Press Release INDEF
Press Release INDEF
Press Release INDEF
Press Release INDEF
Kebijakan Ekonomi 5 Tahun Mendatang:
Pendahuluan
Pendahuluan
▪
Menjelang pergantian kepemimpinan nasional, pasti memunculkan harapan
masyarakat agar pemimpin baru mampu segera mewujudkan janji kemerdekaan
yaitu membawa kehidupan masyarakat yang semakin sejahtera.
▪
Ekspektasi publik kepada pemimpin baru sangat besar mengingat warisan
persoalan yang semakin menggunung.
▪
INDEF sebagai lembaga riset independen dan lembaga
think thank
mempunyai
tanggung jawab akademis untuk selalu menyumbangkan gagasan yang
konstruktif untuk dapat berkontribusi dalam menyelesaikan berbagai persoalan
perekonomian Indonesia.
konstruktif untuk dapat berkontribusi dalam menyelesaikan berbagai persoalan
perekonomian Indonesia.
▪
Hasil kajian INDEF untuk Perbaikan Perekonomian Indonesia 5 tahun
mendatang dibagi menjadi 4 bagian:
1.
Evaluasi Kinerja Perekonomian Selama 10 Tahun Terakhir.
2.
Analisis tentang Dekade yang Hilang (Peluang dan Momentum yang
Terbuang) selama 10 Tahun Terakhir.
3.
Strategi Kebijakan Kedepan.
4.
Target dan Kebijakan yang Harus Dilakukan Pemimpin Baru Selama 5 Tahun
Mendatang.
Evaluasi Kinerja Perekonomian
Evaluasi Kinerja Perekonomian
10 Tahun Terakhir
10 Tahun Terakhir
INDEF mencatat terdapat 10 indikator yang dapat dijadikan acuan untuk
mengukur kinerja Pemerintah selama 10 tahun terakhir :
1.
Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, namun Rapuh dan Tidak Berkualitas.
2.
Tingkat Pengangguran Terbuka Menurun Secara Lambat
3.
Tingkat Kemiskinan Berjalan di Tempat
4.
Ketimpangan Semakin Melebar
4.
Ketimpangan Semakin Melebar
5.
Perekonomian Menghadapi Tekanan Inflasi
6.
Nilai Tukar Petani (NTP) tidak kunjung meningkat
7.
Sektor formal meningkat, namun porsi sektor informal masih terlalu besar
8.
Tax Ratio Stagnan
9.
Belanja Rutin dan Subsidi Semakin Tidak Terkendali
5.0 5.7 5.5 6.3 6.0 4.6 6.2 6.5 6.2 5.8 5.7
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (%)
Pertumbuhan
Pertumbuhan
Pertumbuhan
Pertumbuhan
Pertumbuhan
Pertumbuhan
Pertumbuhan
Pertumbuhan Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak berkualitas
berkualitas
berkualitas
berkualitas
berkualitas
berkualitas
berkualitas
berkualitas...
Ekonomi Indonesia selama satu dekade ini
(2004-2013) rata-rata mampu tumbuh 5,8% per tahun. Sayangnya capaian
pertumbuhan ini diikuti dengan semakin terpinggirkannya sektor tradable dan
makin lebarnya ketimpangan.
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014*
9.9 11.2 10.3 9.1 8.4 7.9 7.1 6.6 6.1 6.3 5.9
Tingkat
Tingkat
Tingkat
Tingkat Pengangguran Terbuka (%)
Pengangguran Terbuka (%)
Pengangguran Terbuka (%)
Pengangguran Terbuka (%)
Tingkat pengangguran Terbuka dapat diturunkan, namun penurunannya sangat
lambat akibat sumber pertumbuhan ekonomi hanya bertumpu pada sektor non
tradable yang kedap terhadap penyerapan tenaga kerja.
16.7 16.0 17.8 16.6 15.4 14.2 13.3 12.5 12.0 11.7 10.6
Tingkat Kemiskinan
Tingkat Kemiskinan
Tingkat Kemiskinan
Tingkat Kemiskinan (%)
(%)
(%)
(%)
Tingkat Kemiskinan juga menurun dengan lambat. Peningkatan anggaran
kemiskinan
tidak
signifikan
mengurangi
tingkat
kemiskinan.
