DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Arikunto,Suharsimi,2010,Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Rineka
Cipta, Jakarta.
Bungin, Burhan,1984, Analisis Data Penelitian Kualitatif:Pemahaman Filosofis
dan Metodologi ke Arah Penguasaan Model Aplikasi ,Grafindo Persada, Jakarta.
Dirjosiworo, Soedjono, 1984, Sosio Kriminologi, Amalan Ilmu-Ilmru sosial dalam
Studi Kejahatan, Sinar Baru, Bandung.
Ediwarman, H.M Ridwan ,1994, Azas-azas Kriminologi, USU PRESS, Medan.
Harahap, M. Yahya, 2006, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP
Penyidikan dan Penuntutan. Sinar Grafika.
Harkrisnowo, Harkristuti. Menelaah Konsep Sistem Peradilan Pidana Terpadu
(dalam konteks Indonesia). Seminar keterpaduan Sistem Peradilan Pidana di Danau Toba.Tanggal 4-5 April 2002, Medan.
Ibrahim,Johny, 2007, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu
Media, Surabaya.
Kartono, Kartini, 1982, Pisikologi Anak, Alumni, Bandung.
Lamintang,P.A.F, 2011, Dasar-Dasar Hukum pidana Indonesia, PT Citra Aditya
Bakti, Bandung.
Marlina, 2007, Diversi dan Restorative Justice sebagai Alternatif Perlindungan
Emergensi dan Bencana Alam. Pusat kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), Medan.
_____, 2009, Peradilan Pidana Anak Di Indonesia (Pengembangan Konsep
Diversi dan Restorative Justice), PT Refika Aditama, Bandung.
Meliala, A. Qirom Syamsudin 1985, Kejahatan Anak Suatu Tujuan Dari
Pisikologi Dan Hukum Liberty, Yogyakarta.
Muliyono,Bambang, 1985, Pendekatan Anlisis Kenakalan Remaja Dan
Penangulanganya, Kanisius, Yogyakarta.
Nazil, M, 2010, Metode Penelitian , Ghalia Indonesia, Jakarta.
Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum , UI Press, Jakarta.
Sunggono, Bambang, 2010, Metodologi Penelitian Hukum , Rajawali Press,
Jakarta.
Suryabrata, Sumaidi, 2004, Metode Penelitian , Raja Grafindo, Jakarta.
Sutedjo, Wigiati, 2005, Hukum Pidana Anak. Reflika Aditama, Bandung.
Walgito,Bimo, 1982, Kenakalan Anak, Fakultas Pisikologi UGM Yogyakarta.
Wastika, Yulius dan Ninik, 1987, Widiyant, Kejahatan Dalam Masyarakat Dan
B. PERATURAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.
Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia.
Undang -Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
Undang-undang RI No. 5 Tahun 1991 tentang kejaksaan Republik Indonesia.
Undang-Undang No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
TR Kabareskrim No. Pol.: TR/1124/XI/2006
C. WEBSITE
Komnas PA: Anak pelaku kejahatan naik 26 persen, www.republika.co.id (diakses
pada tanggal 02 Mei 2015)
Pengertian kejahatan menurut para ahli
(diakses pada tanggal 08 Mei 2015)
Perbedaan Peradilan dengan Pengadilan, www.hukumonline.com (diakses pada
tanggal 08 Mei 2015)
Satu pelajar tewas dalam tawuran antar pelajar, www.metrotvnews.com (diakses
Masih SMP sudah jadi ahli mencuri motor, www.suara.com (diakses pada tanggal
2 oktober 2015)
Pelajar SMP bunuh temannya gara-gara utang, www.okezone.com (diakses pada
tanggal 2 oktober 2015)
Pengertian dan definisi peranan, www.kumpulandefinisi.com (diakses pada hari
Selasa 22 Maret 2016)
Pena soekarno, www.wordpress.com (diakses pada tanggal 23 Maret 2016)
D. Lain-lain
Deklrasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration Of Human
Rights), Resolusi No.217A (III) tanggal 10 Desember 1948
Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, Resolusi Majelis
Umum 2200 A (XXI) tanggal 16 Desember 1966.
Konvensi Hak Anak (Convention on the Right of the Child) yang telah diratifikasi
berdasarkan Keputusan Presiden No.36 tahun 1990.
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang
Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia.
Pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Rangka Pencegahan Tindak Pidana
Remaja Tahun 1990 (United Nation Guidelines for the Preventive of
jevenile Deliquency, “Riyadh Guidelines), Resolusi No. 45/112. 1990. Peraturan-peraturan Standar minimum bagi Perlakuan terhadap Narapidana
BAB III
PENYELESAIAN PERKARA PIDANA OLEH ANAK TANPA MELALUI
PROSES PERADILAN
A. Pengaturan Hukum Mengenai Perlindungan Anak Di Indonesia.
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya
melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan tunas,
potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran
strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan
eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Ketentuan Pasal 28B ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa setiap
anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.76
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam
Bab III Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar Manusia pada bagian kesepuluh
mengatur mengenai hak anak. Bagian yang mempunyai judul Hak Anak ini
memberikan ketentuan pengaturan yang dituangkan ke dalam 15 (lima belas)
pasal, dimana dalam Pasal 52 ayat (2) disebutkan bahwa hak anak adalah hak
asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh
hukum bahkan sejak dalam kandungan.77
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia memberikan batasan pengertian mengenai anak yaitu setiap manusia
yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk
76
Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 77
anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi
kepentingannya. Batasan pengertian mengenai anak yang terdapat dalam Pasal 1
angka 5 Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia tersebut mempunyai makna
yang sama dengan batasan pengertian yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1
Undang_Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang
menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan
belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjamin kesejahteraan pada
setiap warga negaranya salah satunya adalah dengan memberikan perlindungan
terhadap hak anak yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Pemerintah
Indonesia dalam usahanya untuk menjamin dan mewujudkan perlindungan dan
kesejahteraan anak adalah melalui pembentukan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perlindungan Anak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang tersebut adalah segala kegiatan
untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.78
Pasal 3 Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
menyebutkan bahwa perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya
hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia
yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Undang-Undang nomor 23
78
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berisi 93 (Sembilan puluh tiga)
pasal ini dibagi ke dalam XIV (empat belas) bab yang berisi mengenai :
Ketentuan Umum, Asas dan Tujuan;
1. Hak dan Kewajiban Anak;
2. Kewajiban dan Tanggung Jawab;
3. Kedudukan Anak;
4. Kuasa Asuh;
5. Perwalian;
6. Pengasuhan dan Pengangkatan Anak;
7. Penyelenggaraan Perlindungan;
8. Peran Masyarakat;
9. Komisi Perlindungan Anak Indonesia;
10.Ketentuan Pidana;
11.Ketentuan Peralihan; dan
12.Ketentuan Penutup.
Hak anak dalam Undang-Undang nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia diatur dalam ketentuan Pasal 52 sampai dengan Pasal 66 yang antara lain
meliputi hak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan Negara.
