PERILAKU KENAKALAN REMAJA DI SMA PANCA BUDI MEDAN
SKRIPSI
Oleh :
NURJAMIAH 101101014
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSTITAS SUMATERA UTARA
Prakata
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
penyertaanNya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perilaku
Kenakalan Remaja Di SMA Panca Budi Medan”.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi
ini, sebagai berikut :
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu dekan I Dekan Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
3. Evi Karota S.Kp MNS sebagai Pembantu dekan II Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
4. Ikhsanudin Harahap, S.Kp, MNs sebagai Pembantu Dekan III Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara
5. Wardiyah Daulay S.Kep, NS, M.Kep sebagai Pembimbing Akademik dan
juga telah menempatkan waktunya untuk membimbing skripsi
6. Mahnum Lailan Nasution, S.Kep, NS. M.Kep yang meluangkan waktunya
sebagai Penguji 1
7. Ikram S.Kep Ns, M.Kep. yang telah menempatkan waktunya ditunjuk sebagai
8. Terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda yang selalu mendoakan,
menyayangiku dan memberikan dukungan baik moril maupun material serta
senantiasa mamberikan yang terbaik untukku.
9. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu
yang telah mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Tuhan selalu mencurahkan berkat dan kasih karuniaNya kepada
semua pihak yang membantu dan mendukung penulis. Penulis menerima saran
dan kritik yang barsifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Medan, 8 Juli 2014
DAFTAR ISI
Halaman Judul………... i
Halaman Pengesahan………... ii
Prakata………. iii
Daftar Isi……….. iv
Lampiran………. vi
Daftar Skema………. vii
Daftar Tabel……… viii
Abstrak………... ix
Bab I. Pendahuluan………... 1
1. Latar Belakang………..…... 1
2. Rumusan Masalah………... 6
3. Tujuan Penelitian………..…... 7
4. Manfaat Penelitian………...……. 7
Bab II. Tinjauan Pustaka……… 8
1. Perilaku Kenakalan Remaja………...….………... 8
2.1.1. Defenisi Perilaku……….. 8
2.1.2. Faktor Penyebab Kenakalan Remaja……… 10
2. Definisi Kenakalan Remaja...…..…………... 13
3. Bentuk dan Aspek-Aspek Kenakalan Remaja………... 13
2.3.1. Kenakalan terisolisir(delinkuensi terisolisir)…… 14
2.3.2. Kenakalan neurotik(delinkuensi neurotik)……... 15
2.3.3. Kenakalan psikotik(delinkuensi psikopatik)……. 16
2.3.4. Kenakalan defekmoral(delinkuensi defekmoral).. 17
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja 21
Bab III. Kerangka Konseptual………. 27
1. Kerangka Konsep………... . 27
2. Defenisi Operasional……….……….. 28
Bab IV. Metodologi Penelitian……….. 29
1. Desain Penelitian………. 29
2. Populasi dan Sampel, teknik sampling……… 29
3. Lokasi Penelitian………. 31
4. Waktu Penelitian………. 31
5. Pertimbangan Etik……… 31
6. Instrumen Penelitian……… 32
7. Validitas dan Reliabilitas………. 33
8. Teknik Pengumpulan data... 34
9. Analisa Data... 34
Bab V Pembahasan……… 36
5.1. Hasil penelitian………. 36
5.1.1. Karakteristik Responden……… 37
5.1.2. Kenakalan remaja di SMA Panca Budi Medan…. 38 5.2. Pembahasan………. 41
Bab VI Kesimpulan……… 44
6.1. Kesimpulan………... 44
6.2. Rekomendasi………. 44
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Lembar persetujuan responden
2. Kuesioner penelitian
3. Jadwal penelitian
4. Taksasi dana
5. Daftar riwayat hidup
6. Data SPSS
7. Tabulasi Data
8. Persetujuan Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan USU
9. Surat survey awal dari Fakultas USU
10. Surat balasan survey Awal Fakultas USU
11. Surat Reliabilitas FKep USU
12. Surat Balasan Reliabilitas USU
13. Surat penelitian Fakultas USU
14. Surat Balasan Penelitian Fakultas USU
DAFTAR SKEMA
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Defenisi Operasional... 28
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik responden
(n=60)……... 37
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi perilaku kenakalan remaja di SMA
Panca Budi... 38
Judul : Perilaku Kenakalan Remaja Di SMA Panca Budi Medan
Penulis : Nurjamiah
Jurusan : S1 Ilmu Keperawatan
Tahun Akademik : 2013/2014
Abstrak
Kenakalan remaja merupakan suatu kenakalan yang bertentangan dengan norma yang ada di masyarakat dan sekolah. Sebagian remaja tidak mampu bertindak positif dalam menghadapi tekanan yang dihadapinya sehingga remaja memiliki risiko tinggi terjadinya kenakalan remaja. Berdasarkan data yang diperoleh dari SMA Panca Budi Medan didapatkan populasi pelajar sebanyak 150 orang dan jumlah sampel dalam penelitian ini yang menggunakan rumus sarwono, yaitu sebanyak 60 orang. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perilaku kenakalan remaja di SMA Panca Budi Medan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan kuesioner pada tanggal 13 Juni 2014 dan didapat 60 siswa/i yang menjadi responden penelitian. Penelitian ini menunjukkan bahwa dari 60 orang responden siswa/i di SMA Panca Budi Medan yang memiliki perilaku kenakalan remaja dalam kategori rendah sebanyak 59 responden (98,3%) dan dalam kategori sedang sebanyak 1 responden (1,7%). Praktik keperawatan perlu dilakukan pengembangan dan pengoptimalan program penyuluhan tentang bahaya kenakalan remaja dan terhadap pendidikan keperawatan perlu diberikan penekanan materi tentang perilaku kenakalan remaja kepada siswa/i di SMA.
Title : Juvenile Delinquency at SMA (High School) Panca Budi Medan
Writer : Nurjamiah
Faculty : Faculty of Nursing
AcademicYear : 2013/2014
Abstract
Juvenile delinquency is a delinquency that is contrary to existing norms in society and at school. Most teens are not able to act positively in the face of pressures facing it so that teenagers have a high risk of the occurrence of juvenile delinquency. Based on data obtained from SMA Panca Budi student population brings about as much as a field of 150 people and the number of samples in the study are using the formula sarwono, i.e. as many as 60 people. This research was conducted with the aim of knowing the behavior of juvenile delinquency in SMA Panca Budi terrain. This research use analytic survey research methods with cross sectional approach. Sampling purposive sampling technique done with a questionnaire on June 13, 2014 and had 60 students/i who became the research respondents. This research shows that of the 60 respondents students/i in SMA Panca Budi field has the behavior of juvenile delinquency in the low category as much as 59 respondents (98.3%) and in the category of being as much as half of respondents (1.7 percent). The practice of nursing need to do development and optimization program counseling about the dangers of juvenile delinquency and to the nursing education needs to be given emphasis of matter about the behavior of juvenile delinquency to students/i in high school.
Judul : Perilaku Kenakalan Remaja Di SMA Panca Budi Medan
Penulis : Nurjamiah
Jurusan : S1 Ilmu Keperawatan
Tahun Akademik : 2013/2014
Abstrak
Kenakalan remaja merupakan suatu kenakalan yang bertentangan dengan norma yang ada di masyarakat dan sekolah. Sebagian remaja tidak mampu bertindak positif dalam menghadapi tekanan yang dihadapinya sehingga remaja memiliki risiko tinggi terjadinya kenakalan remaja. Berdasarkan data yang diperoleh dari SMA Panca Budi Medan didapatkan populasi pelajar sebanyak 150 orang dan jumlah sampel dalam penelitian ini yang menggunakan rumus sarwono, yaitu sebanyak 60 orang. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perilaku kenakalan remaja di SMA Panca Budi Medan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan kuesioner pada tanggal 13 Juni 2014 dan didapat 60 siswa/i yang menjadi responden penelitian. Penelitian ini menunjukkan bahwa dari 60 orang responden siswa/i di SMA Panca Budi Medan yang memiliki perilaku kenakalan remaja dalam kategori rendah sebanyak 59 responden (98,3%) dan dalam kategori sedang sebanyak 1 responden (1,7%). Praktik keperawatan perlu dilakukan pengembangan dan pengoptimalan program penyuluhan tentang bahaya kenakalan remaja dan terhadap pendidikan keperawatan perlu diberikan penekanan materi tentang perilaku kenakalan remaja kepada siswa/i di SMA.