Salah
satu
penyebabnya karena program pengentasan kemiskinan terlepas dan tidak
terintegrasi dengan pembangunan perdesaan, pertanian serta pemberdayaan
UMKM.
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014*
0.36 0.36 0.35 0.37 0.38 0.41 0.41 0.41 0.41
Gini
Gini
Gini
Gini Ratio (%)
Ratio (%)
Ratio (%)
Ratio (%)
Ketimpangan antara penduduk yang kaya dan miskin semakin melebar.
Peningkatan ketimpangan membuat capaian pertumbuhan ekonomi tidak
dapat dinikmati semua lapisan masyarakat.
0.35
6.4 17.1 6.6 6.6 11.1 7.0 8.4
Inflasi (%)
Tren inflasi menurun, namun sumber inflasi masih didominasi dari pangan
sehingga sangat menekan daya beli masyarakat bawah. Fluktuasi harga
pangan disebabkan karena ketergantungan impor komoditas pangan
strategis.
6.4 6.6 6.6 2.8 7.0 3.8 4.3 5.5 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014* 7117.4 100.6 105.2 106.5 99.0 101.2 102.8 105.8 105.9 102.0 107.9
Nilai Tukar Petani (%)
NTP tidak
kunjung
meningkat, akibatnya
kesejahteraan
petani
semakin
terpinggirkan. Penyebab utamanya adalah disparitas harga yang tajam antara
harga di level petani dengan harga di level konsumen pada komoditas pertanian.
Petani menerima harga dibawah harga keekonomiannya.
30.33 30.73 31.08 30.95 30.42 30.65 33.07
37.83 39.86
40.42 41.75
Sektor
Sektor
Sektor
Sektor Formal (%)
Formal (%)
Formal (%)
Formal (%)
Sektor formal meningkat, namun porsi sektor informal masih terlalu besar
(lebih dari 58%). Melambatnya pertumbuhan sektor formal mengindikasikan
iklim usaha yang masih belum kondusif. Padahal sektor informal sangat
rentan terhadap gejolak ekonomi.
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014*
12.2 12.5 12.3 12.4
13.3
11.1 11.2 11.8
11.9 12.2 12.4
Tax Ratio (%)
Tax Ratio (%)
Tax Ratio (%)
Tax Ratio (%)
Tax Ratio stagnan, bahkan cenderung mengalami penurunan. Padahal
pertumbuhan ekonomi diklaim cukup tinggi dan pertumbuhan kelas
menengah cukup tajam.
Belanja rutin yang meningkat pesat juga mempersempit
Belanja rutin yang meningkat pesat juga mempersempit
Belanja rutin yang meningkat pesat juga mempersempit
Belanja rutin yang meningkat pesat juga mempersempit
ruang fiskal.
ruang fiskal.
ruang fiskal.
ruang fiskal.
Subsidi Energi
Subsidi Non Energi Total Subsidi Subsidi BBM Subsidi Listrik
(Miliar
Rp) Porsi (%) (Miliar Rp) Porsi (%) (Miliar Rp) Porsi (%) (Miliar Rp)
2009 45.039,4 32,6 49.546,5 35,9 43.496,3 31,5 138.082,2
2010 82.351,3 42,7 57.601,6 29,9 52.754,1 27,4 192.707,0
APBN Tersandera Subsidi Energi
Subsidi Energi semakin tidak terkendali, sehingga menyandera peran
stimulus fiskal.
2011 165.161,3 55,9 90.447,5 30,6 39.749,4 13,5 295.358,2 2012 211.895,7 61,2 94.583,0 27,3 39.941,7 11,5 346.420,4 2013 APBNP 199.850,0 57,4 99.979,7 28,7 48.289,3 13,9 348.119,0 2014 RAPBN 194.893,0 58,0 89.766,5 26,7 51.582,3 15,3 336.241,8Terbelit Defisit Perdagangan
Terbelit Defisit Perdagangan
Terbelit Defisit Perdagangan
Terbelit Defisit Perdagangan
-10,000 0 10,000 20,000 30,000 40,000 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013* -30,000 -20,000 -10,000
Neraca Perd. Nonmigas Neraca Perd. Migas Neraca Jasa Pendapatan Transfer berjalan Transaksi Berjalan
Berbagai macam kebijakan liberalisasi perdagangan melalui berbagai
macam FTA semakin memperburuk kondisi neraca perdagangan
Indonesia. FTA yang dilakukan Indonesia absen strategi dan
persiapan.
