• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Diploma (Amd, PK) dari Program Studi DIII RMIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARYA TULIS ILMIAH. Disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Diploma (Amd, PK) dari Program Studi DIII RMIK"

Copied!
273
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN KESIAPAN AKREDITASI KARS BAGIAN MANAJEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMASI (MKI) STANDAR MKI. 19, MKI. 19.1, MKI. 19.1.1, MKI. 19.2,

MKI. 19.3, MKI. 19.4 DI RS. PANTI WILASA

“DR. CIPTO” SEMARANG TAHUN 2015

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Diploma (Amd, PK) dari Program Studi DIII RMIK

Oleh :

FEBRINA MEGA PRATAMA D22.2012.01297

PROGRAM STUDI DIII REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

SEMARANG

2015

(2)

© 2015

Hak Cipta Karya Tulis Ilmiah ada pada Peneliti

(3)
(4)
(5)

Karya Tulis Ilmiah ini secara khusus saya persembahkan kepada:

- Tuhan yang telah melimpahkan cinta kasih, berkat dan penyertaan-Nya.

- Ayah dan Ibu yang telah mencurahkan seluruh doa dan dukungannya kepadaku.

- Adik-adikku yang telah mencurahkan seluruh doa dan dukungannya juga kepadaku.

- Teman-teman kuliah dan sahabat-sahabtku yang senantiasa membantuku dan memberi semangat satu sama lain.

- Almamater tercinta, Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

Semarang.

(6)

Nama : Febrina Mega Pratama Tempat & Tanggal Lahir : Semarang, 20 Februari 1994 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Katholik

Alamat : Jalan Purwogondo I no 277/A RT 01/RW V Kel. Dadapsari Kec. Semarang Utara, Semarang

Riwayat Pendidikan

1. SD Negeri Dadapsari 01-02 Semarang tahun 2000-2006 2. SMP Negeri 7 Semarang tahun 2006-2009

3. SMA Negeri 14 Semarang tahun 2009-2012

4. Program Studi D-III RMIK Fakultas Kesehatan Universitas Dian

Nuswantoro Semarang tahun 2012-2015

(7)

diberikan-Nya sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan. Karya Tulis Ilmiah dengan judul Tinjauan Kesiapan Akreditasi KARS Bagian Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI) Standar MKI. 19, MKI. 19.1, MKI. 19.1.1, MKI.

19.2, MKI. 19.3, dan MKI. 19.4 di RS. Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang Tahun 2015, ditujukan untuk memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Diploma (Amd, PK) dari Program Studi DIII RMIK di Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak, Karya Tulis Ilmiah ini tidak akan dapat diselesaikan tepat waktu. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan Karya Tulis Ilmiah ini yaitu kepada:

1. Dr. Ir. Edi Noersasongko, M.Kom selaku Rektor Universitas Dian Nuswantoro

2. Dr dr. Sri Andarini Indreswari, M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Komputer 3. dr. Zaenal Sugiyanto, M.Kes selaku dosen pembimbing Karya Tulis Ilmiah 4. Arif Kurniadi M.Kom selaku Kepala Program Studi Rekam Medis dan

Informasi Kesehatan

5. Andri Asmorowati, SKM selaku kepala Rekam Medis Panti Wilasa “Dr.

Cipto” Semarang

6. Teman-teman Program Studi Rekam Medis dan Informasi Kesehatan

UDINUS

(8)

Akhir kata penulis menyadari bahwa mungkin masih terdapat kekurangan dalam Karya Tulis Ilmiah ini. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat bermanfaat bagi penulis. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Semarang, 27 Juli 2015

Febrina Mega Pratama

(9)

2015 ABSTRAK

TINJAUAN KESIAPAN AKREDITASI KARS BAGIAN MANAJEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMASI (MKI) STANDAR MKI. 19, MKI. 19.1, MKI.

19.1.1, MKI. 19.2, MKI. 19.3, MKI. 19.4 DI RS. PANTI WILASA “DR. CIPTO”

SEMARANG TAHUN 2015

Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan terhadap rumah sakit yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri. Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) adalah lembaga independen pelaksana akreditasi rumah sakit. RS. Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang sedang mempersiapkan akreditasi KARS, berdasarkan survei awal peneliti mengetahui persentase ketidaklengkapan dokumen rekam medis mencapai 70% pada kasus bedah maupun non-bedah sehingga tidak sesuai standar MKI.19-MKI.19.4. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesiapan akreditasi KARS pada standar MKI.19-MKI.19.4 ditinjau dari ketersediaan sumber daya manusia, sarana/prasarana, panduan/kebijakan/Standar Prosedur Operasional, maupun kesesuaian pelaksanaan standar tersebut.

Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, pengumpulan data dengan teknik observasi terhadap tupoksi masing-masing bagian pelaksana standar, wawancara dengan pokja MKI, dan kajian kelengkapan dokumen.

Pengambilan sampel penelitian menggunakan random sampling, menghasilkan 100 sampel dokumen rawat inap, dan 98 Lembar Gawat Darurat. Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medis RS. Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui telah dibentuk pokja yang mengelola dan mengawasi jalannya standar MKI. Sarana yang dipersiapkan berupa pembaharuan formulir-formulir rekam medis sesuai kebutuhan unit pelayanan, dan tersedia ekspedisi dokumen rekam medis elektronik yang menghasilkan laporan kelengkapan. Tersedia 1 kebijakan penyelenggaraan rekam medis, 3 panduan, 2 pedoman dan 7 Standar Prosedur Operasional dalam mendukung standar MKI.19 – MKI.19.4. Hasil observasi kesiapan standar MKI.19 tentang pembuatan dan pemeliharaan rekam medis tercapai dengan persentase 100%. Pelaksanaan standar MKI.19.1 dan MKI 19.1.1 tentang informasi dalam rekam medis tercapai dengan persentase 80% dan 50%. Pelaksanaan standar MKI.19.2 tentang identifikasi hak pengisian dan menentukan isi dan format rekam medis tercapai dengan persentase 83,33%. Pelaksanaan standar MKI.19.3 tentang identitas penulis dalam rekam medis tercapai dengan persentase 66,67%.

Pelaksanaan standar MKI.19.4 tentang asesmen kelengkapan berkas rekam medis tercapai dengan persentase 85,71%. Upaya mengatasi ketidaklengkapan dokumen rekam medis dengan meningkatkan kepedulian tenaga kesehatan tentang kelengkapan pengisian dan kualitas dokumen rekam medis dalam mengupayakan kesinambungan informasi medis pasien.

Kata kunci : Akreditasi, KARS, MKI, rekam medis

Kepustakaan : 15 buah ( 1960 - 2014 )

(10)

ABSTRACT

KARS ACCREDITATION READINESS REVIEW SECTION OF

COMMUNICATION AND INFORMATION MANAGEMENT (ICM) STANDARD ICM. 19 ICM. 19.1, ICM. 19.1.1, ICM. 19.2, ICM. 19.3, ICM. 19.4 IN PANTI

WILASA "DR. CIPTO " HOSPITAL SEMARANG 2015

Hospital accreditation is acknowledgment of hospital given by the independent Accreditation caretaker specified by the Minister. Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) is an independent institution implementing hospital accreditation. Panti Wilasa “Dr. Cipto” Hospital Semarang is preparing KARS accreditation. Based on the initial survey researchers know the percentage of incomplete medical record documents reached 70% in the surgical and non- surgical case that not compliant to ICM.19-ICM.19.4. The purpose of this research is to determine the readiness of KARS accreditation on ICM standard. 19 - ICM.

19.4 in terms human resources availability, facilities / infrastructure, guidelines / policies/Standard Operational Procedure (SOP), and the implementation suitability of these standards.

The type of this research is descriptive research. Data collection by observation in the duties of each part in implementing a standard, an interview with ICM working groups, and study the documents. Sampling studies using random sampling resulted in 100 medical record samples and 98 Emergency forms. This research was conducted at Medical Record Installation of Panti Wilasa "Dr. Cipto"

Hospital Semarang.

Based on interview results known that working groups that manage and supervise ICM standard have formed. Facilities that prepared are renewal of medical record forms according to the needs of service unit and electronic medical record documents expeditions that produced completeness report. There are 1 implementation of medical records policy, 3 guides, 2 guidelines and 7 standard operational procedures supporting ICM.19 - ICM.19.4 standards. Observation results in ICM.19 standards readiness about manufacture and maintenance of medical records is achieved with 100% percentage. ICM.19.1 and ICM 19.1.1 standard implementation about information in medical record is achieved with 80%

and 50% percentage. ICM.19.2 standard implementation about filling right identification and determine the content and medical records format is achieved with 83.33% percentage. ICM.19.3 standard implementation about medical record author identity is achieved with 66.67% percentage. ICM.19.4 standard implementation about medical record file assessment completeness is achieved with 85.71% percentage. Efforts to overcome medical record incompleteness is by raising health workers awareness about medical record completeness and quality in pursuing patient medical information sustainability.

