• Tidak ada hasil yang ditemukan

II KERANGKA PEMIKIRAN 27 2.1.Tinjauan Teoritis

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 255 6.1 Kesimpulan

1.5. Kebaruan dan Keterbatasan Penelitian

1. Peningkatan harga pangan, harga kayu bulat, dan harga hasil tambang tingkat internasional pada level ekonomi sektoral berdampak negatif berupa penurunan output padi, ubi kayu, industri pengolahan dan pengawetan makanan, industri penggilingan padi, dan industri tepung. Peningkatan harga pangan, harga kayu bulat, dan harga hasil tambang tingkat internasional berdampak negatif berupa penurunan permintaan tenaga kerja sektor padi, ubi kayu, serta industri pengolahan dan pengawetan makanan. Penurunan permintaan tenaga kerja tersebut, karena penurunan output. Dampak negatif lainnya adalah berupa penurunan penerimaan pendapatan nominal agregat pada semua kelompok rumah tangga. Karena itu harga BBM bersumber impor memerlukan subsidi, supaya harga BBM dapat dijual di dalam negeri menggunakan pertimbangan kemampuan daya beli konsumen di dalam negeri menggunakan rujukan harga BBM di dalam negeri. Tindakan pemerintah untuk mendekatkan harga jual BBM di dalam negeri menggunakan rujukan harga BBM di pasar internasional (New York) telah menimbulkan dampak negatif tersebut di atas, ketika pendapatan per kapita penduduk Indonesia berada jauh di bawah pendapatan per kapita penduduk New York. Pengalihan subsidi BBM ke subsidi BBN, pengembangan industri pensubstitusi BBM dari BBN, dan dilakukan kegiatan re-ekspor BBN akan mengubah dari ancaman kenaikan harga minyak bumi di pasar internasional menjadi potensi kekuatan perekonomian Indonesia di masa depan.

2. Kenaikan harga pangan di tingkat konsumen mendorong pemerintah meningkatkan impor pangan. Impor pangan yang meskipun dalam volume sedikit mampu menurunkan kenaikan harga pangan. Akan tetapi kenaikan harga pangan sulit direspons melalui kenaikan output pangan, karena keterbatasan faktor-faktor produksi pada tanaman pangan dalam merespons kenaikan harga output tanaman pangan, misalnya karena petani kecil

berlahan sempit sulit melipatgandakan produksi secara nyata, ketika harga output komoditi lokal meningkat. Kegiatan impor pangan adalah sesuatu yang dapat diterima dari sisi ilmu perdagangan internasional yang menganut sistem perekonomian terbuka, namun peningkatan impor pangan mendapat resistensi dalam praktek politik di Indonesia dan bersifat merugikan politik pencitraan terhadap kinerja pemerintah. Dalam perspektif ilmu politik, maka kegagalan dalam membangun citra yang lebih baik itu, dipandang sebagai suatu kejadian deligitimasi kekuatan politik.

3. Kebijakan pro-subsidi masih diperlukan oleh masyarakat Indonesia, ketika pendapatan per kapita penduduk Indonesia berada di bawah negara-negara maju. Oleh karena itu, subsidi BBN dan momentum menjadikan BBN sebagai pensubstitusi BBM, potensi re-ekspor BBN berguna untuk memperbaiki harga output komoditi lokal, memperbaiki upah tenaga kerja, memperbaiki penerimaan pendapatan rumah tangga, dan memperbaiki emisi karbon. Produksi biosolar, bioetanol, bio-oil, konversi minyak tanah ke LPG 3 kg, dan potensi konversi BBM ke Bahan Bakar Gas (BBG) telah dilakukan di Indonesia, sehingga pengembangan produksi BBN dan sumber energi alternatif lainnya merupakan suatu keniscayaan masa depan di Indonesia. 4. Dilakukan penggunaan metode disagregasi matriks untuk baris dan kolom

(Xij) secara bertahap dalam melakukan konstruksi data, sehingga metode

tersebut dapat digunakan untuk membangun sektor-sektor baru yang diperlukan oleh peneliti berdasarkan pendekatan kuantitatif dan non survei, tanpa harus menunggu hasil publikasi update dari sektor baru tersebut dari pemerintah, apabila dampak sektor baru tersebut dipandang penting untuk dianalisis. Hal itu, karena penambahan sektor baru dalam Tabel IO akan memerlukan waktu tunggu selama 5 tahun atau lebih, sehingga dengan adanya metode disagregasi matriks, maka peneliti dapat melakukan estimasi

terhadap dampak suatu guncangan peubah eksogen untuk sektor baru yang menjadi minat peneliti. Selama ini disagregasi yang telah dilakukan para peneliti model keseimbangan umum adalah melakukan konstruksi data per

baris (Xin) atau per kolom (Xmj), namun belum diketahui penggunaan

disagregasi dalam baris dan kolom (Xij

5. Dibangun konstruksi database yang baru dari Tabel IO tahun 2005 ke Tabel IO Updating tahun 2008. Dilakukan penghitungan produktivitas sektor menggunakan Total Faktor Produktivitas tahun 2000-2007 Park (2010) dan perhitungan produktivitas BBN. Total Faktor Produktivitas sebelum ini menggunakan nilai yang lama tahun 2000 ke bawah. Dilakukan rekonstruksi data lahan dan modal.

