• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berikut ini adalah penelitian-penelitian yang telah dilakukan terkait dengan tinjauan kesiapan akreditasi KARS di Rumah Sakit :

Tabel 1.1

kuantitatif Sumber daya manusia, fasilitas, dokumentasi

Adanya praktik manipulasi dokumen akreditasi yang disiapkan oleh rumah sakit, adanya persiapan asal-asalan baik segi

software maupun

hardware, untuk untung-untungan mendapatkan nilai baik/lulus, adanya ketidaksiapan personil

dalam memahami K3, dan sikap tidak konsisten pada sumberdaya manusia rumah sakit, bahwa yang penting bisa lulus akreditasi, tetapi pelaksanaan K3 secara riil, itu perkara lain, adanya ketidaksiapan anggaran menjadi

kendala pada

ketidakmampuan rumah sakit untuk siap diakreditasi. Bidang pelayanan K3B memang masih menjadi bidang terberat dalam akreditasi rumah sakit di Indonesia 75,11% untuk spesialis bedah, 79,42% untuk spesialis obstetric and gynecology, 84,63% untuk spesialis anak, 84,98%

untuk spesialis dalam.

Simbol yang sesuai adalah sejumlah 100%

untuk tiap spesialis.

Sementara singkatan kurang pedulinya tenaga medis dan keperawatan mengenai penggunaan simbol dan singkatan medis, sulitnya menemui tenaga medis dan keperawatan untuk melakukan klarifikasi, adanya simbol dan

singkatan yang digunakan penghambat adalah meningkatkan kepedulian tenaga medis dengan lembar ringkasan keluar (resume) di RSUD Sleman adalah 51% untuk komponen identitas pasien, untuk komponen bukti rekaman prosentase kelengkapannya sebesar 27%, dan komponen keabsahan rekaman dan Pendokumentasian yang benar prosentase kelengkapannya sebesar 11%.

Prosentase kelengkapan lembar ringkasan keluar (resume) berdasarkan elemen penilaian (EP) APK 3.2.1. standar Akreditasi KARS tahun 2012 di RSUD Sleman adalah 64,5% lengkap, 16% tidak lengkap, dan 19,5% tidak terisi.

Hasil analisis kelengkapan ringkasan keluar pasien (resume) di RSUD Sleman menunjukkan bahwa standar APK 3.2.1 akreditasi KARS 2012 tentang ringkasan keluar (resume) pasien pulang

lengkap mendapatkan skor 5 dan tercapai sebagian (TS).[8]

Berdasarkan tabel perbandingan diatas dapat diketahui bahwa penelitian tentang tinjauan kesiapan akreditasi KARS di rumah sakit telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Penelitian oleh Widodo Hariyono dalam tabel nomor 1 dilakukan di unit Pelayanan Administrasi dan Manajemen Di Rumah Sakit Umum Rajawali Citra Kabupaten Bantul tahun 2013, menyoroti terhadap variabel sumberdaya manusia, fasilitas dan dokumen. Berdasarkan hasil dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kesiapan akreditasi di unit pelayanan administrasi dan manajemen Rumah Sakit Umum Rajawali Citra Kabupaten Bantul belum baik.[6]

Sedangkan pada penelitian tabel nomor 2 dilakukan oleh Roro Ayu memfokuskan penilaian standar akreditasi KARS Bagian Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI) terkait kepatuhan staff terhadap penggunaan simbol sebagai media komunikasi. Penelitian tersebut menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.

Berdasarkan hasil dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemahaman staf mengenai penggunaan simbol dan singkatan medis masih kurang. [7]

Selanjutnya penelitian pada tabel nomor 3 dilakukan oleh Hastuti dengan judul “Analisis kelengkapan, ringkasan keluar (resume), akreditasi KARS 2012 di RSUD Sleman” memfokuskan pada kelengkapan formulir resume di RSUD Sleman Yogyakarta mengacu pada kesiapan standar APK 3.2.1 akreditasi KARS 2012 tentang ringkasan pasien pulang (resume). Penelitian tersebut menggunakan metode penelitian deskriptif.

