• Tidak ada hasil yang ditemukan

31kebenaran Dia terus bersikeras tidak mau percaya terhadap dakwah Musa Melihat

Dalam dokumen Lapsus Edisi 3 Maret 2017 (Halaman 33-35)

sikap Firaun yang seperti itu, suatu hal yang pantas diterima oleh Firaun hanyalah azab dan siksa.

Setelah putus asa bahwa Firaun dan kaumnya masih mempunyai kebaikan dan dapat diharapkan mau melakukan kebajikan, Musa pun lalu berdoa kepada Allah agar menghancurkan Firaun dan kaumnya, yang memiliki harta dan perhiasan, yang mempunyai pengaruh besar terhadap kebanyakan masyarakat, sehingga mereka tertarik kepada kedudukan, kekayaan serta memilih kesesatan. Musa berdoa agar Allah menghancurkan harta kekayaan mereka dan mengunci mati hati mereka, karena memang keimanan tidak akan pernah masuk ke dalam hati mereka.

Musa berdoa, “Wahai Tuhan kami! Engkau telah memberikan kepada Firaun dan para pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia. Wahai Tuhan kami! (Akibatnya) mereka menyesatkan manusia dari jalan-Mu. Wahai Tuhan! Binasakanlah harta mereka, dan kuncilah hati mereka, sehingga mereka tidak beriman hingga mereka melihat azab yang pedih” [Yunus: 88].

Kemudian Allah ‘Azza wa Jalla pun mengabulkan permohonan tersebut seraya memerintahkan untuk tetap konsisten pada keimanan dan tidak mengikuti jalan orang-orang yang berjalan di dalam gelap gulita tanpa ilmu, yang merasa ragu-ragu dalam melangkah, dan mereka bimbang untuk kembali. Juga orang-orang yang tidak mengetahui apakah mereka berjalan di jalan yang lurus ataukah tersesat di jalan.85

Manakala telah datang masa kebinasaan Firaun, Allah memerintahkan Musa untuk membawa Bani Israil keluar dari negeri Mesir pada waktu malam. “Dan kami wahyukan (perintahkan) kepada Musa, ‘Pergilah di malam hari dengan membawa hamba-hamba-Ku” (Bani Israil), karena sesungguhnya kamu sekalian akan disusuli” [Asy-Syuara: 53].

Musa beserta para pengikutnya pun melaksanakan perintah Allah tersebut. Mereka dengan segera pergi keluar meninggalkan negeri Mesir. Ketika Firaun diberitahukan tentang apa yang dilakukan Musa beserta pengikutnya, dia segera keluar mengejarnya disertai oleh rombongan besar yang terdiri dari para pengeran, para menteri, para pembesar negara, dan bala tentaranya. Pada waktu pagi, Firaun dan rombongannya telah dapat mengejar Musa dan para pengikutnya. Sebagaimana yang dikisahkan Al-Quran, “Maka Firaun dan bala tentaranya dapat menyusul mereka di waktu matahari terbit” [Asy-Syuara: 60].

Ketika kedua rombongan tersebut saling dapat melihat, para pengikut Musa pun berkata dengan penuh kekhawatiran, “Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul” (Asy-Syuara: 61). Meski belum mendapat petunjuk dari Allah, namun Musa dengan penuh keimanan menjawab pernyataan mereka, “Sekali-kali tidak akan (tersusul); sesungguhnya Tuhanku bersamaku. Dia akan memberi petunjuk kepadaku” [Asy- Syuara: 62].

Tatkala Firaun dan bala tentaranya semakin dekat, Allah pun menurunkan wahyu kepada Musa, “Lalu Kami wahyukan kepada Musa, ‘Pukullah lautan itu

32

dengan tongkatmu.’ Kemudian terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar” (Asy-Syuara: 63).

Dengan kuasa dan izin Allah, laut tersebut tersebut membelah menjadi dua belas jalan. Setiap kelompok pengikut Musa memiliki satu jalan untuk mereka lewati. Setiap jalan dipisahkan oleh jarak sehingga masing-masing kelompok selalu melihat ke arah kelompok yang lain untuk saling menenangkan di antara mereka.

