• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lapsus Edisi 3 Maret 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Lapsus Edisi 3 Maret 2017"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

A. Sadikin

Laporan Khusus

Edisi 3 / Maret 2017

ABOUT US

Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan sebuah lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk mencegah segala bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari sekian banyak media yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk menjadi corong kebenaran yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan

gagasan ilmiah dan menitikberatkan pada metode analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan ini merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis.

Untuk komentar atau pertanyaan tentang publikasi kami,

kirimkan e-mail ke:

lk.syamina@gmail.com.

(3)

3

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI — 3

EXECUTIVE SUMMARY — 4

I. IDENTIFIKASI MUSA DALAM AL-QURAN — 6 II. IDENTIFIKASI FIRAUN DALAM AL-QURAN — 7 III. PERANG NARASI FIRAUN vs MUSA — 8

IV. HARI PERTARUNGAN — 18

V. SIKAP FIRAUN SETELAH HARI PERTARUNGAN SIHIR — 21 VI. SIKSAAN FIRAUN TERHADAP BANI ISRAIL — 21

VII. PERANG NARASI FIRAUN DAN ORANG BERIMAN DARI KAUMNYA — 22 VIII. HUKUMAN ALLAH KEPADA FIRAUN DAN KAUMNYA — 27

IX. FIRAUN MEMENGARUHI KAUMNYA AGAR TIDAK BERIMAN — 29 X. KEBINASAAN FIRAUN DAN PASUKANNYA — 30

(4)

4

K

ata ‘Musa’ dan ‘Firaun’ merupakan di antara kata yang sering muncul dalam kitab suci umat Islam, Al-Quran. Musa merupakan rasul yang diutus oleh Allah kepada Firaun, penguasa paling bengis pada zamannya, bahkan mungkin paling bengis dibanding penguasa setelahnya. Di antara fragmen penting kehidupan Musa yang dikisahkan Al-Quran adalah perang narasinya dengan Firaun.

Musa dan Harun—setelah menerima perintah Allah—mendatangi Firaun di istananya untuk menyerunya agar beriman, dengan narasi bahwa mereka adalah rasul, dengan misi membebaskan Bani Israil dari perbudakan bangsa Qibthi, kaum Firaun. Menanggapi itu, Firaun justru berkelit dan mengalihkan narasi pada kepribadian Musa sebelumnya, dan mencari-cari serta mengungkit kesalahannya. Yaitu dididik dan dibesarkan di lingkungan istana Firaun dan pernah melakukan kejahatan pembunuhan. Berdasarkan itu, Firaun menuding Musa termasuk orang yang tidak tau berterima kasih.

Musa pun mengakui jasa Firaun padanya, juga kekhilafannya tanpa sengaja membunuh seorang pemuda Qibthi, dan juga melarikan diri dari Mesir. Namun Musa menegaskan bahwa perbuatan membunuh itu dia lakukan saat masih jahil dan dia melarikan diri karena takut terhadap keselamatannya. Akan tetapi jasa Firaun pada dirinya tidak ada apa-apanya dibanding kebijakan Firaun yang memperbudak Bani Israil.

Firaun segera kembali mengalihkan narasi, dengan menanyakan tentang hakikat dakwah Musa, namun dengan cara yang tidak beradab, ejekan, dan penghinaan, “SiapaTuhan semesta alam itu?” Musa pun menjawab bahwa Tuhan semesta alam yaitu Tuhan pencipta langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, yang mana Firaun tidak mungkin mampu menguasainya dengan kekuasaannya.

Firaun mengejek dan menertawakan jawaban Musa seraya berkata kepada pada pembesarnya, “Apakah kalian tidak mendengar apa yang dikatakannya?”. Musa tidak terusik dengan ejekan dan tertawaan Firaun, bahkan tetap fokus menjawab pertanyaan Firaun dengan berkata, “Dia adalah Tuhanmu dan juga Tuhan nenek moyangmu terdahulu.” Jawaban ini keras menghantam Firaun, dakwaannya

(5)

5

dan norma-normanya, karena membantah narasi Firaun bahwa adalah tuhan

sebagaimana yang diakuinya di hadapan kaumnya.