Sejak dalam kandungan untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan
taraf kehidupannya, antara lain :
1. Sejak kelahirannya atas suatu nama dan status kewarganegaraannya.
2. Untuk anak yang cacat fisik dan/atau mental untuk memperoleh
3. Untuk anak yang cacat fisik dan/atau mental untuk terjamin kehidupannya
sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri, dan
kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara;
4. Untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai
dengan tingkat intelektualitas dan biaya di bawah bimbingan orang tua
dan/atau wali;
5. Untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang
tuanya sendiri;
6. Untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan, dan dibimbing
kehidupannya oleh orang tua atau walinya sampai dewasa;
7. Untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan
fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual
selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun
yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut;
8. Untuk tidak dipisahkan dari orang tuanya secara bertentangan dengan
kehendak anak sendiri kecuali jika ada alasan dan aturan hukum yang sah
yang menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbagik
bagi anak;
9. Untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat
10. Untuk beristirahat, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi
dan berkreasi sesuai dengan minta, bakat dan tingkat kecerdasannya demi
pengembangan diri;
11. Untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara layak
sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya;
12. Untuk tidak dilibatkan di dalam peristiea peperangan, sengketa bersenjata,
kerusuhan social dan peristiwa lain yang mengandung unsur kekerasan;
13. Untuk mendapat perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan
setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya sehingga dapat mengganggu
pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial dan mental
spiritualnya;
14. Untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan ekslpoitasi dan pelecehan
seksual, penculikan, perdagangan anak serta dari berbagai bentuk
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya;
15. Untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan
hukuman yang tidak manusiawi; dan
16. Untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.
Undang-Undang nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia tidak
mencantumkan ketentuan mengenai kewajiban anak secara terperinci. Ketentuan
mengenai kewajiban yang terdapat dalam Undang_undang tersebut adalah
kewajiban dasar manusia secara menyeluruh.
Bab III Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
mengatur mengenai hak dan kewajiban anak. Hak anak diatur dalam ketentuan
Pasal 19. Hak anak yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak tersebut antara lain meliputi hak :
1. Untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi; atas suatu nama sebagai
identitas dan status kewarganegaraan;
2. Untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berkreasi sesuai dengan
tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua;
3. Untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya
sendiri;
4. Memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan
kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial;
5. Memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya;
6. Memperoleh pendidikan luar biasa, rehabilitasi, bantuan sosial dan
pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial bagi anak yang menyandang cacat;
7. Memperoleh pendidikan khusus bagi anak yang memiliki keunggulan;
8. Menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan
memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi
pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan;
9. Untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak
yang sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat
10. Mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi (baik
ekonomi maupun seksual), penelantaran, kekejaman, kekerasan,
penganiayaan, ketidakadilan serta perlakuan salah lainnya;
11. Untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri kecuali jika ada alasan dan/atau
aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi
kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir;
12. Memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau
penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi;
13. Memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum;
14. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatan yang
dipisahkan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum atau bantuan
lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku,
serta membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak
yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum, bagi
setiap anak yang dirampas kebebasannya;
15. Untuk dirahasiakan, bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku
kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum; dan
16. Mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya, bagi setiap anak yang
menjadi korban atau pelaku tindak pidana.
Pasal-pasal yang memuat ketentuan mengenai hak anak dalam
Undang-Undang tentang Perlindungan Anak mempunyai banyak kesamaan dengan
Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga
mengatur mengenai kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap anak. Ketentuan
Pasal 19 menyebutkan bahwa setiap anak berkewajiban untuk:
a) menghormati orang tua;
b) mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;
c) mencintai tanah air, bangsa, dan negara;
d) menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan
e) melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.
Perlindungan anak sebagaimana batasan pengertian yang tercantum dalam
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak dapat terwujud apabila mendapatkan dukungan dan tanggung jawab dari
berbagai pihak. Dukungan yang dibutuhkan guna mewujudkan perlindungan atas
hak anak di Indonesia diatur dalam ketentuan Bab IV Undang-Undang nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 20 Undang-Undang tersebut
menyebutkan bahwa negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua
berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan
anak.
Negara dan Pemerintah Republik Indonesia mempunyai kewajiban dan
tanggung jawab untuk menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan
bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau
mental. Negara dan pemerintah juga berkewajiban serta bertanggungjawab untuk
memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan
tercantum dalam ketentuan Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Pasal 23 dan Pasal 24 Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak mengatur mengenai jaminan negara dan pemerintah atas
penyelenggaraan perlindungan anak. Negara dan pemerintah menjamin
perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak
dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum
bertanggungjawab terhadap anak. Negara dan pemerintah juga menjamin anak
untuk menggunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia
dan tingkat kecerdasan anak. Jaminan yang diberikan oleh negara dan pemerintah
tersebut diikuti pula dengan pengawasan dalam penyelenggaraan perlindungan
anak.
Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat atas perlindungan anak
sebagaimana diatur dalam Pasal 25. Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat
terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat
dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Ketentuan Pasal 72 ayat (2)
Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa
peran masyarakat dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan
anak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga
pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa.
Pasal 26 Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
mengatur mengenai kewajiban dan tanggung jawab keluarga dan orang tua. Orang
tua berkewajiban dan bertanggungjawab untuk:
b) Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan anak, bakan dan
minatnya; dan
c) Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Apabila orang tua
tidak ada, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya,
atau tidak diketahui keberadaannya, maka kewajiban dan tanggung jawab
orang tua atas anak dapat beralih kepada keluarga yang dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyelenggaraan perlindungan terhadap anak diatur dalam Bab IX
Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perlindungan terhadap
anak diselenggarakan dalam bidang agama, kesehatan, pendidikan, social, serta
perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat.
B. Perlindungan Hukum Mengenai Hak-Hak Anak Sebagai Pelaku
Kejahatan dalam Proses Peradilan.
Anak dalam kehidupannya tidak lepas dari segala kesalahan-kesalahan yang
dapat melibatkannya ke dalam proses hukum. Ketika terlibat masalah hukum,
anak sebagai pelaku kejahatan memiliki hak-hak yang telah dilindungi oleh
undang-undang yang berlaku di Indonesia. Seorang delinkuen sangat
membutuhkan adanya perlindungan hukum. Masalah perlindungan hukum bagi
anak menyangkut semua aturan hukum yang berlaku. Perlindungan ini perlu
fisik dan mentalnya. Oleh karena itu, anak memerlukan perlindungan dan
perawatan khusus.79
1. Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration Of
Human Rights), Resolusi No.217A (III) tanggal 10 Desember 1948 yang mengatur tentang :
Prinsip-prinsip perlindungan tehadap anak dalam sistem peradilan pidana anak
diatur oleh sejumlah konvensi Internasional dan peraturan perundang-undangan
secara nasional. Berikut sejumlah konvensi internsional yang menjadi dasar atau
acuan pemerintah Indonesia dalam menyelenggarakan atau melaksanakan
peradilan anak dan menjadi standar perlakuan tehadap anak-anak yang berada
dalam sistem peradilan pidana.
80
a. Setiap orang tidak boleh dianiaya atau diperlakukan secara kejam dengan
hukuman yang menghinakan.81
b. Setiap orang berhak atas pengadilan yang efektif sesuai dengan ketentuan
Undang-udang yang berlaku.82
c. Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan atau dibuang secara
sewenang-wenang.83
d. Setiap orang berhak mendapatkan persamaan didengar pendapatnya di
muka umum dan secara adil oleh pengadilan yang merdeka dan tidak
79
Harkristuti Harkrisnowo. (2002). Menelaah Konsep Sistem Peradilan Pidana Terpadu
(dalam konteks Indonesia). Seminar keterpaduan Sistem Peradilan Pidana di Danau Toba. Medan.
Tanggal 4-5 April 2002, hlm. 3. 80
Deklrasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration Of Human
Rights), Resolusi No.217A (III) tanggal 10 Desember 1948 dalam buku Marlina .2009.Peradilan
Pidana Anak Di Indonesia (Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice). Bandung : PT Refika Aditama,hlm.43.
