• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Peranan Kepolisian Dalam Menyelesaikan Perkara Pidana Yang Dilakukan Oleh Anak Tanpa Melalui Proses Peradilan (Studi kasus Kepolisian Sektor Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Peranan Kepolisian Dalam Menyelesaikan Perkara Pidana Yang Dilakukan Oleh Anak Tanpa Melalui Proses Peradilan (Studi kasus Kepolisian Sektor Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara)"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Arikunto,Suharsimi,2010,Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Rineka

Cipta, Jakarta.

Bungin, Burhan,1984, Analisis Data Penelitian Kualitatif:Pemahaman Filosofis

dan Metodologi ke Arah Penguasaan Model Aplikasi ,Grafindo Persada, Jakarta.

Dirjosiworo, Soedjono, 1984, Sosio Kriminologi, Amalan Ilmu-Ilmru sosial dalam

Studi Kejahatan, Sinar Baru, Bandung.

Ediwarman, H.M Ridwan ,1994, Azas-azas Kriminologi, USU PRESS, Medan.

Harahap, M. Yahya, 2006, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP

Penyidikan dan Penuntutan. Sinar Grafika.

Harkrisnowo, Harkristuti. Menelaah Konsep Sistem Peradilan Pidana Terpadu

(dalam konteks Indonesia). Seminar keterpaduan Sistem Peradilan Pidana di Danau Toba.Tanggal 4-5 April 2002, Medan.

Ibrahim,Johny, 2007, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu

Media, Surabaya.

Kartono, Kartini, 1982, Pisikologi Anak, Alumni, Bandung.

Lamintang,P.A.F, 2011, Dasar-Dasar Hukum pidana Indonesia, PT Citra Aditya

Bakti, Bandung.

Marlina, 2007, Diversi dan Restorative Justice sebagai Alternatif Perlindungan

(2)

Emergensi dan Bencana Alam. Pusat kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), Medan.

_____, 2009, Peradilan Pidana Anak Di Indonesia (Pengembangan Konsep

Diversi dan Restorative Justice), PT Refika Aditama, Bandung.

Meliala, A. Qirom Syamsudin 1985, Kejahatan Anak Suatu Tujuan Dari

Pisikologi Dan Hukum Liberty, Yogyakarta.

Muliyono,Bambang, 1985, Pendekatan Anlisis Kenakalan Remaja Dan

Penangulanganya, Kanisius, Yogyakarta.

Nazil, M, 2010, Metode Penelitian , Ghalia Indonesia, Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum , UI Press, Jakarta.

Sunggono, Bambang, 2010, Metodologi Penelitian Hukum , Rajawali Press,

Jakarta.

Suryabrata, Sumaidi, 2004, Metode Penelitian , Raja Grafindo, Jakarta.

Sutedjo, Wigiati, 2005, Hukum Pidana Anak. Reflika Aditama, Bandung.

Walgito,Bimo, 1982, Kenakalan Anak, Fakultas Pisikologi UGM Yogyakarta.

Wastika, Yulius dan Ninik, 1987, Widiyant, Kejahatan Dalam Masyarakat Dan

(3)

B. PERATURAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.

Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia.

Undang -Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Undang-undang RI No. 5 Tahun 1991 tentang kejaksaan Republik Indonesia.

Undang-Undang No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

TR Kabareskrim No. Pol.: TR/1124/XI/2006

C. WEBSITE

Komnas PA: Anak pelaku kejahatan naik 26 persen, www.republika.co.id (diakses

pada tanggal 02 Mei 2015)

Pengertian kejahatan menurut para ahli

(diakses pada tanggal 08 Mei 2015)

Perbedaan Peradilan dengan Pengadilan, www.hukumonline.com (diakses pada

tanggal 08 Mei 2015)

Satu pelajar tewas dalam tawuran antar pelajar, www.metrotvnews.com (diakses

(4)

Masih SMP sudah jadi ahli mencuri motor, www.suara.com (diakses pada tanggal

2 oktober 2015)

Pelajar SMP bunuh temannya gara-gara utang, www.okezone.com (diakses pada

tanggal 2 oktober 2015)

Pengertian dan definisi peranan, www.kumpulandefinisi.com (diakses pada hari

Selasa 22 Maret 2016)

Pena soekarno, www.wordpress.com (diakses pada tanggal 23 Maret 2016)

D. Lain-lain

Deklrasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration Of Human

Rights), Resolusi No.217A (III) tanggal 10 Desember 1948

Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, Resolusi Majelis

Umum 2200 A (XXI) tanggal 16 Desember 1966.

Konvensi Hak Anak (Convention on the Right of the Child) yang telah diratifikasi

berdasarkan Keputusan Presiden No.36 tahun 1990.

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang

Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia.

Pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Rangka Pencegahan Tindak Pidana

Remaja Tahun 1990 (United Nation Guidelines for the Preventive of

jevenile Deliquency, “Riyadh Guidelines), Resolusi No. 45/112. 1990. Peraturan-peraturan Standar minimum bagi Perlakuan terhadap Narapidana

(5)

BAB III

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA OLEH ANAK TANPA MELALUI

PROSES PERADILAN

A. Pengaturan Hukum Mengenai Perlindungan Anak Di Indonesia.

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya

melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan tunas,

potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran

strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan

eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Ketentuan Pasal 28B ayat (2)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa setiap

anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.76

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam

Bab III Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar Manusia pada bagian kesepuluh

mengatur mengenai hak anak. Bagian yang mempunyai judul Hak Anak ini

memberikan ketentuan pengaturan yang dituangkan ke dalam 15 (lima belas)

pasal, dimana dalam Pasal 52 ayat (2) disebutkan bahwa hak anak adalah hak

asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh

hukum bahkan sejak dalam kandungan.77

Pasal 1 angka 5 Undang-Undang nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia memberikan batasan pengertian mengenai anak yaitu setiap manusia

yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk

76

Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 77

(6)

anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi

kepentingannya. Batasan pengertian mengenai anak yang terdapat dalam Pasal 1

angka 5 Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia tersebut mempunyai makna

yang sama dengan batasan pengertian yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1

Undang_Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang

menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan

belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjamin kesejahteraan pada

setiap warga negaranya salah satunya adalah dengan memberikan perlindungan

terhadap hak anak yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Pemerintah

Indonesia dalam usahanya untuk menjamin dan mewujudkan perlindungan dan

kesejahteraan anak adalah melalui pembentukan Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perlindungan Anak sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang tersebut adalah segala kegiatan

untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,

berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.78

Pasal 3 Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

menyebutkan bahwa perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya

hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara

optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia

yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Undang-Undang nomor 23

78

(7)

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berisi 93 (Sembilan puluh tiga)

pasal ini dibagi ke dalam XIV (empat belas) bab yang berisi mengenai :

Ketentuan Umum, Asas dan Tujuan;

1. Hak dan Kewajiban Anak;

2. Kewajiban dan Tanggung Jawab;

3. Kedudukan Anak;

4. Kuasa Asuh;

5. Perwalian;

6. Pengasuhan dan Pengangkatan Anak;

7. Penyelenggaraan Perlindungan;

8. Peran Masyarakat;

9. Komisi Perlindungan Anak Indonesia;

10.Ketentuan Pidana;

11.Ketentuan Peralihan; dan

12.Ketentuan Penutup.

Hak anak dalam Undang-Undang nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia diatur dalam ketentuan Pasal 52 sampai dengan Pasal 66 yang antara lain

meliputi hak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan Negara.