Berdasarkan hasil dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ringkasan keluar (resume) pasien pulang lengkap mendapatkan skor 5 dan tercapai sebagian (TS). [8]

Penelitian kali ini menggunakan metode penelitian deskriptif.

peneliti ingin menggambarkan kesiapan akreditasi KARS bagian Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI) standar MKI. 19, MKI. 19.1, MKI. 19.1.1, MKI. 19.2, MKI. 19.3, MKI. 19.4 di Unit Rekam Medis RS. Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang. Variabel yang digunakan adalah man/Sumber Daya Manusia, method/kebijakan/panduan/SPO, dan machine/sarana/prasarana terhadap standar MKI. 19, MKI. 19.1, MKI.

19.1.1, MKI. 19.2, MKI. 19.3, MKI. 19.4. Kemudian dari variabel tersebut peneliti melakukan observasi maupun kajian dokumen terhadap pelaksanaan/implementasi standar sehingga dapat diketahui sejauh mana kesiapan standar yang diteliti dalam bentuk persentase ketercapaian masing-masing standar maupun persentase ketercapaian total.

Selanjutnya dari persentase kesiapan tersebut dapat ditarik kesimpulan kesiapan standar yaitu Tercapai Penuh, Tercapai Sebagian, atau Tidak Tercapai.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Prinsip 5M dalam Manajemen

5M adalah istilah yang merujuk pada faktor produksi utama yang dibutuhkan oleh suatu organisasi agar dapat beroperasi secara maksimal.[9]

1. Man (Manusia), merujuk pada manusia sebagai tenaga kerja.

2. Machines (Mesin), merujuk pada mesin sebagai fasilitas/alat penunjang kegiatan perusahaan baik operasional maupun non-operasional.

3. Money (Uang/Modal), merujuk pada uang sebagai modal untuk pembiayaan seluruh kegiatan perusahaan.

4. Method (Metode/Prosedur), merujuk pada metode/prosedur sebagai panduan pelaksanaan kegiatan perusahaan.

5. Materials (Bahan baku), merujuk pada bahan baku sebagai unsur utama untuk diolah sampai menjadi produk akhir untuk diserahkan pada konsumen. [9]

B. Input Proses Output 1. Standar input

Standar input terdiri dari sumber daya manusia (kualifikasi tenaga medis, non-medis dan perawat), perangkat lunak (organisasi dan tata kerja, prosedur, pendidikan dan latihan), perangkat keras (fasilitas, peralatan medik dan non-medik), sistem informasi (rekam

medik/manajemen dokumen) dan sistem pendanaan serta lingkungan fisik yang mendukung. [10]

2. Standar proses

Standar proses adalah interaksi antara input dengan pasien.

Pada akreditasi lima pelayanan yang dinilai adalah ketersediaan Standard Operation Procedure (SOP) yaitu: pelaksanaan SOP, evaluasi SOP dan tindak lanjut perbaikan (antara lain studi kasus kematian, audit medik, gugus kendali mutu, penilaian efisiensi melalui grafik Barber-Johnson dan analisis biaya). Pada akreditasi 12 pelayanan penilaian lebih pada pelaksanaan program. [10]

3. Standar outcome

Standar outcome adalah penilaian terhadap indikator klinik, yang baru mulai dilaksanakan pada tahun 2002, kegiatan ini terdapat pada self assesment akreditasi yang lima standar diantaranya: pada kegiatan rekam medik, indikator klinik adalah: kekurang-lengkapan pengisian catatan medik dan catatan penderita yang dirawat ulang, kegiatan keperawatan adalah: angka kejadian dicubitus dan infeksi jarum infus, kegiatan gawat darurat adalah : kecepatan waktu penanganan pasien gawat darurat, kegiatan pelayanan medik adalah: kamar operasi dan lain-lain. [10]

C. Rumah Sakit

1. Pengertian Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.[1]

2. Pelayanan Rumah Sakit

a. TPPRJ (Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Jalan)

Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Jalan (TPPRJ) yaitu bagian yang bertanggungjawab terhadap data dan informasi identitas pasien rawat jalan.[3]

b. URJ (Unit Rawat Jalan)

Unit Rawat Jalan (URJ) yaitu bagian yang bertanggung jawab terhadap data dan informasi medis serta keperawatan pasien rawat jalan.[3]

c. UGD (Unit Gawat Darurat)