81
Ibid., pasal 5 82
Ibid., pasal 8 83
memihak untuk menetapkan hak dan kewajibannya di dalam setiap
tuntutan pidana yang ditujukan terhadapnya.84
e. Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan pelanggaran pidana
dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut
undang-undang dalam suatu sidang pengadilan yang terbuka dan diberikan
segala jaminan untuk pembelaan.85
f. Setiap orang tidak boleh dipersalahkan melakukan pelanggaran pidana
karena perbuatan atau kelalaian yang tidak merupakan suatu pelanggaran
pidana menurut undang-undang nasional atau internasional, ketika
perbuatan tersebut dilakukan.86
2. Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (International
Convenan on civil and Political Rights) Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) tanggal 16 Desember 1966 mengatur tentang:
a. Setiap orang tidak boleh ditahan tanpa alasan dan menurut prosedur yang
ditentukan oleh Undang-undang.87
b. Setiap orang yang ditahan, saat penahanan harus diberitahukan alasannya
dan secepat mungkin diberitahu tentang segala tuduhan terhadapnya dan
diperlakukan secara manusiawi dan dihormati martabatnya.88
84
Ibid., pasal 10 85
Ibid., pasal 11 86
Ibid., pasal 11 ayat 2 87
Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) tanggal 16 Desember 1966, Pasal 9 ayat 1
88
c. Setiap orang yang ditahan atas tuduhan kejahatan secepatnya disidangkan
dan diperiksa. Tidak boleh menahan seseorang sambil menunggu
pemeriksaan perkara jika dapat dibebaskan atas jaminan.89
d. Setiap orang yang ditahan berhak menuntut ke pengadilan agar segera
memutuskan tentang keabsahan penahanannya dan memerintahkan
pembebasannya jika penahanan tidak sah dan berhak mendapat ganti
rugi.90
e. Setiap anak yang dituduh melakukan tindak pidana, penahanannya harus
dipisahkan dari tertuduh dewasa dan secepat mungkin untuk diadili.91
b. Setiap narapidana berhak mendapatkan perbaikan dan rehabilitasi sosial.
Anak pelanggar hukum dipisahkan dari orang dewasa dan diberikan
perlakuan yang layak sesuai dengan usia dan status hukumnya.92
c. Setiap orang mempunyai kedudukan yang sama di hadapan pengadilan dan
majelis hakim, behak atas pemeriksaan yang adil oleh majelis hakim yang
berwenang, mandiri dan tidak berpihak menurut hukum.93
d. Setiap orang yang dituduh melakukan pidana wajib dianggap tidak
bersalah sampai terbukti bersalah menurut hukum di sidang pengadilan.94
e. Setiap orang dalam proses menunggu keputusan memiliki persamaan hak
untuk diberi jaminan atas; 95
89
Ibid., Pasal 9 Ayat 3 90
Ibid., Pasal 9 Ayat 4 dan 5 91
Ibid., Pasal 10 Ayat 2 92
Ibid., Pasal 10 Ayat 3 93
Ibid., Pasal 14 Ayat 1 94
Ibid., Pasal 14 Ayat 2 95
Ibid., Pasal 14 Ayat 3
secepatnya diperiksa dan secara rinci
diberitahu tuduhan dan alasannya dalam bahasa yang dimengerti,
f. Prosedur pemeriksaan anak dibawah umur disesuaikan dengan usia dan
diutamakan untuk rehabilitsi.96
g. Setiap orang yang telah dihukum atas suatu kejahatan berhak ditinjau
kembali keputusan dan hukumannya oleh majelis hakim lebih tinggi
menurut hukum.97
h. Setiap orang yang diputus bersalah oleh pengadilan, kemudian ditemukan
fakta baru karena telah terjadi kesalahan penerapan hukum, maka orang
tersebut harus diberikan ganti rugi menurut hukum, kecuali atas
kesalahannya sendiri.98
3. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain
yang Kejam, Tidak manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia
(Convention Against Torure and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) Resolusi 39/46 Tanggal 10 Desember1984, yang telah diratiikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan
Undang-Undang No.5 Tahun 1998. Beberapa pasal yang memberikan perlindungan
orang yang berkonflik dengan hukum, yaitu :
a. Setiap negara peserta menjamin bahwa semua perbuatan penganiayaan
merupakan pelanggaran hukum pidana.99
b. Setiap negara peserta menjamin bahwa pendidikan dan informasi
mengenai larangan penganiayaan dimasukkan dalam pelatihan
personel penegakan hukum, sipil atau militer, personel kesehatan,
pejabat-pejabat pemerintahan, interogasi dan perlakuan terhadap
96
Ibid., Pasal 14 Ayat 4 97
Ibid., Pasal 14 Ayat 5 98
Ibid., Pasal 14 Ayat 6 99
individu mana pun yang menjadi sasaran bentuk penangkapan apapun,
penahanan atau pemenjaraan.100
c. Setiap negara harus memasukkan larangan ini dalam peraturan atau
instruksi yang dikelurkan mengenai setiap kewajiban dan fungsi orang
tersebut.101
d. Setiap negara melakukan peninjauan kembali ecara sistematis
peraturan-peraturan interogasi, metode, praktik dan peraturan
penahanan dan perlakuan terhadap orang-orang yang ditangkap,
ditahan/dipenjarakan dalam wilayah manapun yang berada dibawah
wilayah yuridiksinya dengan tujuan mencegah setiap kasus
penganiayaan.102
e. Setiap negara peserta menjamin segera memulai penyidikan apabila
ada alasan yang layak bahwa suatu perbuatan penganiayaan telah
dilakukan.103
f. Setiap negara peserta menjamin setiap individu korban penganiayaan
berhak mengadukan kasusnya dengan segera dan secara adil diperiksa
oleh para penguasa yang berwenang.104
g. Setiap negara peserta menjamin dalam sistem hukumnya bahwa
korban penganiayaan memperoleh ganti rugi dan mempunyai hak
mendapatkan kompensasi yang adil, termasuk sarana rehabilitasi.105
100
Ibid., Pasal 10 ayat 1 101
Ibid., Pasal 10 ayat 2 102
Ibid., Pasal 11 103
Ibid., Pasal 12 104
Ibid., Pasal 13 105
4. Konvensi tentang Hak-hak Anak (Convention on The Rights of The Child),
Resolusi No.109 tahun 1990. Indonesi sebagai anggota PBB telah meratifikasi
konvensi internasional tentang Konvensi Hak Anak melalui Keppres no.36
tahun 1990. Dengan meratifikasi ketentuan tersebut maka mewajibkan negara
yang meratifikasi ketentuan untuk melaksanakan ketentun tersebut. Hak anak
yang wajib diberi perlindungan oleh negara ketika anak tersebut berhadapan
dengan hukum, yaitu :106
a. Anak tidak dapat dijadikan sasaran penganiayaan, atas perlakuan
kejam lain yang tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan,
hukuman mati atau pemenjaraan seumur hidup tanpa kemungkinan
pembebasan.
b. Anak tidak dapat dirampas kebebasnnya secara melanggar hukum atau
dengan sewenang-wenang. Penangkapan, penahanan atau
pemenjaraannya sesuai dengan undang-undang, dan harus digunakan
sebagai upaya terakhir dalam waktu sesingkat mungkin.
c. Anak yang ditahan harus diperlakukan secara manusiawi dan
dihormati martabat manusianya dan pemenuhan kebutuhannya.
d. Anak yang ditahan harus dipisahkan dari orang dewasa kecuali
penempatannya itu dianggap demi kepentingan si anak dan harus
mempunyai hak untuk mempertahankan kontak dengan keluarga
melalui surat-menyurat dan kunjungan, kecuali bila dalam
keadaan-keadaaan luar biasa.