Firaun lalu menuduh Musa gila untuk menghilangkan pengaruh pernyataannya yang telah menyerang kedudukan dan wibawanya. Musa tetap tidak terganggu dengan tuduhan Firaun dan tetap fokus menjawab pertanyaan Firaun yang sekaligus merupakan konten narasinya, dengan berkata, “Dialah Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya.”

Merasa kalah dalam perang narasi, Firaun menutup pintu dialog lalu menggunakan kekuasaannya dengan mengancam akan memenjarakan Musa. Namun Musa justru segera membuka kembali lembaran dialog sehingga ia bisa selamat dengan mengajukan agar dia diperkenankan menunjukkan bukti-bukti bahwa dia memang seorang rasul. Firaun pun terpaksa mengabulkan permohonan Musa agar dia tidak dianggap takut dengan argumentasi Musa. Kemudian Musa pun mendatangkan bukti berupa tongkat yang berubah wujud menjadi ular, dan tangan yang bisa mengeluarkan cahaya.

Firaun lalu menuding Musa telah melakukan praktik sihir dan melanjutkan propokasinya dengan mengingatkan para pengikutnya, bahwa tujuan Musa adalah untuk mengusir mereka dari Mesir. Firaun meminta saran kepada para pembesarnya bagaimana cara menghadapi Musa. Mereka pun mengusulkan untuk mengadakan pertarungan sihir antara Musa dan para ahli sihir Mesir. Karena yakin menang, Firaun lantas menyerahkan ketentuan waktunya pada Musa. Waktu yang dipilih Musa jatuh pada hari perayaan mereka, tepatnya pada waktu dhuha.

Pada hari pertarungan sihir tersebut, Musa berhasil mengalahkan para ahli sihir Mesir sehingga menyebabkan mereka beriman kepada Musa. Karena keimanan para ahli sihir merupakan pukulan telak, maka Firaun menuduh para ahli sihir telah melakukan makar dan bersekongkol dengan Musa untuk mengusir bangsa Qibthi dari Mesir, serta mengancam akan membunuh mereka. Para ahli sihir tetap teguh dengan keimanannya sehingga mereka pun terbunuh sebagai syuhada.

Setelah itu Firaun dan kaumnya semakin menindas Bani Israil. Allah kemudian menurunkan hukuman kepada berupa kemarau panjang, kekurangan buah-buahan, topan, belakang, kutu, katak, dan darah. Peristiwa ini—paling tidak—menyentuh hati sebagian kaum Firaun. Lalu Firaun memengaruhi kaumnya dengan suatu yang dekat dan terlihat oleh mereka berupa: kekuasaan dan kekayaan yang dimilikinya, dan sungai-sungai yang mengalir di bawah kakinya. Firaun juga mempermainkan logika kaumnya dengan narasi bahwa seandainya Musa benar seorang rasul niscaya dia akan diangkat sebagai raja, atau paling tidak malaikat akan bersamanya untuk menggiringnya. Akhirnya kaum Firaun tunduk padanya. Semua bukti-bukti itu tidak membuat mereka sadar.

(6)

6

K

ata ‘Musa’ dan ‘Firaun’ merupakan di antara kata yang sering muncul dalam kitab suci umat Islam, Al-Quran.1 Banyaknya disebut kata Musa

dalam Al-Quran menunjukkan pentingnya menghayati dan mentadabburi sepak terjang Musa; termasuk berbagai cobaan, gangguan, rintangan dan fitnah yang dihadapinya.2 Musa merupakan rasul yang diutus oleh Allah kepada Firaun,

penguasa paling bengis pada zamannya, bahkan mungkin paling bengis dibanding penguasa setelahnya. Musa diperintahkan untuk berdakwahi Firaun dengan cara penyampaian yang lembut (layyin), namun tetap dengan konten yang lugas nan tegas. Berawal dari sinilah dimulainya perang narasi antara Musa yang berada di pihak kebenaran dengan Firaun yang berada di pihak kebatilan.