Title : Juvenile Delinquency at SMA (High School) Panca Budi Medan
Writer : Nurjamiah
Faculty : Faculty of Nursing
AcademicYear : 2013/2014
Abstract
Juvenile delinquency is a delinquency that is contrary to existing norms in society and at school. Most teens are not able to act positively in the face of pressures facing it so that teenagers have a high risk of the occurrence of juvenile delinquency. Based on data obtained from SMA Panca Budi student population brings about as much as a field of 150 people and the number of samples in the study are using the formula sarwono, i.e. as many as 60 people. This research was conducted with the aim of knowing the behavior of juvenile delinquency in SMA Panca Budi terrain. This research use analytic survey research methods with cross sectional approach. Sampling purposive sampling technique done with a questionnaire on June 13, 2014 and had 60 students/i who became the research respondents. This research shows that of the 60 respondents students/i in SMA Panca Budi field has the behavior of juvenile delinquency in the low category as much as 59 respondents (98.3%) and in the category of being as much as half of respondents (1.7 percent). The practice of nursing need to do development and optimization program counseling about the dangers of juvenile delinquency and to the nursing education needs to be given emphasis of matter about the behavior of juvenile delinquency to students/i in high school.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Remaja sebagai aset dasar bangsa diharapkan kelak menggantikan generasi
tua dalam pembangunan. Remaja diharapkan mampu melewati masa
perkembangannya secara wajar dan normal sehingga dapat mengaktualisasikan
segala potensi yang dimiliki. Keterlibatan lingkungan masyarakat terutama
keluarga dan supaya yang akan menghantakan mereka menjadi remaja yang sehat
baik jasmani dan rohani. Pada beberapa kasus banyak tekanan yang dirasakan
remaja yang datangnya dari luar diri remaja itu sendiri, seperti kondisi keluarga
yang tidak menyenangkan, perceraian orang tua, kurangnya komunikasi antar
keluarga dan kesulitan ekonomi keluarga (Arwani & Purnomo,2012).
Sekolah merupakan tempat anak/remaja memperoleh pendidikan moral
dan intelektual. Peranan sekolah sama besar dengan peran keluarga ikut ambil
bagian mempengaruhi kenakalan remaja di sekolah. Dilingkungan sekolah juga
banyak hal yang meimbulkan tekanan pada remaja seperti pekerjaan rumah yang
berlebihan, guru yang tidak menyenangkan atau ketidaksenangan pada salah satu
mata pelajaran. Tekanan lain datang dari ketidakcocokan dengan teman sebaya,
perselisihan dengan teman sebaya atau juga berteman dengan teman yang
membawa dampak negatif. Tidak sampai disitu perubahan biologis, kognitif dan
sosial emosional yang terlebih dalam diri remaja dapat mengakibatkan tekanan
stress”(Mappiare, 1982).Tidak semua remaja dapat melewati masa sulit ada
beberapa remaja yang kemudia terjerumus pada kenalakan Menurut Sntrock
(2003). Remaja akan melakukan tindakan kenakalan untuk mengurangi beban
tekanan jiwa sendiri. Perilakunya akan jadi lebih agresif, impulsive dan primitive.
Ali & Ashori (2000) juga mngungkapkan tugas-tugas perkembangan yang kurang
baik akan menyebabkan tindakan asusila.
Menurut Simanjuntak (Sudarsono, 2004) kenalakan remaja adalah suatu
kenalakalan yang bertentangan dengan norma yang ada dimasyarakat dan sekolah.
Contoh yang sangat sederhana dalam hal ini antara lain pencurian oleh remaja,
perkelahian dikalangan anak sekolah kerap kali berakibat menjadi perkelahian
antar sekolah. Demikian juga sikap remaja yang memusuhi orang tua dan sanak
saudaranya bisa berdampak pada perbuatan seperti menggunakan narkoba,
mengedarkan pornografis dan tindak asusila lainnya (Saripudin, 2009).
Kejadian-kejadian seperti tersebut diatas menunjukkan sebagian remaja tidak mampu
bertindak positif dalam menghadapi tekanan yang di hadapinya sehingga remaja
memiliki resiko tinggi terjadinya kenakalan remaja (Saripudin,2009).
Klasifikasi masa remaja terbagi menjadi tiga meliputi : remaja awal 12-15
tahun, remaja madya 15-18 tahun, remaja akhir 18-22 tahun.
Awal masa transisi dimana usianya berkisar antara 13-16 tahun atau yang
biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana juga terjadi
perubaha pada dirinya baik secara fisik, psikis, maupun secara sosial (Hurlock,
1973). Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis,
kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang
menggagu (Ekowarni, 1993).
Karakteristik remaja pada usia ini adalah mulai memasuki hubungan
teman sebaya (peer group), dalam arti sudah mengembangkan interaksi sosial
yang lebih luas dengan teman sebaya. Remaja sudah memiliki kesanggupan
menyesuaikan diri melalui sikap yang kooperatif dan mau memperhatikan
kepentingan orang lain. Minat remaja bertambah pada kegiatan-kegitan yang
dilakukan teman sebaya dan keinginan untuk diterima menjadi anggota semakin
meningkat. Remaja akan senang jika dapat diterima dalam kelompoknya (Rozak,
2006).
Remaja akan memupuk kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri
untuk mencapai tujuan interpersonalnya, sehingga tidak akan mudah merasa
kecewa dengan pasang-surutnya interaksi sosial dan profesionalnya di kemudian
hari. Interaksi sosial memberikan kesempatankepada remaja untuk belajar dari
teman sebayanya. Berbagi studi tentang penguatan (reinforcement) dari teman
menunjukkan bahwa remaja cendrung berusaha untuk menghindari perilaku yang
kurang disukai teman sebayanya agar terhindar dari agresi atau suatu keadaan
yang tidak menguntungkan, sehingga hubungan remaja dengan teman sebaya
bersifat egaliter. Dengan kata lain interaksi antara teman sebaya memperkenalkan
kepada remaja perilaku saling member dan menerima, yang sangat penting untuk
memupuk untuk sosialisasi dan menekan agresi (Knoers dan Handoko, 2002).
Perkembangan remaja menuju kedewasaan mereka tidak selalu
taraf kematangan sosial remaja menghadapi proses belajar penyesuaian diri
(adjustment) pada kehidupan sosial orang dewasa. Hal ini berarti bahwa remaja
harus belajar berpola-pola tingkah laku sosial yang dilakukan orang dewasa dalam
lingkungan kebudayaan masyarakat tempat tinggalnya. Masa remaja adalah masa
sosial learning yaitu masa dimana para remaja bertahap berusaha untuk memenuhi
kehidupan sosial oranag dewasa dan belajar tentang norma-norma yang berlaku di
masyarakat untuk dapat menyesuaikan diri (Hurlock, 1999).
Fenomena kenakalan remaja termasuk tindakan kekerasan di sekolah. Di
Indonesia terlihat dalam pemberitaan-pemberitaan media media. Mulai dari yang
terjadi di tingkat sekolah dasar (SD) misalnya kasus fifi yang mengakhiri
kehidupannya karena sering diledek anak tukang bubur (Andargini, 2007). Kasus
Muhammad Fadhil, GAZPER SMA 34 Jakarta yang melapor kepada polisi
karena dianiaya seniornya, kasus gang Nero di Pati (Kompas, 19-06-2008), kasus
43 pelajar SMK Arrahman Cianjur yang diamankan polisi (Kapanlagi.com, 28
Agustus 2008), kasus tewasnya Anuari, seorang pelajar SMK Telenika Palembang
(Sriwijaya Post, 2 Februari 2009), dan kasus STPDN/IPDN beberapa mahasiswa
tewas, serta kasus STTKD Curug yang menewaskan satu orang (Ekoz, 2007).