Keywords : accreditation, ICM, KARS, medical records

Literatures : 15 literatures ( 1960 - 2014 )

(11)

Halaman Judul i

Halaman Hak Cipta ii

Halaman Persetujuan iii

Halaman Pengesahan iv

Halaman Persembahan v

Halaman Riwayat Hidup vi

Kata Pengantar vii

Abstrak ix

Daftar Isi xi

Daftar Tabel xiv

Daftar Gambar xv

Daftar Lampiran xvi

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 4

C. Tujuan Penelitian 4

D. Manfaat Penelitian 6

E. Lingkup Penelitian 6

(12)

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

A. Prinsip 5M dalam manajemen 12

B. Input Proses Output 12

C. Rumah Sakit 13

D. Akreditasi Rumah Sakit 15

E. Rekam Medis 72

F. Kerangka Teori 82

G. Kerangka Konsep 83

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian 84

B. Variabel Penelitian 84

C. Definisi Operasional 85

D. Populasi dan Sampel 89

E. Teknik Pengambilan Data Penelitian 93

F. Pengolahan Data Penelitian 96

G. Analisis Data 98

H. Instrumen Penelitian 100

BAB IV : HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Rumah Sakit 102

B. Letak Geografis 103

C. Status Kepemilikan 103

(13)

F. Gambaran Umum Unit Rekam Medis 107

G. Hasil Pengamatan 116

H. Pembahasan 148

BAB V : PENUTUP

A. Simpulan 160

B. Saran 163

DAFTAR PUSTAKA 165

(14)

2. Tabel 3.1 Definisi operasional

3. Tebel 4.1 Ketercapaian standar MKI. 19 4. Tabel 4.2 Ketercapaian standar MKI. 19.1

5. Tabel 4.3 Analisa Catatan Perkembangan Terintegrasi 6. Tabel 4.4 Ketercapaian standar MKI. 19.1.1

7. Tebel 4.5 Ketercapaian standar MKI. 19.2 8. Tabel 4.6 Ketercapaian standar MKI. 19.3

9. Tabel 4.7 Analisa kelengkapan elemen penilaian standar MKI.

19.3

10. Tabel 4.8 Ketercapaian standar MKI. 19.4

11. Tabel 4.9 Akumulasi total ketercapaian elemen penilaian standar

MKI di URM RS. Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang tahun 2015

(15)

2. Gambar 2.2 Kerangka Konsep

(16)

2. SPO Pemberian Nomor Rekam Medis (One Numbering System) 3. SPO Daftar Lampiran Dokumen Yang Harus Diisi

4. SPO Penggunaan Sticker Labeling

5. Panduan dan SPO Pengisian Dokumen Rekam Medis RS. Panti Wilasa

“Dr. Cipto”

6. SPO Assembling dan Evaluasi

7. SPO Analisa Kelengkapan Isi Rekam Medis

8. SPO Penyusunan Dokumen Rekam Medis Rawat Inap 9. Lembar Gawat Darurat

10. 1 (satu) berkas Formulir Rawat Inap

11. Review Kelengkapan Catatan Perkembangan terintegrasi. Item : tanggal, pencatatan

12. Review Kelengkapan Catatan Perkembangan terintegrasi. Item : pelaporan, konsistensi

13. Review Kelengkapan Lembar Gawat Darurat

14. Laporan Assessmen Awal Rawat Inap Triwulan I – Tahun 2015 15. Laporan Assessmen DPJP Triwulan I – Tahun 2015

16. Laporan Informed Consent General Bulan Triwulan I – Tahun 2015 17. Laporan Informed Consent Khusus (Bedah) Triwulan I – Tahun 2015 18. Laporan Kelengkapan Askep Triwulan I – Tahun 2015

19. Rekapitulsi Penerimaan Ekspedisi Pasien Inap Per Ruang Triwulan I – Tahun 2015

20. Laporan Lembar Keluar Masuk Triwulan I – Tahun 2015

(17)

23. Rekapitulasi Penerimaan Laporan Operasi Triwulan I – Tahun 2015 24. Rekapitulasi Kunjungan Pasien Rawat Inap Berdasarkan Klinik Periode 01

01-2015 S/D 31-03-2015 25. Pedoman Wawancara 26. Pedoman Observasi

27. Instrumen Akreditasi KARS edisi 1 28. Surat Ijin Penelitian

29. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

[1]

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III/2008, rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

[2]

Manajemen pelayanan rekam kesehatan (rekam medis) yang lengkap memuat segala aktivitas yang terjadi dalam manajemen pelayanan sehingga digunakan dalam menganalisis berbagai penyakit, menyusun pedoman praktik, serta untuk mengevaluasi mutu pelayanan yang diberikan.

[3]

Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan tersebut, maka Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali.

[1]

Akreditasi Rumah Sakit adalah pengakuan terhadap Rumah Sakit

yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara Akreditasi yang

ditetapkan oleh Menteri, setelah dinilai bahwa Rumah Sakit itu memenuhi

Standar Pelayanan Rumah Sakit yang berlaku untuk meningkatkan mutu

pelayanan Rumah Sakit secara berkesinambungan. Sebuah proses

akreditasi dirancang untuk meningkatkan budaya keselamatan dan budaya

mutu di Rumah Sakit, sehingga Rumah Sakit senantiasa berusaha

meningkatkan akan mutu dan juga keamanan dari pelayanan kesehatan

(19)

yang diberikannya.

[4]

Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan standar akreditasi rumah sakit yang telah diperbaharui sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Standar akreditasi terbaru ini akan diselenggarakan di bawah badan akreditasi yaitu Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS).

[5]

Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) adalah lembaga independen pelaksana akreditasi rumah sakit yang bersifat fungsional, non struktural dan bertanggung jawab kepada Menteri Kesehatan.

[5]

KARS mengembangkan standar akreditasi versi 2012. Standar akreditasi versi 2012 ini memiliki kelebihan yaitu lebih berfokus pada pasien; kuat dalam proses, output dan outcome; kuat pada implementasi serta melibatkan seluruh petugas dalam proses akreditasinya. Dengan adanya perbaikan ini diharapkan rumah sakit yang lulus proses akreditasi versi 2012 ini benar- benar dapat meningkatkan mutu pelayanannya dengan lebih berfokus pada keselamatan pasien. Akreditasi versi 2012 memiliki standar akreditasi terdiri dari 4 (empat) kelompok yaitu Kelompok Standar Berfokus Kepada Pasien, Kelompok Standar Manajemen Rumah Sakit, Kelompok Sasaran Keselamatan Pasien, Kelompok Sasaran Menuju Millenium Development.

[5]

Salah satu Bagian dalam kelompok standar manajemen Rumah Sakit yaitu Bagian Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI).

Bagian Manajemen Komunikasi dan Informasi berkaitan erat dengan

penyelenggaraan rekam medis di suatu sarana pelayanan kesehatan

mengingat salah satu fungsi rekam medis yaitu mendokumentasikan

pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan, penunjang medis dan

tenaga lain yang bekerja dalam berbagai fasilitas pelayanan kesehatan.

(20)

Dengan demikian rekaman itu membantu pengambilan keputusan tentang terapi, tindakan dan penentuan diagnosis pasien. Rekam kesehatan juga sebagai sarana komunikasi antar tenaga lain yang sama-sama terlibat dalam menangani dan merawat pasien. Rekaman yang rinci dan bermanfaat menjadi alat penting dalam menilai dan mengelola risiko manajemen. Oleh karena itu rekam medis yang lengkap harus setiap saat tersedia dan berisi data atau informasi tentang pemberian pelayanan kesehatan secara jelas.

[3]

Rumah Sakit Panti Wilasa “Dr. Cipto” merupakan rumah sakit tipe C yang sedang mempersiapkan akreditasi KARS pada tahun 2015.

Berbagai persiapan dilakukan termasuk dalam Bagian Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI) yang terdapat di unit rekam medis.

Berdasarkan hasil survei awal persiapan akreditasi di unit rekam medis RS.

Panti Wilasa “Dr. Cipto”, panduan pelaksanaan akreditasi yang digunakan adalah panduan akreditasi KARS 2012. Berdasarkan survei awal tersebut diketahui persentase ketidaklengkapan dokumen rekam medis mencapai 70% pada kasus bedah maupun non-bedah, hal ini tidak sesuai dengan standar akreditasi KARS bagian Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI) standar MKI.19-MKI.19.4. Mengacu pada persoalan diatas maka penelitian kali ini dimaksudkan untuk mengetahui kesiapan penyelenggaraan akreditasi KARS Bagian Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI) secara khusus pada standar MKI. 19 yang berkaitan dengan kelengkapan dokumen rekam medis di Unit Rekam Medis RS.

