• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN

1.5 Kebaruan ( novelty )

Ada tiga hal sebagai unsur kebaruan (novelty) dalam penelitian ini, sebagai berikut:

(1)dapat diketahui jarak dan konsentrasi SO2 dan debu yang diemisikan dari kawasan industri Cilegon pada berbagai stabilitas atmosfer

(2)dapat mengestimasi konsentrasi SO2 dan debu dalam periode tiga bulanan di suatu wilayah di Kota Cilegon yang diemisikan dari kawasan industri

(3)upaya memberikan informasi dini besarnya konsentrasi SO2 dan debu pada suatu wilayah di Kota Cilegon, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah untuk pengendalian.

Ketiga hal tersebut diharapkan sedikitnya menyumbang informasi bagi berbagai pihak terutama bagi DLHPE Kota Cilegon.

2.1Komposisi Atmosfer

Secara alami atmosfer terdiri dari berbagai gas, jumlahnya ada yang tetap dari waktu ke waktu dan ada yang berfluktuasi, karena adanya masukan yang berasal dari berbagai aktivitas makhluk hidup di permukaan bumi. Fungsi atmosfer adalah untuk mencegah pemanasan dan pendinginan permukaan bumi yang berlebihan dan menyediakan gas-gas tertentu bagi organisme. Atmosfer sendiri merupakan suatu medium yang sangat dinamik, ditandai dengan kemampuan-kemampuan sebagai: penyebaran (dispersion), pengenceran (dilutions), difusi (antar molekul gas atau partikel/aerosol) dan transformasi fisik-kimia dalam proses dan mekanisme kinetik atmosferik. Pergerakan dan dinamika serta kimia atmosferik, merupakan faktor-faktor yang sangat menentukan keberadaan pencemar udara setelah diemisikan dari sumbernya. Schnitzhofer

et.al. (2006) membuat model distribusi vertikal polusi udara dengan menggunakan

PTR-MS (Proton Transfer Reaction Mass Spectrometer). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencampuran polutan terjadi sampai di atas 100 m AGL

(above ground level). Pada ground level meningkat karena kesetimbangan radiasi, kemudian polutan meningkat karena inversi dan pengenceran.

Dalam atmosfer dari permukaan bumi hingga ketinggian 80 – 90 km berbagai gas berada secara tetap dalam bentuk campuran, kecuali pada saat perubahan kecil selama periode yang pendek dan pada wilayah di luar batas ketinggian tersebut. Sementara itu kadar gas di atmosfer yang bersifat tidak tetap, selengkapnya ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Gas-gas tidak tetap dalam atmosfer

Gas Persentase Volume

Air (H2O)

Karbon dioksida (CO2) Ozon (O3)

Sulfur dioksida (SO2) Nitrogen dioksida (NO2)

0 – 7 0,01 – 0,1 (rata-rata = 0,032) 0 – 0,1 (pada ketinggian 20 – 50 km) 0 – 0,0001 0 – 0,00002 Sumber: Anon (1971)

Ada empat macam gas terbanyak di udara yakni: nitrogen (78,08%), oksigen (20,94%), argon (0,90%) dan karbondioksida (0,03%). Di samping

keempat gas tersebut, udara mengandung gas-gas lain dalam jumlah yang sangat kecil, di antaranya ada yang merupakan pencemar udara yaitu: NH3, SO2, CO dan H2S, selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Susunan gas di atmosfer pada suhu dan tekanan udara baku

Kandungan (μg/Nm3) Jenis Gas Simbol Volume (%)

A B C Nitrogen Oksigen Argon Karbon dioksida Neon Helium Kripton Hidrogen Ozon Metana Oksida nitrogen Sulfur dioksida Ammonia Karbon monoksida Hidrogen Sulfur N2 O2 Ar CO2 Ne He Kr H O3 CH4 NOx SO2 NH3 CO H2S 78,80 20,94 0,93 0,03 9,75 x 108 2,99 x 108 1,60 x 107 5,90 x 105 1,60 x 107 920 4.100 26-90 10-15 1.080 0-6 2-50 0-15 130 3-30 Sumber: A dan B : Barry and Chorly (1968); Gordon et al (1998), di troposfer