106
e. Anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan
hukum dan bantuan lain yang tepat, dan juga hak untuk mendapat
penjelasan tentang penahanan terhadap dirinya di hadapan suatu
pengadilan atau penguasa lain yang berwenang, mandiri dan adil, dan
mendapatkan keputusan segera terhadap tindakan yang dilakukannya.
f. Anak harus mendapatkan penyembuhan fisik dan psikologis dan
integrasi sosial kembali oleh negra guna mengembalikan martabat
anak.
g. Anak tidak boleh dituduh atau disangka melanggar hukum pidana
karena alasan berbuat atau tidak berbuat yang tidak dilarang oleh
hukum nasional atau internasional pada waktu perbuatan- perbuatan itu
dilakukan.
h. Anak yang dituduh melanggar hukum pidana dianggap tidak bersalah
sampai terbukti bersalah menurut hukum.
i. Anak yang dituduh melanggar hukum pidana harus diberi informasi
dengan segera dan langsung tuduhan terhadap dirinya kepada
orangtuanya atau wali hukumnya, dan mempunyai bantuan hukum
atau bantuan lain yang tepat dalam mempersiapkan dan menyampaikan
pembelaannya.
j. Proses pemeriksaan dan pengadilan terhadap anak dilakukan tanpa
penundaan oleh badan yang berwenang, mandiri dan adil, dihadiri oleh
bantuan hukum atau bantuan lain yang tepat, kecuali demi kepentingan
k. Anak tidak dipaksa memberikan kesaksian atau mengaku bersalah,
untuk memeriksa para saksi yang berlawanan, dan untuk memperoleh
keikutsertaan dan pemeriksaan para saksi atau namanya menurut
syarat-syarat keadilan.
l. Setiap orang yang dianggap telah melanggar hukum pidana berhak
mengajukan upaya hukum untuk ditinjau kembali keputusan
terhadapnya oleh penguasa lebih tinggi yang berwenang, mandiri dan
adil atau oleh badan pengadilan menurut hukum.
m. Anak berhak mendapat bantuan seorang penerjemah dengan
cuma-cuma kalau anak itu tidak dapat mengerti atau berbicara dengan
bahasa yang digunakan.
n. Kerahasiaan seorang pelaku anak dihormati dengan sepenuhnya pada
semua tingkat persidangan.
5. Peraturan-peraturan Standar Minimum bagi Perlakuan terhadap Narapidana
(Resolusi No. 663 C (XXIV) Tanggal 31 Juli 1957, Resolusi 2076 (LXII)
Tanggal 13 Mei 1977. Menurut ketentuan tersebut ada beberapa hak yang
harus diperhatikan terhadap tahanan anak, diantaranya:
a. Tidak seorangpun dapat diterima dalam satu lembaga tanpa perintah
pemenjaraan yang sah.107
b. Adanya pembedaan penempatan tersangka pelaku anak di lembaga
dengan klasifikasi : pria dan wanita, narapidana yang belum diadili dan
narapidana yang telah terhukum, orang yang dihukum penjara karena
utang dan para narapidana sipil lainnya terpisah dari orang-orang yang
107
dipenjara karena alasan pelanggaran pidana, narapidana anak-anak dan
narapidana dewasa.108
c. Setiap narapidana malam hari harus masuk sel tahanan sendirian.109
d. Setiap narapidana harus disediakan air dan peralatan toilet untuk
keperluan kesehatan dan kebersihan.110
e. setiap narapidana tidak diperkenankan memakai sendiri harus
disediakan pakaian lengkap yang layak dengan iklim dan memadai
untuk menjaganya dalam kesehatan yang bai dan pakaian yang
diberikan tidak boleh menurunkan martabat atau menghinakan.111
f. Setiap narapidana harus tidur terpisah dan dengan selimut yang
bersih112
g. Setiap narapidana harus diberi makanan, minuman bergizi, air minum,
rekreasi dan latihan jasmani. .
113
h. Petugas kesehatan secara teratur memriksa dan memberi nasihat
kepada direktur lembaga pemasyarakatan.114
i. Setiap narapidana tidak boleh dihukum dua kali atas pelanggaran yang
sama dan berhak mendapat pemberitahuan atas pelanggaran yang
dituduhkan kepadanya dan berhak menyampaikan pembelaan.115
j. Hukuman badan, hukuman yang kejam tidak manusiawi atau
merendahkan martabat harus dilarang sebagai hukuman untuk
pelanggaran disiplin.116
108
Ibid., Pasal 8 109
Ibid., Pasal 9 110
Ibid., Pasal 15 111
Ibid., Pasal 17 112
Ibid., Pasal 19 113
Ibid., Pasal 20,21 dan 25. 114
Ibid., Pasal 26 115
k. Setiap narapidana harus diberkan informasi tertulis mengenai peraturan
perlakun terhadap narapidana saat masuk lembaga mengenai
kewajiban dan haknya termasuk cara penyampaian keluhan dan
berkomunikasi.117
l. Personel narapidana memiliki standar pendidikan dan kecerdasan yang
memadai.118
6. Peraaturan-peraturan Minimum Standar Perserikatan Bangsa-Bangsa
Mengenai Administrasi Peradilan bagi Anak (The Beijing Rules), Resolusi N0.
40/33, 1985. Pada prinsipnya setiap anak yang berhadapan dengan peradilan
anak berhak mendapatkan perlakuan sebagai berikut :
a. Pelaksanaan peradilan pidana anak harus efektif, adil, dan manusiawi
tanpa adanya perbedaan dan diskriminasi.119
b. Penentuan batas usia pertanggungjawaban pelaku anak berkisar 7
tahun hingga 18 tahun atau lebih tua.
120
c. Pelaku anak memiliki hak praduga tak bersalah, diberitahu akan
tuntutannya, tetap diam, didampingi pengacara, kehadiran orang tua
atau wali, menghadapi dan memeriksa silang saksi-saksi, dan naik
banding ke tingkat berikutnya serta perlindungan privasi.
