• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Kenakalan Remaja di SMA Panca Budi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku Kenakalan Remaja di SMA Panca Budi Medan"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU KENAKALAN REMAJA DI SMA PANCA BUDI MEDAN

SKRIPSI

Oleh :

NURJAMIAH 101101014

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSTITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

Prakata

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan

penyertaanNya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perilaku

Kenakalan Remaja Di SMA Panca Budi Medan”.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah

memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi

ini, sebagai berikut :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu dekan I Dekan Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Evi Karota S.Kp MNS sebagai Pembantu dekan II Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

4. Ikhsanudin Harahap, S.Kp, MNs sebagai Pembantu Dekan III Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara

5. Wardiyah Daulay S.Kep, NS, M.Kep sebagai Pembimbing Akademik dan

juga telah menempatkan waktunya untuk membimbing skripsi

6. Mahnum Lailan Nasution, S.Kep, NS. M.Kep yang meluangkan waktunya

sebagai Penguji 1

7. Ikram S.Kep Ns, M.Kep. yang telah menempatkan waktunya ditunjuk sebagai

(4)

8. Terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda yang selalu mendoakan,

menyayangiku dan memberikan dukungan baik moril maupun material serta

senantiasa mamberikan yang terbaik untukku.

9. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu

yang telah mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Tuhan selalu mencurahkan berkat dan kasih karuniaNya kepada

semua pihak yang membantu dan mendukung penulis. Penulis menerima saran

dan kritik yang barsifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, 8 Juli 2014

(5)

DAFTAR ISI

Halaman Judul………... i

Halaman Pengesahan………... ii

Prakata………. iii

Daftar Isi……….. iv

Lampiran………. vi

Daftar Skema………. vii

Daftar Tabel……… viii

Abstrak………... ix

Bab I. Pendahuluan………... 1

1. Latar Belakang………..…... 1

2. Rumusan Masalah………... 6

3. Tujuan Penelitian………..…... 7

4. Manfaat Penelitian………...……. 7

Bab II. Tinjauan Pustaka……… 8

1. Perilaku Kenakalan Remaja………...….………... 8

2.1.1. Defenisi Perilaku……….. 8

2.1.2. Faktor Penyebab Kenakalan Remaja……… 10

2. Definisi Kenakalan Remaja...…..…………... 13

3. Bentuk dan Aspek-Aspek Kenakalan Remaja………... 13

2.3.1. Kenakalan terisolisir(delinkuensi terisolisir)…… 14

2.3.2. Kenakalan neurotik(delinkuensi neurotik)……... 15

2.3.3. Kenakalan psikotik(delinkuensi psikopatik)……. 16

2.3.4. Kenakalan defekmoral(delinkuensi defekmoral).. 17

(6)

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja 21

Bab III. Kerangka Konseptual………. 27

1. Kerangka Konsep………... . 27

2. Defenisi Operasional……….……….. 28

Bab IV. Metodologi Penelitian……….. 29

1. Desain Penelitian………. 29

2. Populasi dan Sampel, teknik sampling……… 29

3. Lokasi Penelitian………. 31

4. Waktu Penelitian………. 31

5. Pertimbangan Etik……… 31

6. Instrumen Penelitian……… 32

7. Validitas dan Reliabilitas………. 33

8. Teknik Pengumpulan data... 34

9. Analisa Data... 34

Bab V Pembahasan……… 36

5.1. Hasil penelitian………. 36

5.1.1. Karakteristik Responden……… 37

5.1.2. Kenakalan remaja di SMA Panca Budi Medan…. 38 5.2. Pembahasan………. 41

Bab VI Kesimpulan……… 44

6.1. Kesimpulan………... 44

6.2. Rekomendasi………. 44

(7)

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Lembar persetujuan responden

2. Kuesioner penelitian

3. Jadwal penelitian

4. Taksasi dana

5. Daftar riwayat hidup

6. Data SPSS

7. Tabulasi Data

8. Persetujuan Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan USU

9. Surat survey awal dari Fakultas USU

10. Surat balasan survey Awal Fakultas USU

11. Surat Reliabilitas FKep USU

12. Surat Balasan Reliabilitas USU

13. Surat penelitian Fakultas USU

14. Surat Balasan Penelitian Fakultas USU

(8)

DAFTAR SKEMA

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Defenisi Operasional... 28

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik responden

(n=60)……... 37

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi perilaku kenakalan remaja di SMA

Panca Budi... 38

(10)

Judul : Perilaku Kenakalan Remaja Di SMA Panca Budi Medan

Penulis : Nurjamiah

Jurusan : S1 Ilmu Keperawatan

Tahun Akademik : 2013/2014

Abstrak

Kenakalan remaja merupakan suatu kenakalan yang bertentangan dengan norma yang ada di masyarakat dan sekolah. Sebagian remaja tidak mampu bertindak positif dalam menghadapi tekanan yang dihadapinya sehingga remaja memiliki risiko tinggi terjadinya kenakalan remaja. Berdasarkan data yang diperoleh dari SMA Panca Budi Medan didapatkan populasi pelajar sebanyak 150 orang dan jumlah sampel dalam penelitian ini yang menggunakan rumus sarwono, yaitu sebanyak 60 orang. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perilaku kenakalan remaja di SMA Panca Budi Medan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan kuesioner pada tanggal 13 Juni 2014 dan didapat 60 siswa/i yang menjadi responden penelitian. Penelitian ini menunjukkan bahwa dari 60 orang responden siswa/i di SMA Panca Budi Medan yang memiliki perilaku kenakalan remaja dalam kategori rendah sebanyak 59 responden (98,3%) dan dalam kategori sedang sebanyak 1 responden (1,7%). Praktik keperawatan perlu dilakukan pengembangan dan pengoptimalan program penyuluhan tentang bahaya kenakalan remaja dan terhadap pendidikan keperawatan perlu diberikan penekanan materi tentang perilaku kenakalan remaja kepada siswa/i di SMA.

(11)

Title : Juvenile Delinquency at SMA (High School) Panca Budi Medan

Writer : Nurjamiah

Faculty : Faculty of Nursing

AcademicYear : 2013/2014

Abstract

Juvenile delinquency is a delinquency that is contrary to existing norms in society and at school. Most teens are not able to act positively in the face of pressures facing it so that teenagers have a high risk of the occurrence of juvenile delinquency. Based on data obtained from SMA Panca Budi student population brings about as much as a field of 150 people and the number of samples in the study are using the formula sarwono, i.e. as many as 60 people. This research was conducted with the aim of knowing the behavior of juvenile delinquency in SMA Panca Budi terrain. This research use analytic survey research methods with cross sectional approach. Sampling purposive sampling technique done with a questionnaire on June 13, 2014 and had 60 students/i who became the research respondents. This research shows that of the 60 respondents students/i in SMA Panca Budi field has the behavior of juvenile delinquency in the low category as much as 59 respondents (98.3%) and in the category of being as much as half of respondents (1.7 percent). The practice of nursing need to do development and optimization program counseling about the dangers of juvenile delinquency and to the nursing education needs to be given emphasis of matter about the behavior of juvenile delinquency to students/i in high school.

(12)

Judul : Perilaku Kenakalan Remaja Di SMA Panca Budi Medan

Penulis : Nurjamiah

Jurusan : S1 Ilmu Keperawatan

Tahun Akademik : 2013/2014

Abstrak

Kenakalan remaja merupakan suatu kenakalan yang bertentangan dengan norma yang ada di masyarakat dan sekolah. Sebagian remaja tidak mampu bertindak positif dalam menghadapi tekanan yang dihadapinya sehingga remaja memiliki risiko tinggi terjadinya kenakalan remaja. Berdasarkan data yang diperoleh dari SMA Panca Budi Medan didapatkan populasi pelajar sebanyak 150 orang dan jumlah sampel dalam penelitian ini yang menggunakan rumus sarwono, yaitu sebanyak 60 orang. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perilaku kenakalan remaja di SMA Panca Budi Medan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan kuesioner pada tanggal 13 Juni 2014 dan didapat 60 siswa/i yang menjadi responden penelitian. Penelitian ini menunjukkan bahwa dari 60 orang responden siswa/i di SMA Panca Budi Medan yang memiliki perilaku kenakalan remaja dalam kategori rendah sebanyak 59 responden (98,3%) dan dalam kategori sedang sebanyak 1 responden (1,7%). Praktik keperawatan perlu dilakukan pengembangan dan pengoptimalan program penyuluhan tentang bahaya kenakalan remaja dan terhadap pendidikan keperawatan perlu diberikan penekanan materi tentang perilaku kenakalan remaja kepada siswa/i di SMA.