Pantiwilasa “Dr. Cipto” pada tahun 2014.

(21)

Penelitian tentang kesiapan akreditasi KARS di Rumah Sakit sebelumnya pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti lain dengan berbagai metode. Penelitian-penelitian tersebut menyoroti pada unit tertentu seperti penyelenggaraan unit administrasi dan penggunaan simbol pada dokumen rekam medis kaitannya dengan elemen penilaian akreditasi. Sedangkan pada penelitian kali ini berfokus pada penilaian terhadap standar MKI. 19, MKI. 19.1, MKI. 19.1.1, MKI. 19.2, MKI. 19.3, MKI. 19.4.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan dalam latar belakang diatas terkait kesiapan akreditasi rumah sakit standar Manajemen Komunikasi Dan Informasi (MKI) di Unit Rekam Medis RS.

Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang maka timbul pertanyaan sebagai berikut:

Bagaimana kesiapan akreditasi KARS Bagian Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI), standar MKI. 19, MKI. 19.1, MKI. 19.1.1, MKI. 19.2, MKI. 19.3, MKI. 19.4 di Unit Rekam Medis RS. Panti Wilasa “Dr.

Cipto” Semarang tahun 2015?

C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum

Mengetahui kesiapan terhadap penilaian akreditasi KARS Bagian Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI) di Unit Rekam Medis RS.

Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang tahun 2015.

2. Tujuan Khusus

(22)

a. Mengetahui sumber daya manusia yang masuk dalam pokja (kelompok kerja) tim akreditasi KARS dan tenaga rekam medis yang memiliki tugas pokok berhubungan langsung dengan pelaksanaan akreditasi KARS 2012 standar MKI. 19, MKI. 19.1, MKI. 19.1.1, MKI. 19.2, MKI. 19.3, MKI. 19.4. di Unit Rekam Medis RS. Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang pada tahun 2015.

b. Mengetahui Kebijakan/Panduan/SPO pelayanan rekam medis sesuai akreditasi KARS 2012 Bagian Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI), khususnya standar MKI. 19, MKI. 19.1, MKI.

19.1.1, MKI. 19.2, MKI. 19.3, MKI. 19.4 di Unit Rekam Medis RS.

Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang tahun 2015.

c. Mengetahui sarana/prasarana yang mendukung pelaksanaan akreditasi KARS 2012 Bagian Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI), khususnya standar MKI. 19, MKI. 19.1, MKI.

19.1.1, MKI. 19.2, MKI. 19.3, MKI. 19.4 di Unit Rekam Medis RS.

Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang tahun 2015.

d. Mengetahui pelaksanaan terhadap penilaian akreditasi KARS Bagian Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI), khususnya standar MKI. 19, MKI. 19.1, MKI. 19.1.1, MKI. 19.2, MKI. 19.3, MKI.

19.4.di Unit Rekam Medis RS. Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang tahun 2015.

e. Mengetahui persentase kesiapan akreditasi KARS 2012 Bagian

Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI), khususnya standar

MKI. 19, MKI. 19.1, MKI. 19.1.1, MKI. 19.2, MKI. 19.3, MKI. 19.4 di

(23)

Unit Rekam Medis RS. Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang tahun 2015.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi peneliti

Untuk memenuhi Tugas Akhir sebagai mahasiswa program studi D3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang serta meningkatkan kompetensi dan wawasan penulis tentang penilaian akreditasi KARS Bagian Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI).

2. Bagi Akademik

Sebagai referensi untuk penelitian yang akan datang.

3. Bagi Rumah Sakit

Diperolehnya informasi tentang kesiapan akreditasi KARS Bagian Manajemen Komunikasi dan Informasi, standar MKI. 19, MKI. 19.1, MKI. 19.1.1, MKI. 19.2, MKI. 19.3, MKI. 19.4 di Unit Rekam Medis RS.

Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang tahun 2015.

E. LINGKUP PENELITIAN 1. Lingkup Keilmuan

Rekam Medis dan Informasi Kesehatan.

2. Lingkup Materi

Kesiapan akreditasi rumah sakit Bagian Manajemen Komunikasi Dan

Informasi (MKI), standar MKI. 19, MKI. 19.1, MKI. 19.1.1, MKI. 19.2,

(24)

MKI. 19.3, MKI. 19.4 di Unit Rekam Medis RS. Panti Wilasa “Dr. Cipto”

Semarang tahun 2015.

3. Lingkup Lokasi

RS. Pantiwilasa “Dr. Cipto” Semarang tahun 2015.

4. Lingkup Metode

Observasi, wawancara mendalam, kajian dokumen.

5. Lingkup Objek/Sasaran

Obyek yang diamati dalam penelitian adalah pelaksanaan akreditasi KARS 2012 standar MKI. 19, MKI. 19.1, MKI. 19.1.1, MKI. 19.2, MKI.

19.3, MKI. 19.4 di Unit Rekam Medis RS. Panti Wilasa “Dr. Cipto”

Semarang tahun 2015.

6. Lingkup Waktu

Bulan Juni sampai dengan Juli tahun 2015.

F. KEASLIAN PENELITIAN

Berikut ini adalah penelitian-penelitian yang telah dilakukan terkait dengan tinjauan kesiapan akreditasi KARS di Rumah Sakit :

Tabel 1.1 Keaslian penelitian

No Judul

Penelitian/Lokasi

Metode Penelitian

Variabel Hasil

1. Analisis Kesiapan Menghadapi Akreditasi pada Pelayanan

Administrasi dan Manajemen di Rumah Sakit Umum Rajawali Citra Kabupaten Bantul Tahun 2013

kuantitatif Sumber daya manusia, fasilitas, dokumentasi

Adanya praktik manipulasi dokumen akreditasi yang disiapkan oleh rumah sakit, adanya persiapan asal-asalan baik segi

software maupun

hardware, untuk untung-

untungan mendapatkan

nilai baik/lulus, adanya

ketidaksiapan personil

(25)

dalam memahami K3, dan sikap tidak konsisten pada sumberdaya manusia rumah sakit, bahwa yang penting bisa lulus akreditasi, tetapi pelaksanaan K3 secara riil, itu perkara lain, adanya ketidaksiapan anggaran menjadi

kendala pada

ketidakmampuan rumah sakit untuk siap diakreditasi. Bidang pelayanan K3B memang masih menjadi bidang terberat dalam akreditasi rumah sakit di Indonesia sampai saat ini.

[6]

2. Kepatuhan Penggunaan Simbol dan Singkatan Medis dalam Berkas Rekam Medis Terkait Persiapan Akreditasi Kars di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2014

deskriptif Pemahaman, kepatuhan, faktor penghambat

Kesesuaian singkatan diperoleh sejumlah 75,11% untuk spesialis bedah, 79,42% untuk spesialis obstetric and gynecology, 84,63% untuk spesialis anak, 84,98%

untuk spesialis dalam.

Simbol yang sesuai adalah sejumlah 100%

untuk tiap spesialis.

Sementara singkatan yang tidak sesuai sejumlah 24,89% untuk spesialis bedah, 19,82%

untuk spesialis obstetric and gynecology, 15,37%

untuk spesialis anak, dan 15,02% untuk spesialis

dalam. Faktor

penghambat dari unsur

Man (Manusia) adalah

kurang pedulinya tenaga

medis dan keperawatan

mengenai penggunaan

simbol dan singkatan

medis, sulitnya menemui

tenaga medis dan

keperawatan untuk

melakukan klarifikasi,

adanya simbol dan

(26)

singkatan yang digunakan tanpa disahkan oleh direktur rumah sakit, dari unsur method (metode) adalah kurangnya sosialisasi terkait penggunaan simbol dan singkatan medis. Upaya untuk mengatasi faktor penghambat adalah meningkatkan kepedulian tenaga medis dengan

memahami buku

panduan simbol dan singkatan medis yang berlaku, mengadakan sosialisasi dan pertemuan rutin.

[7]

3. Analisis kelengkapan, ringkasan keluar (resume),

akreditasi KARS 2012

Deskriptif Kelengkapan, ketercapaian.

Prosentase kelengkapan lembar ringkasan keluar (resume) di RSUD Sleman adalah 51% untuk komponen identitas pasien, untuk komponen bukti rekaman prosentase kelengkapannya sebesar 27%, dan komponen keabsahan rekaman dan Pendokumentasian yang benar prosentase kelengkapannya sebesar 11%.