sampai ketinggian 25 km

C : Bowen (1979), sampai ketinggian 100 m

Suhu baku adalah 25oC, tekanan udara baku adalah 1 atmosfer

2.2Pencemar Udara

Pencemar udara adalah substansi di atmosfer yang pada kondisi tertentu akan membahayakan manusia, hewan, tanaman atau kehidupan mikroba atau bahan bangunan (Oke, 1978). Pencemar udara dapat dikelompokkan berdasar caranya menjadi polutan, yaitu polutan primer dan polutan sekunder, dapat juga berdasarkan jumlah yang dihasilkan yaitu pencemar mayor dan pencemar minor, berdasarkan bentuk fisik yaitu gas, cair dan padat (partikel). Pencemar udara dihasilkan oleh alam dan juga terutama oleh kegiatan manusia (man-made pollution). Pencemar udara yang disebabkan oleh kegiatan manusia terutama merupakan hasil dari kegiatan transportasi, industri dan urbanisasi. Stafilov, Bojkovska dan Hirao (2003) mengukur konsentrasi CO, SO2, NO, NO2, suspensi particulate matter (SPM), dan O3 pada waktu yang bersamaan dengan parameter

meteorologi yang berbeda pada empat stasiun di Skopje Macedonia. Konsentrasi polutan mayor (SO2, NO2, CO dan SPM) meningkat selama proses pemanasan. Konsentrasi tinggi disebabkan oleh gabungan polutan karena pemanasan, kondisi geograpi dan kondisi meteorologi.

Pencemar udara yang dihasilkan dari industri berbeda-beda, tergantung pada bahan bakar yang digunakan oleh industri tersebut. Pemakaian bahan bakar sebagai sumber energi dalam menunjang proses industri masih sangat mendominasi kegiatan industri di Indonesia, akibat belum mencukupinya energi listrik yang ada. Pemakaian bahan bakar fosil akan memberikan emisi pencemar udara konservatif, yang meliputi CO, hidrokarbon, NOx, partikulat (total tersuspensi), dan SOx. Unsur-unsur ini dapat menjadi indikator utama pencemaran udara, di samping oksidan photokimia yang terbentuk akibat adanya unsur-unsur prekursor (hidrokarbon dan NOx) yang bereaksi dengan adanya sinar ultra violet. Kawasan industri Kota Cilegon terdapat berbagai macam pabrik pengolahan dengan berbagai produk yang berbeda-beda. Pelbagai pabrik di kawasan industri tersebut, dapat digolongkan menjadi empat jenis dengan berbagai pencemar udara yang diemisikan, selengkapnya disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis industri dan bahan pencemar udara yang diemisikan

Jenis Industri Pencemar yang dihasilkan Industri besi dan baja

Industri kayu lapis

Industri kimia

Industri logam dan pengecoran logam

debu, senyawa fluorida dan SO2

padatan tersuspensi, fenol dan asam resin

tergantung jenis industri kimia, misalnya HCl, Cl2, NO2, NH3, hidrokarbon aromatik, pestisida dan lain-lain

SO2, sulfida, klor, HCl dan debu Sumber: Hartogensis (1977); Winarso (1991); Strauss dan Mainwaring (1994)

2.2.1Partikulat

Secara fisik untuk penentuan kualitas udara ambien, partikulat dikelompokkan menjadi PM10 yaitu partikulat dengan ukuran <10 μm, PM2,5 yaitu partikulat dengan ukuran <2,5 μm, dan TSP (Total Suspended Particulate) yaitu partikulat tersuspensi (KLH, 2002). Secara kimia partikel dapat dikelompokkan

menjadi partikel anorganik dan fly ash (sisa debu dari sistem cerobong industri yang menggunakan bahan bakar fosil).

Partikel yang lebih halus, PM10 dan khususnya PM2,5 yang ultra-halus, adalah yang paling berbahaya. Pada udara ambien, partikel biasanya ada dengan sejumlah zat pencemar lain. Nakaguchi et.al. (2005) melakukan penelitian distribusi partikulat di atmosfer selama 9 bulan di Osaka Jepang. Partikulat yang diteliti PM-1 (> 10 μm), PM-2 (10 – 2,5 μm) dan PM-3 (< 2,5 μm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio total PM selama 9 bulan adalah 0,880 ± 0,011 untuk 207/206Pb 2,137 ± 0,033 untuk 208/206Pb dan 0,413 ± 0,007 untuk 207/208