(13)

Title : Juvenile Delinquency at SMA (High School) Panca Budi Medan

Writer : Nurjamiah

Faculty : Faculty of Nursing

AcademicYear : 2013/2014

Abstract

Juvenile delinquency is a delinquency that is contrary to existing norms in society and at school. Most teens are not able to act positively in the face of pressures facing it so that teenagers have a high risk of the occurrence of juvenile delinquency. Based on data obtained from SMA Panca Budi student population brings about as much as a field of 150 people and the number of samples in the study are using the formula sarwono, i.e. as many as 60 people. This research was conducted with the aim of knowing the behavior of juvenile delinquency in SMA Panca Budi terrain. This research use analytic survey research methods with cross sectional approach. Sampling purposive sampling technique done with a questionnaire on June 13, 2014 and had 60 students/i who became the research respondents. This research shows that of the 60 respondents students/i in SMA Panca Budi field has the behavior of juvenile delinquency in the low category as much as 59 respondents (98.3%) and in the category of being as much as half of respondents (1.7 percent). The practice of nursing need to do development and optimization program counseling about the dangers of juvenile delinquency and to the nursing education needs to be given emphasis of matter about the behavior of juvenile delinquency to students/i in high school.

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Remaja sebagai aset dasar bangsa diharapkan kelak menggantikan generasi

tua dalam pembangunan. Remaja diharapkan mampu melewati masa

perkembangannya secara wajar dan normal sehingga dapat mengaktualisasikan

segala potensi yang dimiliki. Keterlibatan lingkungan masyarakat terutama

keluarga dan supaya yang akan menghantakan mereka menjadi remaja yang sehat

baik jasmani dan rohani. Pada beberapa kasus banyak tekanan yang dirasakan

remaja yang datangnya dari luar diri remaja itu sendiri, seperti kondisi keluarga

yang tidak menyenangkan, perceraian orang tua, kurangnya komunikasi antar

keluarga dan kesulitan ekonomi keluarga (Arwani & Purnomo,2012).

Sekolah merupakan tempat anak/remaja memperoleh pendidikan moral

dan intelektual. Peranan sekolah sama besar dengan peran keluarga ikut ambil

bagian mempengaruhi kenakalan remaja di sekolah. Dilingkungan sekolah juga

banyak hal yang meimbulkan tekanan pada remaja seperti pekerjaan rumah yang

berlebihan, guru yang tidak menyenangkan atau ketidaksenangan pada salah satu

mata pelajaran. Tekanan lain datang dari ketidakcocokan dengan teman sebaya,

perselisihan dengan teman sebaya atau juga berteman dengan teman yang

membawa dampak negatif. Tidak sampai disitu perubahan biologis, kognitif dan

sosial emosional yang terlebih dalam diri remaja dapat mengakibatkan tekanan

(15)

stress”(Mappiare, 1982).Tidak semua remaja dapat melewati masa sulit ada

beberapa remaja yang kemudia terjerumus pada kenalakan Menurut Sntrock

(2003). Remaja akan melakukan tindakan kenakalan untuk mengurangi beban

tekanan jiwa sendiri. Perilakunya akan jadi lebih agresif, impulsive dan primitive.

Ali & Ashori (2000) juga mngungkapkan tugas-tugas perkembangan yang kurang

baik akan menyebabkan tindakan asusila.

Menurut Simanjuntak (Sudarsono, 2004) kenalakan remaja adalah suatu

kenalakalan yang bertentangan dengan norma yang ada dimasyarakat dan sekolah.

Contoh yang sangat sederhana dalam hal ini antara lain pencurian oleh remaja,

perkelahian dikalangan anak sekolah kerap kali berakibat menjadi perkelahian

antar sekolah. Demikian juga sikap remaja yang memusuhi orang tua dan sanak

saudaranya bisa berdampak pada perbuatan seperti menggunakan narkoba,

mengedarkan pornografis dan tindak asusila lainnya (Saripudin, 2009).

Kejadian-kejadian seperti tersebut diatas menunjukkan sebagian remaja tidak mampu

bertindak positif dalam menghadapi tekanan yang di hadapinya sehingga remaja

memiliki resiko tinggi terjadinya kenakalan remaja (Saripudin,2009).

Klasifikasi masa remaja terbagi menjadi tiga meliputi : remaja awal 12-15

tahun, remaja madya 15-18 tahun, remaja akhir 18-22 tahun.

Awal masa transisi dimana usianya berkisar antara 13-16 tahun atau yang

biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana juga terjadi

perubaha pada dirinya baik secara fisik, psikis, maupun secara sosial (Hurlock,

1973). Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis,

(16)

kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang

menggagu (Ekowarni, 1993).

Karakteristik remaja pada usia ini adalah mulai memasuki hubungan

teman sebaya (peer group), dalam arti sudah mengembangkan interaksi sosial

yang lebih luas dengan teman sebaya. Remaja sudah memiliki kesanggupan

menyesuaikan diri melalui sikap yang kooperatif dan mau memperhatikan

kepentingan orang lain. Minat remaja bertambah pada kegiatan-kegitan yang

dilakukan teman sebaya dan keinginan untuk diterima menjadi anggota semakin

meningkat. Remaja akan senang jika dapat diterima dalam kelompoknya (Rozak,

2006).

Remaja akan memupuk kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri

untuk mencapai tujuan interpersonalnya, sehingga tidak akan mudah merasa

kecewa dengan pasang-surutnya interaksi sosial dan profesionalnya di kemudian

hari. Interaksi sosial memberikan kesempatankepada remaja untuk belajar dari

teman sebayanya. Berbagi studi tentang penguatan (reinforcement) dari teman

menunjukkan bahwa remaja cendrung berusaha untuk menghindari perilaku yang

kurang disukai teman sebayanya agar terhindar dari agresi atau suatu keadaan

yang tidak menguntungkan, sehingga hubungan remaja dengan teman sebaya

bersifat egaliter. Dengan kata lain interaksi antara teman sebaya memperkenalkan

kepada remaja perilaku saling member dan menerima, yang sangat penting untuk

memupuk untuk sosialisasi dan menekan agresi (Knoers dan Handoko, 2002).

Perkembangan remaja menuju kedewasaan mereka tidak selalu

(17)

taraf kematangan sosial remaja menghadapi proses belajar penyesuaian diri

(adjustment) pada kehidupan sosial orang dewasa. Hal ini berarti bahwa remaja

harus belajar berpola-pola tingkah laku sosial yang dilakukan orang dewasa dalam

lingkungan kebudayaan masyarakat tempat tinggalnya. Masa remaja adalah masa

sosial learning yaitu masa dimana para remaja bertahap berusaha untuk memenuhi

kehidupan sosial oranag dewasa dan belajar tentang norma-norma yang berlaku di

masyarakat untuk dapat menyesuaikan diri (Hurlock, 1999).

Fenomena kenakalan remaja termasuk tindakan kekerasan di sekolah. Di

Indonesia terlihat dalam pemberitaan-pemberitaan media media. Mulai dari yang

terjadi di tingkat sekolah dasar (SD) misalnya kasus fifi yang mengakhiri

kehidupannya karena sering diledek anak tukang bubur (Andargini, 2007). Kasus

Muhammad Fadhil, GAZPER SMA 34 Jakarta yang melapor kepada polisi

karena dianiaya seniornya, kasus gang Nero di Pati (Kompas, 19-06-2008), kasus

43 pelajar SMK Arrahman Cianjur yang diamankan polisi (Kapanlagi.com, 28

Agustus 2008), kasus tewasnya Anuari, seorang pelajar SMK Telenika Palembang

(Sriwijaya Post, 2 Februari 2009), dan kasus STPDN/IPDN beberapa mahasiswa

tewas, serta kasus STTKD Curug yang menewaskan satu orang (Ekoz, 2007).