). Penggunaan metode disagregasi pada sektor baru yang tidak tersedia dalam Tabel IO dapat mengurangi kritik terhadap penggunaan peubah yang dianggap artifisial.

Keterbatasan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Model pada penelitian ini tidak merinci sektor keuangan. Sektor keuangan merupakan isu yang juga penting selain isu kenaikan harga pangan dan harga energi di pasar internasional.

2. Emisi karbon dihitung di luar model dan digunakan data output per komoditi. Penghitungan emisi karbon menggunakan perhitungan di dalam model

memerlukan konstruksi database baru dan modifikasi model keseimbangan

umum INDOF yang baru. Disamping itu terdapat pendekatan lain untuk menghitung emisi karbon, yaitu menggunakan luas lahan.

3. Terdapat keinginan untuk mengetahui dampak pengembangan produksi BBN terhadap penduduk miskin dan tidak miskin, namun data yang tersedia adalah penerimaan pendapatan rumah tangga.

4. Inventarisasi elastisitas dan parameter yang sesuai dengan kondisi Indonesia per industri dan per komoditi, serta penggunaan pangsa dan produktivitas per

industri dan per komoditi belum dapat sepenuhnya dilakukan. Keterbatasan tersebut membuat penelitian ini masih banyak menggunakan rujukan hasil estimasi dari negara lain.

5. Dalam membangun baseline, peubah eksogen pertumbuhan tenaga kerja

(emptrend) dan jumlah rumah tangga (q) tidak diisi dengan angka tertentu, yang menjadi pertumbuhan tenaga kerja dan pertumbuhan jumlah rumah tangga.

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Pendapatan: 71 979.4 45 481.4 136 298.4 98 246.6 184 956.8 129 796.7 149 333.9 158 729.7 147 365.9 PPN BBM bersubsidi 10 000.0 5 897.5

PPN Bahan Bakar Nabati 100.0

PPh minyak bumi 8 115.5 13 625.7 13 334.7 13 835.6 25 665.1 18 468.7 22 557.8 24 122.9 22 965.4 Pendapatan sumberdaya alam minyak

bumi 63 863.9 31 855.7 122 963.8 78 234.6 149 111.3 91 491.0 112 515.1 123 051.0 113 681.5 Pendapatan minyak mentah tanggung

jawab pasar dalam negeri 6 176.4 9 850.6 6 825.4 7 918.1 11 196.7 10 719.0 Pendapatan iuran badan usaha &

kegiatan usaha

penyediaan & pendistribusian BBM 329.8 329.8 345.4 359.1 Pendapatan bersih hasil penjualan

BBM 2 681.8

Belanja: 14 527.1 19 000.0 28 117.2 67 677.2 76 296.7 71 100.8 106 033.9 115 430.8 141 658.5 Subsidi BBM 14 527.1 19 000.0 28 117.2 55 604.3 54 061.4 57 604.9 88 890.8 95 914.2 123 599.7 Dana bagi hasil sumberdaya alam

minyak bumi 12 072.9 22 235.3 13 495.9 17 143.1 19 516.6 18 058.9 Pendapatan BBM -Belanja BBM 57 452.3 26 481.4 108 181.2 30 569.4 108 660.1 58 696.0 43 300.0 43 298.9 5 707.3

Belanja negara 511 917.8 565 069.8 699 099.1 854 660.1 989 493.8 1 037 067.3 1 126 146.5 1 229 558.5 1 435 406.7 Pangsa subsidi BBM terhadap Belanja

Negara (%) 2.84 3.36 4.02 6.51 5.46 5.55 7.89 7.80 8.61 Pangsa defisit anggaran terhadap

Belanja Negara (%) 6.11 4.41 5.72 5.31 9.55 4.95 11.88 11.42 8.64 Pangsa defisit anggaran terhadap

Pendapatan Negara dan Hibah (%) 6.51 4.62 6.07 5.60 10.56 5.21 13.48 12.89 9.46 Sumber: Setneg RI, 2004-2012

2005 2006 2007 2008 2009 2010 Penjualan & Pendapatan Usaha Lainnya: 315.96 355.58 379.38 558.16 378.35 438.01

Penjualan dalam negeri minyak mentah, gas,

panas bumi dan hasil minyak 172.33 252.28 264.49 370.89 303.77 320.10 Penggantian biaya pokok BBM subsidi jenis tertentu

& LPG dari pemerintah 105.91 59.50 76.42 138.04 41.37 75.98 Penjualan ekspor minyak mentah & hasil minyak 30.79 34.09 32.53 41.16 28.57 37.92