Sejak dalam kandungan untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan

taraf kehidupannya, antara lain :

1. Sejak kelahirannya atas suatu nama dan status kewarganegaraannya.

2. Untuk anak yang cacat fisik dan/atau mental untuk memperoleh

(8)

3. Untuk anak yang cacat fisik dan/atau mental untuk terjamin kehidupannya

sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri, dan

kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara;

4. Untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai

dengan tingkat intelektualitas dan biaya di bawah bimbingan orang tua

dan/atau wali;

5. Untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang

tuanya sendiri;

6. Untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan, dan dibimbing

kehidupannya oleh orang tua atau walinya sampai dewasa;

7. Untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan

fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual

selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun

yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut;

8. Untuk tidak dipisahkan dari orang tuanya secara bertentangan dengan

kehendak anak sendiri kecuali jika ada alasan dan aturan hukum yang sah

yang menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbagik

bagi anak;

9. Untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka

pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat

(9)

10. Untuk beristirahat, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi

dan berkreasi sesuai dengan minta, bakat dan tingkat kecerdasannya demi

pengembangan diri;

11. Untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara layak

sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya;

12. Untuk tidak dilibatkan di dalam peristiea peperangan, sengketa bersenjata,

kerusuhan social dan peristiwa lain yang mengandung unsur kekerasan;

13. Untuk mendapat perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan

setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya sehingga dapat mengganggu

pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial dan mental

spiritualnya;

14. Untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan ekslpoitasi dan pelecehan

seksual, penculikan, perdagangan anak serta dari berbagai bentuk

penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya;

15. Untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan

hukuman yang tidak manusiawi; dan

16. Untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.

Undang-Undang nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia tidak

mencantumkan ketentuan mengenai kewajiban anak secara terperinci. Ketentuan

mengenai kewajiban yang terdapat dalam Undang_undang tersebut adalah

kewajiban dasar manusia secara menyeluruh.

Bab III Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

mengatur mengenai hak dan kewajiban anak. Hak anak diatur dalam ketentuan

(10)

Pasal 19. Hak anak yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak tersebut antara lain meliputi hak :

1. Untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar

sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi; atas suatu nama sebagai

identitas dan status kewarganegaraan;

2. Untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berkreasi sesuai dengan

tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua;

3. Untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya

sendiri;

4. Memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan

kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial;

5. Memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan

pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya;

6. Memperoleh pendidikan luar biasa, rehabilitasi, bantuan sosial dan

pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial bagi anak yang menyandang cacat;

7. Memperoleh pendidikan khusus bagi anak yang memiliki keunggulan;

8. Menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan

memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi

pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan;

9. Untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak

yang sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat

(11)

10. Mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi (baik

ekonomi maupun seksual), penelantaran, kekejaman, kekerasan,

penganiayaan, ketidakadilan serta perlakuan salah lainnya;

11. Untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri kecuali jika ada alasan dan/atau

aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi

kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir;

12. Memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau

penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi;

13. Memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum;

14. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatan yang

dipisahkan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum atau bantuan

lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku,

serta membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak

yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum, bagi

setiap anak yang dirampas kebebasannya;

15. Untuk dirahasiakan, bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku

kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum; dan

16. Mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya, bagi setiap anak yang

menjadi korban atau pelaku tindak pidana.

Pasal-pasal yang memuat ketentuan mengenai hak anak dalam

Undang-Undang tentang Perlindungan Anak mempunyai banyak kesamaan dengan

(12)

Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga

mengatur mengenai kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap anak. Ketentuan

Pasal 19 menyebutkan bahwa setiap anak berkewajiban untuk:

a) menghormati orang tua;

b) mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;

c) mencintai tanah air, bangsa, dan negara;

d) menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan

e) melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

Perlindungan anak sebagaimana batasan pengertian yang tercantum dalam

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak dapat terwujud apabila mendapatkan dukungan dan tanggung jawab dari

berbagai pihak. Dukungan yang dibutuhkan guna mewujudkan perlindungan atas

hak anak di Indonesia diatur dalam ketentuan Bab IV Undang-Undang nomor 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 20 Undang-Undang tersebut

menyebutkan bahwa negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua

berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan

anak.

Negara dan Pemerintah Republik Indonesia mempunyai kewajiban dan

tanggung jawab untuk menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa

membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan

bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau

mental. Negara dan pemerintah juga berkewajiban serta bertanggungjawab untuk

memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan

(13)

tercantum dalam ketentuan Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang nomor 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Pasal 23 dan Pasal 24 Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak mengatur mengenai jaminan negara dan pemerintah atas

penyelenggaraan perlindungan anak. Negara dan pemerintah menjamin

perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak

dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum

bertanggungjawab terhadap anak. Negara dan pemerintah juga menjamin anak

untuk menggunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia

dan tingkat kecerdasan anak. Jaminan yang diberikan oleh negara dan pemerintah

tersebut diikuti pula dengan pengawasan dalam penyelenggaraan perlindungan

anak.

Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat atas perlindungan anak

sebagaimana diatur dalam Pasal 25. Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat

terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat

dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Ketentuan Pasal 72 ayat (2)

Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa

peran masyarakat dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan

anak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga

pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa.

Pasal 26 Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

mengatur mengenai kewajiban dan tanggung jawab keluarga dan orang tua. Orang

tua berkewajiban dan bertanggungjawab untuk:

(14)

b) Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan anak, bakan dan

minatnya; dan

c) Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Apabila orang tua

tidak ada, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya,

atau tidak diketahui keberadaannya, maka kewajiban dan tanggung jawab

orang tua atas anak dapat beralih kepada keluarga yang dilaksanakan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penyelenggaraan perlindungan terhadap anak diatur dalam Bab IX

Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perlindungan terhadap

anak diselenggarakan dalam bidang agama, kesehatan, pendidikan, social, serta

perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat.

B. Perlindungan Hukum Mengenai Hak-Hak Anak Sebagai Pelaku

Kejahatan dalam Proses Peradilan.

Anak dalam kehidupannya tidak lepas dari segala kesalahan-kesalahan yang

dapat melibatkannya ke dalam proses hukum. Ketika terlibat masalah hukum,

anak sebagai pelaku kejahatan memiliki hak-hak yang telah dilindungi oleh

undang-undang yang berlaku di Indonesia. Seorang delinkuen sangat

membutuhkan adanya perlindungan hukum. Masalah perlindungan hukum bagi

anak menyangkut semua aturan hukum yang berlaku. Perlindungan ini perlu

(15)

fisik dan mentalnya. Oleh karena itu, anak memerlukan perlindungan dan

perawatan khusus.79

1. Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration Of

Human Rights), Resolusi No.217A (III) tanggal 10 Desember 1948 yang mengatur tentang :

Prinsip-prinsip perlindungan tehadap anak dalam sistem peradilan pidana anak

diatur oleh sejumlah konvensi Internasional dan peraturan perundang-undangan

secara nasional. Berikut sejumlah konvensi internsional yang menjadi dasar atau

acuan pemerintah Indonesia dalam menyelenggarakan atau melaksanakan

peradilan anak dan menjadi standar perlakuan tehadap anak-anak yang berada

dalam sistem peradilan pidana.

80

a. Setiap orang tidak boleh dianiaya atau diperlakukan secara kejam dengan

hukuman yang menghinakan.81

b. Setiap orang berhak atas pengadilan yang efektif sesuai dengan ketentuan

Undang-udang yang berlaku.82

c. Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan atau dibuang secara

sewenang-wenang.83

d. Setiap orang berhak mendapatkan persamaan didengar pendapatnya di

muka umum dan secara adil oleh pengadilan yang merdeka dan tidak

79

Harkristuti Harkrisnowo. (2002). Menelaah Konsep Sistem Peradilan Pidana Terpadu

(dalam konteks Indonesia). Seminar keterpaduan Sistem Peradilan Pidana di Danau Toba. Medan.