Dekade Yang Hilang
(Peluang yang Terbuang Selama 10 Tahun Terakhir)
Dalam kurun waktu hampir sepuluh tahun (2004-2014) banyak
kesempatan yang terlewatkan, padahal Indonesia memiliki potensi besar
yang seharusnya dapat dimaksimalkan.
1. Ketahanan Pangan
1. Ketahanan Pangan
2. Ketahanan Energi
3. Ketimpangan Ekonomi
4. Absennya Kebijakan Pro UMKM
5. Lambatnya Pembangunan Infrastruktur
6. Perbandingan Investasi Rill dan Portfolio
1.
1.
1.
1. Ketahanan Pangan
Ketahanan Pangan
Ketahanan Pangan
Ketahanan Pangan
▪ Sebagai Negara Agraris, Indonesia masih menempati peringkat 70-an dalam tingkat
ketahanan pangan. Kalah dengan India, Vietnam, bahkan Singapura
▪ Kebutuhan komoditas pangan strategis, seperti : beras, jagung, kedelai, gula, dan daging
masih mengandalkan impor. Walaupun neraca perdagangan sektor pertanian masih surplus, namun surplus hanya terjadi pada sektor perkebunan saja. Sub sektor Pangan, hortikultura dan perternakan telah mengalami defisit yang semakin membengkak
– Target swasembada beras 10 juta ton di tahun 2014 tidak akan tercapai apabila tidak ada upaya untuk meningkatkan produktifitas pertanian dan menghambat laju konversi lahan sawah subur menjadi kegunaan lain serta upaya untuk mengakselerasi perbaikan sistem infrastruktur pertanian (utamanya irigasi ) yang telah rusak;
sistem infrastruktur pertanian (utamanya irigasi ) yang telah rusak;
– Target pencapaian produksi jagung 24 juta ton tidak akan tercapai jika semua kebijakan insentif peningkatan produksi dan produktivitas belum dilaksanakan secara konsisten
– Target Swasembada gula 4,2 juta ton masih terkendala masalah kelembagaan serta ancaman dari industri gula rafinasi.
– Target swasembada kedelai sebesar 2,5 juta ton terkendala “dekedelisasi”. Saat ini lahan untuk kedelai tinggal 567 ribu hektar, sehingga produksi nasional kedelai hanya 748.000 ton, jauh dari kebutuhan nasional sebesar 2,2 juta ton.
– Produksi daging sapi 2013 sebesar 430.000 ton masih belum mencukupi kebutuhan nasional daging sapi yang mencapai 540.000 ton atau masih kekurangan 110.000 ton dari yang tersedia.
NERACA PERDAGANGAN
NERACA PERDAGANGAN
NERACA PERDAGANGAN
NERACA PERDAGANGAN
NERACA PERDAGANGAN
NERACA PERDAGANGAN
NERACA PERDAGANGAN
2. Ketahanan Energi
▪
Proporsi subsidi energi masih membengkak, didominasi Subsidi BBM.
Hal ini dikarenakan Indonesia mengalami ketergantungan konsumsi
BBM sementara Indonesia merupakan negara Net Importir BBM.
▪
Produksi minyak terus mengalami penurunan di tengah konsumsi BBM
yang terus meningkat, sementara realisasi kebijakan energi alternatif
hanya sebatas wacana.
▪
Besarnya subsidi Listrik, namun Produksi listrik masih belum maksimal.
▪
Besarnya subsidi Listrik, namun Produksi listrik masih belum maksimal.
Pulau Jawa belum seluruhnya menikmati pasokan listrik, apalagi luar
Jawa. Masih sering terjadi pemadaman bergilir serta pembatasan
penggunaan listrik di daerah-daerah tertentu.
▪
Kapasitas produksi listrik per kapita Indonesia (<2000 kWh/Kapita)
masih di bawah China, Brazil, India, dan di ASEAN berada di bawah
Brunei, Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina.