Prosentase kelengkapan lembar ringkasan keluar (resume) berdasarkan elemen penilaian (EP) APK 3.2.1. standar Akreditasi KARS tahun 2012 di RSUD Sleman adalah 64,5% lengkap, 16% tidak lengkap, dan 19,5% tidak terisi.

Hasil analisis kelengkapan

ringkasan keluar pasien

(resume) di RSUD Sleman

menunjukkan bahwa

standar APK 3.2.1

akreditasi KARS 2012

tentang ringkasan keluar

(resume) pasien pulang

(27)

lengkap mendapatkan skor 5 dan tercapai sebagian (TS).

[8]

Berdasarkan tabel perbandingan diatas dapat diketahui bahwa penelitian tentang tinjauan kesiapan akreditasi KARS di rumah sakit telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Penelitian oleh Widodo Hariyono dalam tabel nomor 1 dilakukan di unit Pelayanan Administrasi dan Manajemen Di Rumah Sakit Umum Rajawali Citra Kabupaten Bantul tahun 2013, menyoroti terhadap variabel sumberdaya manusia, fasilitas dan dokumen. Berdasarkan hasil dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kesiapan akreditasi di unit pelayanan administrasi dan manajemen Rumah Sakit Umum Rajawali Citra Kabupaten Bantul belum baik.

[6]

Sedangkan pada penelitian tabel nomor 2 dilakukan oleh Roro Ayu memfokuskan penilaian standar akreditasi KARS Bagian Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI) terkait kepatuhan staff terhadap penggunaan simbol sebagai media komunikasi. Penelitian tersebut menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.

Berdasarkan hasil dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemahaman staf mengenai penggunaan simbol dan singkatan medis masih kurang.

[7]

Selanjutnya penelitian pada tabel nomor 3 dilakukan oleh Hastuti

dengan judul “Analisis kelengkapan, ringkasan keluar (resume), akreditasi

KARS 2012 di RSUD Sleman” memfokuskan pada kelengkapan formulir

resume di RSUD Sleman Yogyakarta mengacu pada kesiapan standar

APK 3.2.1 akreditasi KARS 2012 tentang ringkasan pasien pulang

(resume). Penelitian tersebut menggunakan metode penelitian deskriptif.

(28)

Berdasarkan hasil dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ringkasan keluar (resume) pasien pulang lengkap mendapatkan skor 5 dan tercapai sebagian (TS).

[8]

Penelitian kali ini menggunakan metode penelitian deskriptif.

peneliti ingin menggambarkan kesiapan akreditasi KARS bagian Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI) standar MKI. 19, MKI. 19.1, MKI. 19.1.1, MKI. 19.2, MKI. 19.3, MKI. 19.4 di Unit Rekam Medis RS. Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang. Variabel yang digunakan adalah man/Sumber Daya Manusia, method/kebijakan/panduan/SPO, dan machine/sarana/prasarana terhadap standar MKI. 19, MKI. 19.1, MKI.

19.1.1, MKI. 19.2, MKI. 19.3, MKI. 19.4. Kemudian dari variabel tersebut peneliti melakukan observasi maupun kajian dokumen terhadap pelaksanaan/implementasi standar sehingga dapat diketahui sejauh mana kesiapan standar yang diteliti dalam bentuk persentase ketercapaian masing-masing standar maupun persentase ketercapaian total.

Selanjutnya dari persentase kesiapan tersebut dapat ditarik kesimpulan

kesiapan standar yaitu Tercapai Penuh, Tercapai Sebagian, atau Tidak

Tercapai.

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Prinsip 5M dalam Manajemen

5M adalah istilah yang merujuk pada faktor produksi utama yang dibutuhkan oleh suatu organisasi agar dapat beroperasi secara maksimal.[9]

1. Man (Manusia), merujuk pada manusia sebagai tenaga kerja.

2. Machines (Mesin), merujuk pada mesin sebagai fasilitas/alat penunjang kegiatan perusahaan baik operasional maupun non-operasional.

3. Money (Uang/Modal), merujuk pada uang sebagai modal untuk pembiayaan seluruh kegiatan perusahaan.

4. Method (Metode/Prosedur), merujuk pada metode/prosedur sebagai panduan pelaksanaan kegiatan perusahaan.

5. Materials (Bahan baku), merujuk pada bahan baku sebagai unsur utama untuk diolah sampai menjadi produk akhir untuk diserahkan pada konsumen. [9]

B. Input Proses Output 1. Standar input

Standar input terdiri dari sumber daya manusia (kualifikasi tenaga medis, non-medis dan perawat), perangkat lunak (organisasi dan tata kerja, prosedur, pendidikan dan latihan), perangkat keras (fasilitas, peralatan medik dan non-medik), sistem informasi (rekam

(30)

medik/manajemen dokumen) dan sistem pendanaan serta lingkungan fisik yang mendukung. [10]

2. Standar proses

Standar proses adalah interaksi antara input dengan pasien.

Pada akreditasi lima pelayanan yang dinilai adalah ketersediaan Standard Operation Procedure (SOP) yaitu: pelaksanaan SOP, evaluasi SOP dan tindak lanjut perbaikan (antara lain studi kasus kematian, audit medik, gugus kendali mutu, penilaian efisiensi melalui grafik Barber- Johnson dan analisis biaya). Pada akreditasi 12 pelayanan penilaian lebih pada pelaksanaan program. [10]

3. Standar outcome

Standar outcome adalah penilaian terhadap indikator klinik, yang baru mulai dilaksanakan pada tahun 2002, kegiatan ini terdapat pada self assesment akreditasi yang lima standar diantaranya: pada kegiatan rekam medik, indikator klinik adalah: kekurang-lengkapan pengisian catatan medik dan catatan penderita yang dirawat ulang, kegiatan keperawatan adalah: angka kejadian dicubitus dan infeksi jarum infus, kegiatan gawat darurat adalah : kecepatan waktu penanganan pasien gawat darurat, kegiatan pelayanan medik adalah: kamar operasi dan lain-lain. [10]

C. Rumah Sakit

1. Pengertian Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

(31)

yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.[1]

2. Pelayanan Rumah Sakit

a. TPPRJ (Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Jalan)

Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Jalan (TPPRJ) yaitu bagian yang bertanggungjawab terhadap data dan informasi identitas pasien rawat jalan.[3]

b. URJ (Unit Rawat Jalan)

Unit Rawat Jalan (URJ) yaitu bagian yang bertanggung jawab terhadap data dan informasi medis serta keperawatan pasien rawat jalan.[3]

c. UGD (Unit Gawat Darurat)

Unit Gawat Darurat (UGD) yaitu bagian ini yang bertanggung jawab terhadap data dan informasi pasien tentang perawatan gawat darurat.[3]

d. TPPRI (Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Inap)

Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Inap (TPPRI) yaitu bagian ini yang bertanggung jawab terhadap data dan informasi identitas pasien yang akan dan sedang dirawat inap. [3]

e. URI (Unit Rawat Inap)

Unit Rawat Inap (URI) yaitu bagian ini bertanggung jawab terhadap data dan pelayanan medis pasien yang dirawat inap. [3]

f. IPP (Instalasi Pemeriksaan Penunjang)

(32)

Instalasi Pemeriksaan Penunjang (IPP) yaitu bagian ini bertanggung jawab terhadap data dan informasi hasil pemeriksaan penunjang. [3]

Tujuan pemeriksaan penunjang medis:

1) Terapeutik yaitu untuk pengobatan tertentu atau

2) Diagnostik yaitu untuk membantu menegakkan diagnosis tertentu.

g. SIM Rumah Sakit

Sistem informasi manajemen rumah sakit merupakan sebuah sistem yang terpadu yang menyajikan informasi bagi manajemen rumah sakit guna mendukung fungsi operasional, manajemen serta pengambilan keputusan serta untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit. Sistem informasi manajemen rumah sakit juga berfungsi mendukung kemudahan dan kecepatan pelayanan kesehatan kepada pasien, serta menghindari duplikasi dalam pencatatan dan pengolahan data pasien sehingga tercapai pelayanan yang efisien dan akurat di sebuah organisasi yaitu rumah sakit. [3]

D. Akreditasi Rumah Sakit

Akreditasi Rumah Sakit, selanjutnya disebut Akreditasi, adalah pengakuan terhadap Rumah Sakit yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri, setelah dinilai bahwa Rumah Sakit itu memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit yang berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit secara berkesinambungan. [4]

(33)

1. Tujuan dan Manfaat Akreditasi Rumah Sakit a. Tujuan

Tujuan Umum

Mendapatkan gambaran seberapa jauh rumah sakit di Indonesia telah memenuhi berbagai standar yang ditentukan, dengan demikian mutu pelayanan rumah sakit dapat dipertanggung-jawabkan. [10]

Tujuan Khusus

1) Memberikan pengakuan dan penghargaan kepada rumah sakit yang telah mencapai tingkat pelayanan kesehatan sesuai dengan standar yang ditetapkan.