Selain itu kegiatan inisiasi seprti ospek dan ritual yang biasa diadakan para senior
disekolah juga merupakan bentuk penindasan yang tidak disadari (Rizkysutji,
2008).
Dari hasil penelitian Sytone (2004) juga membuktikan bahwa penelitian
di empat kota yaitu Jakarta, Surabya, Bandung dan Medan menunjukkan dari 450
Bahkan ada 16 responden yang mengenal seks sejak usia 13-15 tahun. Sebanyak
40% responden melakukan hubungan seks dirumah. Sedangkan 26%
melakukannya ditempat kost, dan 20% lainya di hotel.
Hasil penelitian yang dilakukan salah satu lembaga, 63% remaja di
Indonesia usia sekolah SMP dan SMA sudah melakukan seksual diluar nikah dan
21% diantaranya melakukan aborsi. Hasil penelitian suatu lembaga penelitian
yang dilakukan di 33 provinsi tahun 2008, sebanyak 63% remaja mengaku sudah
mengalami hubungan seks sebelum nikah, kata Direktur Remaja dan Perlindungan
Hak-hak Reproduksi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Pusat
(BKKBN) M Masri Muazd, saat peluncuran SMS Konsultasi Kesehatan
Reproduksi Remaja di Serang.
Persentase remaja yang melakukan hubungan seksual pra nikah tersebut
mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Berdasarkan penelitian pada 2005-2006 di kota-kota besar mulai Jabotabek,
Medan, Jakarta, Surabaya, Makassar, dan Bandung masih berkisar 47,54% remaja
mengaku melakukan hubungan seks sebelum nikah. Hasil penelitian terakhir
tahun 2008 meningkat menjadi 63% .perilaku seks bebas saat ini sudah cukup
parah. Peranan agama dan keluarga sangat penting mengantisipasi perilaku remaja
tersebut, ada beberapa faktor yang mendorong anak remaja usia sekolah SMP dan
SMA melakukan hubungan seks diluar nikah. Faktor tersebut diantaranya
pengaruh liberalisme atau pergaulan hidup bebas, faktor lingkungan dan keluarga
Oleh karena itu, dengan adanya perilaku seperti itu, para remaja tersebut
sangat rentan terhadap resiko kesehatan seperti penularan penyakit HIV/AIDS,
penggunaan narkoba serta penyakit lainnya. Sebab data Departemen Kesehatan
hingga September 2008, dari 15.210 penderita AIDS atau orang yang hidup
dengan HIV/AIDS di Indonesia, 54% diantaranya adalah remaja. Sehingga kata
Masri, keberadaan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja
(PIK KRR) akan sangat berarti untuk menjawab permasalahan kesehatan
reproduksi remaja.
Kejadian-kejadian seperti tersebut diatas menunjukkan sebagian remaja
tidak mampu bertindak positif dalam menghadapi tekanan yang dihadapinya
sehingga remaja memiliki resiko tinggi terjadinya kenakalan remaja
(Saripudin,2009).
Berdasarkan fenomena dan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk
meneliti tentang “Perilaku Kenakalan Remaja di SMA Panca Budi Medan”
1.2 RUMUSAN MASALAH
Bagaimana perilaku kenakalan remaja di SMA Panca Budi Medan?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui perilaku kenakalan remaja di SMA Panca Budi Medan
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui tingkat kenakalan remaja
1.4MANFAAT PENELITIAN
1.4.1 Praktek Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan perawat terkait
perilaku kenakalan remaja di sekolah.
1.4.2 Pendidikan Keperawatan
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pendidikan keperawatan
untuk bisa diintegrasikan dalam pendidikan keperawatan dimasa depan.
1.4.3 Penelitian Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar tentang perilaku
kenakalan remaja di sekolah untuk digunakan dalam pengembangan penelitian
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku Kenakalan Remaja
2.1.1. Defenisi Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentanagan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari
uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah
semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang
tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003 : 114).
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003:113),
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon reaksi seseorang terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar.
2.1.2 Determinan Perilaku
Teori Lawrence Green (1980) mencoba menganalisis perilaku manusia
berangkat dari tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang dipengaruhi oleh
dua faktor, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor luar (non behavior
causes). Faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh:
a. Faktor predisposes (predisposing factor), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan
sebagainya.
b. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan
kesehatan, misalnya : puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan
sebagainya.
c. Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan ada atau petugas lain, yang merupakan
kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
2.1.3 Defenisi Kenakalan
Kenakalan adalah perbuatan yang melanggar atau menyelewengkan norma
sosial, norma hukum, norma kelompok yang menimbulkan keonaran atau
mengganggu dan merugikan dirinya sendiri beserta ketentraman masyarakat,
sehingga pihak yang berwajib terpaksa mengambil tindakan keamanan.
Kartono (Ilmuan Sosiologi) mengemukakan bahwa kenakalan remaja atau
dalam bahasa inggrisnya dikenal dengan istilah Juvenile Delinquency merupakan
gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk
pengabaikan sosial. Akibatnya mengembangkan bentuk perilaku menyimpang.
Sedangkan menurut Santrock (2003) mengemukakan bahwa kenakalan remaja
merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima
2.2.1 Faktor Penyebab Kenakalan Remaja
Perilaku „nakal‟ remaja dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal
:
Faktor Internal
Faktor internal yakni faktor penyebab yang berasal dari remaja yang
bersangkutan itu sendiri. Faktor tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Krisis identitas
Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan
terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama terbentuknya perasaan akan konsistensi
dalam kehidupannya. Kedua tercapainya identitas peran. Kenakalan remaja
umumnya terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
2. Faktor pubertas
Periode SMP dan SMA merupakan periode dimana seorang remaja
mempunyai keinginan yang sangat besar terhadap hal-hal berbau seksualitas.
Apabila mereka tidak mendapatkan pendidikan seks yang baik mereka akan
mencari dengan cara mereka sendiri. Hal ini mendorong mereka untuk berbuat
nakal.
3. Kontrol diri yang lemah
Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang
dapat diterima dengan yangtidak dapat diterima akan terseret pada perilaku
„nakal‟. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah
laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah
Faktor Eksternal
Faktor Eksternal yakni faktor penyebab kenakalan yang berasal dari luar
remaja yang bersangkutan. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Keluarga
Perceraian orangtua, kurangnya komunikasi antar anggota keluarga, atau
perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja.
Pendidikan yang salah dikeluargapun seperti terlalu permisif, terlalu memanjakan
anak, kurangnya memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap
eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja. Dengan
kondisi yang masih labil dan pengaruh globalisasi informasi yang demikian
gencar dan tidak terfilter dengan baik, akibatnya tentu penyalahgunaan dan
kemerosotan moral yang akan terjadi.
2. Lemahnya pengawasan guru terhadap perilaku para murid
Hal ini bisa terjadi karena masih banyak guru yang kurang mengerti
teknologi. Akibatnya mereka tidak dapat mencegah terjadinya jenis
kenakalan-kenakalan modern seperti penyalahgunaan teknologi dalam maraknya situs porno
dikalangan siswa.
3. Lingkungan yang tidak baik masa remaja sering disebut sebagai masa
pencarian jati diri
Pada masa ini remaja umumnya menjalin relasi dengan teman-teman
sebaya yang bisa membuat mereka merasa nyaman. Remaja lebih banyak
itu jika remaja berteman dengan orang-orang yang kurang baik, mereka akan
sangat rentan terbawa arus menjadi nakal.