Unit Gawat Darurat (UGD) yaitu bagian ini yang bertanggung jawab terhadap data dan informasi pasien tentang perawatan gawat darurat.[3]

d. TPPRI (Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Inap)

Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Inap (TPPRI) yaitu bagian ini yang bertanggung jawab terhadap data dan informasi identitas pasien yang akan dan sedang dirawat inap. [3]

e. URI (Unit Rawat Inap)

Unit Rawat Inap (URI) yaitu bagian ini bertanggung jawab terhadap data dan pelayanan medis pasien yang dirawat inap. [3]

f. IPP (Instalasi Pemeriksaan Penunjang)

Instalasi Pemeriksaan Penunjang (IPP) yaitu bagian ini bertanggung jawab terhadap data dan informasi hasil pemeriksaan penunjang. [3]

Tujuan pemeriksaan penunjang medis:

1) Terapeutik yaitu untuk pengobatan tertentu atau

2) Diagnostik yaitu untuk membantu menegakkan diagnosis tertentu.

g. SIM Rumah Sakit

Sistem informasi manajemen rumah sakit merupakan sebuah sistem yang terpadu yang menyajikan informasi bagi manajemen rumah sakit guna mendukung fungsi operasional, manajemen serta pengambilan keputusan serta untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit. Sistem informasi manajemen rumah sakit juga berfungsi mendukung kemudahan dan kecepatan pelayanan kesehatan kepada pasien, serta menghindari duplikasi dalam pencatatan dan pengolahan data pasien sehingga tercapai pelayanan yang efisien dan akurat di sebuah organisasi yaitu rumah sakit. [3]

D. Akreditasi Rumah Sakit

Akreditasi Rumah Sakit, selanjutnya disebut Akreditasi, adalah pengakuan terhadap Rumah Sakit yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri, setelah dinilai bahwa Rumah Sakit itu memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit yang berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit secara berkesinambungan. [4]

1. Tujuan dan Manfaat Akreditasi Rumah Sakit a. Tujuan

Tujuan Umum

Mendapatkan gambaran seberapa jauh rumah sakit di Indonesia telah memenuhi berbagai standar yang ditentukan, dengan demikian mutu pelayanan rumah sakit dapat dipertanggung-jawabkan. [10]

Tujuan Khusus

1) Memberikan pengakuan dan penghargaan kepada rumah sakit yang telah mencapai tingkat pelayanan kesehatan sesuai dengan standar yang ditetapkan.

2) Memberikan jaminan kepada petugas rumah sakit bahwa semua fasilitas, tenaga dan lingkungan yang diperlukan tersedia, sehingga dapat mendukung upaya penyembuhan dan pengobatan pasien dengan sebaik-baiknya.

3) Memberikan jaminan dan kepuasan kepada customer dan masyarakat bahwa pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit diselenggarakan sebaik mungkin. [10]

b. Manfaat Akreditasi 1) Bagi Rumah Sakit

a) Akreditasi merupakan forum komunikasi dan konsultasi antara rumah sakit dan badan akreditasi yang akan memberikan saran perbaikan atau rekomendasi untuk peningkatan mutu pelayanan rumah sakit melalui pencapaian standar yang ditentukan.

b) Dengan adanya metode delf-evaluation, rumah sakit dapat mengetahui pelayanan yang berada di bawah standar atau perlu ditingkatkan. Dengan demikian, hal ini akan meningkatkan kesadaran rumah sakit akan pentingnya upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.

c) Penting untuk rekrutmen dan membatasi "turn over" staf rumah sakit (tenaga medis/paramedis/non-medis) karena para pegawai akan lebih senang, tenang dan aman bekerja di rumah sakit yang telah terakreditasi.

d) Dengan perkembangan asuransi kesehatan, akan semakin banyak perusahaan asuransi yang memberikan syarat untuk pesertanya agar berobat di rumah sakit yang memiliki status akreditasi, sehingga suatu saat nanti rumah sakit yang telah terakreditasi saja yang mendapat penggantian biaya pengobatan/perawatan dari pihak ketiga tersebut.