I. IDENTIFIKASI MUSA DALAM AL-QURAN

Nama lengkap Musa adalah Musa bin Imran bin Qahits bin Azir bin Lawa bin Ya’qub bin Ishak bin Ibrahim. Ia dilahirkan di Mesir pada tahun di saat Firaun memerintahkan agar semua anak-anak laki-laki Bani Israil di bunuh. Tidak lama setelah dilahirkan, atas ilham yang Allah berikan pada ibunya, ia dihanyutkan oleh ibunya di Sungai Nil. Musa kemudian ditemukan oleh pelayan Firaun yang kemudian membawanya kepada istri Firaun, Asiyah binti Muzahim, dan dia pun menyukai anak laki-laki yang ditemukan itu. Ketika Firaun mengetahuinya, dia pun memerintahkan untuk membunuh dan menyembelihnya. Akan tetapi istrinya menghalanginya dengan mengatakan bahwa anak laki-laki itu adalah, ‘penyejuk mata bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan dia bermanfaat kepada kita dan kita ambil dia menjadi anak’ [Al-Qashash: 9].

Musa pun tumbuh dan berkembang dalam istana dan pengasuhan Firaun hingga tumbuh menjadi dewasa. Sampai akhirnya Musa melarikan diri ke Madyan lantaran khawatir kepada Firaun tatkala tanpa sengaja dia membunuh seorang pemuda Qibti yang ditemukannya sedang berkelahi dengan seorang pemuda Bani Israil.

1 Menurut Shalah Al-Khalidi, kata ‘Musa’ disebut al-Quran sebanyak 136 di dalam 34 surat, sementara ‘Firaun’ disebutkan sebanyak 74 kali di dalam 27 surat. Lihat Al-Qashash al-Qur`ani: ‘Ardhu Waqa`i’ wa Tahlilu Ahdats, vol. II, hal. 270-273.

2 Utsman Khumais, Fa Bi Hudahumuqtadih, hal. 326.

PERANG NARASI

MUSA vs FIRAUN

PROFIL MUSA Nama lengkap:

Musa adalah Musa bin Imran bin Qahits bin Azir bin Lawa bin Ya’qub bin Ishak bin Ibrahim.

Lahir:

(7)

7

Di Madyan, Musa bertemu dengan dua orang perempuan yang sedang mengantri

untuk memberi minum ternak mereka lantaran keduanya tidak memiliki saudara laki-laki sementara ayahnya sudah tua renta. Musa pun membantu keduanya memberi minum ternak-ternaknya. Ayah dari kedua perempuan yang adalah seorang lelaki saleh, akhirnya menikahkannya dengan salah seorang anak perempuannya dengan syarat Musa harus bekerja untuknya selama delapan tahun. Musa pun menyanggupi syarat tersebut dan menikah dengan anak perempuan lelaki saleh tersebut.

Setelah menghabiskan masa sepuluh tahun di Madyan, Musa pun kembali ke Mesir. Di tengah perjalanan menuju Mesir itulah, tepatnya di suatu lembah yang bernama Thuwa, Musa diangkat Allah sebagai salah seorang rasulnya, dengan misi mendakwahi Firaun dan membebaskan Bani Israil dari belenggu penindasan dan perbudakan.3

II. IDENTIFIKASI FIRAUN DALAM AL-QURAN

Firaun adalah suatu gelar yang dicantumkan Al-Quran untuk setiap penguasa Mesir pada era Farainah (Dinasti Firaun). Ia bukanlah suatu nama penguasa tertentu yang menguasai suatu negeri. Pada era tersebut, yang menentukan nama penguasa suatu negeri adalah nama dinasti penguasa pada masa itu. Menurut sejarawan, penguasa Mesir yang diberi gelar Firaun adalah Ahmose, Ramses, Merenptah, dan Akhnaton.4

‘Firaun’ berasal dari kata non-Arab (a’jami); bukan derivasi dari kata bahasa Arab.5 Bangsa Arab kemudian mengubah kata tersebut dan menjadikannya sebagai

kata kerja (fi’il), lalu membuat derivasi dari kata kerja tersebut. Secara bahasa, Firaun digunakan sebagai padanan kata ‘atuww’6 yang berarti angkuh atau sombong.7

Firaun adalah seorang penguasa zalim, diktator dan tiran. Bahkan keangkuhan, kesombongan dan kekufurannya sampai pada tahap dia mengaku sebagai Tuhan.8