2) Memberikan jaminan kepada petugas rumah sakit bahwa semua fasilitas, tenaga dan lingkungan yang diperlukan tersedia, sehingga dapat mendukung upaya penyembuhan dan pengobatan pasien dengan sebaik-baiknya.

3) Memberikan jaminan dan kepuasan kepada customer dan masyarakat bahwa pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit diselenggarakan sebaik mungkin. [10]

b. Manfaat Akreditasi 1) Bagi Rumah Sakit

a) Akreditasi merupakan forum komunikasi dan konsultasi antara rumah sakit dan badan akreditasi yang akan memberikan saran perbaikan atau rekomendasi untuk peningkatan mutu pelayanan rumah sakit melalui pencapaian standar yang ditentukan.

(34)

b) Dengan adanya metode delf-evaluation, rumah sakit dapat mengetahui pelayanan yang berada di bawah standar atau perlu ditingkatkan. Dengan demikian, hal ini akan meningkatkan kesadaran rumah sakit akan pentingnya upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.

c) Penting untuk rekrutmen dan membatasi "turn over" staf rumah sakit (tenaga medis/paramedis/non-medis) karena para pegawai akan lebih senang, tenang dan aman bekerja di rumah sakit yang telah terakreditasi.

d) Dengan perkembangan asuransi kesehatan, akan semakin banyak perusahaan asuransi yang memberikan syarat untuk pesertanya agar berobat di rumah sakit yang memiliki status akreditasi, sehingga suatu saat nanti rumah sakit yang telah terakreditasi saja yang mendapat penggantian biaya pengobatan/perawatan dari pihak ketiga tersebut.

e) Status akreditasi juga menjadi alat untuk negosiasi dengan perusahaan asuransi kesehatan

f) Status akreditasi dapat dijadikan alat untuk memasarkan (marketing) pada masyarakat.

g) Suatu saat pemerintah akan mempersyaratkan akreditasi sebagai kriteria untuk memberi izin rumah sakit yang menjadi tempat pendidikan tenaga medis/paramedis.

h) Status akreditasi merupakan status simbol bagi rumah sakit dan dapat meningkatkan citra dan kepercayaan masyarakat atas rumah sakit.

(35)

i) Dengan diketahuinya kekurangan dibandingkan dengan standar yang ada, rumah sakit dapat menggunakannya untuk kepentingan pengajuan anggaran dan pengembangan rumah sakit kepada pemilik (pemberi bantuan). [10]

2) Bagi Pemerintah

a) Akreditasi merupakan salah satu pendekatan untuk meningkatkan dan membudayakan konsep mutu pelayanan rumah sakit melalui pembinaan yang terarah dan berkesinambungan.

b) Akreditasi dapat memberikan gambaran keadaan rumah sakit di Indonesia dalam pemenuhan standar yang ditentukan sehingga menjadi bahan masukan untuk rencana pengembangan pembangunan kesehatan pada masa yang akan datang. [10]

3) Bagi Perusahaan Asuransi

a) Akreditasi penting untuk negosiasi klaim asuransi kesehatan dengan rumah sakit.

b) Akreditasi memberi gambaran rumah sakit mana yang dapat dijadikan mitra kerja. [10]

4) Bagi Masyarakat

a) Masyarakat dapat mengenal (secara formal) dengan melihat sertifikat akreditasi yang biasanya dipajang di rumah-rumah sakit yang pelayanannya telah memenuhi standar, sehingga dapat membantu mereka memilih rumah sakit yang dianggap baik pelayanannya.

(36)

b) Masyarakat akan merasa lebih aman mendapat pelayanan dari rumah sakit yang sudah diakreditasi daripada yang belum diakreditasi. [10]

5) Bagi Pemilik

a) Memiliki rasa kebanggaan bila rumah sakitnya diakreditasi.

b) Pemilik dapat menilai seberapa baik pengelolaan sumber daya (efisiensi) rumah sakit ini dilakukan oleh manajemen dan seluruh tenaga yang ada, sehingga misi dan program rumah sakit dapat lebih mudah tercapai (efektivitas). [10]

6) Bagi Pegawai/Petugas (Medis, paramedis, non-medis) [10]

a) Petugas merasa lebih senang dan aman serta terjamin bekerja pada rumah sakit yang terakreditasi.

b) Umumnya pegawai pada unit pelayanan yang mendapat nilai baik sekali akan mendapat imbalan (materi/non-materi) dari manajemen atas usahanya selama ini dalam mememenuhi standar.

c) Self-assesment akan menambah kesadaran akan pentingnya pemenuhan standar peningkatan mutu sehingga dapat memotivasi pegawai tersebut untuk bekerja lebih baik. [10]

2. Maksud Akreditasi Rumah Sakit

Maksud dan tujuan dalam akreditasi rumah sakit adalah:

a. Memberikan standar-standar operasional rumah sakit dan fasilitas kesehatan dan pelayanan lain yang berhubungan. [10]

(37)

b. Untuk menghubungkan program survei dan akreditasi yang akan menjadi anggota dari profesi kesehatan, rumah sakit, fasilitas kesehatan lain yang berhubungan secara sukarela [10]

1) Meningkatkan mutu tinggi dari pelayanan dalam semua aspek dengan maksud untuk memberikan pasien manfaat yang optimal dengan ilmu kedokteran.

2) Untuk menggunakan prinsip dasar dari rencana keselamatan, pemeliharaan fisik, organisasi, dan administrasi. Bertujuan untuk meningkatkan fungsi dari pelayanan pasien yang efisien.

3) Untuk menjaga pelayanan esensial dalam beragam fasilitas melalui usaha koordinasi dari staf yang terorganisir dan badan- badan pemerintah dari fasilitas-fasilitas. [10]

c. Untuk menghubungkan dan menerbitkan program-program pendidikan dan riset. [10]

d. Untuk memberikan tanggung jawab dan menghubungkan kegiatan- kegiatan lain menyesuaikan dengan operasional dari penyusunan standar, survei dan program akreditasi. Standar pada umumnya mempunyai ciri-ciri tertentu: [10]

1) Berhubungan dengan mutu pemeliharaan atau pelayanan yang disediakan.

2) Berhubungan dengan optimalisasi sumber daya yang ada.

3) Kepatuhannya dapat diukur.

(38)

3. Akreditasi KARS 2012 a. Pengertian KARS 2012

Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) adalah lembaga independen pelaksana akreditasi rumah sakit yang bersifat fungsional, non struktural dan bertanggung jawab kepada Menteri Kesehatan. [5]

b. Kelompok Standar KARS

1) Kelompok Standar Berfokus Kepada Pasien[11]

a. Bagian 1. Akses Ke Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan (APK)

Rumah sakit seyogyanya mempertimbangkan bahwa asuhan di rumah sakit merupakan bagian dari suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan para profesional di bidang pelayanan kesehatan dan tingkat pelayanan yang akan membangun suatu kontinuitas pelayanan. Maksud dan tujuannya adalah menyelaraskan kebutuhan asuhan pasien dengan pelayanan yang tersedia di rumah sakit, mengkoordinasikan pelayanan, kemudian merencanakan pemulangan dan tindakan selanjutnya. Hasilnya adalah meningkatkan mutu asuhan pasien dan efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia di rumah sakit.

Informasi penting untuk membuat keputusan yang benar tentang :

- Kebutuhan pasien yang mana yang dapat dilayani rumah sakit

Commented [F1]: Tekan kene :*

(39)

- Pemberian pelayanan yang efisien kepada pasien.

- Rujukan ke pelayanan lain baik di dalam maupun keluar rumah sakit dan pemulangan pasien yang tepat ke rumah.[11]

b. Bagian 2. Hak Pasien Dan Keluarga (HPK)

Setiap pasien adalah unik, dengan kebutuhan, kekuatan, nilai-nilai dan kepercayaan masing-masing. Rumah sakit membangun kepercayaan dan komunikasi terbuka dengan pasien untuk memahami dan melindungi nilai budaya, psikososial serta nilai spiritual setiap pasien.

Hasil pelayanan pasien akan bertambah baik bila pasien dan keluarga yang tepat atau mereka yang berhak mengambil keputusan diikut sertakan dalam keputusan pelayanan dan proses yang sesuai harapan budaya.

