Setiap tahunnya, muncul ribuan demonstrasi di berbagai daerah untuk menuntut perbaikan lingkungan.58 Jumlah demonstrasi tersebut terus meningkat. Menurut pernyataan Direktur State Environmental Protection Agency (SEPA), Zhou Shengxian, tercatat ada 31.000 insiden dalam skala nasional maupun lokal di tahun 2003. Protes lingkungan ini kemudian bertambah menjadi 40.000 pada tahun 2004 dan 51.000 di tahun 2005.59 Lokasi demonstrasi tersebut kebanyakan bertempat di pabrik-pabrik yang melakukan

      

55

Dikutip dari, Darcey J. Goelz. 2009. “China’s Environmental Problems: Is A Specialized Court The Solution?” Pacific Rim Law & Policy Journal Association. h. 159.

56

Dikutip dari, Jianguo Liu dan Peter Raven. “China’s Environmental Challenges and Implications for the World”. 2010. Critical Reviews in Environmental Science and Technology. h. 835.

57

Joseph Kahn dan Jim Yardley. 2007. As China roars, pollution reaches deadly extremes.

http://www.nytimes.com/2007/08/26/world/aconsia/26china.html?pagewanted=all diakses tanggal 24 Juli 2013.

58

Elizabeth Economy. 2007. “The Great Leap Backward? The Costs of China’s Environmental Crisis”. Foreign Affairs. h. 5.

59

(47)

polusi udara, pencemaran air dan pembuangan limbah beracun. Misalnya saja sempat terjadi insiden di kota Dongyang yang menyebabkan kerusuhan antara 20.000 petani dan 3000 polisi di tahun 2005. Para petani menolak adanya pembangunan pabrik baru karena sudah ada tiga belas pabrik di kawasan tersebut yang disinyalir berdampak negatif pada kehidupan masyarakat setempat. Ditambah lagi, selama pabrik-pabrik itu beroperasi, terjadi peningkatan dalam jumlah penduduk yang menderita saluran pernafasan. Hasil pertanian pun menjadi tidak layak dikonsumsi karena pencemaran air dan tanah.60

Secara umum, masalah lingkungan utama yang terjadi di Cina meliputi beberapa sektor, yaitu air, udara, keanekaragaman hayati dan deforestasi. Pembahasan lebih lanjut mengenai masing-masing sektor tersebut akan dijelaskan berikut ini.

a. Pencemaran Air

Pencemaran dan kelangkaan air merupakan salah satu masalah lingkungan terparah di Cina. Sebuah laporan menyatakan bahwa diperkirakan 90% air tanah telah terkontaminasi dan lebih dari 75% permukaan air di area perkotaan Cina tidak layak minum.61 Ini menyebabkan ratusan juta penduduk tidak dapat mengakses air minum yang sehat.

Pada tahun 2010, sekitar 400 dari 669 kota di Cina mengalami kelangkaan air dengan lebih dari 100 kota dalam kategori ancaman serius.62 Kelangkaan air

      

60

Ibid. h. 100. 61

Elizabeth Economy. 2007. The Great Leap Backward? Foreign Affairs. h. 3. 62

(48)

membuat petani terpaksa mencari berbagai cara alternatif yang kadang berbahaya untuk menumbuhkan ladangnya. Misalnya saja, para petani di sebuah desa di Provinsi Henan menggunakan limbah air dari pabrik kertas untuk mengairi persawahannya. 63 Ini menunjukkan bahwa ketiadaan air bersih dapat menyebabkan para penduduk Henan tidak memiliki pilihan lain selain menggunakan air kotor untuk penghidupannya.

Lebih lanjut lagi, Menteri Sumber Daya Air Cina menyatakan bahwa 40% air sungai di negara tersebut kategorikan telah terkontaminasi pada level yang parah.64 Keadaan ini ditimbulkan oleh banyaknya proses industri yang tidak ramah lingkungan di mana pabrik-pabrik secara terus menerus membuang limbahnya ke sungai tanpa melakukan penyaringan terlebih dahulu. Beberapa contoh pabrik tersebut di antaranya pabrik tekstil di Zheijang yang mengalirkan limbah pewarna ke sungai Qiantang dan pabrik komputer di Jilin yang membuang limbah logam ke sungai Songhua.65

Berbagai pencemaran tersebut diperburuk dengan lemahnya penegakan hukum lingkungan di Cina. Contohnya, seperti yang terjadi pada perusahaan tambang di Kunming Timur, di mana pendapatan daerah kebanyakan berasal dari pembayaran pajak industri. Pemerintah setempat tidak menindak tegas perusahaan yang mencemari lingkungan karena kuatir industri tersebut akan tutup dan

      

63

Edwad Wong. 2013. Cost of Environmental Damage in China Growing Rapidly Amid Industrialization http://www.nytimes.com/2013/03/30/world/asia/cost-of-environmental-degradation-in-china-is-growing.html?_r=0 diakses tanggal 20 Juli 2013.