Kemudian Allah mengutus angin ke dasar laut dan angin tersebut mengangkat air dari laut, sehingga membuat dasar laut menjadi kering laksana keringnya tanah di bumi. Sebagaimana yang difirmankan Allah, “Maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu, maka tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam)” (Thaha: 77).

Setelah itu, Bani Israil yang merupakan pengikut Musa masuk ke dasar laut yang telah mengering tersebut. manakala Firaun beserta rombongannya sampai di dekat laut dan menyaksikan laut terbelah menjadi dua, dia berkata kepada para rombongannya, “Tidakkah kalian saksikan rasa takut kepadaku, sehingga ia membelah dirinya agar aku dapat mengejar dan membunuh musuh-musuhku.”

Tatkala Musa dan pengikutnya telah sampai di seberang laut sementara Firaun beserta rombongannya masih berada di tengah-tengah lautan, seketika itu juga laut kembali menyatu sehingga menenggelamkan mereka semua. Ketika Firaun tengah hampir tenggelam, dia pun berkata, “Saya percaya bahwa tidak ada Ilah melainkan yang diimani oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)” (Yunus: 90).

Perkataan Firaun tersebut dibalas oleh Allah bahwa keimanannya itu seharusnya dia ungkapkan ketika dia tengah berada dalam keadaan senang; bukan ketika dia tengah menghadapi kematian. Sebagaimana yang difirmankan Allah, “Apakah sekarang (kamu baru percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan” (Yunus: 91).

Allah ingin menjadikan kebinasaan Firaun sebagai pelajaran bagi orang yang mau mengambil pelajaran, juga sebagai tanda bahwa Allah adalah Yang Mahaperkasa, Yang berhak untuk disembah. Allah kemudian berfirman, “Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu (Firaun) supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang- orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami” [Yunus: 92]. Allah menjadikan jasad Firaun utuh, tidak dimakan oleh ikan, dan tidak ada bagian-bagian dari tubuhnya yang hilang yang menyebabkan orang tidak mengenalinya lagi. Bahkan hari ini, jasad Firaun yang terkubur ribuan tahun dahulu masih bisa disaksikan sampai hari ini. Inilah di antara bukti kebenaran Al-Quran terkait jasad Firaun.

33

XI. KESIMPULAN

Hidup di bawah suatu penguasa atau sistem yang diktator, tiran, sewenang- wenang dan angkuh, ditambah dengan semua kekuasaan, kekayaan, dan fasilitas kehidupan berada di tangan, merupakan suatu ujian berat bagi keimanan Bani Israil, terkhusus bagi kaum Firaun. Tidak mudah bagi kaum Firaun untuk beriman kepada Musa meski mereka telah mendengar dengan jelas narasi Musa dan menyaksikan berbagai mukjizat Musa, serta hukuman-hukuman yang Allah turunkan akibat keingkaran dan kedustaan mereka terhadap ayat-ayat Allah. Karena suatu yang dekat dan tampak oleh mata mereka, yaitu kemegahan dan gemerlap dunia, lebih menjanjikan di banding beriman kepada Musa. Apalagi konsekuensi keimanan tersebut tidak hanya berarti kehilangan dunia, namun juga ancaman keamanan dan jiwa.

Sementara bagi Bani Israil, mereka memang tidak mempunyai pilihan lain selain percaya kepada Musa. Tetapi realita dekat dan tampak oleh mata mereka berupa siksaan yang tidak kunjung berhenti, juga menyebabkan sebagian dari pada mereka ragu, bahkan memojokkan Musa. Meski sebagian lagi percaya penuh kepada misi yang dibawa Musa. Bahkan tidak menutup kemungkinan, sebagian kecil Bani Israil justru menjadi pengikut setia Firaun, seperti halnya Qarun. Namun pilihan yang berada di hadapan mereka hanya dua; tidak ada pilihan ketiga. Beriman pada Musa dengan berbagai konsekuensinya, atau menjadi pengikut Firaun, sang raja tiran, angkuh, lagi durjana. [A. Sadikin]

Dalam dokumen Lapsus Edisi 3 Maret 2017 (Halaman 33-35)

Dokumen terkait