Al-Quran menyebutkan sejumlah karakter Firaun. Karakter-karakter tersebut yaitu, (1) berbuat sewenang-wenang di bumi, (2) melampaui batas9, (3) berlaku

tiran10,(4) memecah-belah rakyatnya, (5) menindas golongan yang tidak mau

menjadi golongannya, (6) menyembelih anak laki-laki dan membiarkan anak-anak perempuan, (7) berbuat kerusakan11, (8) mengklaim berada di pihak yang

benar12, (9) memperdaya dan menyesatkan rakyatnya agar mempercayai ideologi

yang dipegangnnya13, (10) mendustakan ayat-ayat Allah14, (11) mengklaim memiliki

semua yang ada di negerinya dan berbangga-bangga dengan kekuasaan yang ia pegang15, dan (12) mengaku sebagai tuhan yang paling tinggi16.

3 Untuk lebih detiilnya, lihat Ibnu Katsir, Qashashul Anbiya’, hal. 377-399. 4 Shalah Al-Khalidi, Al-Qashash Al-Qur`ani, vol. II, hal. 262.

5 Lihat Raghib Ashfahani, Al-Mufradat fi Gharibil Qur`an, hal. 632.

6 As-Samin Al-Halabi, ‘Umdatul Huffazh fi Tafsiri Asyrafil Alfazh, vol. III, hal. 219.

7 Lihat Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia Terlengkap, hal. 894. 8 Shalah Al-Khalidi, Al-Qashash Al-Qur`ani, vol. II, hal. 263.

9 Baca QS. Yunus: 83. 10 Baca QS. Thaha: 24 dan 49. 11 Baca QS. Al-Qashash: 4. 12 Baca QS. Al-Mukmin: 29. 13 Baca QS. Thaha: 79.

14 Baca QS. Ali Imran: 11, dan Al-Anfal: 54. 15 Baca QS. Az-Zukhruf: 51.

16 Baca QS An-Naziat: 24.

TENTANG FIRAUN

Gelar yang dicantumkan

Al-Quran untuk setiap penguasa Mesir pada era Farainah (Dinasti Firaun).

(8)

8

Tiga Pilar Tonggak Penguasa Firaun

Al-Quran menyebut dua nama di antara nama para pembesar Firaun yang berkuasa terhadap rakyat dengan mengatasnamakan Firaun. Dua nama tersebut yaitu Haman dan Qarun.

Pada masa Dinasti Farainah, tonggak penguasanya terdiri tiga pilar, yaitu: (1) kekuasaan politik dan menajeman, yang direpresentasik oleh menteri Haman, (2) kekuasaan kuangan dan ekonomi, yang direpresentasikan Qarun, dan (3) kekuasaan media yang mampu mempengaruhi, yang direpresntasikan oleh para ahli sihir. Tiga pilar penguasa inilah yang merupakan pilar utama rezim pada zaman dahulu dan juga era hari ini.17

Qarun memang berasal dari Bani Israil namun menjalin sekutu dengan Firaun. Dia merupakan di antara penduduk Mesir yang paling kaya. Sementara Haman dapat disebut sebagai orang kedua di Mesir setelah Firaun. Karena selain Firaun, Haman termasuk orang yang berhak memiliki pasukan18. Haman lah orang yang diminta

oleh Firaun untuk menjalankan perintahnya berupa membangun bangunan tinggi agar dia bisa melihat Tuhannya Musa, sebagaimana yang dia klaim19.

III. PERANG NARASI FIRAUN vs MUSA

Perang dan adu narasi antara Musa dengan Firaun dimulai tatkala Musa—yang saat itu bersama Harun—untuk pertama kalinya berhadapan dengan Firaun sebagai utusan Allah. Setelah sampai di hadapan Firaun, Musa pun berkata, “Kami berdua adalah utusan Tuhanmu yang diutus kepadamu.”

Mendengar ucapan Musa, Firaun balik bertanya kepadanya, “Mengapa Dia mengutusmu?”

Musa menjawab, “Dia mengutus kami untuk membebaskan Bani Israil dari tindakanmu, kecongkakanmu, kebengisanmu, dan dari siksaanmu.”

