II. HAK ATAS KEBEBASAN BEREKSPRESI
4. Kebebasan Berekspresi di Indonesia: Jaminan dan Pembatasan
Hukum Indonesia mengakui dan menjamin hak atas kebebasan berekspresi. UUD 1945 menjamin bahwa setiap orang berhak untuk menyatakan pikiran dan sikap atas keyakinannya, berhak mengeluarkan pendapat, WHUPDVXN KDN XQWXN PHQFDUL LQIRUPDVL PHQHULPD dan menyebarkan informasi tersebut dalam berbagai bentuknya serta menggunakan saluran yang tersedia. Selain dalam UUD 1945, hak atas kebebasan berekspresi juga diatur dalam dalam sejumlah peraturan SHUXQGDQJXQGDQJDQ ODLQQ\D 6DPD KDOQ\D GHQJDQ berbagai instrumen HAM internasional, pengaturan tentang jaminan kebebasan berekperesi di Indonesia juga disertai dengan berbagai ketentuan tentang
BUKU SAKU
KEBEBASAN BEREKSPRESI DI INTERNET
pembatasan. Pengaturan tentang pembatasan tersebut, selain dalam bentuk pelarangan juga banyak yang PHPEHULNDQDQFDPDQKXNXPDQ
dalam Hukum Indonesia Setiap orang berhak atas kebebasan PH\DNLQL NHSHUFD\DDQ PHQ\DWDNDQ pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya
Pasal 28E ayat 2 UUD 1945
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat
Pasal 28E ayat 2 UUD 1945
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan VRVLDOQ\D VHUWD EHUKDN XQWXN PHQFDUL memperoleh memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala saluran yang tersedia
Pasal 28F UUD 1945
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya
Pasal 14 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999
6HWLDS RUDQJ EHUKDN XQWXN PHQFDUL memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia
Pasal 14 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999
'DODP SHUDWXUDQ SHUXQGDQJXQGDQJDQ ODLQQ\D KDN XQWXN ´PHQFDUL PHPSHUROHK PHQ\HEDUOXDVNDQ gagasan dan informasi” dijamin dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. UU ini menjamin kegiatan jurnalistik,
40
BUKU SAKU KEBEBASAN BEREKSPRESI DI INTERNET yang menyatakan bahwa kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara dan terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
Muatan dalam UU Pers
Perihal Pasal Jaminan
Asas, Fungsi, Hak, Kewajiban dan Peranan pers
Pasal 2 Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat
Pasal 3 Fungsi pers sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
Pasal 4 x Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
x Jaminan tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. x -DPLQDQKDNPHQFDUL
memperoleh, dan
menyebarluaskan gagasan dan informasi.
x Jaminan memiliki Kak Wolak.
Pasal 5 x Kewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan PHQJKRUPDWLQRUPDQRUPD agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
x Kewajiban melayani Kak Mawab.
x Kewajiban melayani Kak Wolak.
Pasal 6 Peran pers untuk memberi informasi, mengembangkan pendapat umum, melakukan pengawasan, perjuangkan keadilan dan kebenaran
Wartawan Pasal 7 x Jaminan kebebasan
berserikat dan berorganisasi x Kewajiban taati kode etik
jurnalistik
x Jaminan perlindungan hukum Perusahaan
Pers
3DVDO
Pasal 12 x Jaminan pendirian perusahaan pers x Kewajiban untuk mengumumkan
penanggungjawab perusahaan pers
x Penambahan modal asing GLODNXNDQVHFDUDSXEOLN (melalui pasar modal)
Pasal 13 Pembatasan pemuatan iklan (merendahkan agama dan ganggu kerukunan, susila, rokok)
Pasal 14 Jaminan hak mendirikan kantor berita
Dewan Pers Pasal 15 Tujuan, fungsi, keanggotaan, pembiayaan Dewan Pers Pers asing Pasal 16 Peran dan pendirian pers asing
VHVXDLSHUDWXUDQSHUXQGDQJ undangan
Peran serta
masyarakat Pasal 17 Memantau dan menyampaikan pemberitaan kepada Dewan Pers Sumber : Buku Intimidasi dan Kebebasan, ELSAM, 2012. 7HUNDLWGHQJDQKDNXQWXNPHQFDULLQIRUPDVLDWDXKDNDWDV informasi, UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), mengatur hak atas kebebasan XQWXN PHQFDUL LQIRUPDVL GHQJDQ PHPXDW DVSHNDVSHN SHQWLQJ GDUL NHEHEDVDQ PHQFDUL LQIRUPDVL 1DPXQ 88LQLPHOLQGXQJLNHEHEDVDQGDODPPHQFDULVDWXMHQLV informasi saja, yaitu yang menyangkut informasi publik. UU KIP memuat pembatasan jenis informasi publik yang dapat diakses, dengan dasar “kepatutan dan
BUKU SAKU KEBEBASAN BEREKSPRESI DI INTERNET NHSHQWLQJDQXPXPµ'DVDUDWDXDODVDQDODVDQWHUVHEXW justru tidak ada dalam Konstitusi maupun UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Muatan penting UU Keterbukaan Informasi Publik
Perihal Pasal Jaminan
Asas dan
Tujuan Pasal 2 Informasi bersifat terbuka Pembatasan untuk informasi yang
GLNHFXDOLNDQEHUVLIDWNHWDWGDQ terbatas
Informasi didapatkan dengan FHSDWPXUDKGDQVHGHUKDQD Informasi Publik yang GLNHFXDOLNDQEHUVLIDWUDKDVLD VHVXDLGHQJDQ8QGDQJ8QGDQJ kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutupi informasi publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.