121
d. Pemberitahuan penangkapan anak pelaku tindak pidana secepatnya
kepada orangtua atau walinya.122
116
Ibid., Pasal 31 117
Ibid., Pasal 35,36 dan 40 118
Ibid., Pasal 47 119
Baca Beijing Rules Butir ke 1, 2 dan 6 120
Ibid., Butir ke-4 121
Ibid., Butir ke-7 dan 8 122
e. Saat penangkapan pelaku anak harus dihindarkan tindakan kekerasan
fisik, bahasa keras.123
f. Anak pelaku tindak pidana diupayakan untuk dilakukan pengalihan
dari proses formal ke informal oleh pihak berwenang yang
berkompeten.124
g. Penahanan sebelum keputusan pengadilan dilakukan sebagai pilihan
terakhir dan dalam waktu yang singkat.125
h. Pelaku yang berada dibawah penahanan sebelum pengadilan
mempunyai hak dan mendapat jaminan pemenuhan hak.126
i. Pelaku yang ditahan sebelum putusan pengadilan dipidahkan dari
orang dewasa.127
j. Selama proses pengadilan pelaku mempunyai hak untuk diwakili oleh
seorang penasihat hukum atau untuk memohon bantuan hukum dengan
biaya bebas.128
k. Orang tua atau wali pelaku anak berhak ikut serta dalam proses
peradilan dan berwenang untuk menghadiri persidangan demi
kepentingan pelaku.129
l. Hakim harus memperhatikan laporan penelitian dari lembaga sosial.130
m. Hukuman sebagai upaya terakhir dan penjara terhadap anak harus
dihindarkan dari bentuk penderitaan fisik.131
123 Ibid., 124
Ibid., Butir ke-11. 125
Ibid., Butir ke-13 angka 1 126
Ibid., Butir ke-13 angka 3 127
Ibid., Butir ke-13 angka 4 128
Ibid., Butir ke-15 angka 1 129
Ibid., Butir ke-15 angka 2 130
Ibid., Butir ke-16 dan 21 angka 2 131
n. Hukuman mati tidak dapat dikenakan pada setiap kejahatan apapun
yang dilakukan anak.132
o. Anak tidak boleh menjadi subjek hukuman badan dan mengupayakan
tindakan alternatif sebagai hukuman.133
p. Pihak yang berwenang secara hukum memiliki kekuasaan untuk
mengakhiri proses peradilan pada setiap saat.134
q. Pelaku anak sedapat mungkin dihindarkan dari penahanan kecuali
adanya perlindungan maksimal.135
r. Upaya menghindarkan penempatan anak di Lembaga Pemasyarakatan,
jika terpaksa sesingkat mungkin.136
s. Pelaku mendapatkan bantuan seperti penginap, pendidikan atau latihan
ketrampilan, pekerjaan atau bantuan lain yang bersifat membantu dan
praktis dengan tujuan mempermudah proses rehabilitasi.137
t. Anak ditempatkan terpisah dengan orang dewasa di Lembaga
Pemasyarakatan.138
u. Pelanggar hukum wanita muda ditempatkan di lembaga
pemasyarakatan terpisah dan patut mendapat perhatian khusus
terhadap keperluan dan masalah pribadinya.139
v. Demi kepentingan dan kesejahteraan remaja yang ditahan di lembaga
pemasyarakatan, orang tua atau wali memiliki hak akses untuk
mengetahuinya.140
132
Ibid., Butir ke-17 angka 2 133
Ibid., Butir ke-17 angka 3 134
Ibid., Butir ke-17 angka 4 dan butir ke-23 135
Ibid., Butir ke-17 angka 1c 136
Ibid., Butir ke-19 angka 1 dan Pasal 18 angka 1 137
Ibid., Butir ke-24 dan Butir ke-26 ayat 1 138
Ibid., Butir ke-26 angka 3 139
w. Adanya penggalangan sukarelawan dan pelayanan masyarakat dalam
pembinaan anak pelaku.141
x. Pembebasan bersyarat terhadap anak pelaku tindak pidana oleh
lembaga-lembaga pemasyarakatan edini mungkin dan adanya
pengawasan dan bantuan terhadap pelaku yang diberi pembebasan
bersyarat.142
7. Pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Rangka Pencegahan Tindak
Pidana Remaja Tahun 1990 (United Nation Guidelines for the Preventive of
jevenile Deliquency, “Riyadh Guidelines), Resolusi No. 45/112. 1990, antara lain :
a. Keberhasilan pencegahan terhadap anak pelaku tindak pidana
memerlukan upaya dari seluruh masyarakat guna menjamin
perkembangan ke arah proses dewasa secara harmonis dengan
menghormati dan mengembangkan kepribadian mereka sejak masa
kanak-kanak.143
b. Anak harus mempunyai peran dan kerja sama aktif dengan masyarakat
dan agar tidak semata-mata menjadi objek sosialisasi atau
pengawasan.144
c. Program dan pelayanan masyarakat untuk pencegahan tindak pidana
anak agar dikembangkan, terutama dalam hal badan pengawasan sosial
yang resmi agar dipergunakan sebagai upaya terakhir.145
140
Ibid., Butir ke-26 ayat 5 141
Ibid., Butir ke-25 142
Ibid., Butir ke-28 143
Pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Rangka Pencegahan Tindak Pidana Remaja Tahun 1990 (United Nation Guidelines for the Preventive of jevenile Deliquency, “Riyadh
Guidelines), Resolusi No. 45/112. 1990, Butir 2.
144
d. Penegak hukum dan petugas lain agar dilatih untuk tanggap terhadap
kebutuhan khusus anak dan semaksimal mungkin mengalihkan anak
dari proses sistem peradilan pidana.146
Secara nasional perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum
diatur dalam perundang-undangan Republik Indonesia, yaitu :
1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 34
tentang “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”.
2. Undang-undang RI No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak,
menentukan :
a. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan
berdasarkan kasih sayang, baik dalam keluarganya maupun di dalam
asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar dan
mendapatkan perlindungan dari lingkungan hidup yang membahayakan
atau menghambat petumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.147
b. Usaha kesejahteraan anak dilakukan oleh pemerintah dan atau
masyarakat.148
3. Undang-undang RI No. 5 Tahun 1991 tentang kejaksaan Republik Indonesia,
antara lain menentukan bahwa:
a. Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, jaksa bertindak berdasarkan
hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan dan
145
Ibid., Butir 6. 146
Ibid., Butir 58. 147
Undang-undang RI No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, Pasal 2. 148
kesusilaan, serta wajib menggali nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan
yang hidup dalam masyarakat.149
b. Jaksa harus jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela, tidak menerima
secara langsung atau tidak langsung sesuatu pemberiaan dari siapa pun.150
4. Undang-undang RI No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Perlindungan
dalam proses sistem peradilan pidana, yaitu:
a. Aparat penegak hukum yang khusus seperti, penyidik anak, penuntut
umum anak, hakim anak, hakim banding anak, dan hakim kasasi anak.151
b. Pemeriksaan perkara anak dilakukan secara tertutup.152
c. Pidana penjara, kurungan, denda yang akan dijatuhkan kepada anak nakal
paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara
orang dewasa, jika tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati,
maka pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 10 tahun.153
d. Pengawasan tertinggi sidang anak Mahkamah Agung.154
e. Putusan pengadilan mengenai perkara anak nakal yang telah mempeoleh
kekuatan hukum tetap dapat dimohonkan peninjauan kembali oleh anak
dan orangtua atau wali, orangtua asuh ataua penasihat hukumnya kepada
Mahkamah Agung sesuai UU yang berlaku.155
f. Bentuk hukuman yang dapat dijatuhka kepada anak nakal ialah hukuman pidana dan tindakan. Hukuman pidana ialah pidana pokok seperti pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda atau pidana pengawasan, sedangkan pidana tambahan adalah perampasan barang tertentu atau pembayaran ganti rugi. Tindakan berupa: dukembalikan kepada orangtua,
149
Undang-undang RI No. 5 Tahun 1991 tentang kejaksaan Republik Indonesia, Pasal 8. 150
Ibid., Pasal 9 151
Undang-undang RI No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Pasal 1 ayat 5,6,7,8,9. 152
Ibid., Pasal 8 ayat 1 153
Ibid., Pasal 26 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 27 dan Pasal 28. 154
Ibid., Pasal 19. 155
wali atau orangtua asuh, menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja atau, menyerahkan kkepada departemen sosial kemasyarakatan yang bergerak di biang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.156
g. Pidana penjara dijatuhkan kepada anak nakal paling lama ½ dari maksimum pidana penjara bagi orang dewasa. Apabila tindakan pidana yang dilakukan diancam dengan hukuman mati atau pidana seumur hidup, maka pidana yang dijatuhkan paling lama 10 tahun. Jika anak belum berusia 12 tahun melakukannya, maka kepadanya hanya dijatuhkan tindakan diantaranya mengembalikan kepda orangtua, wali atau orangtua asuh, menyerahkannya kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja atau menyerahkan kepada departemen sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja.157
h. Pemeriksaan tersangka anak harus dengan suasana kekeluargaan, meminta