Selain itu kegiatan inisiasi seprti ospek dan ritual yang biasa diadakan para senior

disekolah juga merupakan bentuk penindasan yang tidak disadari (Rizkysutji,

2008).

Dari hasil penelitian Sytone (2004) juga membuktikan bahwa penelitian

di empat kota yaitu Jakarta, Surabya, Bandung dan Medan menunjukkan dari 450

(18)

Bahkan ada 16 responden yang mengenal seks sejak usia 13-15 tahun. Sebanyak

40% responden melakukan hubungan seks dirumah. Sedangkan 26%

melakukannya ditempat kost, dan 20% lainya di hotel.

Hasil penelitian yang dilakukan salah satu lembaga, 63% remaja di

Indonesia usia sekolah SMP dan SMA sudah melakukan seksual diluar nikah dan

21% diantaranya melakukan aborsi. Hasil penelitian suatu lembaga penelitian

yang dilakukan di 33 provinsi tahun 2008, sebanyak 63% remaja mengaku sudah

mengalami hubungan seks sebelum nikah, kata Direktur Remaja dan Perlindungan

Hak-hak Reproduksi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Pusat

(BKKBN) M Masri Muazd, saat peluncuran SMS Konsultasi Kesehatan

Reproduksi Remaja di Serang.

Persentase remaja yang melakukan hubungan seksual pra nikah tersebut

mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Berdasarkan penelitian pada 2005-2006 di kota-kota besar mulai Jabotabek,

Medan, Jakarta, Surabaya, Makassar, dan Bandung masih berkisar 47,54% remaja

mengaku melakukan hubungan seks sebelum nikah. Hasil penelitian terakhir

tahun 2008 meningkat menjadi 63% .perilaku seks bebas saat ini sudah cukup

parah. Peranan agama dan keluarga sangat penting mengantisipasi perilaku remaja

tersebut, ada beberapa faktor yang mendorong anak remaja usia sekolah SMP dan

SMA melakukan hubungan seks diluar nikah. Faktor tersebut diantaranya

pengaruh liberalisme atau pergaulan hidup bebas, faktor lingkungan dan keluarga

(19)

Oleh karena itu, dengan adanya perilaku seperti itu, para remaja tersebut

sangat rentan terhadap resiko kesehatan seperti penularan penyakit HIV/AIDS,

penggunaan narkoba serta penyakit lainnya. Sebab data Departemen Kesehatan

hingga September 2008, dari 15.210 penderita AIDS atau orang yang hidup

dengan HIV/AIDS di Indonesia, 54% diantaranya adalah remaja. Sehingga kata

Masri, keberadaan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja

(PIK KRR) akan sangat berarti untuk menjawab permasalahan kesehatan

reproduksi remaja.

Kejadian-kejadian seperti tersebut diatas menunjukkan sebagian remaja

tidak mampu bertindak positif dalam menghadapi tekanan yang dihadapinya

sehingga remaja memiliki resiko tinggi terjadinya kenakalan remaja

(Saripudin,2009).

Berdasarkan fenomena dan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk

meneliti tentang “Perilaku Kenakalan Remaja di SMA Panca Budi Medan

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana perilaku kenakalan remaja di SMA Panca Budi Medan?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui perilaku kenakalan remaja di SMA Panca Budi Medan

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui tingkat kenakalan remaja

(20)

1.4MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Praktek Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan perawat terkait

perilaku kenakalan remaja di sekolah.

1.4.2 Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pendidikan keperawatan

untuk bisa diintegrasikan dalam pendidikan keperawatan dimasa depan.

1.4.3 Penelitian Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar tentang perilaku

kenakalan remaja di sekolah untuk digunakan dalam pengembangan penelitian

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku Kenakalan Remaja

2.1.1. Defenisi Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentanagan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,

menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari

uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah

semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang

tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003 : 114).

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003:113),

merumuskan bahwa perilaku merupakan respon reaksi seseorang terhadap

stimulus atau rangsangan dari luar.

2.1.2 Determinan Perilaku

Teori Lawrence Green (1980) mencoba menganalisis perilaku manusia

berangkat dari tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang dipengaruhi oleh

dua faktor, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor luar (non behavior

causes). Faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh:

a. Faktor predisposes (predisposing factor), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan

sebagainya.

b. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan

(22)

kesehatan, misalnya : puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan

sebagainya.

c. Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan ada atau petugas lain, yang merupakan

kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

2.1.3 Defenisi Kenakalan

Kenakalan adalah perbuatan yang melanggar atau menyelewengkan norma

sosial, norma hukum, norma kelompok yang menimbulkan keonaran atau

mengganggu dan merugikan dirinya sendiri beserta ketentraman masyarakat,

sehingga pihak yang berwajib terpaksa mengambil tindakan keamanan.

Kartono (Ilmuan Sosiologi) mengemukakan bahwa kenakalan remaja atau

dalam bahasa inggrisnya dikenal dengan istilah Juvenile Delinquency merupakan

gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk

pengabaikan sosial. Akibatnya mengembangkan bentuk perilaku menyimpang.

Sedangkan menurut Santrock (2003) mengemukakan bahwa kenakalan remaja

merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima

(23)

2.2.1 Faktor Penyebab Kenakalan Remaja

Perilaku „nakal‟ remaja dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal

:

 Faktor Internal

Faktor internal yakni faktor penyebab yang berasal dari remaja yang

bersangkutan itu sendiri. Faktor tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Krisis identitas

Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan

terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama terbentuknya perasaan akan konsistensi

dalam kehidupannya. Kedua tercapainya identitas peran. Kenakalan remaja

umumnya terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.

2. Faktor pubertas

Periode SMP dan SMA merupakan periode dimana seorang remaja

mempunyai keinginan yang sangat besar terhadap hal-hal berbau seksualitas.

Apabila mereka tidak mendapatkan pendidikan seks yang baik mereka akan

mencari dengan cara mereka sendiri. Hal ini mendorong mereka untuk berbuat

nakal.

3. Kontrol diri yang lemah

Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang

dapat diterima dengan yangtidak dapat diterima akan terseret pada perilaku

„nakal‟. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah

laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah

(24)

 Faktor Eksternal

Faktor Eksternal yakni faktor penyebab kenakalan yang berasal dari luar

remaja yang bersangkutan. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Keluarga

Perceraian orangtua, kurangnya komunikasi antar anggota keluarga, atau

perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja.

Pendidikan yang salah dikeluargapun seperti terlalu permisif, terlalu memanjakan

anak, kurangnya memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap

eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja. Dengan

kondisi yang masih labil dan pengaruh globalisasi informasi yang demikian

gencar dan tidak terfilter dengan baik, akibatnya tentu penyalahgunaan dan

kemerosotan moral yang akan terjadi.

2. Lemahnya pengawasan guru terhadap perilaku para murid

Hal ini bisa terjadi karena masih banyak guru yang kurang mengerti

teknologi. Akibatnya mereka tidak dapat mencegah terjadinya jenis

kenakalan-kenakalan modern seperti penyalahgunaan teknologi dalam maraknya situs porno

dikalangan siswa.

3. Lingkungan yang tidak baik masa remaja sering disebut sebagai masa

pencarian jati diri

Pada masa ini remaja umumnya menjalin relasi dengan teman-teman

sebaya yang bisa membuat mereka merasa nyaman. Remaja lebih banyak

(25)

itu jika remaja berteman dengan orang-orang yang kurang baik, mereka akan

sangat rentan terbawa arus menjadi nakal.

2.2 Defenisi Kenakalan Remaja

Kenakalan ramaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda,

merupakan gajala sakit (patologis) secara social pada anak-anak dan remaja yang

disebabkan oleh bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan

bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu

rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial sampai

pelanggaran status hingga tindakan kriminal (Kartono, 2003).Sarwono (1999)

mengungkapkan kenkalan remaja sebagai tingkah laku yang menyimpang dari

norma- norma hukum pidana, sedangkan Fuhrmann (1999) juga menambahkan

kenakalan remaja sebagai kumpulan dari berbagai perilaku, dari perilaku yang

tidak dapat diterima secara sosial sampai tindakan kriminal.