Pasal 3 Jaminan hak warga negara untuk mengetahui informasi yang berkaitan dengan masalah publik Hak dan kewajiban pemohon serta Badan publik Pasal 4, 5,
6, 7, 8 x Hak warga dan prosedur dalam memperoleh informasi publik x Hak mengajukan ke
pengadilan bila mendapat hambatan dalam
memperoleh informasi publik
x Kewajiban menggunakan informasi sesuai peraturan SHUXQGDQJXQGDQJDQ x Hak badan publik untuk
menolak memberikan informasi yang tidak dapat diberikan
x Kewajiban badan publik untuk menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi publik Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan oleh Badan Publik Pasal
3DVDO x Informasi yang disediakan GDQGLXPXPNDQVHFDUD berkala
x Informasi yang wajib GLXPXPNDQVHFDUDVHUWD merta
x Informasi yang wajib tersedia setiap saat Informasi yang GLNHFXDOLNDQ Pasal 3DVDO -HQLVLQIRUPDVL\DQJGLNHFXDOLNDQ Mekanisme memperolah informasi Pasal 21 dan Pasal 22 Mekanisme memperolHh informasi Komisi
Informasi 3DVDO x Fungsi, kedudukan, susunan, tugas, wewenang, pertanggungjawaban, Sekretariat dan Penatakelolaan Komisi Informasi x Pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Informasi
BUKU SAKU KEBEBASAN BEREKSPRESI DI INTERNET Keberatan dan Penyelesaian Sengketa melalui Komisi Informasi dan Media 3DVDO dan Pasal
x Keberatan dan Penyelesaian Sengketa melalui Komisi Informasi
x Mediasi
Gugatan ke
Pengadilan 3DVDO Hak untuk melakukan gugatan ke pengadilan jika terjadi sengketa
Ketentuan
Pidana 3DVDO$GDQ\DDQFDPDQSLGDQDDWDVpelanggaran terhadap ketentuan
dalam UU KIP
Sumber : Buku Intimidasi dan Kebebasan, ELSAM, 2012. 3HQJDWXUDQ \DQJ OHELK VSHVLÀN WHUNDLW SHPEHULDQ GDQ penyebaran informasi melalui teknologi informasi atau saran elektronik, diatur dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). UU LQL PHQJDWXU GL DQWDUDQ\D GHILQLVLGHILQLVL \DQJ WHUNDLW erat dengan pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik, uraian mengenai posisi dokumen elektronik, informasi elektronik, dan tanda tangan elektronik dalam hukum dan kaitannya dengan aktivitas pemanfaatannya, pengaturan meQgenai pelembagaan VLVWHP HOHNWURQLN GDQ SHQ\HOHQJJDUDDQ VHUWLILNDVL HOHNWURQLN SHQJDWXUDQ VHFDUD NKXVXV PHQJHQDL DVSHNaspek transaksi elektronik; pengaturan mengenai nama domain, hak atas kekayaan intelektual (HaKI), SHUOLQGXQJDQKDNSULEDGLUXPXVDQUXPXVDQSHUEXDWDQ melawan hukum, dan ketentuan tindak pidana.
UU ITE telah menempatkan informasi bukan sebagai bagian dari hak atas kebebasan berekspresi, khususnya hak atas informasi. Terdapat materi tentang ketentuan yang dilarang, yakni; materi yang melanggar kesusilaan, dan rumusan mengenai perbuatan penghinaan/ SHQFHPDUDQ QDPD PDWHUL \DQJ GLWXMXNDQ XQWXN PHQLPEXONDQUDVDNHEHQFLDQDWDXSHUPXVXKDQLQGLYLGX dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), dan PDWHUL \DQJ EHULVL DQFDPDQ NHNHUDVDQ DWDX PHQDNXW QDNXWL\DQJGLWXMXNDQVHFDUDSULEDGL9 Pelanggaran atas NHWHQWXDQNHWHQWXDQ WHUVHEXW PHQGDSDWNDQ DQFDPDQ hukuman pidana.