Untuk meningkatkan hak pasien di rumah sakit, harus dimulai dengan mendefinisikan hak tersebut, kemudian mendidik pasien dan staf tentang hak tersebut. Pasien diberitahu hak mereka dan bagaimana harus bersikap. Staf dididik untuk mengerti dan menghormati kepercayaan dan nilai- nilai pasien dan memberikan pelayanan dengan penuh perhatian dan hormat guna menjaga martabat pasien.

Bagian ini mengemukakan proses untuk:

- Mengidentifikasi, melindungi dan meningkatkan hak pasien - Memberitahukan pasien tentang hak mereka

- Melibatkan keluarga pasien, bila memungkinkan, dalam keputusan tentang pelayanan pasien

(40)

- Mendapatkan persetujuan tindakan (informed consent) - Mendidik staf tentang hak pasien.

Bagaimana proses tersebut dilaksanakan di rumah sakit tergantung pada undang-undang dan peraturan yang berlaku serta konvensi internasional, perjanjian atau persetujuan tentang hak asasi manusia yang disahkan oleh negara.

Proses ini berkaitan dengan bagaimana rumah sakit menyediakan pelayanan kesehatan dengan cara yang wajar, sesuai kerangka pelayanan kesehatan dan mekanisme pembiayaan pelayanan kesehatan yang berlaku. Bagian ini juga berisi hak pasien dan keluarganya berkaitan dengan penelitian dan donasi juga transplantasi organ serta jaringan tubuh. [11]

c. Bagian 3. Asesmen Pasien (AP)

Proses asesmen pasien yang efektif akan menghasilkan keputusan tentang pengobatan pasien yang harus segera dilakukan dan kebutuhan pengobatan berkelanjutan untuk emergensi, elektif atau pelayanan terencana, bahkan ketika kondisi pasien berubah. Proses asesmen pasien adalah proses yang terus menerus dan dinamis yang digunakan pada sebagian besar unit kerja rawat inap dan rawat jalan. Asesmen pasien terdiri atas 3 proses utama:

- Mengumpulkan informasi dari data keadaan fisik, psikologis, sosial, dan riwayat kesehatan pasien.

(41)

- Analisis informasi dan data, termasuk hasil laboratorium dan

“Imaging Diagnostic” (Radiologi) untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan kesehatan pasien.

- Membuat rencana pelayanan untuk memenuhi semua kebutuhan pasien yang telah diidentifikasi.

Asesmen pasien sudah benar bila memperhatikan kondisi pasien, umur, kebutuhan kesehatan, dan permintaan atau preferensinya. Proses-proses ini paling efektif dilaksanakan bila berbagai profesional kesehatan yang bertanggung jawab atas pasien bekerja sama. [11]

d. Bagian 4. Pelayanan Pasien (PP)

Tujuan utama pelayanan kesehatan rumah sakit adalah pelayanan pasien. Penyediaan pelayanan yang paling sesuai di suatu rumah sakit untuk mendukung dan merespon terhadap setiap kebutuhan pasien yang unik, memerlukan perencanaan dan koordinasi tingkat tinggi. Ada beberapa aktivitas tertentu yang bersifat dasar bagi pelayanan pasien.

Untuk semua disiplin yang memberikan pelayanan pasien, aktivitas ini termasuk:

- Perencanaan dan pemberian asuhan kepada setiap/masing-masing pasien;

- Pemantauan pasien untuk mengetahui hasil asuhan pasien;

- Modifikasi asuhan pasien bila perlu;

- Penuntasan asuhan pasien; dan - Perencanaan tindak lanjut.

(42)

Banyak dokter, perawat, apoteker, terapis rehabilitasi, dan praktisi jenis pelayanan kesehatan lain melaksanakan aktivitas tersebut. Masing-masing praktisi pelayanan kesehatan mempunyai peran yang jelas dalam asuhan pasien.

Peran tersebut ditentukan oleh lisensi; kredensial; sertifikat;

undang-undang dan peraturan; ketrampilan (skill) khusus individu, pengetahuan, dan pengalaman; juga kebijakan rumah sakit atau uraian tugas. Sebagian pelayanan bisa dilaksanakan oleh pasien, keluarganya, atau pembantu pelaksana asuhan lainnya yang terlatih.

Standar Asesmen Pasien (AP, Kelompok I Bagian 3) yang menguraikan dasar pemberian asuhan, suatu rencana untuk masing-masing pasien berdasarkan asesmen atas kebutuhannya. Asuhan tersebut dapat berupa upaya pencegahan, paliatif, kuratif, atau rehabilitatif, termasuk anestesia, tindakan bedah, pengobatan, terapi suportif, atau kombinasinya. Suatu rencana pelayanan pasien tidak cukup untuk mencapai hasil optimal. Pemberian pelayanan pasien harus dikoordinir dan diintegrasikan oleh semua individu yang terkait dalam asuhan pasien. [11]

e. Bagian 5. Pelayanan Anestesi Dan Bedah (PAB)

Penggunaan anestesi, sedasi, dan intervensi bedah adalah proses yang umum dan merupakan prosedur yang kompleks di Rumah Sakit. Tindakan-tindakan ini membutuhkan asesmen pasien yang lengkap dan komprehensif,

(43)

perencanaan asuhan yang terintegrasi, monitoring pasien yang berkesinambungan dan kriteria transfer untuk pelayanan berkelanjutan, rehabilitasi, akhirnya transfer maupun pemulangan pasien (discharge).

Anestesi dan sedasi umumnya dipandang sebagai suatu rangkaian kegiatan (continuum) dari sedasi minimal sampai anestesi penuh. Karena respons pasien dapat bergerak pada sepanjang kontinuum, maka penggunaan anestesi dan sedasi dikelola secara terintegrasi. Bagian ini meliputi anestesi, dari sedasi moderat maupun dalam (deep sedation), dimana refleks protektif pasien dibutuhkan untuk fungsi pernafasan yang berisiko. Dalam bagian ini tidak dibahas penggunaan sedasi minimal (anxiolysis). Jadi penggunaan terminologi

“anestesi” mencakup sedasi yang moderat maupun yang dalam.

Catatan : Standar Anestesi dan Bedah dapat dipakai dalam tata (setting) anestesi apapun dan atau sedasi moderat maupun dalam serta prosedur invasif lain yang membutuhkan persetujuan (lihat juga HPK.6.4). Penataan tersebut termasuk kamar bedah rumah sakit, unit bedah sehari (day surgery) atau unit pelayanan sehari, unit gigi dan klinik rawat jalan lainnya, pelayanan emergensi, pelayanan intensif dan pelayanan lain di manapun. [11]

(44)

f. Bagian 6. Manajemen Dan Penggunaan Obat (MPO) Manajemen obat merupakan komponen yang penting dalam pengobatan simptomatik, preventif, kuratif dan paliatif, terhadap penyakit dan berbagai kondisi. Manajemen obat mencakup sistem dan proses yang digunakan rumah sakit sakit dalam memberikan farmakoterapi kepada pasien. Ini biasanya merupakan upaya multidisiplin, dalam koordinasi para staf rumah sakit, menerapkan prinsip rancang proses yang efektif, implementasi dan peningkatan terhadap seleksi, pengadaan, penyimpanan, pemesanan/peresepan, pencatatan (transcribe), pendistribusian, persiapan (preparing), penyaluran (dispensing), pemberian, pendokumentasian dan pemantauan terapi obat. Peran para praktisi pelayanan kesehatan dalam manajemen obat sangat bervariasi dari satu negara ke negara lain, namun proses manajemen obat yang baik bagi keselamatan pasien bersifat universal.

Catatan : Pemberian obat (medication) digambarkan sebagai peresepan obat; obat contoh; obat herbal; vitamin;

nutriceuticals; obat OTC; vaksin; atau bahan diagnostik dan kontras yang digunakan atau diberikan kepada orang untuk mendiagnosis, untuk pengobatan, atau untuk mencegah penyakit atau kondisi abnormal lainnya; pengobatan radioaktif;

terapi pernapasan; nutrisi parenteral; derivative darah; dan larutan intravena (tanpa tambahan, dengan tambahan elektrolit dan atau obat) [11]

(45)

g. Bagian 7. Pendidikan Pasien Dan Keluarga (PPK)

Pendidikan pasien dan keluarga membantu pasien berpartisipasi lebih baik dalam asuhan yang diberikan dan mendapat informasi dalam mengambil keputusan tentang asuhannya. Berbagai staf yang berbeda dalam rumah sakit memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarganya.

Pendidikan diberikan ketika pasien berinteraksi dengan dokter atau perawatnya. Petugas kesehatan lainnya juga memberikan pendidikan ketika memberikan pelayanan yang spesifik, diantaranya terapi diet, rehabilitasi atau persiapan pemulangan pasien dan asuhan pasien berkelanjutan. Mengingat banyak staf terlibat dalam pendidikan pasien dan keluarganya, maka perlu diperhatikan agar staf yang terlibat dikoordinasikan kegiatannya dan fokus pada kebutuhan pembelajaran pasien.