e) Status akreditasi juga menjadi alat untuk negosiasi dengan perusahaan asuransi kesehatan

f) Status akreditasi dapat dijadikan alat untuk memasarkan (marketing) pada masyarakat.

g) Suatu saat pemerintah akan mempersyaratkan akreditasi sebagai kriteria untuk memberi izin rumah sakit yang menjadi tempat pendidikan tenaga medis/paramedis.

h) Status akreditasi merupakan status simbol bagi rumah sakit dan dapat meningkatkan citra dan kepercayaan masyarakat atas rumah sakit.

i) Dengan diketahuinya kekurangan dibandingkan dengan standar yang ada, rumah sakit dapat menggunakannya untuk kepentingan pengajuan anggaran dan pengembangan rumah sakit kepada pemilik (pemberi bantuan). [10]

2) Bagi Pemerintah

a) Akreditasi merupakan salah satu pendekatan untuk meningkatkan dan membudayakan konsep mutu pelayanan rumah sakit melalui pembinaan yang terarah dan berkesinambungan.

b) Akreditasi dapat memberikan gambaran keadaan rumah sakit di Indonesia dalam pemenuhan standar yang ditentukan sehingga menjadi bahan masukan untuk rencana pengembangan pembangunan kesehatan pada masa yang akan datang. [10]

3) Bagi Perusahaan Asuransi

a) Akreditasi penting untuk negosiasi klaim asuransi kesehatan dengan rumah sakit.

b) Akreditasi memberi gambaran rumah sakit mana yang dapat dijadikan mitra kerja. [10]

4) Bagi Masyarakat

a) Masyarakat dapat mengenal (secara formal) dengan melihat sertifikat akreditasi yang biasanya dipajang di rumah-rumah sakit yang pelayanannya telah memenuhi standar, sehingga dapat membantu mereka memilih rumah sakit yang dianggap baik pelayanannya.

b) Masyarakat akan merasa lebih aman mendapat pelayanan dari rumah sakit yang sudah diakreditasi daripada yang belum diakreditasi. [10]

5) Bagi Pemilik

a) Memiliki rasa kebanggaan bila rumah sakitnya diakreditasi.

b) Pemilik dapat menilai seberapa baik pengelolaan sumber daya (efisiensi) rumah sakit ini dilakukan oleh manajemen dan seluruh tenaga yang ada, sehingga misi dan program rumah sakit dapat lebih mudah tercapai (efektivitas). [10]

6) Bagi Pegawai/Petugas (Medis, paramedis, non-medis) [10]

a) Petugas merasa lebih senang dan aman serta terjamin bekerja pada rumah sakit yang terakreditasi.

b) Umumnya pegawai pada unit pelayanan yang mendapat nilai baik sekali akan mendapat imbalan (materi/non-materi) dari manajemen atas usahanya selama ini dalam mememenuhi standar.

c) Self-assesment akan menambah kesadaran akan pentingnya pemenuhan standar peningkatan mutu sehingga dapat memotivasi pegawai tersebut untuk bekerja lebih baik. [10]

2. Maksud Akreditasi Rumah Sakit

Maksud dan tujuan dalam akreditasi rumah sakit adalah:

a. Memberikan standar-standar operasional rumah sakit dan fasilitas kesehatan dan pelayanan lain yang berhubungan. [10]

b. Untuk menghubungkan program survei dan akreditasi yang akan menjadi anggota dari profesi kesehatan, rumah sakit, fasilitas kesehatan lain yang berhubungan secara sukarela [10]

1) Meningkatkan mutu tinggi dari pelayanan dalam semua aspek dengan maksud untuk memberikan pasien manfaat yang optimal dengan ilmu kedokteran.

2) Untuk menggunakan prinsip dasar dari rencana keselamatan, pemeliharaan fisik, organisasi, dan administrasi. Bertujuan untuk meningkatkan fungsi dari pelayanan pasien yang efisien.

3) Untuk menjaga pelayanan esensial dalam beragam fasilitas melalui usaha koordinasi dari staf yang terorganisir dan badan-badan pemerintah dari fasilitas-fasilitas. [10]

c. Untuk menghubungkan dan menerbitkan program-program pendidikan dan riset. [10]

d. Untuk memberikan tanggung jawab dan menghubungkan kegiatan-kegiatan lain menyesuaikan dengan operasional dari penyusunan standar, survei dan program akreditasi. Standar pada umumnya mempunyai ciri-ciri tertentu: [10]

1) Berhubungan dengan mutu pemeliharaan atau pelayanan yang disediakan.