Dari pendapat – pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa perilaku

kenakalan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat

mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun

orang lain yang dilakukan remaja di bawah umur 17 tahun.

2.3 Bentuk dan Aspek – Aspek Kenakalan Remaja

Menurut Kartono (2003), bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja Dibagi

(26)

2.3.1Kenakalan Terisolisir (Delinkuensi Terisolisir)

Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal.Pada

umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan nakal mereka

didorong oleh ciri-ciri berikut:

2.3.1.1 Keinginan meniru dan ingin konform dengan gangnya, jadi tidak

ada motivasi, kecemasan atau konflik batin yang tidak dapat

diselesaikan.

2.3.1.2 Mereka kebanyakan berasal dari daerah yang tradisional sifatnya

yang memilki subkultur kriminal. Sejak kecil remaja melihat

adanya gang-gang kriminal, sampai kemudian dia ikut

bergabung. Remaja merasa diterima, mendapatkan kedudukan

hebat, pengakuan dan prestasi tertentu.

2.3.1.3 Pada umumnya remaja berasal dari keluarga berantakan, tidak

harmonis, dan mengalami banyak frustasi. Sebagai jalan

keluarnya, remaja memuaskan semua kebutuhan dasarnya

ditengah lingkungan kriminal. Gang remaja nakal memberikan

alternative hidup yang menyenangkan.

2.3.1.4 Remaja dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali

mendapatkan supervisi dan latihan kedisiplinan teratur , sebagai

akibatnya dia tidak sanggup menginternalisasikan norma hidup

(27)

kelompok gangnya, namun pada usia dewasa, mayoritas remaja

nakal ini meninggalkan perilaku kriminalnya, paling sedikit

60% dari mereka menghentikan perilakunya pada usia 21-23

tahun. Hal ini disebabkan oleh proses pendewasaan dirinya

sehingga remaja menyadari adanya tanggung sebagai orang

dewasa yang mulai memasuki peran sosial yang baru.

2.3.2 Kenakalan Neurotik (Delinkuensi Neurotik)

Pada umumnya, remaja nakal tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang

cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa

bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Ciri-ciri perilakunya adalah:

2.3.2.1 Perilaku nakalnya bersumber dari sebab-sebab psikologis yang

sangat,dan bukan hanya berupa adaptasi pasif menerima norma

dan nilai subkultur gang yang kriminal itu saja.

2.3.2.2 Perilaku kriminal mereka, merupakan ekspresi dari konflik batin

yang belum terselesaikan, karena perilaku jahat mereka

merupakan alat pelepas ketakutan, kecemasan, dan kebingungan

batinnya.

2.3.2.3 Biasanya remaja ini melakukan kejahatan seorang diri dan

mempraktekkan jenis kejahatan tertentu, misalnya suka

memperkosa kemudian membunuh korbannya, kriminal

sekaligus neurotik.

2.3.2.4 Remaja nakal ini banyak yang berasal dari kalangan menengah,

(28)

ketegangan emosional yang parah, dan orang tuanya biasanya

juga neorotik atau psikotik.

2.3.2.5 Remaja memiliki ego yang lemah dan cendrung mengisolir diri

dari lingkungan.

2.3.2.6 Motif kejahatannya berbeda- beda.

2.3.2.7 Perilakunya menunjukkan kualitas kompulsif ( paksaan ).

2.3.3 Kenakalan Psikotik ( Delinkuensi Psikopatik )

Delinkuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari

kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum kriminal yang

paling berbahaya. Ciri-ciri tingkah mereka adalah:

2.3.3.1 Hampir seluruh remaja ini berasal dan dibesarkan dalam

lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak

pertikaian keluarga, berdisiplin keras namun tidak konsisten,

dan orang tuanya selalu menyia-nyiakan mereka, sehingga

mereka tidak mempunyai kepastian untuk menumbuhkan afeksi

dan tidak mampu menjalin hubungan emosional yang akrab dan

baik dengan orang lain.

2.3.3.2 Mereka tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa, atau

melakukan pelanggaran.

2.3.3.3 Bentuk kejahannya majemuk, tergantung pada suasana hatinya

yang kacau dan tidak dapat diduga. Mereka pada umumnya

(29)

2.3.3.4 Mereka selalu gagal dalam menyadari dan menginternalisasikan

norma-norma sosial yang umum berlaku, juga tidak perduli

terhadap norma subkultur gangnya sendiri.

2.3.3.5 Kebanyakan dari mereka juga menderita gangguan neuroligis,

sehingga mengurangi kemampuan untuk mengendalikan diri

sendiri. Psikopat merupakan bentuk kekalutan mental dengan

karakteristik sebagai berikut : tidak memiliki pengorganisasian

dan integrasi diri.

2.3.3.6 Bertanggung jawab secara moral, selalu mempunyai konflik

dengan norma sosial dan hukum. Mereka sangat egoistis, anti

sosial, dan selalu menentang apa dan siapapun. Sikapnya kasar,

kurang ajar, dan sadis terhadap siapapun tanpa sebab.

2.3.4 Kenakalan Defek Moral ( Delinkusensi Defek Moral )

Defek ( defek, defektus ) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat,

dan kurang. Delinkuensi defek moral mempunyai ciri-ciri : selalu melakukan

tindakan anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan, namun

ada difungsi pada inteligensinya. Kelemahan para remaja delinkuensi tipe ini

adalah mereka tidak mampu mengenal dan memahami tingkah lakunya yang

jahat, juga tidak mampu mengendalikan dan mengaturnya, mereka selalu ingin

melakukan perbuatan kekerasan,penyerang dan kejahatan, rasa kemanusiannya

sangat terganggu, sikapnya sangat dingin tanpa efeksi jadi ada kemiskinan efektif

(30)

primer, sehingga pembentukan super egonya sangat lemah. Impuslnya tetap pada

taraf primitif sehingga sukar dikontrol dan dikendalikan. Mereka merasa cepat

puas dengan prestasinya, namun perbuatan mereka sering disertai agresifitas yang

meledak.Remaja yang efek moralnya biasanya menjadi penjahat yang sukar

diperbaiki. Mereka adalah para residivis yanga melakukan kejahatan karena

didorong oleh naluri rendah, inpuls dan primitif , diantara para penjahat residivis

remaja, kurang lebih 80% mengalami kerusakan psikis, berupa disposisi dan

perkembangan mental yang salah, jadi mereka menderita defek mental. Hanya

kurang dari 20% yang menjadi penjahat disebabkan oleh faktor sosial atau

lingkungan sekitar. Jansen (dalam Sarwono, 2002) membagi kenakalan remaja

menjadi empat bentuk, yaitu:

2.3.4.1 Kenakalan yang menimmbulkan korban fisik pada orang lain:

perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan

lain-lain.

2.3.4.2 Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan,

pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain.

2.3.4.3 Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban dipihak orang

lain: pelacuran, penyalahgunaan narkoba, hubungan seks bebas.

2.3.4.4 Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak

sebagai pelajar dengan cara membolos, minggat dari rumah,

(31)

Hurlock ( 1999) berpendapat bahwa kenakalan yang dilakukan remaja

terbagi dala empat bentuk, yaitu:

a. Perilaku yang menyakiti diri sendri dan orang lain

b. Perilaku yang membahayakan hak milik orang lain, seperti merampas,

mencuri, dan mencopet

c. Perilaku yang tidak terkendali, yaitu perilaku yang tidak mematuhi orang tua

dan guru seprti membolos, mngendarai kendaraan tanpa surat izin, dan kabur

dari rumah.

d. Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, seperti mengendarai

motor dengan kecepatan tinggi, memperkosa dan membawa senjata tajam.

Dari beberapa bentuk kenakalan para remaja dapat disimpulakan bahwa

semuanya menimbulkan dampak negatif yang tidak baik bagi dirinya sendiri dan

orang lain, serta lingkungan sekitarnya. Adapun aspek-aspeknya diambil dari

pendapat Hurlock (1999) dan Jansen (dalam Sarwono, 1998). Terdiri dari aspek

perilaku yang melanggar aturan dan status, perilaku yang membahayakan diri

sendiri dan orang lain, perilaku yang mengakibatkan korban materi dan perilaku

yang mengakibatkan korban fisik.