Mendengar jawaban Musa, Firaun terpana ketika melihat Musa menentangnya dengan dakwah yang dahsyat tersebut, yaitu dakwah “... Sesungguhnya kami adalah rasul Tuhan semesta alam” [Asy-Syuara: 16]. Ditambah lagi dengan permintaan dahsyat kepadanya, “Lepaskanlah Bani Israil (pergi) beserta kami” [Asy-Syuara: 17].20

Karena sesungguhnya akhir pertemuan Firaun dan Musa adalah ketika Musa masih menjadi anak asuhnya di istana setelah penemuan keranjang kotak bayinya di sungai Nil. Musa lari setelah membunuh seorang pemuda Qibti yang ditemukannya sedang berkelahi dengan seorang pemuda Bani Israil. Kemudian Musa datang dengan membawa dakwah yang dahsyat tersebut setelah sepuluh tahun.

Oleh karena itu, Firaun mulai mengejek, memperolok-olok, dan menyangsikannya sebagai suatu yang aneh, “Firaun menjawab, ‘Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami waktu kamu masih anak-anak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu? Dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang

17 Shalah Al-Khalidi, Al-Qashash Al-Qur`ani, vol. II, hal. 400.

18 Penjelasan bahwa Haman juga memiliki pasukan tersendiri dijelaskan QS. Al-Qashash: 8. 19 Penjelasan terkait hal ini diterangkan oleh QS Al-Qashash: 38.

(9)

9

telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak tahu berterima kasih” [Asy-Syuara: 18].

Bukankah engkau telah kami asuh di lingkungan kami, di istana kami dan di pembaringan kami. Kami telah memberikan kesenangan selama beberapa tahun, kemudian setelah itu engkau balas kebaikan itu dengan perbuatanmu membunuh seorang laki-laki di antara kami dan engkau berusaha mengingkari pemberian kami kepadamu.21

Apakah ini balasannya atas pendidikan dan kemuliaan yang telah kamu dapatkan dari kami ketika kamu masih anak-anak? Lalu sekarang kamu datang dengan membawa agama yang berbeda dengan agama kami? Apakah balasanmu terhadap budi baik kami adalah dengan membuat kami meninggalkan agama kami? Dan mengajak kami menyembah Tuhan yang mengutusmu, yang kamu katakan sebagai Tuhan Yang Mahaesa. Kemudian kamu memberontak kepada raja di mana kamu tumbuh di istananya dan kamu menyembah tuhan lain selain dirinya? Lalu mengapa kamu tidak menyinggung perkara ini selama bertahun-tahun hidup bersama kami, kemudian baru sekarang baru kamu mengakuinya? Kamu sama sekali tidak pernah menyinggung pengantar perkara yang dahsyat ini sebelumnya.22

Firaun kini mengubah narasi. Jika kita ingin mempelajari bagaimana merespon sebuah propaganda, maka lihatlah bagaimana Nabi Musa AS berbicara kepada Firaun. Pelajarilah dengan penuh seksama. Kita akan mendapatkan sesuatu yang luar biasa. Firaun akan berkelit dan senantiasa mengubah narasinya.

Kemudian Firaun berusaha mencari-cari dan mengungkit kesalahan Musa dengan mengingatkan Musa tentang peristiwa pembunuhan pemuda Qibti dengan membesar-besarkannya, “Dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak tahu berterima kasih” [Asy-Syuara: 19].

Firaun mengubah subjek diskusi. Dia terus menyematkan tuduhan kepada Musa . Ia terus menyerang dengan berbagai narasi. Ia mencoba segala yang ia mampu, tapi Musa tetap teguh pada pesannya. Ia tidak beralih, ia tidak berpindah dari posisinya. Demikianlah Firaun menghimpun semua yang dianggapnya sebagai perlawanan dan jawaban yang mematikan sehingga Musa tidak mampu membantahnya dan melawannya. Khususnya, tentang kisah pembunuhan dan kisah-kisah setelahnya yang dijadikan sebagai kalimat ancaman terhadap Musa.