Pb. Terdapat hubungan yang signifikan antara rasio PM-1 dengan 207/206Pb dan 208/206Pb dalam PM-1 dan PM-2. Berdasarkan hasil pengukuran Badan pengendalian dampak lingkungan (Bapedal) Indonesia (2000) konsentrasi TSP

mulai Tahun 1996 sampai Tahun 1998 di sebagian besar kota-kota Indonesia meningkat dengan cepat. Konsentrasi TSP tertinggi terjadi di kota Ujung Pandang Tahun 1997. Sementara itu hasil pengukuran Bapedalda Jakarta (2002) menunjukkan bahwa PM10 selama Tahun 2001 terjadi sangat tinggi pada bulan Juni – September. Berkaitan dengan sebaran partikulat dari kawasan industri, Bapedalda Banten (2002) menganalisis jarak sebaran partikulat dari sumber Cilegon yang jatuh pada permukaan tanah adalah 16230 meter dengan konsentrasi sebesar 34,95 μg/m3. Jarak sebaran partikulat dari sumber Serang adalah 5008 meter dengan konsentrasi sebesar 6,9 μg/m3. Jarak sebaran tersebut terjadi pada stabilitas atmosfer E (agak stabil). Sementara itu hasil pemantauan udara ambien pada 24 titik sampel yang dilakukan DLHPE Kota Cilegon (2005) dengan baku mutu 230 μg/m3, menunjukkan bahwa debu yang melebihi baku mutu terjadi pada 9 titik sampel, tertinggi terjadi di lokasi kantor Bea Cukai dengan konsentrasi sebesar 514 μg/m3. Selengkapnya ditampilkan pada Gambar 2.

2.2.2Senyawa Sulfur

Menurut Seinfeld (1986), sumber senyawa sulfur di atmosfer adalah penghancuran secara biologi, pembakaran bahan bakar fosil dan bahan bakar organik, percikan air laut serta industri peleburan logam. Sulfur terutama terlepas dalam bentuk SO2, selanjutnya teroksidasi menjadi SO3, kedua senyawa tersebut dikenal sebagai oksida sulfur (SOx). SO2 bersifat larut dalam air dan dapat

mengiritasi mata, kulit, selaput lendir dan sistem pernafasan serta pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian. Jika membentuk kabut (haze) dari reaksi fotokimia aerosol, SO2, oksida nitrogen dan hidrokarbon di atmosfer. Senyawa sulfur dapat menurunkan jarak pandang, jika bereaksi dengan air hujan akan meningkatkan keasaman air hujan yang dapat menyebabkan asidifikasi sumber air serta penurunan unsur hara tanah, juga menyebabkan korosi logam dan bahan bangunan lain. Emisi sulfur dioksida terutama timbul dari pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung sulfur terutama batubara yang digunakan untuk pembangkit tenaga listrik atau pemanasan rumah tangga.

0 100 200 300 400 500 600 Lokasi Pengukuran K o n sen tr asi ( u g /m Konsentrasi (ug/m3) Baku Mutu (ug/m3)

a)Rata-rata Konsentrasi b) Konsentrasi PM10 c) Konsentrasi debu di Kota

TSP Tahunan di Indonesia di Jakarta, 2001 Cilegon, 2005

Gambar 2. Konsentrasi TSP, PM10 dan debu

Sulfur dioksida (SO2) adalah gas yang tidak berwarna, memedihkan mata (irritating), mudah larut dalam air dan reaktif. Gas yang berbau tajam tapi tak bewarna ini dapat menimbulkan serangan asma, gas ini menetap di udara, bereaksi dan membentuk partikel-partikel halus dan zat asam. Gas ini dibentuk pada saat bahan bakar (minyak dan batubara) yang mengandung sulfur dibakar, terutama dari kegiatan industri. SO2 dapat mematikan dan menghambat pertumbuhan pepohonan, hasil produksi pertanian dapat merosot, hutan-hutan menjadi kurang produktif sehingga akan mengurangi peranan hutan sebagai tempat rekreasi dan keindahan. Pada manusia dapat menimbulkan efek iritasi pada saluran nafas sehingga menimbulkan gejala batuk dan sesak nafas. SO2 dihasilkan oleh kendaraan bermotor dan industri, dan dapat menyebabkan hujan asam. Penyumbang pencemar SO2 terbesar adalah industri (76%) diikuti dengan transportasi (15%). Perkiraan besarnya emisi SO2 yang berasal dari kendaraan