2.2 Defenisi Kenakalan Remaja
Kenakalan ramaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda,
merupakan gajala sakit (patologis) secara social pada anak-anak dan remaja yang
disebabkan oleh bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan
bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu
rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial sampai
pelanggaran status hingga tindakan kriminal (Kartono, 2003).Sarwono (1999)
mengungkapkan kenkalan remaja sebagai tingkah laku yang menyimpang dari
norma- norma hukum pidana, sedangkan Fuhrmann (1999) juga menambahkan
kenakalan remaja sebagai kumpulan dari berbagai perilaku, dari perilaku yang
tidak dapat diterima secara sosial sampai tindakan kriminal.
Dari pendapat – pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa perilaku
kenakalan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat
mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun
orang lain yang dilakukan remaja di bawah umur 17 tahun.
2.3 Bentuk dan Aspek – Aspek Kenakalan Remaja
Menurut Kartono (2003), bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja Dibagi
2.3.1Kenakalan Terisolisir (Delinkuensi Terisolisir)
Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal.Pada
umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan nakal mereka
didorong oleh ciri-ciri berikut:
2.3.1.1 Keinginan meniru dan ingin konform dengan gangnya, jadi tidak
ada motivasi, kecemasan atau konflik batin yang tidak dapat
diselesaikan.
2.3.1.2 Mereka kebanyakan berasal dari daerah yang tradisional sifatnya
yang memilki subkultur kriminal. Sejak kecil remaja melihat
adanya gang-gang kriminal, sampai kemudian dia ikut
bergabung. Remaja merasa diterima, mendapatkan kedudukan
hebat, pengakuan dan prestasi tertentu.
2.3.1.3 Pada umumnya remaja berasal dari keluarga berantakan, tidak
harmonis, dan mengalami banyak frustasi. Sebagai jalan
keluarnya, remaja memuaskan semua kebutuhan dasarnya
ditengah lingkungan kriminal. Gang remaja nakal memberikan
alternative hidup yang menyenangkan.
2.3.1.4 Remaja dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali
mendapatkan supervisi dan latihan kedisiplinan teratur , sebagai
akibatnya dia tidak sanggup menginternalisasikan norma hidup
kelompok gangnya, namun pada usia dewasa, mayoritas remaja
nakal ini meninggalkan perilaku kriminalnya, paling sedikit
60% dari mereka menghentikan perilakunya pada usia 21-23
tahun. Hal ini disebabkan oleh proses pendewasaan dirinya
sehingga remaja menyadari adanya tanggung sebagai orang
dewasa yang mulai memasuki peran sosial yang baru.
2.3.2 Kenakalan Neurotik (Delinkuensi Neurotik)
Pada umumnya, remaja nakal tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang
cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa
bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Ciri-ciri perilakunya adalah:
2.3.2.1 Perilaku nakalnya bersumber dari sebab-sebab psikologis yang
sangat,dan bukan hanya berupa adaptasi pasif menerima norma
dan nilai subkultur gang yang kriminal itu saja.
2.3.2.2 Perilaku kriminal mereka, merupakan ekspresi dari konflik batin
yang belum terselesaikan, karena perilaku jahat mereka
merupakan alat pelepas ketakutan, kecemasan, dan kebingungan
batinnya.
2.3.2.3 Biasanya remaja ini melakukan kejahatan seorang diri dan
mempraktekkan jenis kejahatan tertentu, misalnya suka
memperkosa kemudian membunuh korbannya, kriminal
sekaligus neurotik.
2.3.2.4 Remaja nakal ini banyak yang berasal dari kalangan menengah,
ketegangan emosional yang parah, dan orang tuanya biasanya
juga neorotik atau psikotik.
2.3.2.5 Remaja memiliki ego yang lemah dan cendrung mengisolir diri
dari lingkungan.
2.3.2.6 Motif kejahatannya berbeda- beda.
2.3.2.7 Perilakunya menunjukkan kualitas kompulsif ( paksaan ).
2.3.3 Kenakalan Psikotik ( Delinkuensi Psikopatik )
Delinkuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari
kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum kriminal yang
paling berbahaya. Ciri-ciri tingkah mereka adalah:
2.3.3.1 Hampir seluruh remaja ini berasal dan dibesarkan dalam
lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak
pertikaian keluarga, berdisiplin keras namun tidak konsisten,
dan orang tuanya selalu menyia-nyiakan mereka, sehingga
mereka tidak mempunyai kepastian untuk menumbuhkan afeksi
dan tidak mampu menjalin hubungan emosional yang akrab dan
baik dengan orang lain.
2.3.3.2 Mereka tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa, atau
melakukan pelanggaran.
2.3.3.3 Bentuk kejahannya majemuk, tergantung pada suasana hatinya
yang kacau dan tidak dapat diduga. Mereka pada umumnya
2.3.3.4 Mereka selalu gagal dalam menyadari dan menginternalisasikan
norma-norma sosial yang umum berlaku, juga tidak perduli
terhadap norma subkultur gangnya sendiri.
2.3.3.5 Kebanyakan dari mereka juga menderita gangguan neuroligis,
sehingga mengurangi kemampuan untuk mengendalikan diri
sendiri. Psikopat merupakan bentuk kekalutan mental dengan
karakteristik sebagai berikut : tidak memiliki pengorganisasian
dan integrasi diri.
2.3.3.6 Bertanggung jawab secara moral, selalu mempunyai konflik
dengan norma sosial dan hukum. Mereka sangat egoistis, anti
sosial, dan selalu menentang apa dan siapapun. Sikapnya kasar,
kurang ajar, dan sadis terhadap siapapun tanpa sebab.
2.3.4 Kenakalan Defek Moral ( Delinkusensi Defek Moral )
Defek ( defek, defektus ) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat,
dan kurang. Delinkuensi defek moral mempunyai ciri-ciri : selalu melakukan
tindakan anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan, namun
ada difungsi pada inteligensinya. Kelemahan para remaja delinkuensi tipe ini
adalah mereka tidak mampu mengenal dan memahami tingkah lakunya yang
jahat, juga tidak mampu mengendalikan dan mengaturnya, mereka selalu ingin
melakukan perbuatan kekerasan,penyerang dan kejahatan, rasa kemanusiannya
sangat terganggu, sikapnya sangat dingin tanpa efeksi jadi ada kemiskinan efektif
primer, sehingga pembentukan super egonya sangat lemah. Impuslnya tetap pada
taraf primitif sehingga sukar dikontrol dan dikendalikan. Mereka merasa cepat
puas dengan prestasinya, namun perbuatan mereka sering disertai agresifitas yang
meledak.Remaja yang efek moralnya biasanya menjadi penjahat yang sukar
diperbaiki. Mereka adalah para residivis yanga melakukan kejahatan karena
didorong oleh naluri rendah, inpuls dan primitif , diantara para penjahat residivis
remaja, kurang lebih 80% mengalami kerusakan psikis, berupa disposisi dan
perkembangan mental yang salah, jadi mereka menderita defek mental. Hanya
kurang dari 20% yang menjadi penjahat disebabkan oleh faktor sosial atau
lingkungan sekitar. Jansen (dalam Sarwono, 2002) membagi kenakalan remaja
menjadi empat bentuk, yaitu:
2.3.4.1 Kenakalan yang menimmbulkan korban fisik pada orang lain:
perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan
lain-lain.
2.3.4.2 Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan,
pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain.
2.3.4.3 Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban dipihak orang
lain: pelacuran, penyalahgunaan narkoba, hubungan seks bebas.
2.3.4.4 Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak
sebagai pelajar dengan cara membolos, minggat dari rumah,
Hurlock ( 1999) berpendapat bahwa kenakalan yang dilakukan remaja
terbagi dala empat bentuk, yaitu:
a. Perilaku yang menyakiti diri sendri dan orang lain
b. Perilaku yang membahayakan hak milik orang lain, seperti merampas,
mencuri, dan mencopet
c. Perilaku yang tidak terkendali, yaitu perilaku yang tidak mematuhi orang tua
dan guru seprti membolos, mngendarai kendaraan tanpa surat izin, dan kabur
dari rumah.
d. Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, seperti mengendarai
motor dengan kecepatan tinggi, memperkosa dan membawa senjata tajam.