pertimbangan/saran pembimbing kemasyarakatan dan ahli pendidikan, ahli
kesehatan jiwa, ahli agama atau petugas kemasyarakatan lainnya. Selama
proses berlangsung dihindarkan dari publikasi.158
i. Penahanan boleh dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan anak
dan masyarakat, tempat penhanan harus dipisahkan dari tempat tahanan
dewasa dan selama dalam penahanan pihak kepolisian harus tetap
menjamin kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak.159
j. Anak yang ditangkap atau ditahan berhak mendapatkan bantuan hukum,
dan hal itu harus diberitahukan oleh pejabat sejak awal anak tersebut
ditangkap atau ditahan kepada orangtua tersangka/wali atau orangtua
asuhnya.160
156
Ibid., Pasal 23, an 24. 157
Ibid., Pasal 26 ayat 3 dan 4. 158
Ibid., Pasal 42 ayat 1, 2, dan 3. 159
Ibid., Pasal 45 ayat 1, 2, 3 dan 4. 160
k. Anak didik pemasyarakatan harus dalam lembaga pemasyarakatan anak,
selama dalam lembaga tersebut anak berhak memperoleh pendidikan dan
latihan sesuai dengan bakat dan kemampuannya.161
l. Pidana bersyarat dapat dijatuhkan oleh hakim apabila pidana penjara yang
dijatuhkan paling lama 2 tahun dan dibimbing oleh Balai Pemasyarakatan
dan berstatus sebagai klien pemasyarakatan.162
5. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, memuat
beberapa perlindungan terhadap orang-orang yang berkonflik, yaitu:
a. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan
hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang
sama di depan hukum.163
b. Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan
dasar manusia, tanpa diskriminasi.164
c. Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan
memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan
martabat kemanusiannya di depan hukum.165
d. Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari
pengadilan yang objektif dan tidak berpihak.166
e. Setiap orang yang termasuk kelompok yang rentan berhak memperoleh
perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.167
161
Ibid., Pasal 60 ayat 1 dan 2. 162
Ibid., Pasal 29. 163
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 3 Ayat 2` 164
Ibid., Pasal 3 Ayat 3. 165
Ibid., Pasal 5 Ayat 1. 166
Ibid., Pasal 5 Ayat 2. 167
f. Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata maupun administrasi serta diadili dengan proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.168
g. Setiap orang yang ditangkap, ditahan dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.169
h. Setiap orang tidak boleh dituntut hukuman atau dijatuhi pidana, kecuali
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum
tindakan itu dilakukannya.170
i. Setiap ada perubahan dalam peraturan perundang-undangan, maka nerlaku
ketentuan yang paling menguntungkan bagi tersangka.171
j. Setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum sejak
penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.172
k. Setiap orang tidak dpat dituntut untuk kedua kalinya dalam perkara yang
sama atas suatu perbuaatan yang telah memperoleh putusan pengadilan
yang berkekuatan hukum tetap.173
l. Tiada suatu pelanggaran atau kejahatan apa pun diancam dengan hukuman
berupa perampasan seluruh harta kekayan milik yang bersalah.174
168
Ibid., Pasal 17. 169
Ibid., Pasal 18 Ayat 1. 170
Ibid., Pasal 18 Ayat 2. 171
Ibid., Pasal 18 Ayat 3. 172
Ibid., Pasal 18 Ayat 4. 173
Ibid., Pasal 18 Ayat 5. 174
m. Tidak ada seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau
kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu
kewajiban dalam perjanjian utang-piutang.175
n. Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan,
penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.176
o. Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidk dapat dijatuhkan untuk
pelaku tindak pidana yang masih anak.
p. Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan
hukum.
q. Penangkapan, penahanan atau pidana pejara anak dilakukan sesuai dengan
hukum yang berlaku dan hanya dilaksanakan sebagai upaya terakhir.
r. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mandapatkan perlakuan
secara manusiawi dan memperoleh pemenuhan kebutuhan untuk
pengembangan pribadi sesuai dengan usianya kecuali demi kepentingan.
s. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan
hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya
hukum.
t. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan
memperoleh keadilan.
u. Pengadilan anak dilaksanakan secara objektif dan tidak memihak dalam
sidang yang tertutup.
175
Ibid., Pasal 19 Ayat 2. 176
6. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian, antara lain memuat
ketentuan:
a. Dalam menyelenggarakan tugas di bidang proses pidana, kepolisian negara
RI berwenang untuk, melakukan peangkapan, penahanan, penggeledahan
dan penyitaan, memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi dan mengadakan penghentian penyidikan.177
b. Tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi
syarat sebagai berikut yaitu pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan
yang memaksa dan menghormati hak asasi manusia.178
c. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat kepolisian
senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma
agama, kesopanan, kesusilaan serta menjunjung tinggi hak asasi
manusia.179
7. Undang-undang No. 23 Tahun 2001 Tentang Perlindungan Anak. Menurut UU Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpatisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.180
Pihak yang memberikan perlindungan kepada anak adalah negara, pemerintah,
masyarakat, keluarga dan orangtua.
181
a. Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari penganiayaan,
penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
Berikut beberapa hak anak yang dimuat
dalam ketentuan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu:
182
177
Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia Pasal 16 Ayat 1.
178
Ibid., Pasal 16 Ayat 2. 179
Ibid., Pasal 19. 180
Undang-undang No. 23 Tahun 2001 Tentang Perlindungan Anak. Pasal 1 Ayat 2. 181
b. Setiap anak berhak memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.183
c. Penngkpn, penhanan atau tindakan pidana penjara terhadap anak hanya
boleh dilakukan apabila tidak ada upaya terakhir lagi dan harus dipisahkan
dari orang dewasa.184
d. Anak yang terpaksa harus dipidana penjara tetap berhak untuk
mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan harus dipisahkan dari orang
dewasa.185
e. Anak yang terlibat tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum
untuk setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.186
f. Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggungjawab menghormati
dan menjamin hak asasi anak tanpa membedakan suku, agama, ras,
golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa status hukum anak,
urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan atau mental.187
g. Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggungjawab memberikan
dukungan dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak, dan
menjamin perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak dan negara
juga menjadi pengawasan dalam penyelenggaraan perlindungan anak.188
h. Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum merupakan kewajiban dan tanggungjawab pemerintah dan masyarakat. Perlindungan tersebut meliputi perlakuan secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak, tersedianya petugas pendamping khusus anak, penjatuhan sanksi yang tepat sesuai dengan kepentingan terbaik buat anak, pemantauan dan pencatatan tentang perkembangan anak.189
182
Ibid., Pasal 16 Ayat 1. 183
Ibid., Pasal 16 Ayat 2. 184
Ibid., Pasal 19 Ayat 3. 185
Ibid., Pasal 17 Ayat 1a. 186
Ibid., Pasal 17 Ayat 1b. 187
Ibid., Pasal 21. 188
Ibid., Pasal 22. 189
8. Undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Dalam
Undang-undang ini yang dimaksud Sistem Peradilan Pidana Anak adalah
keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan
hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah
menjalani pidana.190 Dalam sistem peradilan anak wajib mengutamakan
pendekatan keadilan restoratif191. Dalam sistem peradilan pidana anak wajib
diupayakan diversi.192Diversi bertujuan193
a. mencapai perdamaian antara korban dan Anak; :
b. menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan;
c. menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan;
d. mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan
e. menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.
Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan
orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing
kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional berdasarkan pendekatan keadilan
restoratif194
Menurut Antonio M. Platt Prinsip dari perlindungan terhadap anak adalah .
195
1. Anak harus dipisahkan dari pengaruh kerusakan dari penjahat dewasa. :
2. Anak nakal harus dijauhkan dari lingkungannya yang kurang baik dan diberi perlindungan yang baik. Anak harus dijaga dengan paduan cinta dan bimbingan.
3. Perbuatan anak nakal harus diupayakan untuk tidak dihukum, kalaupun dihukum harus dengan ancaman hukuman minimal dan bahkan penyidikn tidak diperlukan karena terhadap anak harus diperbaiki bukan dihukum.
190
Undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Pasal 1. 191
Ibid., Pasal 5 Ayat 1. 192
Ibid., Pasal 5 Ayat 3. 193
Ibid., Pasal 6. 194
Ibid., Pasal 8. 195
4. Terhadap anak nakal tidak ditentukan hukuman baginya, karen menjaadi narapidana akan membuat perjalanan hidupnya sebagai mantan orang hukuman.
5. Hukuman terhadap anak hanya dijalankan jika tidak ada lagi cara lain yang lebih baik dijalankan.
6. Penjara terhadap anak dihindarkan dari bentuk penderitaan fisik yang buruk.
7. Program perbaikan yang dilakukan lebih bersifat keagamaan, pendidikan, pekerjaan, tidak melebihi pendidikan dasar.
8. Terhadap narapidana anak diberi pengajaran yang lebih baik menguntungkan dan terarah pada keadaan dunia luar.
C. Penyelesaian perkara pidana oleh Anak tanpa melalui proses peradilan.
Penyelesaian perkara pidana oleh anak tanpa melalui proses peradilan di
Indonesia memiliki 2 konsep yaitu :
a. Konsep Diversi
Anak yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindakan kriminal
sangat dipengaruhi beberapa faktor lain di luar diri anak. Untuk melakukan
perlindungan terhadap anak dari pengaruh proses formal sistem peradilan pidana,
maka timbul pemikiran manusia atau para ahli hukum dan kemanusiaan untuk
membuat aturan formal tindakan mengeluarkan (remove) seorang anak yang
melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindak pidana dari proses
peradilan pidana dengan memberikan alternatif lain yang dianggap lebih baik
untuk anak. Berdasaran pikiran tersebut, maka lahirlah konsep diversion yang
dalam istilah bahasa Indonesia disebut diversi atau pengalihan.
Jack E. Bynum dalam bukunya Juvenile Delinquency a Sociological Approach
menyatakan ”Diversion is an attempt to divert, or channel out, youthful offender
untuk mengalihkan atau menempatkan pelaku tindak pidana anak keluar dari
system peradilan pidana)196
Menurut pendapat Peter C. Kratcoski, ada tiga jenis pelaksanaan program diversi
yang dapat dilaksanakan yaitu .
Pengertian diversi juga dimuat dalam United Nation Standart Minimum Rules
for the Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules) butir 6 dan butir 11 terkandung pernyataan mengenai diversi yakni sebagai proses pelimpahan anak
yang berkonflik dengan hukum dari sistem peradilan pidana ke proses informal
seperti mengembalikan kepada lembaga sosial masyarakat baik pemerintah atau
non pemerintah. Diversi berupaya memberikan keadilan kepada kasus-kasus anak
yang telah terlanjur melakukan tindak pidana sampai kepada aparat penegak
hukum sebagai pihak penegak hukum.
197
a) Pelaksanaan kontrol secara sosial (social control orientation), yaitu aparat penegak hukum menyerahkan pelaku dalam tanggung jawab pengawasan atau pengamatan masyarakat, dengan ketaatan pada persetujuan atau peringatan yang diberikan. Pelaku menerima tanggung jawab atas perbuatannya dan tidak diharapkan adanya kesempatan kedua kali bagi pelaku oleh masyarakat.
:
b) Pelayanan sosial oleh masyarakat terhadap pelaku (social service orientation), yaitu melaksanakan fungsi untuk mengawasi, mencampuri, memperbaiki dan menyediakan pelayanan pada pelaku dan keluarganya. Masyarakat dapat mencampuri keluarga pelaku untuk memberikan perbaikan atau pelayanan. c) Menuju proses restorative justice atau perundingan (balanced or restorative
justice orientation), yaitu melindungi masyarakat, memberi kesempatan pelaku bertanggung jawab langsung pada korban dan masyarakat dan membuat kesepakatan bersama antara korban pelaku dan masyarakat. Pelaksanaannya semua pihak yang terkait dipertemukan untuk bersama-sama mencapai kesepakatan tindakan pada pelaku.
196
Marlina, Diversi dan Restorative Justice sebagai Alternatif Perlindungan terhadap Anak yang
Berhadapan dengan Hukum, dalam Mahmul Siregar dkk, Pedoman Praktis Melindungi Anak dengan Hukum Pada Situasi Emergensi dan Bencana Alam, Pusat kajian dan Perlindungan Anak
(PKPA), Medan, 2007, hal. 83.(Selanjutnya disebut Marlina II) 197
Salah satu pedoman yang dapat menjadi pegangan penyidik Polri dalam
menerapkan konsep diversi dalam menangani anak yang berhadapan dengan
hukum adalah TR Kabareskrim Polri No. Pol.: TR/1124/XI/2006 yang memberi
petunjuk dan aturan tentang teknik diversi yang dapat dilakukan terhadap anak
yang berhadapan dengan hukum. TR Kabareskrim Polri yang berpedoman pada
Pasal 18 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang membahas masalah Diskresi Kepolisian. Hal ini memberi
pedoman dan wewenang bagi penyidik Polri untuk mengambil tindakan lain yang
bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam menangani anak yang
berhadapan dengan hukum.
Dasar hukum penerapan diversi ini adalah Pasal 18 ayat 1 huruf L yang
diperluas oleh Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berbunyi 198
Pada TR Kabareskrim tersebut terdapat pengertian mengenai diversi, yakni suatu
pengalihan bentuk penyelesaian dari penyelesaian yang bersifat proses pidana formal ke alternatif penyelesaian dalam bentuk lain yang di nilai terbaik menurut
:“Polisi dapat
mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab dengan
batasan bahwa tindakan tersebut tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku,
selaras dengan kewajiban hukum/ profesi yang mengharuskan dilakukannya
tindakan jabatan tersebut, tindakan tersebut harus patut dan masuk akal dan
termasuk dalam lingkup jabatannya, didasarkan pada pertimbangan yang layak
berdasarkan keadaan yang memaksa dan menghormati Hak Asasi Manusia.
198
kepentingan anak199
sesuai dengan UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
mengatur tentang batasan perbuatan pidana yang boleh dilakukan diversi atau
tidak. Diversi itu hanya dilakukan,dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan
pengulangan tindak pidana sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) UU No 11 Tahun 2012
tentang Sistem peradilan Pidana Anak. Jika telah sesuai dengan ketentuan bahwa
ancaman hukumannya dibawah 7 tahun maka dilakukan proses diversi, pasal 8
UU No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak menyatakan Proses Diversi
dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/Walinya,
korban dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja . Dengan kata lain dapat diartikan bahwa diversi artinya
pengalihan kasus-kasus yang berkaitan dengan anak yang disangka telah
melakukan pelanggaran diluar prosedur peradilan formal dengan atau tanpa
syarat-syarat tertentu. Berdasarkan uraian di atas dalam hal anak yang berhadapan
dengan hukum, hanya anak yang berkonflik dengan hukum atau anak sebagai
pelaku tindak pidana yang dapat diselesaikan melalui jalur diversi.