bermotor menurut Bapedal (2001) pada Tahun 1999, 2000 dan 2001 secara berurutan adalah 46.562,7 ton/tahun; 48.482 ton/tahun; 53.401,9 ton/tahun. Tasic

et.al. (2007) mengimplementasikan sistem monitoring kualitas udara, untuk mengestimasi konsentrasi SO2 dengan menggunakan TScreen. Hasil model untuk waktu rata-rata 1 jam pada 8 titik sampel menunjukkan adanya hubungan antara tingkat emisi dengan konsentrasi SO2. Berkaitan dengan sebaran SO2 di Kota Cilegon, DLHPE Tahun 2005 melakukan pemantauan udara ambien pada 24 titik sampel. Hasil pemantauan dengan baku mutu 365 μg/m3, menunjukkan bahwa SO2 tertinggi terjadi di lokasi depan PENI Desa Gerem Kecamatan Grogol dengan konsentrasi sebesar 15,12 μg/m3. Selengkapnya disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Konsentrasi SO2 di 24 titik sampel

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 SO2 Lokasi pemnantauan K o n se n tr asi Kelapa Tujuh Kant or Bea Cukai ASDP M erak Pasar M erak Depan PENI Cikuasa Baru Cikuasa Lama Kruwuk

Sumur Wuluh (Jalan Tol) Pabuaran Lor Komp, Arga Baja Pura Polres Palem Hills Perum KS Telkom Warnasari Semangraya Nirmala Optik Pelindo Ramayana PCI Randakari KBS/Sebrang rel Pengabuan Cilodan

2.3Sumber Pencemar Udara

Pencemaran udara terjadi akibat dilepaskannya zat pencemar dari berbagai sumber ke udara. Sumber-sumber pencemar udara dapat bersifat alami maupun antropogenik (aktivitas manusia). Peraturan Pemeritah (PP) mengenai pengelolaan udara yang saat ini berlaku di Indonesia yaitu PP No. 41/1999 mendefinisikan sumber pencemar sebagai setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara tidak berfungsi sebagaimana mestinya. PP ini kemudian menggolongkan sumber pencemar atas lima kelompok, yaitu: (1) sumber bergerak, sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari kendaraan bermotor; (2) sumber bergerak spesifik, serupa dengan sumber bergerak namun berasal dari kereta api, pesawat terbang,

kapal laut dan kendaraan berat lainnya; (3) sumber tidak bergerak, sumber emisi yang tetap pada suatu tempat; (4) sumber tidak bergerak spesifik, serupa dengan sumber tidak bergerak namun berasal dari kebakaran hutan dan pembakaran sampah; dan (5) sumber gangguan, sumber pencemar yang menggunakan media udara atau padat untuk penyebarannya. Sumber ini terdiri dari kebisingan, getaran, dan kebauan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan sumber pencemar atas sumber tidak bergerak, sumber bergerak dan sumber dalam ruangan. Di kota-kota Besar di Indonesia, sumber bergerak telah mendominasi emisi pencemar udara. Di Jakarta misalnya, kendaraan bermotor telah menyumbangkan 70 % dari pencemar PM10 dan NOx Tahun 1998. Faktor yang mempengaruhi tingginya pencemaran udara dari kendaraan bermotor adalah pesatnya pertambahan jumlah kendaraan bermotor, rendahnya kualitas bahan bakar minyak dan masih digunakannya jenis bahan bakar minyak mengandung Pb, penggunaan teknologi lama (sistem pembakaran) pada sebagian besar kendaraan bermotor di Indonesia dan minimnya budaya perawatan kendaraan secara teratur.

Sumber pencemar udara dari sumber tidak bergerak terdiri dari industri, rumah tangga, dan kebakaran hutan. Sektor industri merupakan penyumbang pencemaran udara setelah kendaraan bermotor, melalui penggunaan bahan bakar fosil untuk pembangkit tenaga. Penggunaan bahan bakar fosil dan kayu di rumah tangga ikut menyumbang pencemaran udara dari sumber tidak bergerak meskipun tidak sebesar kontribusi pencemaran industri. Kemudian asap pekat dari kebakaran hutan menjadi bahan pencemar udara. Hasil dari proses pembakaran, di dalam asap terkandung campuran gas-gas dan partikel-partikel yang mengancam kesehatan manusia dan menambah jumlah gas rumah kaca di atmosfer.