Pendidikan yang efektif diawali dengan asesmen kebutuhan pembelajaran pasien dan keluarganya. Asesmen ini menentukan bukan hanya kebutuhan akan pembelajaran, tetapi juga bagaimana pembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik. Pembelajaran paling efektif ketika cocok dengan pilihan pembelajaran yang tepat, agama, nilai budaya, juga kemampuan membaca, serta bahasa. Pembelajaran akan berdampak bila terjadi selama proses asuhan. Pendidikan termasuk pengetahuan yang diperlukan selama proses asuhan, maupun pengetahuan yang dibutuhkan setelah pasien dipulangkan (discharged) ke pelayanan kesehatan lain atau ke

(46)

rumah. Sehingga, pendidikan dapat mencakup informasi sumber–sumber di komunitas untuk tambahan pelayanan dan tindak lanjut pelayanan apabila diperlukan, serta bagaimana akses ke pelayanan emergensi bila dibutuhkan. Pendidikan yang efektif dalam suatu rumah sakit hendaknya menggunakan format visual dan elektronik, serta berbagai pembelajaran jarak jauh dan teknik lainnya. [11]

2. Kelompok Standar Manajemen Rumah Sakit

a. Bagian 1. Peningkatan Mutu Dan Keselamatan Pasien (PMKP)

Bagian ini menjelaskan (describe) sebuah pendekatan komprehensif dari peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

Peningkatan mutu secara menyeluruh adalah memperkecil (reduction) risiko pada pasien dan staf secara berkesinambungan. Risiko ini dapat diketemukan baik diproses klinis maupun di lingkungan fisik. Pendekatan ini meliputi:

- memimpin dan merencanakan program peningkatan mutu dan program keselamatan pasien;

- merancang proses-proses klinis baru dan proses manajerial dengan benar;

- mengukur apakah proses berjalan baik melalui pengumpulan data;

- analisis data;

- menerapkan dan melanjutkan (sustaining) perubahan yang dapat menghasilkan perbaikan.

(47)

Perbaikan mutu dan program keselamatan pasien, keduanya adalah:

- digerakkan oleh kepemimpinan;

- upaya menuju perubahan budaya rumah sakit;

- identifikasi dan menurunkan risiko dan penyimpangan secara proaktif;

- menggunakan data agar fokus pada isu prioritas;

- mencari cara yang menunjukkan perbaikan yang langgeng sifatnya.

Mutu dan keselamatan pasien sebenarnya sudah ada tertanam dalam kegiatan pekerjaan sehari-hari dari tenaga kesehatan profesional dan staf lainnya. Pada waktu dokter dan perawat menilai kebutuhan pasien dan memberikan asuhan, bagian ini dapat membantu mereka memahami bagaimana perbaikan dapat benarbenar membantu pasien dan mengurangi risiko. Demikian juga bagi para manajer, staf pendukung staf dan lainnya, mereka dapat menerapkan standar pada pekerjaan sehari-hari untuk memahami bagaimana proses bisa lebih efisien, penggunaan sumber daya lebih arif dan risiko fisik dikurangi.

Bagian ini menekankan bahwa perencanaan, perancangan, pengukuran, analisis dan perbaikan proses klinis serta proses manajerial harus secara terus menerus di kelola dengan baik dengan kepemimpinan jelas agar tercapai hasil maksimal. Pendekatan ini memberi arti bahwa sebagian besar

(48)

proses pelayanan klinis terkait dengan satu atau lebih unit pelayanan lainnya dan melibatkan banyak kegiatan-kegiatan individual. Pendekatan ini juga memperhitungkan keterkaitan antara mutu klinis dan manajemen. Jadi, upaya untuk memperbaiki proses harus merujuk pada pengelolaan keseluruhan manajemen mutu rumah sakit dengan pengawasan dari komite perbaikan mutu dan keselamatan pasien.

Standar akreditasi ini mengatur seluruh struktur dari kegiatan klinis dan manajemen dari sebuah rumah sakit, termasuk kerangka untuk memperbaiki proses kegiatan dan pengurangan risiko yang terkait dengan variasi-variasi dari proses. Jadi, kerangka yang disajikan dalam standar ini dapat diserasikan dengan berbagai bentuk program terstruktur sehingga mengurangi pendekatan-pendekatan yang kurang formal terhadap perbaikan mutu dan keselamatan pasien.

Kerangka ini juga dapat memuat program monitoring tradisional seperti manajemen risiko dan manajemen sumber daya (manajemen utilisasi). Di kemudian hari, rumah sakit yang mengikuti kerangka ini:

- mengembangkan dukungan kepemimpinan yang lebih besar bagi program rumah sakit;

- melatih untuk melibatkan lebih banyak staf;

- menetapkan prioritas apa yang harus di ukur;

- membuat keputusan berdasarkan data pengukuran;

(49)

- membuat perbaikan merujuk pada organisasi lain, baik nasional maupun internasional.

b. Bagian 2. Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi (PPI) Tujuan pengorganisasian program PPI adalah mengidentifikasi dan menurunkan risiko infeksi yang didapat dan ditularkan diantara pasien, staf, tenaga profesional kesehatan, tenaga kontrak, tenaga sukarela, mahasiswa dan pengunjung. Risiko infeksi dan kegiatan program dapat berbeda dari satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya, tergantung pada kegiatan klinis dan pelayanan rumah sakit, populasi pasien yang dilayani, lokasi geografi, jumlah pasien dan jumlah pegawai. Program akan efektif apabila mempunyai pimpinan yang ditetapkan, pelatihan staf yang baik, metode untuk mengidentifikasi dan proaktif pada tempat berisiko infeksi, kebijakan dan prosedur yang memadai, pendidikan staf dan melakukan koordinasi ke seluruh rumah sakit. [11]

c. Bagian 3. Tata Kelola, Kepemimpinan, Dan Pengarahan (TKP)

Memberikan pelayanan prima kepada pasien menuntut kepemimpinan yang efektif. Kepemimpinan ini dalam sebuah rumah sakit dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk pimpinan badan pengelola (governing leaders, badan pengelola = governing board, merupakan badan yang mewakili pemilik, dengan berbagai istilah, misalnya Dewan Pengawas, Board of Directors/BOD, Steering Committee, Badan Direksi,

(50)

dsb), pimpinan, atau orang lain yang menjabat posisi pimpinan, tanggung jawab dan kepercayaan. Setiap rumah sakit harus mengidentifikasi orang-orang ini dan melibatkan mereka dalam memastikan bahwa rumah sakit merupakan sumber daya yang efektif dan efisien bagi masyarakat dan pasiennya.

Secara khusus, para pemimpin ini harus mengidentifikasi misi rumah sakit dan menjamin bahwa sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai misi ini tersedia.

Bagi banyak rumah sakit, hal ini tidak berarti harus menambah sumber daya baru, tetapi menggunakan sumber daya yang ada secara lebih efisien, bahkan bila sumber daya ini langka. Selain itu, para pemimpin harus bekerja sama dengan baik untuk mengkoordinasikan dan mengintegrasikan semua kegiatan rumah sakit, termasuk kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan asuhan pasien dan pelayanan klinis.

Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan pemahaman tentang berbagai tanggung jawab dan kewenangan/otoritas dari orang-orang dalam organisasi dan bagaimana orang-orang ini bekerja sama. Mereka yang mengendalikan, mengelola dan memimpin rumah sakit mempunyai kewenangan dan tanggung jawab. Secara kolektif maupun perorangan mereka bertanggung jawab untuk mematuhi peraturan perundang-undangan serta memenuhi

(51)

tanggung jawab rumah sakit terhadap populasi pasien yang dilayaninya.

Dari waktu ke waktu, kepemimpinan yang efektif membantu mengatasi hambatan yang dirasakan dan masalah komunikasi antara unit kerja serta pelayanan di rumah sakit, dan rumah sakit menjadi lebih efisien dan efektif. Pelayanan menjadi semakin terpadu. Khususnya, integrasi dari semua kegiatan manajemen mutu dan peningkatan di seluruh rumah sakit sehingga memberikan hasil (outcome) yang lebih baik bagi pasien. [11]

d. Bagian 4. Manajemen Fasilitas Dan Keselamatan (MFK) Rumah sakit dalam kegiatannya menyediakan fasilitas yang aman, berfungsi dan supportif bagi pasien, keluarga, staf dan pengunjung. Untuk mencapai tujuan ini, fasilitas fisik, medis dan peralatan lainnya dan orang-orang harus dikelola secara efektif. Secara khusus, manajemen harus berusaha keras untuk:

- mengurangi dan mengendalikan bahaya dan risiko;

- mencegah kecelakaan dan cidera ; dan - memelihara kondisi aman.