Setelah mendengar dengan penuh khusuk apa yang dikatakan Firaun, Musa pun menanggapinya dengan berkata, “(Memang) aku telah melakukannya, dan ketika itu aku termasuk orang yang khilaf. Lalu aku lari darimu karena aku takut kepadamu,” [Asy-Syuara: 20-21].

Benar aku telah melakukan perbuatan itu pada saat aku masih jahil. Aku masih terpengaruh dengan dorongan fanatisme terhadap kaumku. Aku takut terhadap keselamatanku. Kemudian Allah menganugerahkan kepadaku kebaikan, “...

(10)

10

kemudian Tuhanku menganugerahkan ilmu kepadaku serta Dia menjadikan aku salah seorang di antara rasul-rasul-Nya” [Asy-Syuara: 21].

Jadi aku bukan membawa perkara baru. Aku hanya salah satu dari orang-orang yang telah diutus sebelumnya. Kemudian Musa menjawab hardikan dan ejekan Firaun dengan hardikan dan ejekan pula, namun dengan benar adanya “Dan itulah kebaikan yang telah engkau berikan kepadaku, (sementara) itu engkau telah memperbudak Bani Israil” [Asy-Syuara: 22].

Apakah balasan yang kamu ambil dari pengasuhanmu terhadapku adalah dengan menghinakan kaumku? Kamu telah berbuat buruk terhadap kaumku. Kamu jadikan mereka sebagai budakmu dan para pembantumu yang harus selalu siap melaksanakan semua keinginanmu. Sesungguhnya kamu tidak memiliki budi terhadapku. Karena kamu telah memperlakukan dengan buruk Bani Israil sebagai balasan perbuatan baikmu terhadap satu orang dari mereka.

Kamu tidaklah mengasuhku dalam istanamu semasa anak-anak melainkan dengan perbudakan yang kamu lakukan terhadap Bani Israil, pembunuhan terhadap anak laki-laki mereka yang membuat ibuku terpaksa mengapungkanku di dalam kotak dan mengalirkannya di sungai. Kemudian kalian menemukanku. Maka, aku pun dididik di istanamu, bukan di rumah orang tuaku. Apakah ini anugerahmu yang agung?23

Pada saat itu, Firaun segera mengalihkan masalah, dengan menanyakan tentang hakikat dakwah Musa, namun dengan cara yang tidak beradab, ejekan, dan penghinaan terhadap hak Allah Yang Mahamulia, “Siapa Tuhan semesta alam itu?” [Asy-Syuara: 23].

Sebuah pertanyaan yang mengingkari pernyataan Musa hingga ke akar-akarnya. Firaun mengejek pernyataan itu dan orang-orang yang menyatakannya. Dia menganggap permasalahan itu sangat aneh seolah-olah dia memandangnya tidak mungkin digambarkan dan tidak pantas dijadikan tema pembicaraan.

Namun Musa menjawabnya dengan sifat yang mencakup rububiyah-Nya dan kekuasaan-Nya atas seluruh semesta alam yang terlihat dan seluruh manusia yang ada di dalamnya, “Tuhan pencipta langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu mempercayainya” [Asy-Syuara: 24].

Yaitu penguasa langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya.24 Tuhan

tujuh petala langit dengan segala isinya berupa planet-planet. Tuhan bumi dengan segala isinya yang terdiri dari samudra, gunung, pepohonan, udara, dan burung-burung.

Suatu jawaban yang cukup membantah kepura-puraan dan kebodohan itu dan mengunci mulut Firaun. Sesungguhnya Tuhan yang sebenarnya adalah pengatur seluruh alam semesta yang luas ini, yang mana kamu tidak mungkin mempau menguasainya dengan kekuasaanmu. wahai Firaun. Firaun memang mengakui bahwa dia adalah tuhan bangsa Mesir dan menguasai sebagian dari dataran dan

23 Ibid.

(11)

11

sungai Nil. Itu hanya kerajaan yang kecil sekali, layaknya biji sawi di antara kerajaan

langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya.