Produksi energi, pengangkutan, konversi serta rumah tangga, industri dan penggunaan kendaraan bermotor, merupakan penyumbang antropogenik utama kepada polusi udara. Bahan-bahan pencemar utama yang penting adalah timbal, partikel halus, karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), hidrokarbon, sulfur dioksida (SO2), dan karbon diokida (CO2). Menurut Novontny dan Chlesters (1981) sumber polusi udara global adalah:

b. Emisi dari pertanian dan hutan: erosi tanah oleh angin, slash burning dari kebakaran hutan, komponen pupuk dan pestisida yang terbawa erosi angin, dekomposisi limbah pertanian dan peternakan;

c. Emisi yang terjadi secara alami dalam skala global: tiupan debu dari daerah kering dan gurun, kebakaran hutan, semak dan rumput, letusan gunung berapi, emisi hidrokarbon dari hutan dan aktivitas budidaya hutan, percikan air laut, serta evaporasi dari tubuh air.

2.4Pencemaran Udara

Pencemaran udara dapat diartikan sebagai adanya satu atau lebih pencemar yang masuk ke dalam udara atmosfer yang terbuka, yang dapat berbentuk sebagai debu, uap, gas, kabut, bau, asap, atau embun yang dicirikan bentuk jumlahnya, sifatnya dan lamanya. Pencemaran udara dibataskan sebagai menurunnya kualitas udara sehingga akibatnya akan mempengaruhi kesehatan manusia yang menghirupnya. Salah satu faktor penyebab meningkatnya pencemaran udara adalah semakin meningkatnya populasi penduduk di suatu tempat, terutama di Kota-kota Besar. Kegiatan transportasi, industri dan aktivitas penduduk menjadi sumber pencemaran udara. Miller (1979) membagi bahan pencemar udara menjadi: karbon oksida (CO, CO2), sulfur oksida (SO2, SO3), nitrogen oksida (N2O, NO, NO2), hidrokarbon (CH4, C4H10, C6H6), fotokimia oksidan (O3, PAN dan aldehida), partikel (asap, debu, jelaga, asbestos, logam, minyak dan garam), senyawa inorganik (asbestos, HF, H2S, NH3, H2SO4, H2NO3), senyawa inorganik lain (pestisida, herbisida, alkohol, asam-asam dan zat kimia lainnya), zat radioaktif, panas, dan kebisingan. Pengaruh yang sangat penting adanya pencemaran udara pada manusia adalah dalam aspek: kesehatan, kenyamanan, keselamatan, estetika dan perekonomian.

Pencemaran udara dapat digolongkan ke dalam tiga kategori; pergesekan permukaan, penguapan, dan pembakaran. Pergesekan permukaan adalah penyebab utama pencemaran partikel padat di udara dan ukurannya dapat bemacam-macam, misalnya: penggergajian, dan pengeboran. Kemudian penguapan merupakan perubahan fase cair menjadi gas. Polusi udara banyak disebabkan zat-zat yang mudah menguap, seperti pelarut cat dan perekat. Sementara itu pembakaran

merupakan reaksi kimia yang berjalan cepat dan membebaskan energi cahaya atau panas. Bahan bakar yang umum digunakan ialah kayu, batubara, kokas, minyak, semuanya mengandung karbon, sehingga dalam proses pembakaran dihasilkan senyawa karbon dioksida dan air, disamping arang dan jelaga.

Kriteria dampak pencemaran udara, mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 dan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-056/Tahun 1994 sebagai berikut: (1) jumlah manusia yang terkena dampak, (2) luas wilayah persebaran dampak, (3) lamanya dampak berlangsung, (4) intensitas dampak, (5) banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak, (6) sifat kumulatif dampak, dan (7) berbalik (reversible) atau tidak berbalik (irreversible) dampak.