Tanggal 4-5 April 2002, hlm. 3. 80

Deklrasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration Of Human

Rights), Resolusi No.217A (III) tanggal 10 Desember 1948 dalam buku Marlina .2009.Peradilan

Pidana Anak Di Indonesia (Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice). Bandung : PT Refika Aditama,hlm.43.

81

Ibid., pasal 5 82

Ibid., pasal 8 83

(16)

memihak untuk menetapkan hak dan kewajibannya di dalam setiap

tuntutan pidana yang ditujukan terhadapnya.84

e. Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan pelanggaran pidana

dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut

undang-undang dalam suatu sidang pengadilan yang terbuka dan diberikan

segala jaminan untuk pembelaan.85

f. Setiap orang tidak boleh dipersalahkan melakukan pelanggaran pidana

karena perbuatan atau kelalaian yang tidak merupakan suatu pelanggaran

pidana menurut undang-undang nasional atau internasional, ketika

perbuatan tersebut dilakukan.86

2. Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (International

Convenan on civil and Political Rights) Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) tanggal 16 Desember 1966 mengatur tentang:

a. Setiap orang tidak boleh ditahan tanpa alasan dan menurut prosedur yang

ditentukan oleh Undang-undang.87

b. Setiap orang yang ditahan, saat penahanan harus diberitahukan alasannya

dan secepat mungkin diberitahu tentang segala tuduhan terhadapnya dan

diperlakukan secara manusiawi dan dihormati martabatnya.88

84

Ibid., pasal 10 85

Ibid., pasal 11 86

Ibid., pasal 11 ayat 2 87

Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) tanggal 16 Desember 1966, Pasal 9 ayat 1

88

(17)

c. Setiap orang yang ditahan atas tuduhan kejahatan secepatnya disidangkan

dan diperiksa. Tidak boleh menahan seseorang sambil menunggu

pemeriksaan perkara jika dapat dibebaskan atas jaminan.89

d. Setiap orang yang ditahan berhak menuntut ke pengadilan agar segera

memutuskan tentang keabsahan penahanannya dan memerintahkan

pembebasannya jika penahanan tidak sah dan berhak mendapat ganti

rugi.90

e. Setiap anak yang dituduh melakukan tindak pidana, penahanannya harus

dipisahkan dari tertuduh dewasa dan secepat mungkin untuk diadili.91

b. Setiap narapidana berhak mendapatkan perbaikan dan rehabilitasi sosial.

Anak pelanggar hukum dipisahkan dari orang dewasa dan diberikan

perlakuan yang layak sesuai dengan usia dan status hukumnya.92

c. Setiap orang mempunyai kedudukan yang sama di hadapan pengadilan dan

majelis hakim, behak atas pemeriksaan yang adil oleh majelis hakim yang

berwenang, mandiri dan tidak berpihak menurut hukum.93

d. Setiap orang yang dituduh melakukan pidana wajib dianggap tidak

bersalah sampai terbukti bersalah menurut hukum di sidang pengadilan.94

e. Setiap orang dalam proses menunggu keputusan memiliki persamaan hak

untuk diberi jaminan atas; 95

89

Ibid., Pasal 9 Ayat 3 90

Ibid., Pasal 9 Ayat 4 dan 5 91

Ibid., Pasal 10 Ayat 2 92

Ibid., Pasal 10 Ayat 3 93

Ibid., Pasal 14 Ayat 1 94

Ibid., Pasal 14 Ayat 2 95

Ibid., Pasal 14 Ayat 3

secepatnya diperiksa dan secara rinci

diberitahu tuduhan dan alasannya dalam bahasa yang dimengerti,

(18)

f. Prosedur pemeriksaan anak dibawah umur disesuaikan dengan usia dan

diutamakan untuk rehabilitsi.96

g. Setiap orang yang telah dihukum atas suatu kejahatan berhak ditinjau

kembali keputusan dan hukumannya oleh majelis hakim lebih tinggi

menurut hukum.97

h. Setiap orang yang diputus bersalah oleh pengadilan, kemudian ditemukan

fakta baru karena telah terjadi kesalahan penerapan hukum, maka orang

tersebut harus diberikan ganti rugi menurut hukum, kecuali atas

kesalahannya sendiri.98

3. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain

yang Kejam, Tidak manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia

(Convention Against Torure and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) Resolusi 39/46 Tanggal 10 Desember1984, yang telah diratiikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan

Undang-Undang No.5 Tahun 1998. Beberapa pasal yang memberikan perlindungan

orang yang berkonflik dengan hukum, yaitu :

a. Setiap negara peserta menjamin bahwa semua perbuatan penganiayaan

merupakan pelanggaran hukum pidana.99

b. Setiap negara peserta menjamin bahwa pendidikan dan informasi

mengenai larangan penganiayaan dimasukkan dalam pelatihan

personel penegakan hukum, sipil atau militer, personel kesehatan,

pejabat-pejabat pemerintahan, interogasi dan perlakuan terhadap

96

Ibid., Pasal 14 Ayat 4 97

Ibid., Pasal 14 Ayat 5 98

Ibid., Pasal 14 Ayat 6 99

(19)

individu mana pun yang menjadi sasaran bentuk penangkapan apapun,

penahanan atau pemenjaraan.100

c. Setiap negara harus memasukkan larangan ini dalam peraturan atau

instruksi yang dikelurkan mengenai setiap kewajiban dan fungsi orang

tersebut.101

d. Setiap negara melakukan peninjauan kembali ecara sistematis

peraturan-peraturan interogasi, metode, praktik dan peraturan

penahanan dan perlakuan terhadap orang-orang yang ditangkap,

ditahan/dipenjarakan dalam wilayah manapun yang berada dibawah

wilayah yuridiksinya dengan tujuan mencegah setiap kasus

penganiayaan.102

e. Setiap negara peserta menjamin segera memulai penyidikan apabila

ada alasan yang layak bahwa suatu perbuatan penganiayaan telah

dilakukan.103

f. Setiap negara peserta menjamin setiap individu korban penganiayaan

berhak mengadukan kasusnya dengan segera dan secara adil diperiksa

oleh para penguasa yang berwenang.104

g. Setiap negara peserta menjamin dalam sistem hukumnya bahwa

korban penganiayaan memperoleh ganti rugi dan mempunyai hak

mendapatkan kompensasi yang adil, termasuk sarana rehabilitasi.105

100

Ibid., Pasal 10 ayat 1 101

Ibid., Pasal 10 ayat 2 102

Ibid., Pasal 11 103

Ibid., Pasal 12 104

Ibid., Pasal 13 105

(20)

4. Konvensi tentang Hak-hak Anak (Convention on The Rights of The Child),

Resolusi No.109 tahun 1990. Indonesi sebagai anggota PBB telah meratifikasi

konvensi internasional tentang Konvensi Hak Anak melalui Keppres no.36

tahun 1990. Dengan meratifikasi ketentuan tersebut maka mewajibkan negara

yang meratifikasi ketentuan untuk melaksanakan ketentun tersebut. Hak anak

yang wajib diberi perlindungan oleh negara ketika anak tersebut berhadapan

dengan hukum, yaitu :106

a. Anak tidak dapat dijadikan sasaran penganiayaan, atas perlakuan

kejam lain yang tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan,

hukuman mati atau pemenjaraan seumur hidup tanpa kemungkinan

pembebasan.

b. Anak tidak dapat dirampas kebebasnnya secara melanggar hukum atau

dengan sewenang-wenang. Penangkapan, penahanan atau

pemenjaraannya sesuai dengan undang-undang, dan harus digunakan

sebagai upaya terakhir dalam waktu sesingkat mungkin.

c. Anak yang ditahan harus diperlakukan secara manusiawi dan

dihormati martabat manusianya dan pemenuhan kebutuhannya.

d. Anak yang ditahan harus dipisahkan dari orang dewasa kecuali

penempatannya itu dianggap demi kepentingan si anak dan harus

mempunyai hak untuk mempertahankan kontak dengan keluarga

melalui surat-menyurat dan kunjungan, kecuali bila dalam

keadaan-keadaaan luar biasa.