Kapasitas Produksi Listrik
Perkembangan Subsidi energi
Rp.triliun
Jenis 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Energi 223,0 94,6 240,0 155,6 306,5 299,8 284,7 1. Subsidi BBM 139,1 45,0 82,4 165,2 211,9 199,9 194,9 2. Subsidi Listrik 83,9 49,5 57,6 90,4 94,6 100,0 89,8Sumber : APBN 2014
Sumber: The Global Competitiveness Index, WEF, 2009-2013, dan The Global Innovation Index 2013, Cornell University, INSEAD, and WIPO, 2013, diolah
3.
3.
3.
3. Ketimpangan Ekonomi
Ketimpangan Ekonomi
Ketimpangan Ekonomi
Ketimpangan Ekonomi
▪ Terjadi ketimpangan antara sektor tradable dan non tradable, sumber Pertumbuhan
ekonomi di dominasi oleh sektor
non tradable.
▪ Sektor industri mengalami penurunan pertumbuhan yang drastis. Hal ini dikarenakan
ketiadaan kebijakan dan startegi pembangunan industri di Indonesia.
▪ Industri yang berkembang adalah industri yang mempunyai daya saing rendah karena
ketergantungan bahan baku, barang modal dan tehnologi impor.
▪ Pembangunan Industri gagal membangun industri hilir yang berbasis pertanian dan
pertambangan yang memiliki daya saing dan nilai tambah besar.
Perbandingan Pertumbuhan Sektor
Perbandingan Pertumbuhan Sektor
Perbandingan Pertumbuhan Sektor
Perbandingan Pertumbuhan Sektor
Tradable
Tradable
Tradable
Tradable
dan
dan
dan
dan
Non Tradable
Non Tradable
Non Tradable
Non Tradable
Sektor 1970-1984 1985-1997 1997-1998 1999-2006 2007-2012 Tradable Pertanian 3,7 2,9 -0,2 2,9 3,77 Pertambangan dan Penggalian 4,9 2,7 -0,3 0,6 2,31 Industri pengolahan 11,4 10,3 -3,1 4,9 4,53 Non-tradable
Listrik, air & gas 12,8 13,7 7,7 6,9 8.68
Konstruksi 13 9,7 -14,5 5,5 7,38
Perdagangan, hotel & restoran
8 7,5 -6,2 4,9 7,18
Pengangkutan & komunikasi 11,1 7,5 -4,1 9,6 13,43
Keuangan, real estat & jasa perusahaan
11,1 8,1 -10,3 4,7 6,85
Jasa-jasa 8 4,6 -0,1 4 6,19
PDB 6,7 6,3 -4,2 4,4 5,99
Sumber: BPS, diolah
Perbandingan Pertumbuhan Sektor
Perbandingan Pertumbuhan Sektor
Perbandingan Pertumbuhan Sektor
Perbandingan Pertumbuhan Sektor
Tradable
Tradable
Tradable
Tradable
dan
dan
dan
dan
Non Tradable
Non Tradable
Non Tradable
Non Tradable
4. Absennya Kebijakan Pro UMKM
4. Absennya Kebijakan Pro UMKM
4. Absennya Kebijakan Pro UMKM
4. Absennya Kebijakan Pro UMKM
▪ Permasalahan UMKM adalah akses pendanaan, minimnya penerapan tehnologi,
manajemen operasional.yang masih tradisional, dan kualitas SDM yang terbatas.
– Kendala dalam mengakses sumber pendanaan perbankan, utamanya dalam memenuhi persyaratan administrasi dan ketersediaan agunan yang memenuhi syarat legal. Untuk itu diperlukan strategi terobosan untuk meningkatkan akses UMKM yang feasible agar bankable. Salah satunya melalui Perusahaan Penjaminan Kredit yang berfungsi untuk menjamin pemenuhan kewajiban finansial UMKM sebagai penerima kredit dari bank. Masih terbatasnya peran KUR sebagai kredit modal kerja atau investasi kepada UMKMK yang produktif.
Keterbatasan teknologi dan manejemen yang masih tradisional menyebabkan produk yang produktif.
– Keterbatasan teknologi dan manejemen yang masih tradisional menyebabkan produk UMKM tidak efisien dan sulit bersaing dengan produk impor.
– Keterbatasan kualitas SDM memerlukan pelatihan dan keberlanjutan program yang konkrit melalui optimalisasi fungsi balai-balai pelatihan.