2.4 Karakteristik Kenakalan Remaja

Menurut Kartono ( 2003), remaja nakal itu mempunyai karakteristik umum

(32)

2.4.1 Perbedaan Stuktur Intelektual

Perbedaan umumnya inteligensi remaja yang normal, namun jelas terdapat

fungsi-fungsi kognitif khusus yang berbeda biasanya remaja nakal ini

mendapatkan nilai lebih tinggi untuk tugas-tugas prestasi dari pada nilai untuk

keterampilan verbal (tes Wechsler). Mereka kurang toleran terhadap hal-hal yang

ambigius biasanya mereka kurang mampu mempertimbangkan tingkah laku orang

lain bahkan tidak menghargai pribadi lain dan menganggap orang lain sebagai

cerminan dari diri sendiri.

2.4.2 Perbedaan Fisik dan Psikis

Remaja yang nakal ini lebih “idiot secara moral” dan memilki perbedaaan

ciri karakteristik yang jasmaniah sejak lahir jika dibandingkan dengan remaja

normal. Bentuk tubuh mereka lebih kekar, berotot, kuat, dan pada umumnya

bersikap lebih agresif. Hasil penelitian juga menunjukkan ditemukannya fungsi

fisiologis dan neurologis yang khas pada remaja nakal ini, yaitu: mereka kurang

bereaksi terhadap stimulus kesakitan dan menunjukkan ketidakmatangan

jasmaniah atau anomali perkembangan tertentu.

2.4.3 Ciri Karakteristik Individual

Remaja yang nakal ini mempunyai sifat kepribadian khusus yang

menyimpang, seperti:

2.4.3.1 Rata-rata remaja nakal ini hanya berorientasi pada masa

sekarang, bersenang-senang dan puas pada hari ini tanpa

memikirkan masa depan.

(33)

2.4.3.3 Mereka kerang bersosialisasi dengan masyarakat normal,

sehingga tidak mampu mengenal norma-norma kesusilaan, dan

tidak bertanggung jawab secara sosial.

2.4.3.4 Mereka senang mencaburkan diri dalam kegiatan tanpa berfikir

yang merangsang kejantanan, walaupun mereka menyadari

besarnya resiko dan bahaya yang terkadang didalamnya.

2.4.3.5 Pada umumnya mereka sangat impulsif dan suka tantangan dan

bahaya.

2.4.3.6 Hati nurani tidak atau kurang lancar fungsinya.

2.4.3.7 Kurang memiliki disiplin diri dan control diri sehingga mereka

menjadi liar dan jahat.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa remaja nakal biasanya berbeda

dengan remaja yang tidak nakal. Remaja nakal biasanya lebih ambivalen terhadap

otoritas, percaya diri, pemberontak, mempunyai kontrol diri yang kurang, tidak

memiliki orientasi pada masa depan dan kurangnya kemasukan sosial, sehingga

sulit bagi mereka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial.

2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja

Faktor-faktor kenakalan remaja menurut Stantrock, (1996) lebih rinci

dijelaskan sebagai berikut :

(34)

Menurut teori yang dikemukakan oleh Erikson (dalam Stantrock, 2002)

masa remaja ada pada tahap dimana krisis identitas versus difusi identitas harus

diatasi. Perubahan psikologis dan sosial memungkinkan terjadinya dua bentuk

integrasi terjadi pada kepribadian remaja:

a. Terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya

b. Terciptanya identitas peran, kurang lebih dengan cara menggabungkan

motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan

peran yang dituntun dari remaja.

Erikson percaya bahwa delinkuensi pada remaja terutama ditandai dengan

kegagalan remaja untuk mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan

aspek-aspek identitas. Ia mengatakan bahwa remaja yang memiliki masa balita, masa

kanak-kanak atau masa remaja yang membatasi mereka dari berbagai peran sosial

yang dapat diterima atau yang membuat mereka merasa tidak mampu memenuhi

tuntunan yang dibebankan pada mereka, mungkin akan memilki perkembangan

identitas yang negatif. Beberapa dari remaja ini mungkin akan mengambil bagian

dalam tindak kenakalan, oleh karena itu bagi Erikson, kenakalan adalah suatu

upaya untuk membentuk suatu identitas, walaupun identitas tersebut negatif.

2.5.2 Kontrol Diri

Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk

mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak

gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang

lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan remaja telah mempelajari

(35)

dapat diterima, namun remaja melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini.

Mereka mungkin gagal dalam membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan

tingkah laku yang tidak dapat diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah

mengetahui perbedaan antara keduanya namun gagal mengembangkan control

yang memadai dalam menggunakan perbedaan itu untuk membimbing tingkah

laku mereka. Hasil penelitian baru-baru ini Santrock (1996) menunjukkan bahwa

ternyata kontrol diri mempunyai peranan penting dalam kenakalan remaja. Pola

asuh orang tua yang efektif dimasa kanak-kanak (penerapan strategi yang

konsisten, berpusat pada yang konsisten, berpusat pada anak yang tidak eversif)

berhubungan dengan dicapainya pengaturan diri oleh anak. Selanjutnya dengan

memilki keterampilan ini sebagai atribut internal akan berpengaruh pada

menurunnya tingkat kenakalan remaja.

2.5.3 Usia

Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dangan

penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua anak

yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi pelaku kenakalan, seperti

hasil penelitian dari McCord (dalam Kartono, 2003) yang menunjukkan pada usia

dewasa, mayoritas remaja nakal tipe terisolir meninggalkan tingkah laku

kriminalnya. Paling sedikit 60% dari mereka menghentikan perbuatannya pada

usia 21-23 tahun.

(36)

Remaja laki-laki banyak melakukan tingkah laku anti sosial dari pada

perempuan. Menurut kepolisian Kartono (2003) pada umumnya jumlah remaja

laki-laki yang melakukan kejahata dalam kelompok gang diperkirakan 50 kali

lipat dari pada gang remaja perempuan.

2.5.5 Harapan Terhadap Pendidikan dan Nilai-nilai Di sekolah

Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memilki harapan yang

rendah terhadap pendidikan di sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah tidak

begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga bisanya nilai-nilai mereka

terhadap sekolah cendrung rendah. Mereka tidak mempunyai motivasi untuk

sekolah. Riset yang dilakukan oleh Janet Chang dan Thao N. Lee (2005)

mengenai pengaruh orang tua, kenakalan teman sebaya,dan sikap sekolah

terhadap prestasi akademik siswa di Cina, Kamboja, Laos, dan remaja Vietnam

menunjukkan bahwa faktor yang berkenan dengan orang tua secara umum tidak

mendukung banyak, sedangkan sikap sekolah ternyata dapat menjembatani

hubungan antara kenakalan teman sebaya dan prestasi akademik.

2.5.6 Proses Keluarga

Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja.

Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap

aktivitas anak, kurangnya penerapan kedisiplinan yang efektif,kurangnya

kasihsayang orangtua dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja.

Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Patterson dan rekan-rekannya (dalam

Santrock, 1996) menunjukkan bahwa pengawasan orangtua yang tidak memadai

(37)

sesuai merupakan faktor keluarga yang penting dalam menentukan munculnya

kenakalan remaja. Perselisihan dalam keluarga atau stress yang dialami keluarga

juga berhungan dengan kenakalan. Faktor genetik juga termasuk

pemicutimbulnya kenakalan remaja, meskipun persentasenya tidak begitu besar.

2.5.7 Pengaruh Teman Sebaya

Memiliki teman sebayaba yang melakukan kenakalan meningkatkan resiko

remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah penelitian Santrock (2003) terhadap 500

pelaku kenakalan dan 500 remaja yang tidak melakukan kenakalan di

Boston,ditemukan persentase kenakalan yang lebih tinggi pada remaja yang

memilki hubungan regular dengan teman sebaya yang melakukan kenakalan.