Demikianlah jawaban Musa yang meremehkan pengakuan kekuasaan Firaun dan kebatilannya. Musa mengarahkan pandangan Firaun agar melihat alam semesta yang luas ini dan berpikir tentang siapa Tuhannya. Karena Tuhan yang sebenarnya adalah Tuhan semesta Alam.25

Setelah mendengar jawaban Musa, Firaun kemudian mengarahkan pandangannya yang penuh dengan ejekan kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya; mengagetkan mereka dengan pernyataan itu. Atau, mungkin dia dapat mengalihkan mereka dari pengaruhnya, seperti yang dilakukan oleh para diktator yang sangat khawatir terhadap masuknya kalimat-kalimat kebenaran yang sederhana dan jelas ke dalam hati. “Apakah kalian tidak mendengar (apa yang dikatakannya)?”

[Asy-Syuara: 25].

Apakah kalian tidak merasa heran dengan apa yang diklaimnya bahwa ada Tuhan untuk kalian selainku?26 Tidakkah kalian mendengar perkataan yang aneh

dan ajaib ini, yang tidak pernah kita dengar sebelumnya dan tidak pernah dikatakan oleh orang yang kita kenal?27

Maka Musa pun segera menyerang mereka dengan jawaban lain tentang sifat lain dari sifat-sifat Tuhan semesta alam “(Dia) Tuhanmu dan juga Tuhan nenek moyangmu terdahulu” [Asy-Syuara: 26]

Pernyataan ini lebih keras menghantam Firaun, dakwaannya dan norma-normanya. Musa menyerangnya dengan fakta bahwa sesungguhnya Tuhan alam semesta itu adalah Tuhan Firaun juga. Jadi, Firaun hanyalah salah satu hamba-Nya. Firaun bukanlah tuhan sebagaimana yang diakuinya di hadapan kaumnya. Tuhan itu juga adalah Tuhan seluruh kaumnya, dan sekali-kali bukan Firaun tuhan mereka sebagaimana yang diakuinya atas mereka. Tuhan itu juga merupakan Tuhan nenek moyang mereka. Maka, segala dakwaan Firaun bahwa dia pewaris Tuhan merupakan dakwaan yang batil. Karena sebelumnya Tuhan yang sebenarnya hanyalah Allah, Tuhan semesta alam.

Sesungguhnya itu merupakan pukulan telak bagi Firaun. Maka, dia pun tidak bisa tinggal diam sementara orang-orang mendengarkan dengan seksama. Firaun segera berusaha mencegah Musa untuk meneruskan kata-katanya. Dia berusaha untuk membuat kaumnya tidak mempercayai ucapan kebenaran yang keluar dari mulut Musa. Oleh karena itu, Firaun segera menuduh orang yang menyatakan hal itu sebagai orang gila28, “Sungguh, rasulmu yang diutus kepada kamu benar-benar

orang gila” [Asy-Syuara: 27]

25 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Quran, vol. V, hal. 2592. 26 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, vol. VI, hal. 138. 27 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Quran, vol. V, hal. 2592.

(12)

12

Dengan pernyataan, “Sungguh, rasulmu yang diutus kepada kamu ...” Firaun hendak menghina persoalan risalah di jantungnya. Sehingga, dia dapat menjauhkan hati orang-orang darinya dengan penghinaan itu. Dia tidak bermaksud mengikrarkan dan mengakui kemungkinan kerasulan Musa dengan perkataannya ‘rasulmu’ itu. Dia menuduh Musa gila untuk menghilangkan pengaruh pernyataannya yang telah menyerang kedudukan dan wibawa Firaun; baik dari segi politik maupun agama. Pernyataan musa itu bisa mengarahkan orang-orang untuk beriman kepada Allah, Tuhan mereka dan Tuhan orang-orang sebelum mereka.

Namun, hinaan dan tuduhan seperti itu tidak menghilangkan sedikit pun wibawa Musa. Musa tidak memedulikan tuduhan Firaun. Maka, dengan penuh kesabaran dan ketegaran, dia pun meneruskan perjalanannya dalam menyampaikan kalimat yang benar, yang menggetarkan para tiran dan diktator.

Musa berkata, ‘(Dialah) Tuhan (yang menguasai) timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya; jika kamu mengerti” [Asy-Syuara: 28].