▪ Kebijakan fasilitasi ekspor UMKM masih terbatas, sehingga potensi ekspor produk UMKM
tidak terealisasikan.
▪ Fasilitasi yang dibutuhkan UMKM terutama kemudahan mendapatkan lisensi, informasi
Struktur Usaha yang Tidak Proporsional
Struktur Usaha yang Tidak Proporsional
Struktur Usaha yang Tidak Proporsional
Struktur Usaha yang Tidak Proporsional
Sumber :Kementerian UMKM dan Koperasi
5.
5.
5.
5. Pembangunan
Pembangunan
Pembangunan Infrastruktur
Pembangunan
Infrastruktur
Infrastruktur
Infrastruktur Lambat
Lambat
Lambat
Lambat
▪ Lambatnya pembangunan infrastruktur menyebabkan buruknya kualitas infrastruktur.
Tercermin dari indeks infrastruktur Indonesia berada pada peringkat 61 , dibawah Malaysia (29) dan Thailand (47) serta jauh tertinggal dari Singapura (2).
▪ Rendah indeks infrastruktur berdampak pada mahalnya biaya logistik. Logistic
Performance Index mengalami penurunan dari peringkat 43 (2007) menjadi 59 (2012), Posisi Indonesia masih di bawah China (26), Brazil (45), India (46), dan di ASEAN berada di bawah Singapura (1), Malaysia (29), Thailand (38), Filipina (52), dan Vietnam (53)
Logistic Performance Index (LPI) 2012
Sumber: The Global Competitiveness Index, WEF, 2009-2013, dan The Global Innovation Index 2013, Cornell University, INSEAD, and WIPO, 2013, diolah
Debottlenecking infrastructure
Infrastructure Quality (Ranking out of 133 countries)
Source: FDI Strategy Paper 2010, WEF
6.
6.
6.
6. Perbandingan Investasi Rill vs Portfolio
Perbandingan Investasi Rill vs Portfolio
Perbandingan Investasi Rill vs Portfolio
Perbandingan Investasi Rill vs Portfolio
▪ Investasi Asing yang masuk ke Indonesia memang mengalami peningkatan
yang cukup besar. Triwulan I 2014 modal asing telah mencapai Rp. 38 triliun
(meningkat dari Rp.10 triliun dari posisi Triwulan I 2013 Rp 28 triliun).
▪ Sayangnya, porsi terbesar dana investor asing dalam bentuk surat utang
negara dan saham (
hot money
) yang dapat ditarik sewaktu-waktu. Investasi
portofolio memang dapat mendongkrak nilai rupiah namun kecil
kemungkinan dapat meningkatkan kinerja di sektor riil
▪ Peranan PMTB semakin meningkat, >30% dari PDB. Hanya saja masih
memunculkan beberapa kritik:
Peranan PMTB semakin meningkat, >30% dari PDB. Hanya saja masih
memunculkan beberapa kritik:
–
Sebagian besar ditopang oleh PMA (berpotensi repatriasi keuntungan
yang menekan neraca pendapatan)
–
Distribusi sektoral. PMA dan PMDN sebagian besar terserap ke sektor
tersier dan sekunder sedangkan sektor primer hanya tersebar pada sektor
perkebunan. Penyerapan PMA dan PMDN pada sektor perkebunan mulai
melambat sejalan dengan penurunan harga komoditas internasional.