Dari beberapa bentuk kenakalan para remaja dapat disimpulakan bahwa
semuanya menimbulkan dampak negatif yang tidak baik bagi dirinya sendiri dan
orang lain, serta lingkungan sekitarnya. Adapun aspek-aspeknya diambil dari
pendapat Hurlock (1999) dan Jansen (dalam Sarwono, 1998). Terdiri dari aspek
perilaku yang melanggar aturan dan status, perilaku yang membahayakan diri
sendiri dan orang lain, perilaku yang mengakibatkan korban materi dan perilaku
yang mengakibatkan korban fisik.
2.4 Karakteristik Kenakalan Remaja
Menurut Kartono ( 2003), remaja nakal itu mempunyai karakteristik umum
2.4.1 Perbedaan Stuktur Intelektual
Perbedaan umumnya inteligensi remaja yang normal, namun jelas terdapat
fungsi-fungsi kognitif khusus yang berbeda biasanya remaja nakal ini
mendapatkan nilai lebih tinggi untuk tugas-tugas prestasi dari pada nilai untuk
keterampilan verbal (tes Wechsler). Mereka kurang toleran terhadap hal-hal yang
ambigius biasanya mereka kurang mampu mempertimbangkan tingkah laku orang
lain bahkan tidak menghargai pribadi lain dan menganggap orang lain sebagai
cerminan dari diri sendiri.
2.4.2 Perbedaan Fisik dan Psikis
Remaja yang nakal ini lebih “idiot secara moral” dan memilki perbedaaan
ciri karakteristik yang jasmaniah sejak lahir jika dibandingkan dengan remaja
normal. Bentuk tubuh mereka lebih kekar, berotot, kuat, dan pada umumnya
bersikap lebih agresif. Hasil penelitian juga menunjukkan ditemukannya fungsi
fisiologis dan neurologis yang khas pada remaja nakal ini, yaitu: mereka kurang
bereaksi terhadap stimulus kesakitan dan menunjukkan ketidakmatangan
jasmaniah atau anomali perkembangan tertentu.
2.4.3 Ciri Karakteristik Individual
Remaja yang nakal ini mempunyai sifat kepribadian khusus yang
menyimpang, seperti:
2.4.3.1 Rata-rata remaja nakal ini hanya berorientasi pada masa
sekarang, bersenang-senang dan puas pada hari ini tanpa
memikirkan masa depan.
2.4.3.3 Mereka kerang bersosialisasi dengan masyarakat normal,
sehingga tidak mampu mengenal norma-norma kesusilaan, dan
tidak bertanggung jawab secara sosial.
2.4.3.4 Mereka senang mencaburkan diri dalam kegiatan tanpa berfikir
yang merangsang kejantanan, walaupun mereka menyadari
besarnya resiko dan bahaya yang terkadang didalamnya.
2.4.3.5 Pada umumnya mereka sangat impulsif dan suka tantangan dan
bahaya.
2.4.3.6 Hati nurani tidak atau kurang lancar fungsinya.
2.4.3.7 Kurang memiliki disiplin diri dan control diri sehingga mereka
menjadi liar dan jahat.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa remaja nakal biasanya berbeda
dengan remaja yang tidak nakal. Remaja nakal biasanya lebih ambivalen terhadap
otoritas, percaya diri, pemberontak, mempunyai kontrol diri yang kurang, tidak
memiliki orientasi pada masa depan dan kurangnya kemasukan sosial, sehingga
sulit bagi mereka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial.
2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja
Faktor-faktor kenakalan remaja menurut Stantrock, (1996) lebih rinci
dijelaskan sebagai berikut :
Menurut teori yang dikemukakan oleh Erikson (dalam Stantrock, 2002)
masa remaja ada pada tahap dimana krisis identitas versus difusi identitas harus
diatasi. Perubahan psikologis dan sosial memungkinkan terjadinya dua bentuk
integrasi terjadi pada kepribadian remaja:
a. Terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya
b. Terciptanya identitas peran, kurang lebih dengan cara menggabungkan
motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan
peran yang dituntun dari remaja.
Erikson percaya bahwa delinkuensi pada remaja terutama ditandai dengan
kegagalan remaja untuk mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan
aspek-aspek identitas. Ia mengatakan bahwa remaja yang memiliki masa balita, masa
kanak-kanak atau masa remaja yang membatasi mereka dari berbagai peran sosial
yang dapat diterima atau yang membuat mereka merasa tidak mampu memenuhi
tuntunan yang dibebankan pada mereka, mungkin akan memilki perkembangan
identitas yang negatif. Beberapa dari remaja ini mungkin akan mengambil bagian
dalam tindak kenakalan, oleh karena itu bagi Erikson, kenakalan adalah suatu
upaya untuk membentuk suatu identitas, walaupun identitas tersebut negatif.
2.5.2 Kontrol Diri
Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk
mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak
gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang
lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan remaja telah mempelajari
dapat diterima, namun remaja melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini.
Mereka mungkin gagal dalam membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan
tingkah laku yang tidak dapat diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah
mengetahui perbedaan antara keduanya namun gagal mengembangkan control
yang memadai dalam menggunakan perbedaan itu untuk membimbing tingkah
laku mereka. Hasil penelitian baru-baru ini Santrock (1996) menunjukkan bahwa
ternyata kontrol diri mempunyai peranan penting dalam kenakalan remaja. Pola
asuh orang tua yang efektif dimasa kanak-kanak (penerapan strategi yang
konsisten, berpusat pada yang konsisten, berpusat pada anak yang tidak eversif)
berhubungan dengan dicapainya pengaturan diri oleh anak. Selanjutnya dengan
memilki keterampilan ini sebagai atribut internal akan berpengaruh pada
menurunnya tingkat kenakalan remaja.
2.5.3 Usia
Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dangan
penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua anak
yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi pelaku kenakalan, seperti
hasil penelitian dari McCord (dalam Kartono, 2003) yang menunjukkan pada usia
dewasa, mayoritas remaja nakal tipe terisolir meninggalkan tingkah laku
kriminalnya. Paling sedikit 60% dari mereka menghentikan perbuatannya pada
usia 21-23 tahun.
Remaja laki-laki banyak melakukan tingkah laku anti sosial dari pada
perempuan. Menurut kepolisian Kartono (2003) pada umumnya jumlah remaja
laki-laki yang melakukan kejahata dalam kelompok gang diperkirakan 50 kali
lipat dari pada gang remaja perempuan.
2.5.5 Harapan Terhadap Pendidikan dan Nilai-nilai Di sekolah
Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memilki harapan yang
rendah terhadap pendidikan di sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah tidak
begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga bisanya nilai-nilai mereka
terhadap sekolah cendrung rendah. Mereka tidak mempunyai motivasi untuk
sekolah. Riset yang dilakukan oleh Janet Chang dan Thao N. Lee (2005)
mengenai pengaruh orang tua, kenakalan teman sebaya,dan sikap sekolah
terhadap prestasi akademik siswa di Cina, Kamboja, Laos, dan remaja Vietnam
menunjukkan bahwa faktor yang berkenan dengan orang tua secara umum tidak
mendukung banyak, sedangkan sikap sekolah ternyata dapat menjembatani
hubungan antara kenakalan teman sebaya dan prestasi akademik.
2.5.6 Proses Keluarga
Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja.
Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap
aktivitas anak, kurangnya penerapan kedisiplinan yang efektif,kurangnya
kasihsayang orangtua dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja.
Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Patterson dan rekan-rekannya (dalam
Santrock, 1996) menunjukkan bahwa pengawasan orangtua yang tidak memadai
sesuai merupakan faktor keluarga yang penting dalam menentukan munculnya
kenakalan remaja. Perselisihan dalam keluarga atau stress yang dialami keluarga
juga berhungan dengan kenakalan. Faktor genetik juga termasuk
pemicutimbulnya kenakalan remaja, meskipun persentasenya tidak begitu besar.
2.5.7 Pengaruh Teman Sebaya
Memiliki teman sebayaba yang melakukan kenakalan meningkatkan resiko
remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah penelitian Santrock (2003) terhadap 500
pelaku kenakalan dan 500 remaja yang tidak melakukan kenakalan di
Boston,ditemukan persentase kenakalan yang lebih tinggi pada remaja yang
memilki hubungan regular dengan teman sebaya yang melakukan kenakalan.
2.5.8 Kelas Sosial Ekonomi
Ada kecendrungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari
kelas sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal
di antara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan daerah yang memilki
banyak privilege diperkirakan 50:1 (Kartono, 2003). Hal ini disebabkan
kurangnya kesempatan remaja dari kelas sosial rendah untuk mengembangkan
keterampilan yang diterima oleh masyarakat.Mereka mungkin saja merasa bahwa
mereka akan mendapatkan perhatian dan status dengan cara melakukan tindakan
anti sosial. Menjadi “tangguh” dan “maskulin” adalah contoh status yang tinggi
bagi remaja dari kelas sosial yang lebih rendah, dan status seperti ini sering di
tentukan oleh keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil
meloloskan diri setelah melakukan kenakalan.
Komunitas juga dapat berperan dalam memunculkan kenakalan remaja.
Masyarakat dengan tingkah kriminalitas tinggi memungkinkan remaja mengamati
berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal dan memperoleh hasil atau
penghargaan atas aktivitas kriminal mereka. Masyarakat seperti ini sering ditandai
dengan kemiskinan, pengangguran, perasaan tersisi dari kaum kelas menengah.
Kualitas sekolah, pendanaan pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang
terorganisir adalah faktor-faktor lain dalam masyarakat yang juga berhubungan
dengan kenakalan remaja.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling
berperan harmonis dan faktor lingkungan terutama teman sebaya yang kurang
baik, karena pada masa ini remaja mulai bergerak meninggalkan rumah dan
menuju teman sebaya,sehingga minat, nilai, dan norma yang ditanamkan oleh
kelompok lebih menentukan perilaku remaja dibandingkan dengan norma, nilai
BAB 3
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka Konsep penelitian adalah suatu hubungan/kaitan antara konsep
satu terhadap konsep yang lain dari masalah yang di teliti (hubungan variable
yang ingin di teliti).(Ellya, Dkk, 2010).
Skema 1. Kerangka Konsep Kenakalan Remaja
Merampas
Mencuri
Membolos
Mengendarai kendaraan
tanpa surat izin Cabut saat pelajaran
Mengkonsumsi makanan
atau minumanang mengandung alkohol
Tinggi
Sedang
3.2 Defenisi Operasional
3.2.1 Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Skala Hasil Ukur
1. Perilaku
Kenakalan
Remaja
Suatu tindakan atau
perbuatan yang
dilakukan oleh remaja
dimana perbuatan
tersebut menggangu
masyarakat dan di
sekitar lingkungan
sekolah.
Kuisioner Ordinal -Tinggi
-Sedang
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian survey analitik
dengan pendekatan cross sectional sehingga data yang diperoleh belum
menggambarkan keadaan secara keseluruhan. Selama melakukan penelitian,
peneliti menggunakan kuesioner pernyataan, dimana hal tersebut tidak
memberikan kesempatan kepada responden untuk menggunakan alasan jawaban
dari pernyataan yang diberikan peneliti. Selain ituada kemungkinan hasil yang
diperoleh tidak mewakili jawaban dari populasi dikarenakan kemungkinan adanya
jawaban yang bersifat spekulasi atau hanya meniru jawaban dari responden
lain/mengobservasi dan menggunakan kuisioner
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian
4.2.1 Populasi
Populasi adalah sejumlah besar subjek yang mempunyai kriteria yang
telah di tetapkan (Nursalam, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah
keseluruhan siswa/i di SMA Panca Budi Medan. Berdasarkan data yang diperoleh
dari SMA Panca Budi Medan didapatkan populasi pelajar sebanyak 150 orang
4.2.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih secara tertentu sehingga
dapat mewakili populasinya. Untuk penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling yaitu pengambilan sampel untuk tujuan tertentu dan sifat-sifatnya
ditentukan sendiri oleh peneliti dengan kriteria sebagai berikut :
a. Siswa/i kelas XI reguler di SMA Panca Budi
b. Remaja usia 15-18 tahun
Jumlah sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan rumus sarwono
yaitu sebanyak 60 orang.
=60 orasng
Adapun jumlah sampel penelitian yang diperoleh dari perhitungan statistik
tersebut dengan hasil n= 60 orang. Dengan demikian jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah 60 orang.
4.2.3 Teknik Sampling
Teknik sampling yang dipilih oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
purposive sampling. Pengambilan secara purposif didasarkan pada suatu
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan sifat atau ciri
tertentu (Notoatmodjo, 2010)
4.3 Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini dilakukan di SMA Panca Budi Medan.
tempat mudah di akses dan terjangkau peneliti.Oleh karena itu peneliti merasa
perlu untuk melihatperilaku kenakalan remaja di SMA Panca Budi Medan.
4.4 Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini di laksanakan pada bulan April 2014 sampai dengan
Mei 2014.
4.5 Pertimbangan Etik Penelitian
Penelitian dilakukan setelah mendapat persetujuan dari institusi
pendidikan yaitu Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara dan izin dari pihak Sekolah.Dalam penelitian ini
dilakukan pertimbangan etik, yaitu memberi penjelasan kepada calon responden
penelitian tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila
calon responden bersedia, maka calon responden dipersilahkan menandatangani
persetujuan menjadi responden penelitian (informed consent), lembar persetujuan
ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang memenuhi kriteria dan
disertai judul penelitian. Tetapi jika calon responden tidak bersedia, maka calon
responden berhak untuk menolak atau mengundurkan diri dan peneliti tidak akan
memaksa dan tetap menghargai hak-hak responden. Penelitian ini tidak
menimbulkan resiko bagi individu yang menjadi responden baik faktor fisik
maupun psikis. Kerahasiaan catatan data responden dijaga dan tidak menuliskan
Data-data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan
penelitian.
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti
dengan mengacu kepada tinjauan pustaka dan kerangka konsep. Instrumen
penelitian ini berupa kuesioner.
4.6.1 Kuesioner Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk
kuisioner.Bagian pertama kuesioner penelitian tentang pengumpulan data
demografi.Bagian kedua kuesioner penelitian mengenaiperilaku kenakalan remaja
di SMA Panca Budi Medan.Bagian kedua ini mengenai tingkatan perilaku
kenakalan remaja di SMA Panca Budi Medan.Skala ukur kuesioner ini
menggunakan skala ordinal yang terdiri dari 20 pertanyaan dengan pilihan
jawaban selalau (SL), Sering (SR), Kadang-kadang (KD), dan Tidak Pernah (TP).
Skor tertinggi pada skala ini adalah 4 dan skor terendah adalah 1.Skor pada skala
pernyataan ini adalah Selalu (SL) skor 1, Sering (SR) skor 2, Kadang-kadang
(KD) skor 3, dan Tidak pernah (TP) skor 4.Sehingga diperoleh nilai minimum 15
4.7 Validitas dan Reliabilitas
4.7.1 Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
atau keshahihan suatu instrument. Sebuah instrument dikatakan valid apabila
dapat mengungkap data dari variable yang diteliti secara tepat (Ari Kunto,2006).