106

(21)

e. Anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan

hukum dan bantuan lain yang tepat, dan juga hak untuk mendapat

penjelasan tentang penahanan terhadap dirinya di hadapan suatu

pengadilan atau penguasa lain yang berwenang, mandiri dan adil, dan

mendapatkan keputusan segera terhadap tindakan yang dilakukannya.

f. Anak harus mendapatkan penyembuhan fisik dan psikologis dan

integrasi sosial kembali oleh negra guna mengembalikan martabat

anak.

g. Anak tidak boleh dituduh atau disangka melanggar hukum pidana

karena alasan berbuat atau tidak berbuat yang tidak dilarang oleh

hukum nasional atau internasional pada waktu perbuatan- perbuatan itu

dilakukan.

h. Anak yang dituduh melanggar hukum pidana dianggap tidak bersalah

sampai terbukti bersalah menurut hukum.

i. Anak yang dituduh melanggar hukum pidana harus diberi informasi

dengan segera dan langsung tuduhan terhadap dirinya kepada

orangtuanya atau wali hukumnya, dan mempunyai bantuan hukum

atau bantuan lain yang tepat dalam mempersiapkan dan menyampaikan

pembelaannya.

j. Proses pemeriksaan dan pengadilan terhadap anak dilakukan tanpa

penundaan oleh badan yang berwenang, mandiri dan adil, dihadiri oleh

bantuan hukum atau bantuan lain yang tepat, kecuali demi kepentingan

(22)

k. Anak tidak dipaksa memberikan kesaksian atau mengaku bersalah,

untuk memeriksa para saksi yang berlawanan, dan untuk memperoleh

keikutsertaan dan pemeriksaan para saksi atau namanya menurut

syarat-syarat keadilan.

l. Setiap orang yang dianggap telah melanggar hukum pidana berhak

mengajukan upaya hukum untuk ditinjau kembali keputusan

terhadapnya oleh penguasa lebih tinggi yang berwenang, mandiri dan

adil atau oleh badan pengadilan menurut hukum.

m. Anak berhak mendapat bantuan seorang penerjemah dengan

cuma-cuma kalau anak itu tidak dapat mengerti atau berbicara dengan

bahasa yang digunakan.

n. Kerahasiaan seorang pelaku anak dihormati dengan sepenuhnya pada

semua tingkat persidangan.

5. Peraturan-peraturan Standar Minimum bagi Perlakuan terhadap Narapidana

(Resolusi No. 663 C (XXIV) Tanggal 31 Juli 1957, Resolusi 2076 (LXII)

Tanggal 13 Mei 1977. Menurut ketentuan tersebut ada beberapa hak yang

harus diperhatikan terhadap tahanan anak, diantaranya:

a. Tidak seorangpun dapat diterima dalam satu lembaga tanpa perintah

pemenjaraan yang sah.107

b. Adanya pembedaan penempatan tersangka pelaku anak di lembaga

dengan klasifikasi : pria dan wanita, narapidana yang belum diadili dan

narapidana yang telah terhukum, orang yang dihukum penjara karena

utang dan para narapidana sipil lainnya terpisah dari orang-orang yang

107

(23)

dipenjara karena alasan pelanggaran pidana, narapidana anak-anak dan

narapidana dewasa.108

c. Setiap narapidana malam hari harus masuk sel tahanan sendirian.109

d. Setiap narapidana harus disediakan air dan peralatan toilet untuk

keperluan kesehatan dan kebersihan.110

e. setiap narapidana tidak diperkenankan memakai sendiri harus

disediakan pakaian lengkap yang layak dengan iklim dan memadai

untuk menjaganya dalam kesehatan yang bai dan pakaian yang

diberikan tidak boleh menurunkan martabat atau menghinakan.111

f. Setiap narapidana harus tidur terpisah dan dengan selimut yang

bersih112

g. Setiap narapidana harus diberi makanan, minuman bergizi, air minum,

rekreasi dan latihan jasmani. .

113

h. Petugas kesehatan secara teratur memriksa dan memberi nasihat

kepada direktur lembaga pemasyarakatan.114

i. Setiap narapidana tidak boleh dihukum dua kali atas pelanggaran yang

sama dan berhak mendapat pemberitahuan atas pelanggaran yang

dituduhkan kepadanya dan berhak menyampaikan pembelaan.115

j. Hukuman badan, hukuman yang kejam tidak manusiawi atau

merendahkan martabat harus dilarang sebagai hukuman untuk

pelanggaran disiplin.116

108

Ibid., Pasal 8 109

Ibid., Pasal 9 110

Ibid., Pasal 15 111

Ibid., Pasal 17 112

Ibid., Pasal 19 113

Ibid., Pasal 20,21 dan 25. 114

Ibid., Pasal 26 115

(24)

k. Setiap narapidana harus diberkan informasi tertulis mengenai peraturan

perlakun terhadap narapidana saat masuk lembaga mengenai

kewajiban dan haknya termasuk cara penyampaian keluhan dan

berkomunikasi.117

l. Personel narapidana memiliki standar pendidikan dan kecerdasan yang

memadai.118

6. Peraaturan-peraturan Minimum Standar Perserikatan Bangsa-Bangsa

Mengenai Administrasi Peradilan bagi Anak (The Beijing Rules), Resolusi N0.

40/33, 1985. Pada prinsipnya setiap anak yang berhadapan dengan peradilan

anak berhak mendapatkan perlakuan sebagai berikut :

a. Pelaksanaan peradilan pidana anak harus efektif, adil, dan manusiawi

tanpa adanya perbedaan dan diskriminasi.119

b. Penentuan batas usia pertanggungjawaban pelaku anak berkisar 7

tahun hingga 18 tahun atau lebih tua.

120

c. Pelaku anak memiliki hak praduga tak bersalah, diberitahu akan

tuntutannya, tetap diam, didampingi pengacara, kehadiran orang tua

atau wali, menghadapi dan memeriksa silang saksi-saksi, dan naik

banding ke tingkat berikutnya serta perlindungan privasi.

121

d. Pemberitahuan penangkapan anak pelaku tindak pidana secepatnya

kepada orangtua atau walinya.122

116

Ibid., Pasal 31 117

Ibid., Pasal 35,36 dan 40 118

Ibid., Pasal 47 119

Baca Beijing Rules Butir ke 1, 2 dan 6 120

Ibid., Butir ke-4 121

Ibid., Butir ke-7 dan 8 122

(25)

e. Saat penangkapan pelaku anak harus dihindarkan tindakan kekerasan

fisik, bahasa keras.123

f. Anak pelaku tindak pidana diupayakan untuk dilakukan pengalihan

dari proses formal ke informal oleh pihak berwenang yang

berkompeten.124

g. Penahanan sebelum keputusan pengadilan dilakukan sebagai pilihan

terakhir dan dalam waktu yang singkat.125

h. Pelaku yang berada dibawah penahanan sebelum pengadilan

mempunyai hak dan mendapat jaminan pemenuhan hak.126

i. Pelaku yang ditahan sebelum putusan pengadilan dipidahkan dari

orang dewasa.127

j. Selama proses pengadilan pelaku mempunyai hak untuk diwakili oleh

seorang penasihat hukum atau untuk memohon bantuan hukum dengan

biaya bebas.128

k. Orang tua atau wali pelaku anak berhak ikut serta dalam proses

peradilan dan berwenang untuk menghadiri persidangan demi

kepentingan pelaku.129

l. Hakim harus memperhatikan laporan penelitian dari lembaga sosial.130

m. Hukuman sebagai upaya terakhir dan penjara terhadap anak harus

dihindarkan dari bentuk penderitaan fisik.131

123 Ibid., 124

Ibid., Butir ke-11. 125

Ibid., Butir ke-13 angka 1 126

Ibid., Butir ke-13 angka 3 127

Ibid., Butir ke-13 angka 4 128

Ibid., Butir ke-15 angka 1 129

Ibid., Butir ke-15 angka 2 130

Ibid., Butir ke-16 dan 21 angka 2 131

(26)