–
Distribusi regional. Masih terpusat di Jawa dan Sumatera karena masalah
iklim investasi (birokrasi + infrastruktur)
Perbandingan Investasi Rill vs Portfolio di Beberapa Negara
Perbandingan Investasi Rill vs Portfolio di Beberapa Negara
Perbandingan Investasi Rill vs Portfolio di Beberapa Negara
Perbandingan Investasi Rill vs Portfolio di Beberapa Negara
Strategi
Strategi
Strategi
Strategi
Strategi
Strategi
Strategi
Strategi dan
dan
dan
dan Kebijakan
dan
dan
dan
dan
Kebijakan
Kebijakan
Kebijakan
Kebijakan 5
Kebijakan
Kebijakan
Kebijakan
5 Tahun
5
5
5
5
5
5
Tahun
Tahun
Tahun Mendatang
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Mendatang
Mendatang
Mendatang
Mendatang
Mendatang
Mendatang
Mendatang
Momentum yang hilang disebabkan :
Strategi yang tidak fokus dan tanpa arah/haluan
Kebijakan tanpa perencanaan yang komprehensif
hanya reaktif dan parsial
Orientasi kebijakan hanya jangka pendek dan bersifat
Orientasi kebijakan hanya jangka pendek dan bersifat
populis
Potensi
Indonesia
sangat
besar,
namun
untuk
merealisasikan target diperlukan:
Konsistensi kebijakan
Komitmen
Strategi Ketahanan Pangan
Strategi Ketahanan Pangan
Strategi Ketahanan Pangan
Strategi Ketahanan Pangan
Peningkatan produksi pangan dalam negeri, bukan dengan jalan impor
• Reforma Agraria: manajemen usaha tani, peningkatan produktifitas, peningkatan kualitas input, inovasi kelembagaan pertanian
• Alokasi APBN -> peningkatan kapasitas SDM pertanian • Peningkatan infrastruktur produksi pertanian
• Pengendalian ketat konversi lahan pertanian pangan • Pencetakan lahan sawah di luar Pulau Jawa
• Pencetakan lahan sawah di luar Pulau Jawa
Aksesibilitas pertanian yang menjangkau usaha tani pangan dari hulu
hingga hilir dan tata niaga pertanian yang sehat
Kebijakan stabilisasi harga pangan dan skema perlindungan harga
produk pertanian kepada petani
Diversifikasi pangan yang berbasis pemanfaatan teknologi dan industri
pangan
Strategi Ketahanan Energi
Strategi Ketahanan Energi
Strategi Ketahanan Energi
Strategi Ketahanan Energi
Demand
Demand
Demand
Demand
Demand
Demand
Demand
Demand
• Efisiensi BBM pada sektor transportasi dan
pengembangan transportasi publik
• Pembatasan kendaran pribadi dan perbaikan
infrastruktur jalan
• Konversi energi alternatif baru dan terbarukan
Supply
Supply
Supply
Supply
Supply
Supply
Supply
Supply
• Realokasi struktur belanja APBN untuk
meningkatkan secara riil lifting minyak
• Evaluasi skema subsidi BBM secara
komprehensif
• Percepatan penyediaan energi alternatif
dengan langkah yang konkrit
Strategi Percepatan Infrastruktur
Strategi Percepatan Infrastruktur
Strategi Percepatan Infrastruktur
Strategi Percepatan Infrastruktur
Membentuk lembaga pembiayaan Infrastruktur terutama dari BUMN untuk
menyelesaikan persoalan keterbatasan dana pembiayaan proyek infrastruktur
Kepastian Lahan untuk pembangunan Infrastruktur
Kerja sama dengan sektor privat domestik dalam pembangunan jalan tol dan
pelabuhan
Prioritas pembangunan infrastruktur di sektor pertanian dan perdesaan
Pembangunan di sektor maritim untuk konektivitas antar pulau
Strategi Mengembalikan Tradisi Surplus Perdagangan
Strategi Mengembalikan Tradisi Surplus Perdagangan
Strategi Mengembalikan Tradisi Surplus Perdagangan
Strategi Mengembalikan Tradisi Surplus Perdagangan
▪ Langkah fundamental mengurangi defisit neraca perdagangan adalah mengendalikan impor
BBM
▪ Meningkatkan nilai Ekspor melalui percepatan hilirisasi industri, agar menggeser komoditas
ekspor barang mentah menjadi komoditi industri yang memiliki nilai tambah tinggi, serta memperluas ekspor ke negara-negara non tradisional.
▪ Strategi Pengendalian Impor : (i) Optimalisasi Non Tariff Barrier (NTB). Perlu segera
mengevaluasi dan merevisi semua Standar Nasional Indonesia (SNI) yang sudah kadaluarsa dan menerapkannya secara tegas (ii) Pemanfaatan pasar domestik secara lebih optimal dengan memberi insentif bagi produk dalam negeri agar tidak semakin terdesak oleh dengan memberi insentif bagi produk dalam negeri agar tidak semakin terdesak oleh produk-produk impor.
▪ Optimalisasi perdagangan internasional untuk komoditi yang berdaya saing, sekaligus
memberikan perlindungan dan dukungan pengembangan kapasitas kelembagaan ekspor (seperti memfasilitasi promosi dan peningkatan kemampuan negosiasi) bagi komoditi yang belum berdaya saing.