64

Jonathan Kaiman. 2013. Chinese environment official challenged to swim in polluted river

http://www.guardian.co.uk/environment/2013/feb/21/chinese-official-swim-polluted-river

diakses tanggal 26 Juli 2013. 65

Fox News. Tons Toxic Coal Tar Dumped into River in China.

http://www.foxnews.com/story/2006/06/15/60-tons-toxic-coal-tar-dumped-into-river-in-china/

(49)

pendapatan daerah akan turun drastis.66 Hal ini juga terjadi di sungai Dongchuan yang airnya berubah menjadi putih karena limbah penambangan.67

Selain itu, banyak proyek dan pabrik dengan tingkat konsumsi air yang tinggi serta mengandung limbah berbahaya berlokasi di wilayah rentan dengan kapasitas lingkungan rendah. Setidaknya terdapat 200 juta ton limbah yang dibuang ke perairan Cina di tahun 2004 dan hampir setengah (46,2%) dari 26 danau di Cina mengalami perubahan warna karena pencemaran. Ini diantaranya terjadi pada danau-danau di provinsi Kunming, Anhui dan Guangdong.68

Kontaminasi air juga ditimbulkan oleh limbah agrikultur, yaitu limbah yang berasal dari pemakaian pupuk dan sisa tanaman. Berdasarkan survey Food and Agriculture Organization (FAO), Cina merupakan konsumen dan produsen pestisida serta pengguna pupuk kimia terbesar dunia. Di kawasan perkotaan dan industri Shanghai, air limbah yang diolah dalam proses pembuangannya hanya 10%. Sedangkan, dalam skala nasional, hampir tiga perempat wilayah Cina tidak memiliki pengolahan sama sekali.69

Data-data di atas menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Cina telah mengalami kelangkaan air. Ketersediaan air bersih semakin menipis akibat tercemarnya sungai, danau dan air tanah. Masalah ini tentunya membawa dampak

      

66

Li Ma dan François G. Schmitt. 2008. Development and Environmental Conflicts in China. China Perspectives. H. 98.

67

NBC news. River Turns White in China.

http://photoblog.nbcnews.com/_news/2013/04/02/17568385-river-turns-white-from-pollution-in-china?lite diakses tanggal 2 Oktober 2013.

68

Jianguo Liu dan Peter Raven. 2010. “China’s Environmental Challenges and Implications for the World”. Critical Reviews in Environmental Science and Technology. h. 830.

(50)

buruk bagi kesehatan, tidak hanya menyebabkan warga kekurangan air minum, tetapi juga membuat sebagian petani mengairi pertaniannya dengan air kotor.

b. Polusi Udara

Polusi udara juga menjadi masalah lingkungan di Cina. Berdasarkan laporan Bank Dunia, dari total penduduk di area perkotaan yang berjumlah sekitar 560 juta, hanya 1% saja dari jumlah tersebut yang mencapai standar udara yang sehat. Buruknya kualitas udara menyebabkan 66% penduduk kota (sekitar 240 juta) menghadapi gejala penyakit yang dapat dikaitkan dengan polusi udara, seperti gangguan pernafasan dan kanker paru-paru.70 Angka kematian yang disebabkan oleh polusi udara mencapai sekitar 700.000 orang per tahun.71 Ini menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan di Cina sudah mencapai level yang sangat parah, bahkan menjadi salah satu faktor utama kematian dalam jumlah besar.