Manajemen yang efektif meliputi perencanaan, pendidikan dan pemantauan yang multi disiplin:

- Pimpinan merencanakan ruang, peralatan dan sumber daya yang dibutuhkan agar aman dan efektif untuk menunjang pelayanan klinis yang diberikan.

(52)

- Seluruh staf dididik tentang fasilitas, cara mengurangi risiko, dan bagaimana memonitor dan melaporkan situasi yang menimbulkan risiko.

- Kriteria kinerja digunakan untuk mengevaluasi sistem yang penting dan untuk mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan.

Perencanaan tertulis dibuat dan mencakup enam bidang berikut, sesuai dengan fasilitas dan kegiatan rumah sakit:

1) Keselamatan dan Keamanan

 Keselamatan---Suatu tingkatan keadaan tertentu dimana

gedung, halaman/ground dan peralatan rumah sakit tidak menimbulkan bahaya atau risiko bagi pasien, staf dan pengunjung

 Keamanan----Proteksi dari kehilangan, pengrusakan dan

kerusakan, atau akses serta penggunaan oleh mereka yang tidak berwenang

2) Bahan berbahaya---penanganan, penyimpanan dan penggunaan bahan radioaktif dan bahan berbahaya lainnya harus dikendalikan dan limbah bahan berbahaya dibuang secara aman.

3) Manajemen emergensi----tanggapan terhadap wabah, bencana dan keadaan emergensi direncanakan dan efektif 4) Pengamanan kebakaran----Properti dan penghuninya

dilindungi dari kebakaran dan asap.

(53)

5) Peralatan medis---peralatan dipilih, dipelihara dan digunakan sedemikian rupa untuk mengurangi risiko.

6) Sistem utilitas----listrik, air dan sistem pendukung lainnya dipelihara untuk meminimalkan risiko kegagalan pengoperasian

Bila di rumah sakit ada unit non-hospital di dalam fasilitas pelayanan pasien yang disurvei (seperti sebuah warung kopi yang atau toko souvenir independen), rumah sakit memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa unit independen tersebut mematuhi rencana manajemen dan keselamatan fasilitas, sebagai berikut:

- Rencana keselamatan dan keamanan - Rencana penanganan bahan berbahaya - Rencana manajemen emergensi

- Rencana pengamanan/penanggulangan kebakaran Peraturan perundangan dan pemeriksaan/inspeksi oleh yang berwenang di daerah banyak menentukan bagaimana fasilitas dirancang, digunakan dan dipelihara. Seluruh rumah sakit, tanpa mempedulikan ukuran dan sumber daya yang dimiliki, harus mematuhi ketentuan yang berlaku sebagai bagian dari tanggung jawab mereka terhadap pasien, keluarga, staf dan para pengunjung.

Pertama-tama rumah sakit harus mematuhi peraturan perundangan. Kemudian, rumah sakit harus lebih memamahami tentang detail fasilitas fisik yang mereka tempati.

(54)

Mereka mulai secara proaktif mengumpulkan data dan menggunakannya dalam strategi mengurangi risiko dan meningkatkan keamanan lingkungan asuhan pasien. [11]

e. Bagian 5. Kualifikasi Dan Pendidikan Staf (KPS)

Rumah sakit membutuhkan cukup banyak orang dengan berbagai ketrampilan, dan orang yang kompeten untuk melaksanakan misi rumah sakit dan memenuhi kebutuhan pasien. Pimpinan rumah sakit bekerja sama untuk mengetahui jumlah dan jenis staf yang dibutuhkan berdasarkan rekomendasi dari unit kerja dan direktur pelayanan.

Rekrutmen, evaluasi dan penugasan staf dapat dilakukan sebaik-baiknya melalui proses yang terkoordinasi, efisien dan seragam. Juga penting untuk mendokumentasikan ketrampilan, pengetahuan, pendidikan, dan pengalaman sebelumnya dari pelamar. Terutama sekali penting untuk secara seksama mereview / melakukan proses kredensial dari staf medis dan perawat, sebab mereka terlibat dalam proses asuhan klinis dan bekerja langsung dengan pasien.

Rumah sakit harus memberikan kesempatan bagi staf untuk belajar dan mengembangkan kepribadian dan profesionalitasnya. Karenanya, pendidikan in-service dan kesempatan pembelajaran lain harus ditawarkan kepada staf.[11]

(55)

f. Bagian 6. Manajemen Komunikasi Dan Informasi (MKI) Memberikan asuhan pasien adalah suatu upaya yang kompleks dan sangat tergantung pada komunikasi dan dari informasi. Komunikasi tersebut adalah kepada dan dengan komunitas, pasien dan keluarganya, serta dengan profesional kesehatan lainnya. Kegagalan dalam berkomunikasi merupakan salah satu akar masalah yang paling sering menyebabkan insiden keselamatan pasien. Untuk memberikan, mengkoordinasikan dan mengintegrasikan pelayanan, rumah sakit mengandalkan pada informasi tentang ilmu pengasuhan, pasien secara individual, asuhan yang diberikan dan kinerja mereka sendiri. Seperti halnya sumber daya manusia, material dan finansial, maka informasi juga merupakan suatu sumber daya yang harus dikelola secara efektif oleh pimpinan rumah sakit. Setiap rumah sakit berupaya mendapatkan, mengelola dan menggunakan informasi untuk meningkatkan/memperbaiki outcome pasien, demikian pula kinerja individual maupun kinerja rumah sakit secara keseluruhan.

Seiring perjalanan waktu, rumah sakit akan menjadi lebih efektif dalam:

- mengidentifikasi kebutuhan informasi;

- merancang suatu sistem manajemen informasi;

- mendefinisikan dan mendapatkan data dan informasi;

- menganalisis data dan mengolahnya menjadi informasi;

(56)

- mentransmisi/mengirim serta melaporkan data dan informasi; dan

- mengintegrasikan dan menggunakan informasi.

Walaupun komputerisasi dan teknologi lainnya meningkatkan efisiensi, prinsip manajemen informasi yang baik tetap berlaku untuk semua metode, baik berbasis kertas maupun elektronik. Standar-standar ini dirancang menjadi kompatibel dengan sistem non-komputerisasi dan teknologi masa depan. [11]

3. Kelompok Sasaran Keselamatan Pasien a. Sasaran I. Ketepatan Identifikasi Pasien

Kesalahan karena keliru-pasien sebenarnya terjadi di semua aspek diagnosis dan pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya error/kesalahan dalam mengidentifikasi pasien, adalah pasien yang dalam keadaan terbius / tersedasi, mengalami disorientasi, atau tidak sadar sepenuhnya; mungkin bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di dalam rumah sakit; mungkin mengalami disabilitas sensori;

atau akibat situasi lain. Maksud ganda dari sasaran ini adalah : pertama, untuk dengan cara yang dapat dipercaya/reliable mengidentifikasi pasien sebagai individu yang dimaksudkan untuk mendapatkan pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk mencocokkan pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Bagi proses dakwah, tujuan adalah merupakan salah satu faktor yang paling penting dan sentral. Pada tujuan itulah dilandaskan segenap tindakan dalam rangka usaha kerjasama dakwah

Sehubungan dengan hasil evaluasi penawaran saudara, perihal penawaran Pekerjaan Pembangunan Siring Jalan Sei Taiw an , dimana perusahaan saudara termasuk telah

termasuk stakeholder dalam menentukan nilai-nilai moral budi pekerti yang akan diajarkan dan metode yang akan digunakan serta mendistribusikan nilai-nilai tersebut dalam sernua

Hak istimewa tersebut tidak berlaku bagi etnis Rohingya dimana etnis ini merupakan etnis mayoritas di negara bagian Rakhine (dulu Arakan) namun hak tersebut

Tingkat Berpikir Kreatif 1 Siswa tidak mampu membuat jawaban atau membuat masalah yang berbeda (baru), meskipun salah satu kondisi berikut dipenuhi, yaitu

Kesaksian ahli berbentuk tulisan atau surat ini biasanya dituangkan dalam bentuk berita acara pemeriksaan, ketentuan ini telah dinyatakan dalam Pasal 187 KUHAP

20 Melalui diagram hubungan antar variabel tersebut dapat dilihat bahwa penelitian ini memiliki kerangka berpikir untuk mengetahui pengaruh antara intensitas menonton siaran

– Target swasembada beras 10 juta ton di tahun 2014 tidak akan tercapai apabila tidak ada upaya untuk meningkatkan produktifitas pertanian dan menghambat laju konversi lahan sawah