▪ Komoditi/sektor yang padat karya (menyerap tenaga kerja banyak) apabila belum
mempunyai kemampuan untuk berkompetisi/berdaya saing hendaknya jangan dibuka FTA dahulu.
▪ Urgensi Tim Marketing dan Tim Negosiasi yang permanen (terlembagakan) untuk
Target
Target
Target
Target
Target
Target
Target
Target Pemerintah
Pemerintah
Pemerintah
Pemerintah
Pemerintah
Pemerintah
Pemerintah
Pemerintah 2015
2015---2019
2015
2015
2015
2015
2015
2015
2019
2019
2019
2019
2019
2019
2019
•
Banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemimpin
baru, utamanya 10 kegagalan kinerja yang kritis dan fatal.
•
Untuk mencapai target kinerja perekonomian dibutuhkan
intervensi kebijakan yang tepat
29
intervensi kebijakan yang tepat
•
Jika pemerintah tidak melakukan strategi dan kebijakan yang
fundamental maka Indonesia akan berkutat pada persoalan
yang sama dan akan terjebak pada middle income trap.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (%)
5.0
5.7 5.5
6.3 6.0
4.6
6.2 6.5 6.2
5.8 5.7 5.8 6.1
6.4 6.7
7.0
5.4 5.2 4.9
4.6 4.4
Target Pertumbuhan Sektoral (%)
Target Pertumbuhan Sektoral (%)
Target Pertumbuhan Sektoral (%)
Target Pertumbuhan Sektoral (%)
5.8
6.1
6.4
6.7
7.0
3.7
4.0
4.4
4.9
5.5
6.2
6.8
7.4
8.2
9.0
7.8
7.8
7.8
7.8
7.8
Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia (%)
Pertumbuhan Sektor
Pertanian (%)
Pertumbuhan Sektor
313.7
4.0
2015
2016
2017
2018
2019
Pertumbuhan Sektor
Industri (%)
Pertumbuhan Sektor
Jasa (%)
Menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, membalik sumber
4.6
4.2
3.8
3.4
3.0
Tingkat
Tingkat
Tingkat
Tingkat Pengangguran
Pengangguran
Pengangguran
Pengangguran Terbuka (%)
Terbuka (%)
Terbuka (%)
Terbuka (%)
Angka pengangguran terbuka tidak saja dapat ditekan sampai dengan 3%, namun
juga tidak hanya menggeser pengangguran terbuka menjadi pengangguran
terselubung yang berada di sektor non formal. Untuk itu harus ada strategi yang riil
dalam penciptaan lapangan kerja.
7.0 6.6 6.1 5.5 4.0
Tingkat Kemiskinan (%)
Tingkat Kemiskinan (%)
Tingkat Kemiskinan (%)
Tingkat Kemiskinan (%)
Program
pengentasan kemiskinan harus
riil berdampak
pada
peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan tidak sekedar bersifat
artificial.
33
0.39 0.37 0.35 0.33 0.31
Gini
Gini
Gini
Gini Ratio (%)
Ratio (%)
Ratio (%)
Ratio (%)
Target penurunan ketimpangan harus konkrit terealisasi setiap tahun. Oleh
karena itu perlu penerapan pajak progresif dan pemberdayaan kemampuan
ekonomi masyarakat menengah kebawah.
6.0 5.5 5.0 4.5 4.0
Inflasi
Inflasi
Inflasi
Inflasi (%)
(%)
(%)
(%)
Stabilitas perekonomian merupakan syarat mutlak terjadinya pertumbuhan ekonomi
yang berkualitas. Oleh karena itu perlu kebijakan stabilitas pasokan dan
pengendalian tataniaga komoditas pangan strategis oleh pemerintah.
2015 2016 2017 2018 2019
112.4 114.3 116.2 118.1 120.0
Nilai
Nilai
Nilai
Nilai Tukar
Tukar
Tukar
Tukar Petani
Petani
Petani (%)
Petani
(%)
(%)
(%)
Ketahanan pangan tidak mungkin terwujud tanpa memperbaiki
tingkat kesejahteraan petani sebagai ujung tombaknya.
112.4