Berdasarkan data China State of Environment 2008, dari 519 kota yang tercatat memberi laporan kualitas udara, hanya 21 (4%) yang mencapai standar tertinggi pemerintah.72 Dalam pengukuran kualitas udara yang dilakukan setiap tahun, standar tertinggi yang ditetapkan pemerintah Cina adalah golongan Grade 1 dimana partikel beracun yang terdapat dalam udara tersebut tidak melebihi 40 microgram/m3. Contoh kota yang termasuk kategori ini antara lain, Haikou,

      

70

World Bank. 2007. Cost Of Pollution In China: Economic Estimates Of Physical Damages.

71

Time. 2013. China Rivers Problems. http://world.time.com/2013/03/12/china-a-river-of-pigs-and-5-other-environmental-nightmares/ diakses tanggal 26 September 2013.

72

(51)

Fuzhou dan Zhousan. Sedangkan, kategori kualitas terendah adalah Grade 3 dengan komposisi partikel beracun lebih dari 75 microgram/m3.73 Salah satu kota yang paling parah dalam kategori ini adalah Benxi. Kota ini berlokasi di tempat pengolahan batu bara dan baja terbesar di Cina dengan produksi mencapai 7 juta ton per tahun. Polusi mengakibatkan awan di Benxi sangat pekat dan gelap, bahkan area kota ini tidak dapat dilihat dari satelit.74

Sumber polusi udara Cina kebanyakan berasal dari pembakaran diesel dan batu bara. Ini menjadikan Cina sebagai negara penghasil emisi SO2 (sulfur dioksida) terbesar di dunia, yakni mencapai 20 juta ton pertahun.75 Emisi tersebut mengakibatkan terjadinya hujan asam di sepertiga wilayah Cina.76 Berdasarkan laporan Menteri Perlindungan Lingkungan Cina tahun 2009, terdapat 258 kota yang mengalami hujan asam seperti yang terjadi di Xiamen, Dalian dan Chengdu.77

c. Keanekaragaman Hayati

Cina merupakan negara terkaya ketiga di dunia dalam hal keanekaragaman hayati. Berdasarkan laporan UNEP, Cina menempati posisi ketiga setelah Brazil

      

73

Greenpeace. 2012. Report on Ranking Eastern Chinese Cities by Their Clean Air Action. 74

Simona A. Grano. 2008. “China’s Environmental Crisis: Why Should We Care?” Centre for East and South-East Asian Studies Lund University Working Paper. h. 7.

75

SO2 menjadi indikator polusi udara karena sulfur dapat menjadi parameter seberapa tinggi zat asam dan logam yang terkandung dalam udara.

76

Hujan asam adalah hujan dengan pH air kurang dari 5,7. Ini terjadi karena meningkatnya emisi sulfur dioksida dan nitrogen oksida di atmosfer. Yoko Nagase dan Emilson Silva. 2001. “The China-Japan Acid Rain Problem: Efficient Agreements with Voluntary Participation”.

International Centre for the Study of East Asia Development (ICSEAD). h. 1. 77

Dikutip dari, NDTV. 2007. Acid rains make life hard

(52)

dan Kolombia.78 Ini didasarkan pada keberadaan lebih dari 35,000 spesies tumbuhan di negara tersebut. Data ini termasuk 2.200 jenis lumut dan sekitar 2.600 macam pakis. Jumlah total kedua spesies tumbuhan tersebut mencapai 9,1% dan 22% dari total spesies yang ada di dunia. Cina juga memiliki spesies hewan yang berlimpah. Negeri ini diperkirakan memiliki 10% spesies invertebrata dan 14% vertebrata dari total spesies hewan yang ada di dunia.79

Namun, kekayaan hayati Cina di atas terancam berkurang akibat kepunahan. Indikasi ke arah ini contohnya terjadi di daerah konservasi hutan bernama Changbai Mountain Biosphere Reserve yang berlokasi di Provinsi Jilin. Pemerintah Cina telah mengonservasi area ini dengan mengubahnya menjadi tempat wisata berkonsep eco-tourism di tahun 1980. Meski demikian, eksploitasi alam ilegal tetap marak dilakukan.80 Tercatat sejak tahun 1995 hingga tahun 2005 terdapat lebih dari 100.000 kasus pelanggaran area konservasi di Changbai. Dalam menyikapinya, pemerintah Cina bahkan mengerahkan 340 personil tentaranya untuk menjaga hutan tersebut pada tahun 2005.81

Kekayaan hayati lain yang diambang kepunahan adalah harimau liar di Cina yang terdiri dari spesies Bengal, Siberia dan Indocina. Diperkirakan hanya

      

78

United Nations. 2004. World Conservation Monitoring Centre of the United Nations Environment Programme (UNEP-WCMC).