Perbuatan yang dilarang dalam UU ITE
Materi
Pasal 27 (1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Pasal 27 (3) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan GDQDWDXSHQFHPDUDQQDPDEDLN
9 Dalam beberapa penafsiran ketentuan tentang pelarangan DQFDPDQ NHNHUDVDQ DWDX PHQDNXWQDNXWL \DQJ GLWXMXNDQ VHFDUD SULEDGL DGDODK PHQFDNXSL ODUDQJDQ XQWXN PHODNXNDQ ¶F\EHUVWDONLQJ·PHVNLKDQ\DPHQFDNXSWLQGDNDQ¶WKUHDWHQLQJ· dan ‘harrasing’.
Pasal 28 (2) setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan XQWXN PHQLPEXONDQ UDVD NHEHQFLDQ DWDX permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Pasal 29 Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mengirimkan
informasi elektronik dan/atau dokumen HOHNWURQLN \DQJ EHULVL DQFDPDQ NHNHUDVDQ DWDX PHQDNXWQDNXWL \DQJ GLWXMXNDQ VHFDUD pribadi.
UU ITE mempunyai dua permasalahan, yakni adanya pembatasan dengan dasar melanggar kesusilaan dan rumusan larangan perbuatan atas dasar penghinaan/ SHQFHPDUDQ QDPD 3HPEDWDVDQ LQL NHPXGLDQ GDODP penerapannya selalu merujuk pada ketentuan KUHP. Sementara itu, dasar pengaturan atau ‘pembatasan’ sebagaimana diatur Pasal 28 (2) dan Pasal 29 dipandang dapat dimasukkan dalam klausul pembatas yang digunakan sebagai dasar pembatas hak atas kebebasan berekspresi yaitu ketertiban umum dan menghormati hak atau nama baik orang lain, serta melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau moral masyarakat.
Pembatasan atas hak untuk memperoleh informasi juga terdapat dalam UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Seluruh informasi yang masuk kategori rahasia intelijen, menjadi bagian dari rahasia negara yang ditutup aksesnya. Pembatasan ini sangat luas FDNXSDQQ\DVHKLQJJDVDQJDWPHPEDWDVLKDNSXEOLNDWDV informasi, karena keseluruhan informasi yang terkait intelijen negara bisa diklaim rahasia. UU Intelijen Negara juga mendasarkan alasan keamanan nasional BUKU SAKU KEBEBASAN BEREKSPRESI DI INTERNET
menjadi basis argumen untuk melakukan pembatasan informasi. Kategorisasi mengenai rahasia intelijen, dalam pembatasannya dapat dikatakan tidak sesuai GHQJDQ SULQVLS ¶QHFHVVLW\· GDQ ¶SURSRUWLRQDOLW\· 6LIDW \DQJ OXDV GDUL NODVLÀNDVL UDKDVLD LQWHOLMHQ GDSDW menjadikan terganggunya hak publik atas informasi. Dalam hukum Indonesia, sejumlah ketentuan tentang HAM yang dijamin juga diatur mengenai pembatasannya. Namun, pembatasan dalam konteks hukum nasional ini GLUXPXVNDQVHFDUDXPXPGDQEXNDQXQWXNSHPEDWDVDQ WHUKDGDSKDNKDN\DQJGLDWXUVHFDUDVSHVLÀN.HWHQWXDQ pembatasan HAM tersebut terdapat dalam UUD 1945 dan UU No. 39 Tahun 1999, dan sejumlah regulasi sektoral yang mengatur masalah tertentu dengan subtansinya merupakan pembatasan HAM.
Situasi Apapun dan Pembatasan HAM dalam Hukum Indonesia
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah HAM yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun
Pasal 28I ayat (1) UUD 1945
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan UU dengan maksud VHPDWDPDWD XQWXN PHQMDPLQ SHQJDNXDQ serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang DGLOVHVXDLGHQJDQSHUWLPEDQJDQPRUDOQLODL nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis
Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945
BUKU SAKU KEBEBASAN BEREKSPRESI DI INTERNET hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang EHUODNX VXUXW DGDODK KDNKDN PDQXVLD \DQJ tidak dapat dikurangi dalam keadaan keadaan apapun dan oleh siapapun
Pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan UU dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis
Pasal 70 UU No. 39 tahun 1999
Hak dan kebebasan yang diatur dalam UU ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan 88VHPDWDPDWDXQWXNPHQMDPLQSHQJDNXDQ dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum dan kepentingan bangsa
Pasal 73 UU No. 39 Tahun 1999
Bentuk pembatasan yang dirumuskan dalam hukum nasional, mempunyai sejumlah kelemahan yang PHQJDNLEDWNDQSHQHUDSDQWHQWDQJNHWHQWXDQNHWHQWXDQ SHPEDWDVDQ VHULQJ GLVDODKDUWLNDQ DWDX GLGHÀQLVLNDQ dengan tidak sesuai dengan standar hukum HAM internasional. Sejumlah kelemahan tersebut adalah
Pertama, DGDQ\D NHWLGDNMHODVDQ WHQWDQJ KDNKDN yang seharusnya tidak boleh atau dapat dibatasi dalam keadaaan apapun (non derogable rights), sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28I ayat (1) 88' +DNKDN GDODP SDVDO WHUVHEXW VHULQJ GLWDIVLUNDQ VHFDUD EHUEHGD GDQ PHQMDGL VXE\HN pembatasan yang dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 28J UUD 1945. Merujuk pada Pasal 4 ayat .RYHQDQ +DN 6LSLO GDQ 3ROLWLN KDNKDN GDODP Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 seharusnya merupakan KDNKDN \DQJ WLGDN EROHK GLEDWDVL DWDX GLNXUDQJL pemenuhannya dalam keadaan apapun.
Kedua, pembatasan dalam hukum nasional diatur dengan memasukkan sejumlah syarat yang tidak diatur dalam hukum HAM internasional, misalnya SHPEDWDVDQ NDUHQD SHUWLPEDQJDQ ¶QLODLQLODL agama’ dan ‘kesusilaan’. Dua syarat pembatasan tersebut, selain tidak diatur dalam hukum HAM internasional, juga tidak mempunyai indikator yang jelas. Akibatnya, penggunaan syarat pembatasan DWDV ¶QLODLQLODL DJDPD· GDQ ¶NHVXVLODDQ· VHULQJ GLLQWHUSUHWDVLNDQVHFDUDOXDVGDQGLJXQDNDQVHEDJDL alasan pembatasan yang melanggar HAM. Selain itu, penggunaannya seringkali didasarkan pada suatu nilai atau keyakinan yang tunggal atau dilakukan berdasarkan kehendak kelompok mayoritas, dan hal ini bertentangan dengan prinsip keberagaman/ SOXUDOLWDV PHQJDEDLNDQ SDQGDQJDQ NHORPSRN kelompok minoritas, sehingga justru menyebabkan atau berpotensi terjadinya pelanggaran HAM.
BUKU SAKU KEBEBASAN BEREKSPRESI DI INTERNET Ketiga, ketiadaan indikator atau rumusan yang sama dalam menjabarkan sejumlah syarat pembatasan yang diatur dalam UUD 1945 maupun UU. Ketiadaaan indikator tersebut mengakibatkan dalam perumusan berbagai regulasi dilakukan tanpa melihat ketentuan dan rujukan sesuai dengan hukum HAM internasional. Dampaknya, seringkali GDODP EHUEDJDL SHQ\XVXQDQ SHUDWXUDQ SHUXQGDQJ XQGDQJDQ WHUGDSDW NHWHQWXDQNHWHQWXDQ \DQJ melanggar HAM.
Mengantisipasi hal ini, penjabaran atas berbagai ketentuan tentang pembatasan HAM dalam regulasi Indonesia seharusnya merujuk pada berbagai ketentuan GDODPLQVWUXPHQ+$0LQWHUQDVLRQDOSULQVLSSULQVLS\DQJ dikembangkan oleh PBB, maupun berbagai keputusan Pengadilan HAM regional, yang telah memberikan SUHVHGHQ WHQWDQJ SHQDIVLUDQ DWDV V\DUDWV\DUDW pembatasan. Dengan merujuk pada sejumlah rumusan dalam hukum HAM internasional tersebut, selain PHPEHULNDQSHUOLQGXQJDQ\DQJQ\DWDDWDVKDNKDN\DQJ dijamin, juga mengimplementasikan kewajiban untuk PHQ\HVXDLNDQ KXNXP QDVLRQDO GHQJDQ KDNKDN \DQJ dijamin dalam perjanjian HAM internasional yang telah diterima oleh Indonesia.
BUKU SAKU
KEBEBASAN BEREKSPRESI DI INTERNET