2) Berhubungan dengan optimalisasi sumber daya yang ada.

3) Kepatuhannya dapat diukur.

3. Akreditasi KARS 2012 a. Pengertian KARS 2012

Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) adalah lembaga independen pelaksana akreditasi rumah sakit yang bersifat fungsional, non struktural dan bertanggung jawab kepada Menteri Kesehatan. [5]

b. Kelompok Standar KARS

1) Kelompok Standar Berfokus Kepada Pasien[11]

a. Bagian 1. Akses Ke Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan (APK)

Rumah sakit seyogyanya mempertimbangkan bahwa asuhan di rumah sakit merupakan bagian dari suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan para profesional di bidang pelayanan kesehatan dan tingkat pelayanan yang akan membangun suatu kontinuitas pelayanan. Maksud dan tujuannya adalah menyelaraskan kebutuhan asuhan pasien dengan pelayanan yang tersedia di rumah sakit, mengkoordinasikan pelayanan, kemudian merencanakan pemulangan dan tindakan selanjutnya. Hasilnya adalah meningkatkan mutu asuhan pasien dan efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia di rumah sakit.

Informasi penting untuk membuat keputusan yang benar tentang :

- Kebutuhan pasien yang mana yang dapat dilayani rumah sakit

Commented [F1]: Tekan kene :*

- Pemberian pelayanan yang efisien kepada pasien.

- Rujukan ke pelayanan lain baik di dalam maupun keluar rumah sakit dan pemulangan pasien yang tepat ke rumah.[11]

b. Bagian 2. Hak Pasien Dan Keluarga (HPK)

Setiap pasien adalah unik, dengan kebutuhan, kekuatan, nilai-nilai dan kepercayaan masing-masing. Rumah sakit membangun kepercayaan dan komunikasi terbuka dengan pasien untuk memahami dan melindungi nilai budaya, psikososial serta nilai spiritual setiap pasien.

Hasil pelayanan pasien akan bertambah baik bila pasien dan keluarga yang tepat atau mereka yang berhak mengambil keputusan diikut sertakan dalam keputusan pelayanan dan proses yang sesuai harapan budaya.

Untuk meningkatkan hak pasien di rumah sakit, harus dimulai dengan mendefinisikan hak tersebut, kemudian mendidik pasien dan staf tentang hak tersebut. Pasien diberitahu hak mereka dan bagaimana harus bersikap. Staf dididik untuk mengerti dan menghormati kepercayaan dan nilai-nilai pasien dan memberikan pelayanan dengan penuh perhatian dan hormat guna menjaga martabat pasien.

Bagian ini mengemukakan proses untuk:

- Mengidentifikasi, melindungi dan meningkatkan hak pasien - Memberitahukan pasien tentang hak mereka

- Melibatkan keluarga pasien, bila memungkinkan, dalam keputusan tentang pelayanan pasien

- Mendapatkan persetujuan tindakan (informed consent) - Mendidik staf tentang hak pasien.

Bagaimana proses tersebut dilaksanakan di rumah sakit tergantung pada undang-undang dan peraturan yang berlaku serta konvensi internasional, perjanjian atau persetujuan tentang hak asasi manusia yang disahkan oleh negara.

Proses ini berkaitan dengan bagaimana rumah sakit menyediakan pelayanan kesehatan dengan cara yang wajar, sesuai kerangka pelayanan kesehatan dan mekanisme pembiayaan pelayanan kesehatan yang berlaku. Bagian ini juga berisi hak pasien dan keluarganya berkaitan dengan penelitian dan donasi juga transplantasi organ serta jaringan tubuh. [11]

c. Bagian 3. Asesmen Pasien (AP)

Proses asesmen pasien yang efektif akan menghasilkan keputusan tentang pengobatan pasien yang harus segera dilakukan dan kebutuhan pengobatan berkelanjutan untuk emergensi, elektif atau pelayanan terencana, bahkan ketika kondisi pasien berubah. Proses asesmen pasien adalah proses yang terus menerus dan dinamis yang digunakan pada sebagian besar unit kerja rawat inap dan rawat jalan. Asesmen pasien terdiri atas 3 proses utama:

- Mengumpulkan informasi dari data keadaan fisik, psikologis, sosial, dan riwayat kesehatan pasien.