Penyidik ketika menangani perkara pidana anak memiliki dasar hukum yaitu
UU RI No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pada pasal 7
ayat 1 dikatakan Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara
Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi. Penyidik mengupayakan
diversi, dimana diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses
peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Jadi kami para penyidik
terlebih dahulu mengupayakan agar prosesnya tanpa melalui proses peradilan.
199
Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif. Dalam hal
diperlukan, musyawarah dapat melibatkan Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan/atau
masyarakat. Proses Diversi wajib memperhatikan:
a) kepentingan korban;
b) kesejahteraan dan tanggung jawab Anak;
c) penghindaran stigma negatif;
d) penghindaran pembalasan;
e) keharmonisan masyarakat; dan
f) kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Hasil kesepakatan Diversi dapat berbentuk, antara lain:
a) perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian;
b) penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;
c) keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau
d) pelayanan masyarakat.
b. Restorative Justice
Restorative Justice adalah bentuk yang paling disarankan dalam melakukan diversi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Hal ini dikarenakan
konsep restorative justice melibatkan berbagai pihak untuk menyelesaikan suatu
permasalahan yang terkait dengan tindak pidana yang dilakukan oleh anak.
tulisannya ”Restorative Justice an Overview” mengatakan200
Pandangan Michael Tonry, melalui penelitiannya tahun 1999 terhadap kebijakan
pemidanaan di Amerika, bahwa restorative justice mempunyai pengaruh besar
karena kemampuan konsep tersebut memberikan manfaat kepada semua tahapan
proses peradilan dan menempatkan pelaku dengan tepat dalam proses peradilan.
Menurutnya ada 4 (empat) konsep pemidanaan, yaitu:
:“Restorative Justice
is a process whereby all the parties with a stake in a particular offence come together to resolve collectively how to deal with the aftermath of the offence and its implication for the future” (restorative justice adalah sebuah proses dimana para pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu bertemu bersama
untuk menyelesaikan persoalan secara bersama-sama bagaimana menyelesaikan
akibat dari pelanggaran tersebut demi kepentingan masa depan).
201
Penjelasan terhadap definisi restorative justice yang dikemukakan oleh Toni
Marshal dalam tulisannya “Restorative Justice an Overview”, dikembangkan oleh
Susan Sharpe dalam bukunya “Restorative Justice a Vision For Hearing and
Change” yang mengungkapkan 5 prinsip kunci dari restorative justice yaitu : 1) Structured sentencing (pemidanaan terstruktur);
2) Indeterminate (pemidanaan yang tidak menentukan); dan
3) Restorative/community justice (pemulihan/keadilan masyarakat).
202
200
Marlina II, Op.cit., hal.88.
201
Ibid., hal. 89. 202
Ibid.,
1) Restorative Justice mengandung partisipasi penuh dan konsensus;
3) Restorative Justice memberikan pertanggung-jawaban langsung dari pelaku secara utuh;
4) Restorative Justice mencarikan penyatuan kembali kepada warga masyarakat yang terpecah atau terpisah karena tindakan criminal;
5) Restorative Justice memberikan ketahanan kepada masyarakat agar dapat mencegah terjadinya tindakan kriminal berikutnya.
Penyelesaian secara restorative justice berbeda dengan proses pradilan
konvensional. Peradilan konvensional merupakan pengadilan yang menentukan
kesalahan dan mengurus kerusakan/penderitaan yang dialami seseorang atau
beberapa orang dalam sebuah forum antara pelaku tindak pidana dan negara yang
dilangsungkan oleh aturan yang sistemik. Sedangkan restorative justice menurut
Howard Zehr adalah melihat suatu proses peradilan dengan pandangan yang
berbeda, yakni kriminal adalah kekerasan yang dilakukan oleh orang kepada
orang lain. Restorative justice dilakukan untuk memulihkan sesuatu menjadi baik
kembali seperti semula dengan melibatkan korban, pelaku dan masyarakat dalam
mencari solusi yang mengutamakan perbaikan, rekonsiliasi dan perlindungan
kembali. Howard Zehr menyebutkan perbandingan antara “retributive justice”
dan “restorative justice” adalah :203
203
Ibid., 89-90
1) Retributive Justice memfokuskan pada perlawanan terhadap hukum dan negara, sedangkan restorative justice pada pengrusakan atau kekerasan terhadap manusia yang berhubungan dengannya.
3) Retributive Justice melibatkan negara dan pelaku dalam proses peradilan formal, sedangkan restorative justice melibatkan korban, pelaku dan masyarakat dalam suasana dialog untuk mencari penyelesaian.
4) Dalam retributive justice korban hanya merupakan bagian pelengkap, sedangkan dalam Restorative Justice korban adalah posisi sentral.
5) Dalam retributive justice posisi masyarakat diwakili oleh Negara, sedangkan restorative justice masyarakat berpartisipasi aktif.
Dalam penanganan kasus anak, bentuk restorative justice yang dikenal adalah
reparative board/ youth panel yaitu suatu penyelesaian perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak dengan melibatkan pelaku, korban, masyarakat,
mediator, aparat penegak hukum yang berwenang secara bersama merumuskan
sanksi yang tepat bagi pelaku dan ganti rugi bagi korban atau masyarakat204.
Pelaksananan diversi dan restorative justice memberikan dukungan terhadap
proses perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Hal ini
dikarenakan prinsip utama dari diversi dan restorative justice adalah
menghindarkan pelaku tindak pidana dari system peradilan pidana formal dan
memberikan kesempatan pelaku menjalankan sanksi alternatif tanpa pidana
penjara.
204
BAB IV
PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA
PIDANA DI LUAR PENGADILAN
A. Tugas-tugas Penyidik POLRI dalam perkara pidana.
Kepolisian merupakan garda terdepan yang bersentuhan langsung terhadap
berbagai kejadian yang terjadi di tengah-tengah masyarkat. Setiap terjadi
pelanggaran hukum, kepolisian yang berperan lansung untuk menangani perkara
tersebut sebelum dilanjutkan ke proses peradilan berikutnya. Secara umum, Polisi
memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
1. Tugas Kepolisian
Tugas kepolisian dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu tugas represif dan
tugas preventif. Tugas represif ini adalah mirip dengan tugas kekuasaan executive,
yaitu menjalankan peraturan atau perintah dari yang berkuasa apabila telah terjadi
peristiwa pelanggaran hukum. Sedangkan tugas preventif dari kepolisian ialah
menjaga dan mengawasi agar peraturan hukum tidak dilanggar oleh siapapun.
Tugas utama dari kepolisian adalah memelihara keamanan di dalam negeri.
Dengan ini nampak perbedaan dari tugas tentara yang terutama menjaga
pertahanan Negara yang pada hakikatnya menunjuk pada kemungkinan ada
serangan dari luar Negeri. Sementara itu, dalam Undang-Undang Kepolisian
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 pasal 13 dijelaskan bahwasannya tugas
pokok kepolisian adalah:205
a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
205
b. menegakkan hukum; dan
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat
Selanjutnya pada pasal 14 dijelaskan bahwasannya dalam melaksanakan tugas
pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik
Indonesia bertugas :206
a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Mengenai