Pengaruh pencemaran udara terhadap manusia tergantung pada pencemar yang ada di udara. Pada Tabel 4 dimuat beberapa jenis pencemar udara dan pengaruhnya terhadap manusia. Menurut Adel (1995) dan Hill (1984), CO merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau, mempunyai afinitas yang tinggi dengan hemoglobin, yaitu sekitar 240 kali lebih kuat dibandingkan afinitas O2 terhadap hemoglobin. Apabila CO masuk ke dalam paru-paru akan berikatan dengan hemoglobin membentuk karboksi-hemoglobin (CO-Hb). Chi-Wen (1999) meneliti penyebaran pencemar udara dari industri kimia dan serat di Taiwan, yang dilakukan sebagai tanggapan atas keberatan atau reaksi terhadap bau yang ditimbulkan. Pencemar udara yang diemisikan adalah senyawa sulfur (SO2, H2S, CS2 dan merkaptan) dan beberapa senyawa organik volatif (benzene, toluena,

pxyleneaseton dan kloroform). Pengukuran di udara ambien dilakukan di empat lokasi sekitar industri tersebut. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa di keempat lokasi pengukuran, H2S dengan rata-rata hasil pengukuran 7,6 ppb telah melewati ambang batas bau (odoran threshold) sekitar 0,47 ppb, di satu lokasi CS2 pada malam hari dapat mencapai 256 ppb melewati ambang batas bau sebesar 210 ppb. Sementara itu Bokowa dan Liu (2003) mengestimasi kebauan yang diemisikan dari sumber fugitive dengan menggunakan model screen3. Konsentrasi kebauan hasil model antara 0,6 sampai 1,2 dengan rata-rata 0,9 sedangkan hasil monitoring antara 0,98 sampai 1,1. Hasil model menunjukkan nilai sedikit dibawah hasil monitoring.

Tabel 4 . Beberapa jenis pencemar udara dan pengaruhnya terhadap manusia Jenis pencemar udara Pengaruh terhadap manusia Karbon monoksida (CO)

Sulfur dioksida (SO2)

Nitrogen oksida (NOx)

Hidrokarbon

Oksigen fotokimia (O3)

Debu

Amonia (NH3)

Hidrogen sulfida (H2S)

Logam dan senyawa logam

Menurunkan kemampuan darah membawa oksigen, melemahkan berpikir, penyakit jantung, pusing, kelelahan, sakit kepala dan kematian

Memperberat penyakit saluran pernafasan, melemahkan pernafasan dan iritasi mata

Memperberat penyakit jantung dan pernafasan, dan iritasi paru-paru

Mempengaruhi sistem pernafasan, beberapa jenis dapat menyebabkan kanker

Memperberat penyakit jantung dan pernafasan, iritasi mata, iritasi kerongkongan dan saluran pernafasan

Penyakit kanker, memperberat penyakit jantung dan pernafasan, batuk, iritasi kerongkongan dan dada tak enak

Iritasi saluran pernafasan

Mabuk (pusing), iritasi mata dan kerongkongan dan racun pada kadar tinggi

Menyebabkan penyakit pernafasan, kanker, kerusakan syaraf dan kematian

Sumber: Hartogensis (1977); Fardiaz (1992); Nukman (1998); Holper dan Noonan (2000)

Vinitnantharat dan Khummongkol (2003) melakukan penelitian deposisi sulfur dan nitrogen yang disebabkan oleh pencemar udara industri dan kendaraan di enam wilayah di Thailand. Penelitian dilakukan baik terhadap deposisi basah dan deposisi kering. Pengumpulan sampel basah dilakukan dengan menampung air hujan menggunakan penakar hujan (rain gauge), sedangkan sampel kering dikumpulkan menggunakan filter empat tahap. Terhadap sampel basah diukur pH (di tempat), dianalisis SO42 dan NO3, terhadap sampel kering dilakukan analisis SO42 dan NO3. Hasil analisis menunjukkan bahwa pH air hujan berkisar dari 5,5 sampai 6,3 bahkan di satu wilayah dengan pH lebih rendah dari 5,6 yang merupakan pH batas hujan asam. Hal ini berarti bahwa telah terjadi hujan asam akibat pencemaran sulfur dan nitrogen.