2.5.8 Kelas Sosial Ekonomi

Ada kecendrungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari

kelas sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal

di antara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan daerah yang memilki

banyak privilege diperkirakan 50:1 (Kartono, 2003). Hal ini disebabkan

kurangnya kesempatan remaja dari kelas sosial rendah untuk mengembangkan

keterampilan yang diterima oleh masyarakat.Mereka mungkin saja merasa bahwa

mereka akan mendapatkan perhatian dan status dengan cara melakukan tindakan

anti sosial. Menjadi “tangguh” dan “maskulin” adalah contoh status yang tinggi

bagi remaja dari kelas sosial yang lebih rendah, dan status seperti ini sering di

tentukan oleh keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil

meloloskan diri setelah melakukan kenakalan.

(38)

Komunitas juga dapat berperan dalam memunculkan kenakalan remaja.

Masyarakat dengan tingkah kriminalitas tinggi memungkinkan remaja mengamati

berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal dan memperoleh hasil atau

penghargaan atas aktivitas kriminal mereka. Masyarakat seperti ini sering ditandai

dengan kemiskinan, pengangguran, perasaan tersisi dari kaum kelas menengah.

Kualitas sekolah, pendanaan pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang

terorganisir adalah faktor-faktor lain dalam masyarakat yang juga berhubungan

dengan kenakalan remaja.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling

berperan harmonis dan faktor lingkungan terutama teman sebaya yang kurang

baik, karena pada masa ini remaja mulai bergerak meninggalkan rumah dan

menuju teman sebaya,sehingga minat, nilai, dan norma yang ditanamkan oleh

kelompok lebih menentukan perilaku remaja dibandingkan dengan norma, nilai

(39)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka Konsep penelitian adalah suatu hubungan/kaitan antara konsep

satu terhadap konsep yang lain dari masalah yang di teliti (hubungan variable

yang ingin di teliti).(Ellya, Dkk, 2010).

Skema 1. Kerangka Konsep Kenakalan Remaja

 Merampas

 Mencuri

 Membolos

 Mengendarai kendaraan

tanpa surat izin  Cabut saat pelajaran

 Mengkonsumsi makanan

atau minumanang mengandung alkohol

Tinggi

Sedang

(40)

3.2 Defenisi Operasional

3.2.1 Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Skala Hasil Ukur

1. Perilaku

Kenakalan

Remaja

Suatu tindakan atau

perbuatan yang

dilakukan oleh remaja

dimana perbuatan

tersebut menggangu

masyarakat dan di

sekitar lingkungan

sekolah.

Kuisioner Ordinal -Tinggi

-Sedang

(41)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian survey analitik

dengan pendekatan cross sectional sehingga data yang diperoleh belum

menggambarkan keadaan secara keseluruhan. Selama melakukan penelitian,

peneliti menggunakan kuesioner pernyataan, dimana hal tersebut tidak

memberikan kesempatan kepada responden untuk menggunakan alasan jawaban

dari pernyataan yang diberikan peneliti. Selain ituada kemungkinan hasil yang

diperoleh tidak mewakili jawaban dari populasi dikarenakan kemungkinan adanya

jawaban yang bersifat spekulasi atau hanya meniru jawaban dari responden

lain/mengobservasi dan menggunakan kuisioner

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian

4.2.1 Populasi

Populasi adalah sejumlah besar subjek yang mempunyai kriteria yang

telah di tetapkan (Nursalam, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah

keseluruhan siswa/i di SMA Panca Budi Medan. Berdasarkan data yang diperoleh

dari SMA Panca Budi Medan didapatkan populasi pelajar sebanyak 150 orang

(42)

4.2.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih secara tertentu sehingga

dapat mewakili populasinya. Untuk penelitian ini menggunakan teknik purposive

sampling yaitu pengambilan sampel untuk tujuan tertentu dan sifat-sifatnya

ditentukan sendiri oleh peneliti dengan kriteria sebagai berikut :

a. Siswa/i kelas XI reguler di SMA Panca Budi

b. Remaja usia 15-18 tahun

Jumlah sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan rumus sarwono

yaitu sebanyak 60 orang.

=60 orasng

Adapun jumlah sampel penelitian yang diperoleh dari perhitungan statistik

tersebut dengan hasil n= 60 orang. Dengan demikian jumlah sampel dalam

penelitian ini adalah 60 orang.

4.2.3 Teknik Sampling

Teknik sampling yang dipilih oleh peneliti dalam penelitian ini adalah

purposive sampling. Pengambilan secara purposif didasarkan pada suatu

pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan sifat atau ciri

tertentu (Notoatmodjo, 2010)

4.3 Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini dilakukan di SMA Panca Budi Medan.

(43)

tempat mudah di akses dan terjangkau peneliti.Oleh karena itu peneliti merasa

perlu untuk melihatperilaku kenakalan remaja di SMA Panca Budi Medan.

4.4 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini di laksanakan pada bulan April 2014 sampai dengan

Mei 2014.

4.5 Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian dilakukan setelah mendapat persetujuan dari institusi

pendidikan yaitu Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara dan izin dari pihak Sekolah.Dalam penelitian ini

dilakukan pertimbangan etik, yaitu memberi penjelasan kepada calon responden

penelitian tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila

calon responden bersedia, maka calon responden dipersilahkan menandatangani

persetujuan menjadi responden penelitian (informed consent), lembar persetujuan

ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang memenuhi kriteria dan

disertai judul penelitian. Tetapi jika calon responden tidak bersedia, maka calon

responden berhak untuk menolak atau mengundurkan diri dan peneliti tidak akan

memaksa dan tetap menghargai hak-hak responden. Penelitian ini tidak

menimbulkan resiko bagi individu yang menjadi responden baik faktor fisik

maupun psikis. Kerahasiaan catatan data responden dijaga dan tidak menuliskan

(44)

Data-data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan

penelitian.

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti

dengan mengacu kepada tinjauan pustaka dan kerangka konsep. Instrumen

penelitian ini berupa kuesioner.

4.6.1 Kuesioner Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk

kuisioner.Bagian pertama kuesioner penelitian tentang pengumpulan data

demografi.Bagian kedua kuesioner penelitian mengenaiperilaku kenakalan remaja

di SMA Panca Budi Medan.Bagian kedua ini mengenai tingkatan perilaku

kenakalan remaja di SMA Panca Budi Medan.Skala ukur kuesioner ini

menggunakan skala ordinal yang terdiri dari 20 pertanyaan dengan pilihan

jawaban selalau (SL), Sering (SR), Kadang-kadang (KD), dan Tidak Pernah (TP).

Skor tertinggi pada skala ini adalah 4 dan skor terendah adalah 1.Skor pada skala

pernyataan ini adalah Selalu (SL) skor 1, Sering (SR) skor 2, Kadang-kadang

(KD) skor 3, dan Tidak pernah (TP) skor 4.Sehingga diperoleh nilai minimum 15

(45)

4.7 Validitas dan Reliabilitas

4.7.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan

atau keshahihan suatu instrument. Sebuah instrument dikatakan valid apabila

dapat mengungkap data dari variable yang diteliti secara tepat (Ari Kunto,2006).

Untuk menguji validitas instrumen, maka dilakukan pengujian terhadap instrumen

penelitian. Uji validitas yang dilakukan adalah validitas isi (content validity) yaitu

dengan memberikan instrumen kepada pakar yang menguasai topik yang akan

diteliti (Dempsey, 2002. hlm. 80). Nilai validitas pada penelitian ini adalah 0,98

yang dilakukan oleh pakar dari Magister Keperawatan Jiwa di Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4.7.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan alat ukur untuk

mendapatkan hasil yang konsisten saat dipakai ulang. Uji reabilitas direncanakan

akan dilakukan di SMK Panca Budi Medan pada 20 orang responden (Azwar,

2003). Dalam penelitian ini menggunakan reliabilitas konsistensi internal karena

pemberian instrumen hanya satu kali dengan satu bentuk instrumen pada subjek

studi (Dempsey, 2002).Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan uji

Cronbach Alpha dengan menggunakan program komputerisasi.Suatu kuesioner

dikatakan reliabel jika nilai alpha (α) lebih besar atau sama dengan 0,70 sesuai

dengan Arikunto (2006). Nilai reliabilitas pada penelitian ini dilakukan pada

(46)

kelas XI reguler Panca Budi Medan sebanyak 20 responden dan didapatkan nilai

uji reliabilitas dengan nilai 0,87.