n. Hukuman mati tidak dapat dikenakan pada setiap kejahatan apapun

yang dilakukan anak.132

o. Anak tidak boleh menjadi subjek hukuman badan dan mengupayakan

tindakan alternatif sebagai hukuman.133

p. Pihak yang berwenang secara hukum memiliki kekuasaan untuk

mengakhiri proses peradilan pada setiap saat.134

q. Pelaku anak sedapat mungkin dihindarkan dari penahanan kecuali

adanya perlindungan maksimal.135

r. Upaya menghindarkan penempatan anak di Lembaga Pemasyarakatan,

jika terpaksa sesingkat mungkin.136

s. Pelaku mendapatkan bantuan seperti penginap, pendidikan atau latihan

ketrampilan, pekerjaan atau bantuan lain yang bersifat membantu dan

praktis dengan tujuan mempermudah proses rehabilitasi.137

t. Anak ditempatkan terpisah dengan orang dewasa di Lembaga

Pemasyarakatan.138

u. Pelanggar hukum wanita muda ditempatkan di lembaga

pemasyarakatan terpisah dan patut mendapat perhatian khusus

terhadap keperluan dan masalah pribadinya.139

v. Demi kepentingan dan kesejahteraan remaja yang ditahan di lembaga

pemasyarakatan, orang tua atau wali memiliki hak akses untuk

mengetahuinya.140

132

Ibid., Butir ke-17 angka 2 133

Ibid., Butir ke-17 angka 3 134

Ibid., Butir ke-17 angka 4 dan butir ke-23 135

Ibid., Butir ke-17 angka 1c 136

Ibid., Butir ke-19 angka 1 dan Pasal 18 angka 1 137

Ibid., Butir ke-24 dan Butir ke-26 ayat 1 138

Ibid., Butir ke-26 angka 3 139

(27)

w. Adanya penggalangan sukarelawan dan pelayanan masyarakat dalam

pembinaan anak pelaku.141

x. Pembebasan bersyarat terhadap anak pelaku tindak pidana oleh

lembaga-lembaga pemasyarakatan edini mungkin dan adanya

pengawasan dan bantuan terhadap pelaku yang diberi pembebasan

bersyarat.142

7. Pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Rangka Pencegahan Tindak

Pidana Remaja Tahun 1990 (United Nation Guidelines for the Preventive of

jevenile Deliquency, “Riyadh Guidelines), Resolusi No. 45/112. 1990, antara lain :

a. Keberhasilan pencegahan terhadap anak pelaku tindak pidana

memerlukan upaya dari seluruh masyarakat guna menjamin

perkembangan ke arah proses dewasa secara harmonis dengan

menghormati dan mengembangkan kepribadian mereka sejak masa

kanak-kanak.143

b. Anak harus mempunyai peran dan kerja sama aktif dengan masyarakat

dan agar tidak semata-mata menjadi objek sosialisasi atau

pengawasan.144

c. Program dan pelayanan masyarakat untuk pencegahan tindak pidana

anak agar dikembangkan, terutama dalam hal badan pengawasan sosial

yang resmi agar dipergunakan sebagai upaya terakhir.145

140

Ibid., Butir ke-26 ayat 5 141

Ibid., Butir ke-25 142

Ibid., Butir ke-28 143

Pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Rangka Pencegahan Tindak Pidana Remaja Tahun 1990 (United Nation Guidelines for the Preventive of jevenile Deliquency, “Riyadh

Guidelines), Resolusi No. 45/112. 1990, Butir 2.

144

(28)

d. Penegak hukum dan petugas lain agar dilatih untuk tanggap terhadap

kebutuhan khusus anak dan semaksimal mungkin mengalihkan anak

dari proses sistem peradilan pidana.146

Secara nasional perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum

diatur dalam perundang-undangan Republik Indonesia, yaitu :

1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 34

tentang “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”.

2. Undang-undang RI No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak,

menentukan :

a. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan

berdasarkan kasih sayang, baik dalam keluarganya maupun di dalam

asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar dan

mendapatkan perlindungan dari lingkungan hidup yang membahayakan

atau menghambat petumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.147

b. Usaha kesejahteraan anak dilakukan oleh pemerintah dan atau

masyarakat.148

3. Undang-undang RI No. 5 Tahun 1991 tentang kejaksaan Republik Indonesia,

antara lain menentukan bahwa:

a. Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, jaksa bertindak berdasarkan

hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan dan

145

Ibid., Butir 6. 146

Ibid., Butir 58. 147

Undang-undang RI No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, Pasal 2. 148

(29)

kesusilaan, serta wajib menggali nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan

yang hidup dalam masyarakat.149

b. Jaksa harus jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela, tidak menerima

secara langsung atau tidak langsung sesuatu pemberiaan dari siapa pun.150

4. Undang-undang RI No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Perlindungan

dalam proses sistem peradilan pidana, yaitu:

a. Aparat penegak hukum yang khusus seperti, penyidik anak, penuntut

umum anak, hakim anak, hakim banding anak, dan hakim kasasi anak.151

b. Pemeriksaan perkara anak dilakukan secara tertutup.152

c. Pidana penjara, kurungan, denda yang akan dijatuhkan kepada anak nakal

paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara

orang dewasa, jika tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati,

maka pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 10 tahun.153

d. Pengawasan tertinggi sidang anak Mahkamah Agung.154

e. Putusan pengadilan mengenai perkara anak nakal yang telah mempeoleh

kekuatan hukum tetap dapat dimohonkan peninjauan kembali oleh anak

dan orangtua atau wali, orangtua asuh ataua penasihat hukumnya kepada

Mahkamah Agung sesuai UU yang berlaku.155

f. Bentuk hukuman yang dapat dijatuhka kepada anak nakal ialah hukuman pidana dan tindakan. Hukuman pidana ialah pidana pokok seperti pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda atau pidana pengawasan, sedangkan pidana tambahan adalah perampasan barang tertentu atau pembayaran ganti rugi. Tindakan berupa: dukembalikan kepada orangtua,

149

Undang-undang RI No. 5 Tahun 1991 tentang kejaksaan Republik Indonesia, Pasal 8. 150

Ibid., Pasal 9 151

Undang-undang RI No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Pasal 1 ayat 5,6,7,8,9. 152

Ibid., Pasal 8 ayat 1 153

Ibid., Pasal 26 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 27 dan Pasal 28. 154

Ibid., Pasal 19. 155

(30)

wali atau orangtua asuh, menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja atau, menyerahkan kkepada departemen sosial kemasyarakatan yang bergerak di biang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.156

g. Pidana penjara dijatuhkan kepada anak nakal paling lama ½ dari maksimum pidana penjara bagi orang dewasa. Apabila tindakan pidana yang dilakukan diancam dengan hukuman mati atau pidana seumur hidup, maka pidana yang dijatuhkan paling lama 10 tahun. Jika anak belum berusia 12 tahun melakukannya, maka kepadanya hanya dijatuhkan tindakan diantaranya mengembalikan kepda orangtua, wali atau orangtua asuh, menyerahkannya kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja atau menyerahkan kepada departemen sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja.157

h. Pemeriksaan tersangka anak harus dengan suasana kekeluargaan, meminta

pertimbangan/saran pembimbing kemasyarakatan dan ahli pendidikan, ahli

kesehatan jiwa, ahli agama atau petugas kemasyarakatan lainnya. Selama

proses berlangsung dihindarkan dari publikasi.158

i. Penahanan boleh dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan anak

dan masyarakat, tempat penhanan harus dipisahkan dari tempat tahanan

dewasa dan selama dalam penahanan pihak kepolisian harus tetap

menjamin kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak.159

j. Anak yang ditangkap atau ditahan berhak mendapatkan bantuan hukum,

dan hal itu harus diberitahukan oleh pejabat sejak awal anak tersebut

ditangkap atau ditahan kepada orangtua tersangka/wali atau orangtua

asuhnya.160

156

Ibid., Pasal 23, an 24. 157

Ibid., Pasal 26 ayat 3 dan 4. 158

Ibid., Pasal 42 ayat 1, 2, dan 3. 159

Ibid., Pasal 45 ayat 1, 2, 3 dan 4. 160

(31)

k. Anak didik pemasyarakatan harus dalam lembaga pemasyarakatan anak,

selama dalam lembaga tersebut anak berhak memperoleh pendidikan dan

latihan sesuai dengan bakat dan kemampuannya.161

l. Pidana bersyarat dapat dijatuhkan oleh hakim apabila pidana penjara yang

dijatuhkan paling lama 2 tahun dan dibimbing oleh Balai Pemasyarakatan

dan berstatus sebagai klien pemasyarakatan.162

5. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, memuat

beberapa perlindungan terhadap orang-orang yang berkonflik, yaitu:

a. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan

hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang

sama di depan hukum.163

b. Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan

dasar manusia, tanpa diskriminasi.164

c. Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan

memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan

martabat kemanusiannya di depan hukum.165

d. Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari

pengadilan yang objektif dan tidak berpihak.166

e. Setiap orang yang termasuk kelompok yang rentan berhak memperoleh

perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.167

161

Ibid., Pasal 60 ayat 1 dan 2. 162

Ibid., Pasal 29. 163

Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 3 Ayat 2` 164

Ibid., Pasal 3 Ayat 3. 165

Ibid., Pasal 5 Ayat 1. 166

Ibid., Pasal 5 Ayat 2. 167

(32)

f. Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata maupun administrasi serta diadili dengan proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.168

g. Setiap orang yang ditangkap, ditahan dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.169

h. Setiap orang tidak boleh dituntut hukuman atau dijatuhi pidana, kecuali

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum

tindakan itu dilakukannya.170

i. Setiap ada perubahan dalam peraturan perundang-undangan, maka nerlaku

ketentuan yang paling menguntungkan bagi tersangka.171

j. Setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum sejak

penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap.172

k. Setiap orang tidak dpat dituntut untuk kedua kalinya dalam perkara yang

sama atas suatu perbuaatan yang telah memperoleh putusan pengadilan

yang berkekuatan hukum tetap.173

l. Tiada suatu pelanggaran atau kejahatan apa pun diancam dengan hukuman

berupa perampasan seluruh harta kekayan milik yang bersalah.174

168

Ibid., Pasal 17. 169

Ibid., Pasal 18 Ayat 1. 170

Ibid., Pasal 18 Ayat 2. 171

Ibid., Pasal 18 Ayat 3. 172

Ibid., Pasal 18 Ayat 4. 173

Ibid., Pasal 18 Ayat 5. 174

(33)

m. Tidak ada seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau

kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu

kewajiban dalam perjanjian utang-piutang.175

n. Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan,

penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.176

o. Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidk dapat dijatuhkan untuk

pelaku tindak pidana yang masih anak.

p. Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan

hukum.

q. Penangkapan, penahanan atau pidana pejara anak dilakukan sesuai dengan

hukum yang berlaku dan hanya dilaksanakan sebagai upaya terakhir.

r. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mandapatkan perlakuan

secara manusiawi dan memperoleh pemenuhan kebutuhan untuk

pengembangan pribadi sesuai dengan usianya kecuali demi kepentingan.

s. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan

hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya

hukum.

t. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan

memperoleh keadilan.

u. Pengadilan anak dilaksanakan secara objektif dan tidak memihak dalam

sidang yang tertutup.

175

Ibid., Pasal 19 Ayat 2. 176

(34)

6. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian, antara lain memuat

ketentuan:

a. Dalam menyelenggarakan tugas di bidang proses pidana, kepolisian negara

RI berwenang untuk, melakukan peangkapan, penahanan, penggeledahan

dan penyitaan, memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai

tersangka atau saksi dan mengadakan penghentian penyidikan.177

b. Tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi

syarat sebagai berikut yaitu pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan

yang memaksa dan menghormati hak asasi manusia.178

c. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat kepolisian

senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma

agama, kesopanan, kesusilaan serta menjunjung tinggi hak asasi

manusia.179

7. Undang-undang No. 23 Tahun 2001 Tentang Perlindungan Anak. Menurut UU Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpatisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.180

Pihak yang memberikan perlindungan kepada anak adalah negara, pemerintah,

masyarakat, keluarga dan orangtua.

181

a. Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari penganiayaan,

penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

Berikut beberapa hak anak yang dimuat

dalam ketentuan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu:

182

177

Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia Pasal 16 Ayat 1.

178

Ibid., Pasal 16 Ayat 2. 179

Ibid., Pasal 19. 180

Undang-undang No. 23 Tahun 2001 Tentang Perlindungan Anak. Pasal 1 Ayat 2. 181

(35)

b. Setiap anak berhak memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.183

c. Penngkpn, penhanan atau tindakan pidana penjara terhadap anak hanya

boleh dilakukan apabila tidak ada upaya terakhir lagi dan harus dipisahkan

dari orang dewasa.184

d. Anak yang terpaksa harus dipidana penjara tetap berhak untuk

mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan harus dipisahkan dari orang

dewasa.185

e. Anak yang terlibat tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum

untuk setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.186

f. Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggungjawab menghormati

dan menjamin hak asasi anak tanpa membedakan suku, agama, ras,

golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa status hukum anak,

urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan atau mental.187

g. Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggungjawab memberikan

dukungan dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak, dan

menjamin perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak dan negara

juga menjadi pengawasan dalam penyelenggaraan perlindungan anak.188

h. Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum merupakan kewajiban dan tanggungjawab pemerintah dan masyarakat. Perlindungan tersebut meliputi perlakuan secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak, tersedianya petugas pendamping khusus anak, penjatuhan sanksi yang tepat sesuai dengan kepentingan terbaik buat anak, pemantauan dan pencatatan tentang perkembangan anak.189

182

Ibid., Pasal 16 Ayat 1. 183

Ibid., Pasal 16 Ayat 2. 184

Ibid., Pasal 19 Ayat 3. 185

Ibid., Pasal 17 Ayat 1a. 186

Ibid., Pasal 17 Ayat 1b. 187

Ibid., Pasal 21. 188

Ibid., Pasal 22. 189

(36)

8. Undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Dalam

Undang-undang ini yang dimaksud Sistem Peradilan Pidana Anak adalah

keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan

hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah

menjalani pidana.190 Dalam sistem peradilan anak wajib mengutamakan

pendekatan keadilan restoratif191. Dalam sistem peradilan pidana anak wajib

diupayakan diversi.192Diversi bertujuan193

a. mencapai perdamaian antara korban dan Anak; :

b. menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan;

c. menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan;

d. mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan

e. menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.

Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan

orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing

kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional berdasarkan pendekatan keadilan

restoratif194

Menurut Antonio M. Platt Prinsip dari perlindungan terhadap anak adalah .

195

1. Anak harus dipisahkan dari pengaruh kerusakan dari penjahat dewasa. :

2. Anak nakal harus dijauhkan dari lingkungannya yang kurang baik dan diberi perlindungan yang baik. Anak harus dijaga dengan paduan cinta dan bimbingan.

3. Perbuatan anak nakal harus diupayakan untuk tidak dihukum, kalaupun dihukum harus dengan ancaman hukuman minimal dan bahkan penyidikn tidak diperlukan karena terhadap anak harus diperbaiki bukan dihukum.

190

Undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Pasal 1. 191

Ibid., Pasal 5 Ayat 1. 192

Ibid., Pasal 5 Ayat 3. 193

Ibid., Pasal 6. 194

Ibid., Pasal 8. 195

(37)

4. Terhadap anak nakal tidak ditentukan hukuman baginya, karen menjaadi narapidana akan membuat perjalanan hidupnya sebagai mantan orang hukuman.

5. Hukuman terhadap anak hanya dijalankan jika tidak ada lagi cara lain yang lebih baik dijalankan.

6. Penjara terhadap anak dihindarkan dari bentuk penderitaan fisik yang buruk.

7. Program perbaikan yang dilakukan lebih bersifat keagamaan, pendidikan, pekerjaan, tidak melebihi pendidikan dasar.

8. Terhadap narapidana anak diberi pengajaran yang lebih baik menguntungkan dan terarah pada keadaan dunia luar.

C. Penyelesaian perkara pidana oleh Anak tanpa melalui proses peradilan.

Penyelesaian perkara pidana oleh anak tanpa melalui proses peradilan di

Indonesia memiliki 2 konsep yaitu :

a. Konsep Diversi

Anak yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindakan kriminal

sangat dipengaruhi beberapa faktor lain di luar diri anak. Untuk melakukan

perlindungan terhadap anak dari pengaruh proses formal sistem peradilan pidana,

maka timbul pemikiran manusia atau para ahli hukum dan kemanusiaan untuk

membuat aturan formal tindakan mengeluarkan (remove) seorang anak yang

melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindak pidana dari proses

peradilan pidana dengan memberikan alternatif lain yang dianggap lebih baik

untuk anak. Berdasaran pikiran tersebut, maka lahirlah konsep diversion yang

dalam istilah bahasa Indonesia disebut diversi atau pengalihan.

Jack E. Bynum dalam bukunya Juvenile Delinquency a Sociological Approach

menyatakan ”Diversion is an attempt to divert, or channel out, youthful offender

(38)

untuk mengalihkan atau menempatkan pelaku tindak pidana anak keluar dari

system peradilan pidana)196

Menurut pendapat Peter C. Kratcoski, ada tiga jenis pelaksanaan program diversi

yang dapat dilaksanakan yaitu .

Pengertian diversi juga dimuat dalam United Nation Standart Minimum Rules

for the Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules) butir 6 dan butir 11 terkandung pernyataan mengenai diversi yakni sebagai proses pelimpahan anak

yang berkonflik dengan hukum dari sistem peradilan pidana ke proses informal

seperti mengembalikan kepada lembaga sosial masyarakat baik pemerintah atau

non pemerintah. Diversi berupaya memberikan keadilan kepada kasus-kasus anak

yang telah terlanjur melakukan tindak pidana sampai kepada aparat penegak

hukum sebagai pihak penegak hukum.

197

a) Pelaksanaan kontrol secara sosial (social control orientation), yaitu aparat penegak hukum menyerahkan pelaku dalam tanggung jawab pengawasan atau pengamatan masyarakat, dengan ketaatan pada persetujuan atau peringatan yang diberikan. Pelaku menerima tanggung jawab atas perbuatannya dan tidak diharapkan adanya kesempatan kedua kali bagi pelaku oleh masyarakat.

:

b) Pelayanan sosial oleh masyarakat terhadap pelaku (social service orientation), yaitu melaksanakan fungsi untuk mengawasi, mencampuri, memperbaiki dan menyediakan pelayanan pada pelaku dan keluarganya. Masyarakat dapat mencampuri keluarga pelaku untuk memberikan perbaikan atau pelayanan. c) Menuju proses restorative justice atau perundingan (balanced or restorative

justice orientation), yaitu melindungi masyarakat, memberi kesempatan pelaku bertanggung jawab langsung pada korban dan masyarakat dan membuat kesepakatan bersama antara korban pelaku dan masyarakat. Pelaksanaannya semua pihak yang terkait dipertemukan untuk bersama-sama mencapai kesepakatan tindakan pada pelaku.

196

Marlina, Diversi dan Restorative Justice sebagai Alternatif Perlindungan terhadap Anak yang

Berhadapan dengan Hukum, dalam Mahmul Siregar dkk, Pedoman Praktis Melindungi Anak dengan Hukum Pada Situasi Emergensi dan Bencana Alam, Pusat kajian dan Perlindungan Anak

(PKPA), Medan, 2007, hal. 83.(Selanjutnya disebut Marlina II) 197

(39)

Salah satu pedoman yang dapat menjadi pegangan penyidik Polri dalam

menerapkan konsep diversi dalam menangani anak yang berhadapan dengan

hukum adalah TR Kabareskrim Polri No. Pol.: TR/1124/XI/2006 yang memberi

petunjuk dan aturan tentang teknik diversi yang dapat dilakukan terhadap anak

yang berhadapan dengan hukum. TR Kabareskrim Polri yang berpedoman pada

Pasal 18 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia yang membahas masalah Diskresi Kepolisian. Hal ini memberi

pedoman dan wewenang bagi penyidik Polri untuk mengambil tindakan lain yang

bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam menangani anak yang

berhadapan dengan hukum.

Dasar hukum penerapan diversi ini adalah Pasal 18 ayat 1 huruf L yang

diperluas oleh Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berbunyi 198

Pada TR Kabareskrim tersebut terdapat pengertian mengenai diversi, yakni suatu

pengalihan bentuk penyelesaian dari penyelesaian yang bersifat proses pidana formal ke alternatif penyelesaian dalam bentuk lain yang di nilai terbaik menurut

:“Polisi dapat

mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab dengan

batasan bahwa tindakan tersebut tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku,

selaras dengan kewajiban hukum/ profesi yang mengharuskan dilakukannya

tindakan jabatan tersebut, tindakan tersebut harus patut dan masuk akal dan

termasuk dalam lingkup jabatannya, didasarkan pada pertimbangan yang layak

berdasarkan keadaan yang memaksa dan menghormati Hak Asasi Manusia.

198

(40)

kepentingan anak199

sesuai dengan UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

mengatur tentang batasan perbuatan pidana yang boleh dilakukan diversi atau

tidak. Diversi itu hanya dilakukan,dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang

diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan

pengulangan tindak pidana sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) UU No 11 Tahun 2012

tentang Sistem peradilan Pidana Anak. Jika telah sesuai dengan ketentuan bahwa

ancaman hukumannya dibawah 7 tahun maka dilakukan proses diversi, pasal 8

UU No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak menyatakan Proses Diversi

dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/Walinya,

korban dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja . Dengan kata lain dapat diartikan bahwa diversi artinya

pengalihan kasus-kasus yang berkaitan dengan anak yang disangka telah

melakukan pelanggaran diluar prosedur peradilan formal dengan atau tanpa

syarat-syarat tertentu. Berdasarkan uraian di atas dalam hal anak yang berhadapan

dengan hukum, hanya anak yang berkonflik dengan hukum atau anak sebagai

pelaku tindak pidana yang dapat diselesaikan melalui jalur diversi.

Penyidik ketika menangani perkara pidana anak memiliki dasar hukum yaitu

UU RI No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pada pasal 7

ayat 1 dikatakan Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara

Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi. Penyidik mengupayakan

diversi, dimana diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses

peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Jadi kami para penyidik

terlebih dahulu mengupayakan agar prosesnya tanpa melalui proses peradilan.

199

(41)

Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif. Dalam hal

diperlukan, musyawarah dapat melibatkan Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan/atau

masyarakat. Proses Diversi wajib memperhatikan:

a) kepentingan korban;

b) kesejahteraan dan tanggung jawab Anak;

c) penghindaran stigma negatif;

d) penghindaran pembalasan;

e) keharmonisan masyarakat; dan

f) kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Hasil kesepakatan Diversi dapat berbentuk, antara lain:

a) perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian;

b) penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;

c) keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau

d) pelayanan masyarakat.

b. Restorative Justice

Restorative Justice adalah bentuk yang paling disarankan dalam melakukan diversi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Hal ini dikarenakan

konsep restorative justice melibatkan berbagai pihak untuk menyelesaikan suatu

permasalahan yang terkait dengan tindak pidana yang dilakukan oleh anak.

(42)

tulisannya ”Restorative Justice an Overview” mengatakan200

Pandangan Michael Tonry, melalui penelitiannya tahun 1999 terhadap kebijakan

pemidanaan di Amerika, bahwa restorative justice mempunyai pengaruh besar

karena kemampuan konsep tersebut memberikan manfaat kepada semua tahapan

proses peradilan dan menempatkan pelaku dengan tepat dalam proses peradilan.

Menurutnya ada 4 (empat) konsep pemidanaan, yaitu:

:“Restorative Justice

is a process whereby all the parties with a stake in a particular offence come together to resolve collectively how to deal with the aftermath of the offence and its implication for the future” (restorative justice adalah sebuah proses dimana para pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu bertemu bersama

untuk menyelesaikan persoalan secara bersama-sama bagaimana menyelesaikan

akibat dari pelanggaran tersebut demi kepentingan masa depan).

201

Penjelasan terhadap definisi restorative justice yang dikemukakan oleh Toni

Marshal dalam tulisannya “Restorative Justice an Overview”, dikembangkan oleh

Susan Sharpe dalam bukunya “Restorative Justice a Vision For Hearing and

Change” yang mengungkapkan 5 prinsip kunci dari restorative justice yaitu : 1) Structured sentencing (pemidanaan terstruktur);

2) Indeterminate (pemidanaan yang tidak menentukan); dan

3) Restorative/community justice (pemulihan/keadilan masyarakat).

202

200

Marlina II, Op.cit., hal.88.

201

Ibid., hal. 89. 202

Ibid.,

1) Restorative Justice mengandung partisipasi penuh dan konsensus;

(43)

3) Restorative Justice memberikan pertanggung-jawaban langsung dari pelaku secara utuh;

4) Restorative Justice mencarikan penyatuan kembali kepada warga masyarakat yang terpecah atau terpisah karena tindakan criminal;

5) Restorative Justice memberikan ketahanan kepada masyarakat agar dapat mencegah terjadinya tindakan kriminal berikutnya.

Penyelesaian secara restorative justice berbeda dengan proses pradilan

konvensional. Peradilan konvensional merupakan pengadilan yang menentukan

kesalahan dan mengurus kerusakan/penderitaan yang dialami seseorang atau

beberapa orang dalam sebuah forum antara pelaku tindak pidana dan negara yang

dilangsungkan oleh aturan yang sistemik. Sedangkan restorative justice menurut

Howard Zehr adalah melihat suatu proses peradilan dengan pandangan yang

berbeda, yakni kriminal adalah kekerasan yang dilakukan oleh orang kepada

orang lain. Restorative justice dilakukan untuk memulihkan sesuatu menjadi baik

kembali seperti semula dengan melibatkan korban, pelaku dan masyarakat dalam

mencari solusi yang mengutamakan perbaikan, rekonsiliasi dan perlindungan

kembali. Howard Zehr menyebutkan perbandingan antara “retributive justice”

dan “restorative justice” adalah :203

203

Ibid., 89-90

1) Retributive Justice memfokuskan pada perlawanan terhadap hukum dan negara, sedangkan restorative justice pada pengrusakan atau kekerasan terhadap manusia yang berhubungan dengannya.

(44)

3) Retributive Justice melibatkan negara dan pelaku dalam proses peradilan formal, sedangkan restorative justice melibatkan korban, pelaku dan masyarakat dalam suasana dialog untuk mencari penyelesaian.

4) Dalam retributive justice korban hanya merupakan bagian pelengkap, sedangkan dalam Restorative Justice korban adalah posisi sentral.

5) Dalam retributive justice posisi masyarakat diwakili oleh Negara, sedangkan restorative justice masyarakat berpartisipasi aktif.

Dalam penanganan kasus anak, bentuk restorative justice yang dikenal adalah

reparative board/ youth panel yaitu suatu penyelesaian perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak dengan melibatkan pelaku, korban, masyarakat,

mediator, aparat penegak hukum yang berwenang secara bersama merumuskan

sanksi yang tepat bagi pelaku dan ganti rugi bagi korban atau masyarakat204.

Pelaksananan diversi dan restorative justice memberikan dukungan terhadap

proses perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Hal ini

dikarenakan prinsip utama dari diversi dan restorative justice adalah

menghindarkan pelaku tindak pidana dari system peradilan pidana formal dan

memberikan kesempatan pelaku menjalankan sanksi alternatif tanpa pidana

penjara.

204

(45)

BAB IV

PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA

PIDANA DI LUAR PENGADILAN

A. Tugas-tugas Penyidik POLRI dalam perkara pidana.

Kepolisian merupakan garda terdepan yang bersentuhan langsung terhadap

berbagai kejadian yang terjadi di tengah-tengah masyarkat. Setiap terjadi

pelanggaran hukum, kepolisian yang berperan lansung untuk menangani perkara

tersebut sebelum dilanjutkan ke proses peradilan berikutnya. Secara umum, Polisi

memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:

1. Tugas Kepolisian

Tugas kepolisian dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu tugas represif dan

tugas preventif. Tugas represif ini adalah mirip dengan tugas kekuasaan executive,

yaitu menjalankan peraturan atau perintah dari yang berkuasa apabila telah terjadi

peristiwa pelanggaran hukum. Sedangkan tugas preventif dari kepolisian ialah

menjaga dan mengawasi agar peraturan hukum tidak dilanggar oleh siapapun.

Tugas utama dari kepolisian adalah memelihara keamanan di dalam negeri.

Dengan ini nampak perbedaan dari tugas tentara yang terutama menjaga

pertahanan Negara yang pada hakikatnya menunjuk pada kemungkinan ada

serangan dari luar Negeri. Sementara itu, dalam Undang-Undang Kepolisian

Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 pasal 13 dijelaskan bahwasannya tugas

pokok kepolisian adalah:205

a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

205

(46)

b. menegakkan hukum; dan

c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat

Selanjutnya pada pasal 14 dijelaskan bahwasannya dalam melaksanakan tugas

pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik

Indonesia bertugas :206

a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Mengenai

Gambar

Tabel 1 Sumber: Kepolisian Sektor Percut Sei Tuan.

Referensi

Dokumen terkait

konsultansi IAIN Palangka Raya mengundang Bapak/Ibu Direktur sebagaimana tersebut di atas untuk melakukan pembuktian kualifikasi dengan melihat keaslian dokumen dan

Di dalam SK Kepala Dinas Kesehatan sudah terdapat siapa saja yang akan bertanggungjawab dan bidang apa saja atau kegiatan apa saja yang akan dilakukan oleh Tim

Penetapan harga gelar kebangsawanan dalam tradisi perkawinan adat sasak di desa Batujai Lombok Tengah yang dilakukan ketika proses Sorong Serah Aji Kerama adalah Harga orang itu

[r]

Permasalahan awal (pra tindakan) yang dihadapi dalam pembelajaran Matematika konsep operasi hitung perkalian dan pembagian adalah: (1) Kriteria Ketuntasan

(3) Besar uang yang perlu disiapkan sebagai modal usaha untuk jenis barang dagangan tertentu, modal usaha yang dimiliki atau didapat dari “induk semang” sangat

Registry merupakan suatu database besar berhirarki yang berisi bermacam-macam pengaturan untuk sistem operasi Windows, seperti pengaturan-pengaturan untuk tampilan, kinerja,

[r]