- Analisis informasi dan data, termasuk hasil laboratorium dan

“Imaging Diagnostic” (Radiologi) untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan kesehatan pasien.

- Membuat rencana pelayanan untuk memenuhi semua kebutuhan pasien yang telah diidentifikasi.

Asesmen pasien sudah benar bila memperhatikan kondisi pasien, umur, kebutuhan kesehatan, dan permintaan atau preferensinya. Proses-proses ini paling efektif dilaksanakan bila berbagai profesional kesehatan yang bertanggung jawab atas pasien bekerja sama. [11]

d. Bagian 4. Pelayanan Pasien (PP)

Tujuan utama pelayanan kesehatan rumah sakit adalah pelayanan pasien. Penyediaan pelayanan yang paling sesuai di suatu rumah sakit untuk mendukung dan merespon terhadap setiap kebutuhan pasien yang unik, memerlukan perencanaan dan koordinasi tingkat tinggi. Ada beberapa aktivitas tertentu yang bersifat dasar bagi pelayanan pasien.

Untuk semua disiplin yang memberikan pelayanan pasien, aktivitas ini termasuk:

- Perencanaan dan pemberian asuhan kepada setiap/masing-masing pasien;

- Pemantauan pasien untuk mengetahui hasil asuhan pasien;

- Modifikasi asuhan pasien bila perlu;

- Penuntasan asuhan pasien; dan - Perencanaan tindak lanjut.

Banyak dokter, perawat, apoteker, terapis rehabilitasi, dan praktisi jenis pelayanan kesehatan lain melaksanakan aktivitas tersebut. Masing-masing praktisi pelayanan kesehatan mempunyai peran yang jelas dalam asuhan pasien.

Peran tersebut ditentukan oleh lisensi; kredensial; sertifikat;

undang-undang dan peraturan; ketrampilan (skill) khusus individu, pengetahuan, dan pengalaman; juga kebijakan rumah sakit atau uraian tugas. Sebagian pelayanan bisa dilaksanakan oleh pasien, keluarganya, atau pembantu pelaksana asuhan lainnya yang terlatih.

Standar Asesmen Pasien (AP, Kelompok I Bagian 3) yang menguraikan dasar pemberian asuhan, suatu rencana untuk masing-masing pasien berdasarkan asesmen atas kebutuhannya. Asuhan tersebut dapat berupa upaya pencegahan, paliatif, kuratif, atau rehabilitatif, termasuk anestesia, tindakan bedah, pengobatan, terapi suportif, atau kombinasinya. Suatu rencana pelayanan pasien tidak cukup untuk mencapai hasil optimal. Pemberian pelayanan pasien harus dikoordinir dan diintegrasikan oleh semua individu yang terkait dalam asuhan pasien. [11]

e. Bagian 5. Pelayanan Anestesi Dan Bedah (PAB)

Penggunaan anestesi, sedasi, dan intervensi bedah adalah proses yang umum dan merupakan prosedur yang kompleks di Rumah Sakit. Tindakan-tindakan ini membutuhkan asesmen pasien yang lengkap dan komprehensif,

perencanaan asuhan yang terintegrasi, monitoring pasien yang berkesinambungan dan kriteria transfer untuk pelayanan berkelanjutan, rehabilitasi, akhirnya transfer maupun pemulangan pasien (discharge).

Anestesi dan sedasi umumnya dipandang sebagai suatu rangkaian kegiatan (continuum) dari sedasi minimal sampai anestesi penuh. Karena respons pasien dapat bergerak pada sepanjang kontinuum, maka penggunaan anestesi dan sedasi dikelola secara terintegrasi. Bagian ini meliputi anestesi, dari sedasi moderat maupun dalam (deep sedation), dimana refleks protektif pasien dibutuhkan untuk fungsi pernafasan yang berisiko. Dalam bagian ini tidak dibahas penggunaan sedasi minimal (anxiolysis). Jadi penggunaan terminologi

“anestesi” mencakup sedasi yang moderat maupun yang dalam.