Fee tanggungjawab pasar dalam negeri 3.49

Imbalan jasa pemasaran 2.79 1.47 1.28 1.55 1.41 1.37

Pendapatan usaha lainnya 4.14 4.75 4.65 6.53 3.23 2.64

Jumlah beban produksi & beban usaha 301.46 325.81 351.42 525.28 326.48 392.46

Laba usaha 14.50 29.76 27.96 32.88 27.45 27.78

Jumlah pendapatan/(beban) lain-lain bersih -1.22 3.56 0.76 0.13 0.28 2.09 Bagian atas laba bersih perusahaan asosiasi 1.39 0.13 0.19 0.02 0.09 0.03 Laba sebelum beban pajak penghasilan 13.28 33.46 28.91 33.03 27.82 29.90 Beban/(manfaat) pajak penghasilan 5.41 12.24 11.63 13.30 12.14 13.12

Jumlah beban pajak penghasilan 5.42 12.24 11.63 13.30 12.14 13.12

Laba sebelum hak minoritas atas laba bersih anak

perusahaan yang dikonsolidasi 7.87 21.21 17.27 19.73 15.68 16.78

Hak minoritas atas laba bersih anak perusahaan

yang dikonsolidasi -0.04 -0.05 -0.05 0.04 0.12 0.00

Laba bersih 7.83 21.16 17.22 19.77 15.80 16.78

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Defisit Anggaran 26.27 24.94 39.98 40.51 94.50 51.34 133.75 150.84 124.02 Pembiayaan dalam negeri 50.05 29.79 55.26 55.07 107.62 60.79 133.90 153.61 125.91 Perbankan dalam negeri 23.91 4.27 17.91 12.96 11.70 16.63 45.48 48.75 8.95 Privatisasi & penjualan aset program 17.91 8.62 3.58 3.50 4.35 3.07 2.40 1.39 1.14 restrukturisasi perbankan

Surat utang negara (neto) 8.23 22.09 35.77 40.61 117.79 54.72 107.80 126.65 134.59 Penyertaan modal negara/dukungan infrastruktur 5.19 2.00 2.00 2.83 13.62 23.52 21.11 18.77 Pembiayaan luar negeri (neto) 23.78 4.84 15.27 14.56 13.11 9.45 155.55 2.78 1.89 Penarikan pinjaman luar negeri (bruto) 21.75 35.54 37.55 40.27 48.14 52.16 70.78 6.18 54.28 Penerusan pinjaman 16.79 11.72 8.91 Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri 45.52 40.38 52.82 54.83 61.25 61.61 54.14 47.23 47.26 Subsidi BBM 14.53 19.00 28.12 55.60 54.06 57.60 88.89 95.91 123.60 APBN 2004 APBNP2 2005 APBNP 2006 APBN 2007 APBN 2008 APBN 2009 APBNP 2010 APBNP 2011 APBN 2012 Sumber: Setneg RI, 2004-2012

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Anggaran Pendapatan Negara & Hibah 403.77 540.13 659.12 723.06 894.99 985.73 992.39 1,169.91 1,311.39 Penerimaan perpajakan 279.21 351.97 425.05 509.46 609.23 725.84 743.33 878.69 1,032.57 Pajak dalam negeri 267.03 334.40 410.23 494.59 580.25 697.35 720.76 831.75 989.64 Pajak perdagangan internasional 12.17 17.57 14.83 14.87 28.98 28.49 22.56 46.94 42.93 Penerimaan negara bukan pajak 123.82 180.69 229.83 210.93 282.81 258.94 247.18 286.57 277.99 Penerimaan sumberdaya alam 92.41 144.36 165.69 146.26 192.79 173.49 164.73 191.98 177.26 Bagian pemerintah atas laba BUMN 9.10 12.00 22.32 19.10 31.24 30.79 29.50 28.84 28.00 Penerimaan negara bukan pajak lainnya 22.31 24.34 41.81 45.57 58.78 49.21 43.46 50.34 53.49 Pendapatan Badan Layanan Umum 5.44 9.49 15.42 19.23 Penerimaan hibah 0.74 7.46 4.23 2.67 2.95 0.94 1.89 1.17 0.83 Anggaran Belanja Negara 430.04 565.07 699.09 763.57 989.49 1,037.07 1,126.15 1,320.75 1,435.41 Anggaran belanja pemerintah pusat 300.04 411.67 478.25 504.78 697.07 716.38 781.53 908.24 964.99 Pengeluaran rutin 228.09 Pengeluaran pembangunan 71.95 Anggaran belanja untuk daerah 130.01 153.40 220.85 258.79 292.42 320.69 344.61 412.51 470.41 Dana perimbangan 123.15 146.16 216.79 250.34 278.44 296.95 314.36 347.54 399.99 Dana bagi hasil 37.37 52.57 59.56 68.46 77.73 85.72 89.62 96.77 100.06 Dana alokasi umum 82.13 88.77 145.66 164.79 179.51 186.41 203.61 225.53 273.81 Dana alokasi khusus 3.65 4.83 11.57 17.09 21.20 24.82 21.14 25.23 26.12 Dana otonomi khusus & penyesuaian 0.01 7.24 4.05 8.45 13.99 23.74 30.25 64.97 70.42 Dana otonomi khusus 1.64 3.49 4.05 7.51 8.86 9.09 10.42 11.95 Dana penyesuaian 5.21 0.56 4.41 6.48 14.88 21.15 54.55 58.47