Untuk menguji validitas instrumen, maka dilakukan pengujian terhadap instrumen
penelitian. Uji validitas yang dilakukan adalah validitas isi (content validity) yaitu
dengan memberikan instrumen kepada pakar yang menguasai topik yang akan
diteliti (Dempsey, 2002. hlm. 80). Nilai validitas pada penelitian ini adalah 0,98
yang dilakukan oleh pakar dari Magister Keperawatan Jiwa di Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
4.7.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan alat ukur untuk
mendapatkan hasil yang konsisten saat dipakai ulang. Uji reabilitas direncanakan
akan dilakukan di SMK Panca Budi Medan pada 20 orang responden (Azwar,
2003). Dalam penelitian ini menggunakan reliabilitas konsistensi internal karena
pemberian instrumen hanya satu kali dengan satu bentuk instrumen pada subjek
studi (Dempsey, 2002).Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan uji
Cronbach Alpha dengan menggunakan program komputerisasi.Suatu kuesioner
dikatakan reliabel jika nilai alpha (α) lebih besar atau sama dengan 0,70 sesuai
dengan Arikunto (2006). Nilai reliabilitas pada penelitian ini dilakukan pada
kelas XI reguler Panca Budi Medan sebanyak 20 responden dan didapatkan nilai
uji reliabilitas dengan nilai 0,87.
4.8 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat rekomendasi izin
pelaksanaan dari pihak SMA Panca Budi Medan digunakan peneliti sebagai lokasi
penelitian.Selanjutnya maka peneliti mengadakan pendekatan psikologis dengan
melakukan perkenalan diri kepada siswa/i tersebut.Dalam melaksanakan
pengumpulan data peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri, menjelaskan
prosedur, manfaaat penelitian dan memperoleh persetujuan dari responden.
Calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani lembar
persetujuan (informed consent). Kemudian Peneliti memberikan pengarahan
tentang pelaksanaan tehnik hypnoberthing pada responden, dan peneliti akan
menerangkan prosedur lembaran kuesioner kepada siswa/i dan meninggalkan
lembar observasi di ruangan tersebut, untuk mengukur perubahan perilaku
kenakalan remaja kepada sebagian responden.
4.9 Analisa Data
Data yang diperoleh atau dikumpulkan diolah dengan cara: Editing adalah
memeriksa kembali data yang telah dikumpulkan, apakah telah sesuai seperti yang
diharapkan atau tidak. Coding adalah melakukan pengkodean data dengan
mengklasifikasikan jawaban dari responden kedalam kategori. Cara melakukan
koding adalah memberi simbol-simbol tertentu dan dikelompokkan menurut
kategori. Tabulating adalah proses pengolahan data yang bertujuan untuk
Analisa data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
4.9.1Analisa univariat
Analisa ini dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada
umumnya analisis ini menghasilkan distribusi frekuensi dan persentasi dari tiap
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini di laksanakan pada tanggal 13 Juni 2014 dan di peroleh 60
orang responden yaitu siswa/i kelas XI reguler di SMA Panca Budi. Pada bab ini
di uraikan hasil data penelitian mengenai perilaku kenakalan remaja di SMA
Panca Budi Medan.
1. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian melalui kuesioner yang di berikan kepada
responden penelitian, maka di dapatkan informasi sebagai berikut :
1.1 Karakter Responden
Siswa/i kelas XI reguler di SMA Panca Budi Medan terbanyak pada jenis
kelamin laki-laki dengan jumlah 44 orang (73,3%). Berdasarkan suku, diketahui
bahwa mayoritas suku responden adalah suku Jawa dengan jumlah 27 orang (45
%). Berdasarkan kelas, diketahui bahwa mayoritas kelas responden adalah kelas
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik responden (n=60)
Karekteristik Frekuensi Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 44 73,3%
Perempuan 16 26,7%
Kelas
XI IPA 2 3 5,0%
XI IPS 2 57 95%
Suku
Jawa 26 43,3%
Batak 13 21,7%
Mandailing 6 10%
Melayu 4 6,7%
Minang 2 3,3%
Nias 1 1,7%
1.2 Perilaku kenakalan remaja di SMA Panca Budi Medan
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 60 orang responden siswa/i di SMA
Panca Budi Medan yang memiliki perilaku kenakalan remaja dalam kategori
rendah sebanyak 59 responden (98,3%) dan dalam kategori sedang sebanyak 1
responden (1,7%).
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi perilaku kenakalan remaja di SMA Panca Budi
Perilaku Kenakalan Remaja Frekuensi Persentase (%)
Rendah 59 98,3
Sedang 1 1,7
Tinggi 0 0
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentasi skor perilaku kenakalan remaja di SMA Panca Budi Medan (n=60)
No. Pernyataan SL SR KD TP
1 Saya memukul teman saya ketika tidak menyukainya 1 (1,7 %) 0 (0 %) 21 (35 %) 38 (63,3 %) 2 Saya pergi setiap malam bersama teman-teman
hingga larut 2 (3,3 %) 1 (1,7 %) 14 (25 %) 42 (70 %) 3 Saya bolos sekolah bersama teman – teman
atau pun hanya sendirian
0 (0 %) 0 (0 %) 6 (10 %) 54 90 %) 4 Saya pergi dari rumah tanpa seizin orang tua 2
(3,3 %) 3 (5 %) 14 (23,3 %) 4 (68,3%) 5 Saya mengendarai mobil/sepeda motor tanpa
SIM atau STNK
7
( 11,7 %) 6 (10 %) 20 (33,3 %) 27 (45 %) 6 Saya mengambil uang atau barang tanpa seizin
orang tua 1 (1,7 %) 0 (0 %) 9 (15 %) 50 (83,3%) 7 Saya menggunakan obat-obatan terlarang 2
(3,3 %) 0 (0 %) 1 (1,7 %) 57 (95 %) 8 Saya melakukan hubungan seks di luar
pernikahan 0 (0 %) 0 (0 %) 5 (8,3 %) 55 (91,7 %) 9 Saya melakukan tawuran bersama
teman-teman 0 (0 %) 0 (0 %) 5 (8,3 %) 55 (91,7 %) 10 Saya merampas barang milik teman 0
(0 %) 0 (0 %) 5 (8,3 %) 55 (91,7 %) 11 Saya mengkonsumsi minuman yang
mengandung alcohol 0 (0 %) 1 (1,7 %) 2 (3,3 %) 57 (95 %) 12 Saya mencoret-coret tembok dengan
menggunakan alat tulis di suatu tempat
0 (0 %) 1 (1,7 %) 20 (33,3 %) 39 (66,7 %) 13 Saya mengendarai mobil/sepeda motor
ugal-ugalan 1 (1,7 %) 1 (1,7%) 18 (30 %) 40 (80 %) 14 Saya merokok untuk menanggulangi stres 3
(5 %) 0 (0 %) 12 (20 %) 45 (75 %) 15 Saya menonton video porno 0
(0 %) 0 (0 %) 28 (46,7 %) 32 (53,3 %) 16 Saya membantah perintah/perkataan orang tua 0
(0 %) 3 (5 %) 27 (45 %) 30 (50 %) 17 Saya membantah perintah/perkataan guru 0
(0 %) 2 (3,3 %) 20 (50 %) 28 (46,7 %) 18 Sayaterlambat datang kesekolah 2
(3,3 %) 4 (6,7 %) 34 (56,7 %) 20 (33,3 %) 19 Sayakabur dari rumah jika orang tua marah 0 (0 %) 3(5 %) 11(18,3 %) 46(76,7 %) 20 Saya tidak kesekolah tapi ke warnet untuk
bermain game online
[image:51.595.70.570.153.733.2]Pada aspek diatas didapatkan bahwa perilaku kenakalan remaja di SMA
Panca Budi Medan mayoritas pada kategori selalu (SL) dengan pernyataan Saya
mengendarai mobil/sepeda motor tanpa SIM atau STNK sebanyak 7 orang
(11,7%) dan pada kategori (SR) 6 orang (10%) mayoritas pada kategori
kadang-kadang (KD) dengan pernyataan Saya terlambat datang kesekolah 34 orang
(56,7%), dan mayoritas pada kategori tidak pernah (TP) dengan beberapa
pernyataan Saya menggunakan obat-obatan terlarang, Saya mengkonsumsi
minuman yang mengandung alkohol. Dan setiap pada masing-masing penyataan
diatas sebanyak 57 orang (95 %). Pada tabel 5.3 didapatkan bahwa perilaku
kenakalan remaja dalam jenis kenakalan sedang yaitu sebanyak 1 orang dengan
jumlah benar 54 (67,5%) dan jenis kenakalan rendah yaitu sebanyak 59 orang
dengan jumlah benar maksimum 80 (100%) sebanyak 1 orang dan nilai minimum
2.Pembahasan
Dalam pembahasan ini peneliti mencoba menjawab pertanyaan penelitian
yaitu bagaimana perilaku kenakalan remaja di SMA Panca Budi Medan.