79

Jianguo Liu dan Peter Raven. 2010. “China’s Environmental Challenges and Implications for the World”. Critical Reviews in Environmental Science and Technology. h. 840.

80

Contoh hukuman yang diterapkan jika melanggar daerah konservasi tersebut seperti mengambil 10 katak akan dipenjara 1 tahun dan memasuki hutan atau menebang sebatang pinus akan dipenjara selama 3 tahun. Pemerintah Cina tidak memberi alternatif pekerjaan lain pada penduduk lokal sehingga pelanggaran tetap terjadi.

81

(53)

tersisa 50 ekor pada  tahun 2010.82 Padahal, spesies harimau menempati posisi

teratas dalam rantai makanan hewan. Sehingga, secara tidak langsung, spesies ini menjaga keseimbangan populasi hewan-hewan yang berada di bawahnya seperti rusa, kijang dan tumbuh-tumbuhan. Hilangnya harimau akan membuat jumlah hewan lain meningkat drastis dan menyebabkan semakin sedikitnya tumbuhan yang menjadi sumber makanan. Hewan yang lebih kecil seperti serangga akan mencari area tumbuhan lain yang akhirnya menyerang ladang pertanian.

Adanya dampak perubahan ekosistem Cina ini secara nyata terlihat pada data lingkungan Cina yang dipublikasikan oleh China Daily. Media massa tersebut melaporkan bahwa telah terjadi peningkatan serangan hama hingga hampir dua kali lipat pada periode 2010 sampai 2011. Pada tahun 2010, terdapat 268 juta Ha ladang yang mengalami serangan hama. Namun, serangan hama di tahun 2011 melanda hingga 402 juta Ha ladang di Cina.83

e. Deforestasi dan Desertifikasi

Berdasarkan laporan Environmental Investigation Agency, Cina adalah konsumen produk kayu terbesar dunia dengan jumlah 371 juta m2 di tahun 2007.84 Tingginya kebutuhan akan kayu ini menyebabkan banyaknya penebangan hutan

      

82

Telegraph. 2005. China's wild tigers face extinction 'in 30 years'

http://www.telegraph.co.uk/earth/wildlife/7028421/Chinas-wild-tigers-face-extinction-in-30-years.html diakses tanggal 12 September 2013.

83

China Daily. 2011. Pests and diseases plague crops.

http://www.china.org.cn/environment/2011-02/21/content_21963404.htm diakses tanggal 12 September 2013.

84

Gambar

Gambar II.1 Struktur Organisasi Global Environment Facility
Tabel II.1 Total Dana GEF Tahun 1991-2014
Gambar II.3 Distribusi Dana GEF Berdasarkan Focal Area dan Region 
Gambar III.1 Lintasan Sungai Mekong
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari tabel hasil percobaan di atas dapat diketahui bahwa pembuatan biocoal dari campuran batu bara dengan arang serbuk gergaji kayu jati, glugu dan sekam padi menggunakan perekat

Semua bayi baru lahir di fasilitas kesehatan harus segera mendapatkan tanda pengenal berupa gelang yang dikenakan pada bayi dan ibunya untuk menghindari tertukarnya bayi,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pinjaman dana bergulir dari Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kota Semarang dapat membantu meningkatkan produk, omzet penjualan,

1) Menyatakan bahwa mereka memiliki tujuan yang jelas untuk hamil. 2) Tidak menggunakan kontrasepsi agar menjadi hamil. 3) Didiskusikan dan disepakati oleh pasangan untuk hamil.. 4)

Tujuan umum : tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan masalah pemenuhan kebutuhan perawatan diri pada pasien

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa dengan diberikannya program bimbingan karier kepada siswa kelas XII SMA Terpadu Baiturrahman, didapatkan bahwa

Dari uji coba makanan yang diberikan, diketahui bahwa kepiting dewasa kebanyakan lebih menyukai kelapa, dibandingkan jenis makanan yang berupa sayur ataupun ayam.. Kata kunci:

Pada perkembangannya, Mulyana (1964:1) mengatakan bahwa, “semantik ialah bidang pengkajian makna kata dalam konteks bahasa tertentu. Wilayah kajiannya meluas sampai pada