2.5Penyebaran Pencemar Udara

Penyebaran pencemar udara berhubungan dengan keadaan atmosfer, sedangkan keadaan atmosfer tergantung pada perubahan sistem cuaca, sirkulasi angin regional dan turbulensi, dan efek mikrometeorologi. Parameter-parameter penting yang diperlukan dalam menetapkan potensi penyebaran pencemar udara ialah: ketinggian bercampur, tinggi pembalikan, kecepatan angin tahunan, potensi tinggi pencemar udara yang dapat mempengaruhi suatu area, dan kejadian harian. Adapun efek mikrometeorologi tergantung pada insolasi solar, topografi, kekasapan permukaan, albedo permukaan, lahan yang digunakan dan radiasi panjang gelombang (Mikkelsen, 2003).

Penyebaran pencemar udara, terutama dari industri ditentukan oleh tinggi cerobong (stack). Semakin tinggi stack yang digunakan, semakin jauh jarak sebaran polutan yang diemisikan. Good Engineering Practice (GEP) mengusulkan secara ekstrim, bahwa tinggi stack harus 305 meter (Leonard, 1997). Sebaran polutan dari kegiatan industri dengan ketinggian cerobong di atas lima puluh meter diduga dapat memberikan dampak sebaran polutan sampai dengan jarak yang cukup jauh dari lokasi sumber. Untuk industri dengan daya yang besar, tinggi cerobong asap harus di atas 200 meter (Forsdyke, 1970). Sehubungan dengan hal itu, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya menggunakan cerobong setinggi 200 meter sehingga abu dan gas SO2 yang terbang ke udara dapat terdispersi secara baik, dan tidak mencemari udara di pemukiman sekitarnya (Bapedalda Banten, 2004).

Setiap pabrik di kawasan industri, memiliki ukuran stack yang berbeda. Hal ini dimungkinkan karena kapasitas dan jenis bahan bakar yang digunakan berbeda. Vawda et.al. (2005) mengukur konsentrasi SO2 yang diemisikan dari suatu kawasan. Estimasi emisi SO2 dari masing-masing tinggi stack menggunakan

ADMS-Screen. Dari lima metode yang digunakan, menunjukkan bahwa metode

ADMS-screen paling sesuai untuk menganalisis emisi pada berbagai tinggi stack. Hasil identifikasi cerobong pabrik pengolahan besi dan peleburan baja di kawasan PT Krakatau Steel (KS) disajikan pada Tabel 5. Pada tabel tersebut, tampak bahwa tinggi cerobong di kawasan PT KS berada pada kisaran 10 – 80 meter. Hal ini akan berdampak pada pola sebaran polutan yang diemisikan dari

kawasan tersebut pada lingkungan di sekitarnya. Keragaman penyebaran polutan yang diemisikan, akan berimplikasi pada perbedaan konsentrasi pada suatu area.

Tabel 5. Ukuran cerobong pabrik pengolahan besi dan peleburan baja di PT Krakatau Steel

NO LOKASI CEROBONG TINGGI NO LOKASI CEROBONG TINGGI

1 DR1 Gas Ref 1 33,5 4 SSP 1 Ladle Furnace 1 32

Gas Ref 2 33,5 Ladle Furnace 2 32

Gas Preh 5 33,2 Dedusting 35

Gas Preh 6 33,2 5 SSP 2 Ladle Furnace 32

Gas Preh 7 33,2 Dedusting 35

Gas Preh 8 33,2 6 BILLET Ladle Furnace 32

Air Preh 2 27,2 Timur Dedusting 1 35

Scrubber 1 10,8 Barat Dedusting 2 35

Scrubber 2 10,8 7 SSP 1 Ladle Furnace 1 32

B Down Stack 30,2 Ladle Furnace 2 32

2 DR2 Gas Ref 1 33,5 Dedusting 35

Gas Ref 2 33,5 8 SSP 2 Ladle Furnace 32

Scrubber 1 10,8 Dedusting 35

Scrubber 2 10,8 9 BILLET Ladle Furnace 32

B Down Stack 30,2 Timur Dedusting 1 35

3 HYL III Gas Heater 1 80 Barat Dedusting 2 35

Gas Heater 2 80

Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Pertambangan dan Energi Kota Cilegon (2006)

2.6Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Polutan

Penyebaran polutan di atmosfer dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Stull (2000), penyebaran polutan di atmosfer melibatkan tiga mekanisme utama yaitu gerakan udara secara global, fluktuasi kecepatan turbulensi yang akan

Dokumen terkait