5.2.1 Karakteristik Responden
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa kenakalan remaja di SMA Panca
BudiMedan terbanyak pada jenis kelamin laki-laki dengan jumlah 44 orang
(73,3%). Remaja laki-laki banyak melakukan tingkah laku antisosial dari pada
perempuan. Hal ini sesuai dengan pendapat kepolisian Kartono (2003) pada
umumnya jumlah remaja laki-laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok
gang diperkirakan 50 kali lipat dari pada gang remaja perempuan.
Berdasarkan kelas, diketahui bahwa mayoritas kelas responden adalah
kelas XI IPS 2 dengan jumlah 60 orang (100%). Pada kelas ini biasa terjadi pada
rentang usia 21-23 tahun. Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini
berhubungan dangan penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun
demikian tidak semua anak yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan
menjadi pelaku kenakalan. Seperti hasil penelitian dari McCord (dalam Kartono,
2003) yang menunjukkan pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal tipe terisolir
meninggalkan tingkah laku kriminalnya. Paling sedikit 60% dari mereka
menghentikan perbuatannya pada usia 21-23 tahun. Periode SMP dan SMA
merupakan periode dimana seorang remaja mempunyai keinginan yang sangat
besar terhadap hal-hal berbau seksualitas. Apabila mereka tidak mendapatkan
pendidikan seks yang baik mereka akan mencari dengan cara mereka sendiri. Hal
menjalin relasi dengan teman-teman sebaya yang bisa membuat mereka merasa
nyaman. Remaja lebih banyak menghabisi waktunya diluar rumah bersama orang
tua dan keluarga. Oleh karena itu jika remaja berteman dengan orang-orang yang
kurang baik, mereka akan sangat rentan terbawa arus menjadi nakal.
Pada masa ini juga bisa terjadi karena masih banyak guru yang kurang
mengerti teknologi. Akibatnya mereka tidak dapat mencegah terjadinya jenis
kenakalan-kenakalan modern seperti penyalahgunaan teknologi dalam maraknya
situs porno dikalangan siswa.
Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan
terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama terbentuknya perasaan akan konsistensi
dalam kehidupannya. Kedua tercapainya identitas peran. Kenakalan remaja
umumnya terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 60 orang responden siswa/i di
SMA Panca Budi Medan yang memiliki perilaku kenakalan remaja dalam
kategoris rendah sebanyak 59 responden (98,3%) dan dalam kategori sedang
sebanyak 1 responden (1,7%).
Pada aspek di atas di dapatkan bahwa perilaku kenakalan remaja di SMA
Panca Budi Medan mayoritas pada kategori selalu (SL) dengan pernyataan Saya
mengendarai mobil/sepeda motor tanpa SIM atau STNK sebanyak 7 orang
(11,7%) dan pada kategori (SR) 6 orang (10%) mayoritas pada kategori
kadang-kadang (KD) dengan pernyataan Saya terlambat datang kesekolah 34 orang (56,7
%), dan mayoritas pada kategori tidak pernah (TP) dengan beberapa pernyataan
mengandung alkohol. Dan setiap pada masing-masing penyataan diatas sebanyak
57 orang (95 %).Pada umumnya remaja berasal dari keluarga berantakan, tidak
harmonis, dan mengalami banyak frustasi. Sebagai jalan keluarnya, remaja
memuaskan semua kebutuhan dasarnya ditengah lingkungan kriminal. Gang
BAB 6
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terdapat 60 orang responden siswa/i di SMA
Panca Budi Medan yang memiliki perilaku kenakalan remaja dalam kategoris
rendah sebanyak 59 responden (98,3%) dan dalam kategori sedang sebanyak 1
responden (1,7%).
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perilaku
kenakalan remaja di SMA Panca Budi Medan dapat diambil kesimpulan bahwa
dari 60 orang responden yang mempunyai mayoritas untuk kategori selalu (SL)
dengan pernyataan Saya mengendarai mobil/sepeda motor tanpa SIM atau STNK
sebanyak 5 orang (8,3 %), mayoritas pada kategori sering (SR) dengan pernyataan
Saya mengambil uang atau barang tanpa seizin orang tua sebanyak 6 orang (10
%), mayoritas pada kategori kadang-kadang (KD) dengan pernyataan Saya
mengambil uang atau barang tanpa seizin orang tua sebanyak 52 orang (56,7 %),
dan mayoritas pada kategori tidak pernah (TP) dengan beberapa pernyataan saya
menggunakan obat-obatan terlarang, Saya melakukan hubungan seks di luar
pernikahan, saya melakukan tawuran bersama teman-teman, Saya merampas
barang milik teman, saya mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol,
dan Saya tidak kesekolah tapi kewarnet untuk bermain game online. Dan setiap
6.2. Rekomendasi
6.2.1. Praktik Keperawatan
Dalam praktik keperawatan perlu dilakukan pengembangan dan
pengoptimalan program penyuluhan tentang bahaya kenakalan remaja.
6.2.2. Pendidikan Keperawatan
Dalam pendidikan keperawatan perlu diberikan penekanan materi tentang
perilaku kenakalan remaja kepada siswa/i di SMA.
6.2.3. Penelitian Selanjutnya
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini belum sepenuhnya
mewakili pengetahuan perilaku kenakalan remaja karena keterbatasan
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, Mulyono, Y Bambang.2005. Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja
dan penanggulangannya. Yogyakarta: Kanisius
Alimul, Aziz (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.
Edisi I. Salemba Medika: Jakarta.
Arikunto.Suharsimi (2010).Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta.
Danim, S. (2003). Riset Keperawatan Sejarah Dan Metodologi, Jakarta: EGC
Gajahmada University Press. Sarwono, Wirawan. 1997. Psikologi Remaja. Jakarta: T. Raja Grafindo Persada
Gunarsa, Ny. Singgih D dan Gunarsa, singgih D. 2003. Psikologi Remaja. Jakarta: Gunung Mulia.
Jhonson, n.d., para. 2 dalam Arwani & Purnomo, 2012
Kartono, Kartini.1998.Patologi Sosial 2. Kenakalan Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Lavental & Cleary, 1980, Flay, 1993 dalam Syafiie, 2009
Riskendas, 2010
Notoatmodjo, Soekidjo (2010), Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
Sarwono, J. (2006). Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Jogjakarta: Graha Ilmu
Singarimbun, Masri.Effensi 1989. Metodologi Penelitian Survei.Jakarta: LP3S
Smelzer, Bare, (2002), Ilmu Penyakit Dalam. Salemba Medika: Jakarta.
Soehartono, Irawan.2004. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja
Suara Pembaharuan, Remaja Pemakai narkoba Naik 80 Persen, http://www.suarapembaharuan.com/news/2006/09/01/jabotabe/jab15.htm
Tambunan, Raymond, Perkelahiaan pelajar dikutip dari http:// www.e-psikologi.com/remaja/161001.htm
KUESIONER PERILAKU KENAKALAN REMAJA DI SMA PANCA BUDI MEDAN
Data Demografi
1. No Responden :
2. Inisial :
3. Jenis Kelamin :
4. Kelas :
5. Suku :
Keterangan: