• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebenaran Ilmiah

Dalam dokumen Filsafat ilmu pengetahuan. (Halaman 149-154)

KEJELASAN DAN KEBENARAN ILMIAH

F. Kebenaran Ilmiah

Kebenaran ilmiah terkait dan tidak bisa dilepaskan dari proses kegiatan ilmiah sampai dengan menghasilkan karya ilmiah yang diungkapkan atau diwujudkan. Suatu kebenaran tidak mungkin muncul tanpa adanya prosedur baku yang harus dilaluinya. Prosedur baku baku yang harus dilalui mencakup langkah-langkah, kegiatan- kegiatan pokok, serta cara-cara bertindak untuk memper- oleh pengetahuan ilmiah, hingga hasil pengetahuan ilmiah itu diwujudkan sebagai hasil karya ilmiah.

Pada awalnya setiap ilmu secara tegas perlu menetapkan atau membuat batasan tentang obyek yang akan menjadi sasaran pokok persoalan dalam kegiatan ilmiah; obyek tersebut dapat berupa hal konkret atau abstrak. Bertumpu pada penetapan obyek tersebut, kegiatan ilmiah berusaha memperoleh jawaban sebagai penjelasan terhadap persoalan yang telah dirumuskan. Jawaban tersebut tentu saja relevan dengan obyek yang menjadi sasaran pokok persoalan dalam kegiatan ilmiah. Sehingga kebenaran dari jawaban yang merupakan hasil dari kegiatan ilmiah ini bersifat obyektif, didukung oleh fakta-fakta yang berupa kenyataan yang berada dalam keadaan obyektivanya. Kenyataan yang dimaksud di sini adalah kenyataan yang berupa suatu yang dipakai sebagai acuan, atau sebenarnya merupakan kenyataan yang pada mulanya merupakan obyek dari kegiatan ilmiah ini. Dengan demikian suatu konsep, suatu teori, suatu pengetahuan memiliki kebenaran, bila memiliki sifat yang berhubungan (korespondensi) dengan fakta-fakta yang merupakan obyek dari kegiatan ilmiah yang dilakukan. Ilmu-ilmu kealaman pada umumnya menuntut kebenaran korespondensi,

karena fakta-fakta obyektif amat dituntut dalam

pembuktian terhadap setiap proposisi atau pernyataan ilmiah tersebut.

Setelah menetapkan dan membuat batasan tentang obyek yang diangkat sebagai pokok persoalan dalam kegiatan ilmiah, lebih lanjut perlu dibuat kerangka

mengusahakan jawabannya. Atas dasar teori-teori yang sudah ada serta telah memiliki kebenaran yang diandalkan, kita dapat manjalankan penalaran untuk memperoleh kemungkinan jawaban atas persoalan yang diajukan dalam kegiatan ilmiah tersebut. Agar menghasilkan jawaban yang benar, perlu adanya konsistensi dengan teori-teori yang telah diakui kebenarannya, sehingga jawaban tersebut koheren dengan teori-teori bersangkutan. Kebenaran yang dituntut dalam proses penalaran deduktif ini adalah kebenaran koherensi, yaitu adanya hubungan yang logis dan konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang relevan. Misalnya, suatu jawaban yang menyatakan bahwa jumlah besar dari ketiga sudut segitiga adalah 180 derajat didasarkan pada aksioma bahwa sudut lurus itu besarnya 180 derajat, dan jumlah dari ketiga sudut segitiga tersebut ternyata membantuk sudut lurus. Berhubung jawaban tersebut memiliki konsistensi dan hubungan logis dengan pernyataan-pernyataan yang sudah ada dan memiliki kebenaran, maka jawaban tersebut adalah benar. Atau jawaban mengenai penyebab turunnya harga gabah adalah terjadinya musim panenan padi merupakan jawaban yang benar, karena memiliki konsistensi dengan teori ekonomi tentang persediaan, penawaran dan harga. Sehingga dalam penalaran deduktif untuk menghasilkan hipotesis sebagai jawaban sementara, perlu adanya kebenaran koherensi; hipotesis dituntut memiliki hubungan logis atau konsis- tensi dengan teori-teori terkait yang telah diakui kebenarannya.

Dan untuk mengetahui apakah hipotesis tersebut memiliki kebenaran dalam realitasnya, maka perlulah diadakan uji hipotesis. Secara induktif perlu mengusa- hakan fakta-fakta yang relevan yang mendukung hipotesis tersebut. Bila ternyata hipotesis tersebut memiliki hubungan kesesuaian (korespondensi) dengan fakta-fakta yang relevan dengan obyek kajian, maka hipotesis tersebut benar, sedangkan bila sebaliknya tentu saja salah.

Setelah hipotesis diuji dan ternyata benar, maka hipotesis tersebut tidak lagi merupakan jawaban semen- tara, melainkan sudah merupakan jawaban yang memiliki kebenaran yang dapat diandalkan, dan tentu saja jawaban sebagai hasil kegiatan ilmiah ini dapat semakin mem- perkaya khasanah ilmu pengetahuan. Manusia tidak hanya cukup berhenti berusaha dengan memperoleh pengeta- huan, melainkan ada dorongan kehendak untuk bertindak, melakukan aktivitas dalam mengusahakan sarana bagi kebutuhan hidupnya. Maka pengetahuan ilmiah yang telah diperoleh tersebut dapat menjadi kekayaan yang cukup berharga sebagai sumber jawaban terhadap berbagai persoalan dan permasalah yang dihadapinya. Bila pengeta-

huan yang dihasilkan tersebut ternyata memiliki

konsekuensi praktis, yaitu berguna dan berhasil dalam memecahkan berbagai persoalan yang kita hadapi, maka pengetahuan tersebut memiliki kebenaran pragmatis.

Pada tahap menyampaikan dan mempublikasikan hasil pengetahuan ilmiah yang telah diusahakan, kita perlu menggunakan bahasa yang sesuai dengan bidang ilmu terkait (khususnya berkenaan dengan istilah-istilah, rumus-rumus maupun simbol-simbol yang biasa dipakai dalam bidang ilmu bersangkutan). Kebenaran dalam ilmu pengetahuan harus selalu merupakan hasil persetujuan atau konvensi dari para ilmuwan pada bidangnya. Kebenaran ilmu pengetahuan memiliki sifat universal sejauh kebenaran tersebut dapat dipertahankan; keuniver- salan ilmu pengetahuan dibatasi oleh penemuan-penemu- an baru atau penemuan lain yang hasilnya menolak penemuan yang ada atau bertentangan sama sekali. Jika terdapat hal semacam ini, maka diperlukan suatu penelitian ulang yang mendalam. Dan, jika hasilnya memang berbeda maka kebenaran yang lama harus diganti oleh penemuan baru, atau kedua-duanya berjalan bersama dengan kekuatannya atau kebenarannya masing-masing.

G. Penutup

Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: pertama, setiap proses mengetahui akan memunculkan suatu kebenaran yang merupakan sifat atau isi kandungan dari pengetahuan tersebut, karena kebenaran merupakan sifat dari pengetahuan yang diharapkan. Kedua, sebagaimana ada berbagai macam jenis pengetahuan (menurut sumber asalnya, cara dan sarananya, bidangnya, dan tingkatannya), maka sifat benar yang melekat pada kebenaran terkait tentu juga beraneka ragam pula. Ketiga, sesuai dengan fokus perhatian dan

pemikiran manusia terhadap proses serta hasil

pengetahuan itu dapat berbeda, maka pemahaman

maupun teori tentang pengetahuan serta tentang

kebenaran pun juga berbeda-beda pula. Terakhir, berhubung ilmu pengetahuan itu meliputi berbagai bidang, berbagai kegiatan dalam proses kegiatan ilmiah, berbagai langkah kegiatan yang ditempuh, serta berbagai cara dan sarana yang digunakannya, dan ilmu pengetahuan berusaha untuk memperoleh pengetahuan yang cukup dapat diandalkan, maka tidak dapat disangkal bahwa kebenaran ilmiah mencakup berbagai macam jenis kebenaran.

G. Soal-soal Latihan :

1. Buktikan dengan contoh bahwa kebenaran itu

bersumber dan termuat dalam kegiatan berpikir dengan segala ungkapannya / perwujudannya!

2. Jelaskan beberapa macam kebenaran berdasar sumber

atau asal pengetahuan itu diperoleh (misalnya : kebe- naran empiris, kebenaran wahyu, kebenaran fiksi)!

3. Jelaskan beberapa macam kebenaran berdasar cara

atau alat yang digunakan manusia dalam membangun pengatahuannya!

4. Jelaskan perbedaan antara kebenaran yang bersifat subyektif dengan kebenaran yang bersifat obyektif!

5. Bandingkan antara faham kebenaran menurut teori

kebenaran korespondensi dangan teori kebenaran koherensi.

6. Jelaskan faham kebenaran menurut teori kebenaran

pragmatis!

7. Bandingkan antara faham kebenaran menurut teori

kebenaran sintaksis dengan teori kebenaran semantis!

8. Bandingkan antara kebenaran hukum dengan

kebenaran moral!

9. Bandingkan antara kebenaran agama dengan

kebenaran filsafat!

10.Jelaskan beberapa ciri kebenaran yang termuat dalam

Bab VIII

Dalam dokumen Filsafat ilmu pengetahuan. (Halaman 149-154)