4.8 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat rekomendasi izin

pelaksanaan dari pihak SMA Panca Budi Medan digunakan peneliti sebagai lokasi

penelitian.Selanjutnya maka peneliti mengadakan pendekatan psikologis dengan

melakukan perkenalan diri kepada siswa/i tersebut.Dalam melaksanakan

pengumpulan data peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri, menjelaskan

prosedur, manfaaat penelitian dan memperoleh persetujuan dari responden.

Calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani lembar

persetujuan (informed consent). Kemudian Peneliti memberikan pengarahan

tentang pelaksanaan tehnik hypnoberthing pada responden, dan peneliti akan

menerangkan prosedur lembaran kuesioner kepada siswa/i dan meninggalkan

lembar observasi di ruangan tersebut, untuk mengukur perubahan perilaku

kenakalan remaja kepada sebagian responden.

4.9 Analisa Data

Data yang diperoleh atau dikumpulkan diolah dengan cara: Editing adalah

memeriksa kembali data yang telah dikumpulkan, apakah telah sesuai seperti yang

diharapkan atau tidak. Coding adalah melakukan pengkodean data dengan

mengklasifikasikan jawaban dari responden kedalam kategori. Cara melakukan

koding adalah memberi simbol-simbol tertentu dan dikelompokkan menurut

kategori. Tabulating adalah proses pengolahan data yang bertujuan untuk

(47)

Analisa data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

4.9.1Analisa univariat

Analisa ini dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada

umumnya analisis ini menghasilkan distribusi frekuensi dan persentasi dari tiap

(48)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini di laksanakan pada tanggal 13 Juni 2014 dan di peroleh 60

orang responden yaitu siswa/i kelas XI reguler di SMA Panca Budi. Pada bab ini

di uraikan hasil data penelitian mengenai perilaku kenakalan remaja di SMA

Panca Budi Medan.

1. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian melalui kuesioner yang di berikan kepada

responden penelitian, maka di dapatkan informasi sebagai berikut :

1.1 Karakter Responden

Siswa/i kelas XI reguler di SMA Panca Budi Medan terbanyak pada jenis

kelamin laki-laki dengan jumlah 44 orang (73,3%). Berdasarkan suku, diketahui

bahwa mayoritas suku responden adalah suku Jawa dengan jumlah 27 orang (45

%). Berdasarkan kelas, diketahui bahwa mayoritas kelas responden adalah kelas

(49)
[image:49.595.120.509.161.586.2]

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik responden (n=60)

Karekteristik Frekuensi Persentase (%)

Jenis Kelamin

 Laki-laki 44 73,3%

 Perempuan 16 26,7%

Kelas

 XI IPA 2 3 5,0%

 XI IPS 2 57 95%

Suku

 Jawa 26 43,3%

 Batak 13 21,7%

 Mandailing 6 10%

 Melayu 4 6,7%

 Minang 2 3,3%

 Nias 1 1,7%

(50)

1.2 Perilaku kenakalan remaja di SMA Panca Budi Medan

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 60 orang responden siswa/i di SMA

Panca Budi Medan yang memiliki perilaku kenakalan remaja dalam kategori

rendah sebanyak 59 responden (98,3%) dan dalam kategori sedang sebanyak 1

responden (1,7%).

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi perilaku kenakalan remaja di SMA Panca Budi

Perilaku Kenakalan Remaja Frekuensi Persentase (%)

Rendah 59 98,3

Sedang 1 1,7

Tinggi 0 0

(51)

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentasi skor perilaku kenakalan remaja di SMA Panca Budi Medan (n=60)

No. Pernyataan SL SR KD TP

1 Saya memukul teman saya ketika tidak menyukainya 1 (1,7 %) 0 (0 %) 21 (35 %) 38 (63,3 %) 2 Saya pergi setiap malam bersama teman-teman

hingga larut 2 (3,3 %) 1 (1,7 %) 14 (25 %) 42 (70 %) 3 Saya bolos sekolah bersama teman – teman

atau pun hanya sendirian

0 (0 %) 0 (0 %) 6 (10 %) 54 90 %) 4 Saya pergi dari rumah tanpa seizin orang tua 2

(3,3 %) 3 (5 %) 14 (23,3 %) 4 (68,3%) 5 Saya mengendarai mobil/sepeda motor tanpa

SIM atau STNK

7

( 11,7 %) 6 (10 %) 20 (33,3 %) 27 (45 %) 6 Saya mengambil uang atau barang tanpa seizin

orang tua 1 (1,7 %) 0 (0 %) 9 (15 %) 50 (83,3%) 7 Saya menggunakan obat-obatan terlarang 2

(3,3 %) 0 (0 %) 1 (1,7 %) 57 (95 %) 8 Saya melakukan hubungan seks di luar

pernikahan 0 (0 %) 0 (0 %) 5 (8,3 %) 55 (91,7 %) 9 Saya melakukan tawuran bersama

teman-teman 0 (0 %) 0 (0 %) 5 (8,3 %) 55 (91,7 %) 10 Saya merampas barang milik teman 0

(0 %) 0 (0 %) 5 (8,3 %) 55 (91,7 %) 11 Saya mengkonsumsi minuman yang

mengandung alcohol 0 (0 %) 1 (1,7 %) 2 (3,3 %) 57 (95 %) 12 Saya mencoret-coret tembok dengan

menggunakan alat tulis di suatu tempat

0 (0 %) 1 (1,7 %) 20 (33,3 %) 39 (66,7 %) 13 Saya mengendarai mobil/sepeda motor

ugal-ugalan 1 (1,7 %) 1 (1,7%) 18 (30 %) 40 (80 %) 14 Saya merokok untuk menanggulangi stres 3

(5 %) 0 (0 %) 12 (20 %) 45 (75 %) 15 Saya menonton video porno 0

(0 %) 0 (0 %) 28 (46,7 %) 32 (53,3 %) 16 Saya membantah perintah/perkataan orang tua 0

(0 %) 3 (5 %) 27 (45 %) 30 (50 %) 17 Saya membantah perintah/perkataan guru 0

(0 %) 2 (3,3 %) 20 (50 %) 28 (46,7 %) 18 Sayaterlambat datang kesekolah 2

(3,3 %) 4 (6,7 %) 34 (56,7 %) 20 (33,3 %) 19 Sayakabur dari rumah jika orang tua marah 0 (0 %) 3(5 %) 11(18,3 %) 46(76,7 %) 20 Saya tidak kesekolah tapi ke warnet untuk

bermain game online

[image:51.595.70.570.153.733.2]
(52)

Pada aspek diatas didapatkan bahwa perilaku kenakalan remaja di SMA

Panca Budi Medan mayoritas pada kategori selalu (SL) dengan pernyataan Saya

mengendarai mobil/sepeda motor tanpa SIM atau STNK sebanyak 7 orang

(11,7%) dan pada kategori (SR) 6 orang (10%) mayoritas pada kategori

kadang-kadang (KD) dengan pernyataan Saya terlambat datang kesekolah 34 orang

(56,7%), dan mayoritas pada kategori tidak pernah (TP) dengan beberapa

pernyataan Saya menggunakan obat-obatan terlarang, Saya mengkonsumsi

minuman yang mengandung alkohol. Dan setiap pada masing-masing penyataan

diatas sebanyak 57 orang (95 %). Pada tabel 5.3 didapatkan bahwa perilaku

kenakalan remaja dalam jenis kenakalan sedang yaitu sebanyak 1 orang dengan

jumlah benar 54 (67,5%) dan jenis kenakalan rendah yaitu sebanyak 59 orang

dengan jumlah benar maksimum 80 (100%) sebanyak 1 orang dan nilai minimum

(53)

2.Pembahasan

Dalam pembahasan ini peneliti mencoba menjawab pertanyaan penelitian

yaitu bagaimana perilaku kenakalan remaja di SMA Panca Budi Medan.

5.2.1 Karakteristik Responden

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa kenakalan remaja di SMA Panca

BudiMedan terbanyak pada jenis kelamin laki-laki dengan jumlah 44 orang

(73,3%). Remaja laki-laki banyak melakukan tingkah laku antisosial dari pada

perempuan. Hal ini sesuai dengan pendapat kepolisian Kartono (2003) pada

umumnya jumlah remaja laki-laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok

gang diperkirakan 50 kali lipat dari pada gang remaja perempuan.

Berdasarkan kelas, diketahui bahwa mayoritas kelas responden adalah

kelas XI IPS 2 dengan jumlah 60 orang (100%). Pada kelas ini biasa terjadi pada

rentang usia 21-23 tahun. Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini

berhubungan dangan penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun

demikian tidak semua anak yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan

menjadi pelaku kenakalan. Seperti hasil penelitian dari McCord (dalam Kartono,

2003) yang menunjukkan pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal tipe terisolir

meninggalkan tingkah laku kriminalnya. Paling sedikit 60% dari mereka

menghentikan perbuatannya pada usia 21-23 tahun. Periode SMP dan SMA

merupakan periode dimana seorang remaja mempunyai keinginan yang sangat

besar terhadap hal-hal berbau seksualitas. Apabila mereka tidak mendapatkan

pendidikan seks yang baik mereka akan mencari dengan cara mereka sendiri. Hal

(54)

menjalin relasi dengan teman-teman sebaya yang bisa membuat mereka merasa

nyaman. Remaja lebih banyak menghabisi waktunya diluar rumah bersama orang

tua dan keluarga. Oleh karena itu jika remaja berteman dengan orang-orang yang

kurang baik, mereka akan sangat rentan terbawa arus menjadi nakal.

Pada masa ini juga bisa terjadi karena masih banyak guru yang kurang

mengerti teknologi. Akibatnya mereka tidak dapat mencegah terjadinya jenis

kenakalan-kenakalan modern seperti penyalahgunaan teknologi dalam maraknya

situs porno dikalangan siswa.

Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan

terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama terbentuknya perasaan akan konsistensi

dalam kehidupannya. Kedua tercapainya identitas peran. Kenakalan remaja

umumnya terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 60 orang responden siswa/i di

SMA Panca Budi Medan yang memiliki perilaku kenakalan remaja dalam

kategoris rendah sebanyak 59 responden (98,3%) dan dalam kategori sedang

sebanyak 1 responden (1,7%).

Pada aspek di atas di dapatkan bahwa perilaku kenakalan remaja di SMA

Panca Budi Medan mayoritas pada kategori selalu (SL) dengan pernyataan Saya

mengendarai mobil/sepeda motor tanpa SIM atau STNK sebanyak 7 orang

(11,7%) dan pada kategori (SR) 6 orang (10%) mayoritas pada kategori

kadang-kadang (KD) dengan pernyataan Saya terlambat datang kesekolah 34 orang (56,7

%), dan mayoritas pada kategori tidak pernah (TP) dengan beberapa pernyataan

(55)

mengandung alkohol. Dan setiap pada masing-masing penyataan diatas sebanyak

57 orang (95 %).Pada umumnya remaja berasal dari keluarga berantakan, tidak

harmonis, dan mengalami banyak frustasi. Sebagai jalan keluarnya, remaja

memuaskan semua kebutuhan dasarnya ditengah lingkungan kriminal. Gang

(56)

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terdapat 60 orang responden siswa/i di SMA

Panca Budi Medan yang memiliki perilaku kenakalan remaja dalam kategoris

rendah sebanyak 59 responden (98,3%) dan dalam kategori sedang sebanyak 1

responden (1,7%).

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perilaku

kenakalan remaja di SMA Panca Budi Medan dapat diambil kesimpulan bahwa

dari 60 orang responden yang mempunyai mayoritas untuk kategori selalu (SL)

dengan pernyataan Saya mengendarai mobil/sepeda motor tanpa SIM atau STNK

sebanyak 5 orang (8,3 %), mayoritas pada kategori sering (SR) dengan pernyataan

Saya mengambil uang atau barang tanpa seizin orang tua sebanyak 6 orang (10

%), mayoritas pada kategori kadang-kadang (KD) dengan pernyataan Saya

mengambil uang atau barang tanpa seizin orang tua sebanyak 52 orang (56,7 %),

dan mayoritas pada kategori tidak pernah (TP) dengan beberapa pernyataan saya

menggunakan obat-obatan terlarang, Saya melakukan hubungan seks di luar

pernikahan, saya melakukan tawuran bersama teman-teman, Saya merampas

barang milik teman, saya mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol,

dan Saya tidak kesekolah tapi kewarnet untuk bermain game online. Dan setiap

(57)

6.2. Rekomendasi

6.2.1. Praktik Keperawatan

Dalam praktik keperawatan perlu dilakukan pengembangan dan

pengoptimalan program penyuluhan tentang bahaya kenakalan remaja.

6.2.2. Pendidikan Keperawatan

Dalam pendidikan keperawatan perlu diberikan penekanan materi tentang

perilaku kenakalan remaja kepada siswa/i di SMA.

6.2.3. Penelitian Selanjutnya

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini belum sepenuhnya

mewakili pengetahuan perilaku kenakalan remaja karena keterbatasan

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Mulyono, Y Bambang.2005. Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja

dan penanggulangannya. Yogyakarta: Kanisius

Alimul, Aziz (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.

Edisi I. Salemba Medika: Jakarta.

Arikunto.Suharsimi (2010).Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta.

Danim, S. (2003). Riset Keperawatan Sejarah Dan Metodologi, Jakarta: EGC

Gajahmada University Press. Sarwono, Wirawan. 1997. Psikologi Remaja. Jakarta: T. Raja Grafindo Persada

Gunarsa, Ny. Singgih D dan Gunarsa, singgih D. 2003. Psikologi Remaja. Jakarta: Gunung Mulia.

Jhonson, n.d., para. 2 dalam Arwani & Purnomo, 2012

Kartono, Kartini.1998.Patologi Sosial 2. Kenakalan Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Lavental & Cleary, 1980, Flay, 1993 dalam Syafiie, 2009

Riskendas, 2010

Notoatmodjo, Soekidjo (2010), Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.

Sarwono, J. (2006). Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Jogjakarta: Graha Ilmu

Singarimbun, Masri.Effensi 1989. Metodologi Penelitian Survei.Jakarta: LP3S

Smelzer, Bare, (2002), Ilmu Penyakit Dalam. Salemba Medika: Jakarta.

Soehartono, Irawan.2004. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja

Suara Pembaharuan, Remaja Pemakai narkoba Naik 80 Persen, http://www.suarapembaharuan.com/news/2006/09/01/jabotabe/jab15.htm

Tambunan, Raymond, Perkelahiaan pelajar dikutip dari http:// www.e-psikologi.com/remaja/161001.htm

(59)
(60)

KUESIONER PERILAKU KENAKALAN REMAJA DI SMA PANCA BUDI MEDAN

Data Demografi

1. No Responden :

2. Inisial :

3. Jenis Kelamin :

4. Kelas :

5. Suku :

Keterangan:

Gambar

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik responden (n=60)
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentasi skor perilaku kenakalan remaja di

Referensi

Dokumen terkait

pay on the location of the invoked service and what platform / technology is being used by the service. Loose coupling is very important for SOA because a service call by

Pada sesi materi, Yatimul Ainun selaku Pimred Media Online Times Indonesia mengatakan hubungan yang baik harus terjalin antara Humas Perguruan tinggi dan Media Online, salah satunya

Suku-suku bangsa pribumi ini tergolong ras Nusantara, yang oleh orang Barat disebut Austronesia, dan yang sejak 600.000 tahun dahulu kala telah bermigrasi ke

Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam?. hal ini sebagian besar dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak -

Catatan : UTS Kelas Non reguler untuk mata kuliah PSIA belum diselenggarakan, sessi perkuliahan belum memadai untuk UTS KETENTUAN SELAMA UJIAN BERLANGSUNG :1. PESERTA UJIAN

Pertama : Mengangkat Pengelola Perlengkapan Unit dan Staf Pengelola Perlengkapan Unit di Universitas Negeri Malang Talrun Anggaran 2014, dengan personalia sebagaimana

Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui syarat dan ketentuan pembukaan rekening tabungan IB, manfaat dan fasilitas tabungan IB, prosedur pelaksanaan

[r]