Catatan : Standar Anestesi dan Bedah dapat dipakai dalam tata (setting) anestesi apapun dan atau sedasi moderat maupun dalam serta prosedur invasif lain yang membutuhkan persetujuan (lihat juga HPK.6.4). Penataan tersebut termasuk kamar bedah rumah sakit, unit bedah sehari (day surgery) atau unit pelayanan sehari, unit gigi dan klinik rawat jalan lainnya, pelayanan emergensi, pelayanan intensif dan pelayanan lain di manapun. [11]

f. Bagian 6. Manajemen Dan Penggunaan Obat (MPO) Manajemen obat merupakan komponen yang penting dalam pengobatan simptomatik, preventif, kuratif dan paliatif, terhadap penyakit dan berbagai kondisi. Manajemen obat mencakup sistem dan proses yang digunakan rumah sakit sakit dalam memberikan farmakoterapi kepada pasien. Ini biasanya merupakan upaya multidisiplin, dalam koordinasi para staf rumah sakit, menerapkan prinsip rancang proses yang efektif, implementasi dan peningkatan terhadap seleksi, pengadaan, penyimpanan, pemesanan/peresepan, pencatatan (transcribe), pendistribusian, persiapan (preparing), penyaluran (dispensing), pemberian, pendokumentasian dan pemantauan terapi obat. Peran para praktisi pelayanan kesehatan dalam manajemen obat sangat bervariasi dari satu negara ke negara lain, namun proses manajemen obat yang baik bagi keselamatan pasien bersifat universal.

Catatan : Pemberian obat (medication) digambarkan sebagai peresepan obat; obat contoh; obat herbal; vitamin;

nutriceuticals; obat OTC; vaksin; atau bahan diagnostik dan kontras yang digunakan atau diberikan kepada orang untuk mendiagnosis, untuk pengobatan, atau untuk mencegah penyakit atau kondisi abnormal lainnya; pengobatan radioaktif;

terapi pernapasan; nutrisi parenteral; derivative darah; dan larutan intravena (tanpa tambahan, dengan tambahan elektrolit dan atau obat) [11]

g. Bagian 7. Pendidikan Pasien Dan Keluarga (PPK)

Pendidikan pasien dan keluarga membantu pasien berpartisipasi lebih baik dalam asuhan yang diberikan dan mendapat informasi dalam mengambil keputusan tentang asuhannya. Berbagai staf yang berbeda dalam rumah sakit memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarganya.

Pendidikan diberikan ketika pasien berinteraksi dengan dokter atau perawatnya. Petugas kesehatan lainnya juga memberikan pendidikan ketika memberikan pelayanan yang spesifik, diantaranya terapi diet, rehabilitasi atau persiapan pemulangan pasien dan asuhan pasien berkelanjutan. Mengingat banyak staf terlibat dalam pendidikan pasien dan keluarganya, maka perlu diperhatikan agar staf yang terlibat dikoordinasikan kegiatannya dan fokus pada kebutuhan pembelajaran pasien.

Pendidikan yang efektif diawali dengan asesmen kebutuhan pembelajaran pasien dan keluarganya. Asesmen ini menentukan bukan hanya kebutuhan akan pembelajaran, tetapi juga bagaimana pembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik. Pembelajaran paling efektif ketika cocok dengan pilihan pembelajaran yang tepat, agama, nilai budaya, juga kemampuan membaca, serta bahasa. Pembelajaran akan berdampak bila terjadi selama proses asuhan. Pendidikan

Pendidikan yang efektif diawali dengan asesmen kebutuhan pembelajaran pasien dan keluarganya. Asesmen ini menentukan bukan hanya kebutuhan akan pembelajaran, tetapi juga bagaimana pembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik. Pembelajaran paling efektif ketika cocok dengan pilihan pembelajaran yang tepat, agama, nilai budaya, juga kemampuan membaca, serta bahasa. Pembelajaran akan berdampak bila terjadi selama proses asuhan. Pendidikan

Dokumen terkait