Timur dan barat merupakan dua kutub yang terpampang di depan mata setiap hari. Namun, kadangkala hati tidak peduli kepadanya karena terlalu sering melihatnya atau terlalu mengenalnya. Lafal ayat itu menunjukkan terbit dan tenggelamnya matahari, sebagaimana ia pun menunjukkan tentang dua tempat terbit dan dua tempat tenggelam. Dua peristiwa yang besar ini, tidak seorang pun; baik Firaun maupun para diktator dan tiran lainnya berani mengakui sebagai pengatur keduanya. Lantas siapa yang mengaturnya dan membentuknya dengan keteraturan yang tidak pernah mundur dari waktunya yang telah ditentukan? Musa membangkitkan daya tangkap dan mendorong mereka untuk berfikir dan merenung.

Para tiran tidak takut kepada sesuatu seperti takutnya kepada kesadaran warga dan bangsanya serta kebangkitan hati. Mereka tidak membenci seseorang seperti bencinya mereka kepada para dai yang menyerukan kesadaran dan kebangkitan. Mereka tidak akan naik pitam kepada seseorang seperti naik pitamnya mereka kepada orang-orang yang membangkitakan dan menyentuh nurani. Oleh karena itu, terlihat bahwa bagaimana Firaun gelisah dan marah kepada Musa, ketika dia dengan pernyataannya dapat menyentuh relung-relung hati. Maka, Firaun pun mengakhiri diskusi itu dengan ancaman keras dan hukuman terang-terang, sebagaimana biasanya para tiran menggunakannya dan bersandar kepadanya ketika alasan-alasan dan argumentasi-argumentasi mereka kalah.

Dengan penuh amarah, Firaun berteriak mengucapkan kalimat ancaman untuk Musa, “Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selainku, benar-benar aku akan menjadikanmu salah seorang yang dipenjarakan” [Asy-Syu’ara: 29]. Jika kamu mengakui bahwa ada sesembahan selainku, maka aku akan memenjarakanmu bersama penghuni penjara lainnya.29

Penjara tidak jauh dari keputusan Firaun, dan itu bukanlah keputusan yang baru. Itulah bukti kelemahan Firaun, dan tanda kelemahan serta kebatilan ketika

yang tidak dimiliki orang lain. Delusi pada umumnya adalah seseorang percaya ada konspirasi untuk akan mencelakai mereka. http://www.nhs.uk/conditions/psychosis/Pages/Introduction. aspx [02/03/2017]

29 Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, vol. XIX, hal. 345.

(13)

13

berhadapan dengan kebenaran. Itulah ciri khas para tiran dan cara mereka dari dulu

hingga sekarang.30

Namun ancaman itu tidak menciutkan nyali Musa sama sekali. Musa segera membuka kembali lembaran dialog yang berusaha ditutup oleh Firaun sehingga ia bisa selamat dan tenang darinya. Musa membukanya kembali dengan pernyataan dan bukti baru.

“Dia (Musa) berkata, “Apakah (kamu akan melakukan itu) kendati pun aku tunjukkan kepadamu sesuatu (bukti) yang nyata?’ [Asy-Syu’ara: 30]. Apakah engkau tetap memenjarakanku meski aku tunjukkan padamu bukti yang pasti dan nyata.31

Dalam pernyataan ini mengandung pemojokan Firaun di hadapan para pembesar yang menyimak pernyataan-pernyataan Musa sebelumnya. Seandainya Firaun menolak untuk menyimak bukti nyata itu, maka hal itu pasti menunjukkan ketakutan dan kekhawatirannya terhadap argumentasi dan logika Musa. Padahal, sebelumnya dia telah menyatakan bahwa Musa adalah seorang yang gila.32 Oleh

karena itu, mau tidak mau, Firaun harus menghadapi argumentasi Musa yang baru. “Dia (Firaun) berkata, ‘Datangkanlah sesuatu (bukti) yang nyata itu, jika kamu adalah termasuk orang-orang yang benar” [Asy-Syu’ara: 31]. Datangkanlah bukti yang nyata apa yang kamu katakan. Aku tidak akan memenjarakanmu meski kamu mempunyai Tuhan selainku, jika kamu betul-betul bisa mendatangkan bukti tersebut.33

Jadi, Firaun masih berusaha menciptakan keraguan terhadap Musa, karena dia sangat khawatir argumentasi Musa itu bisa memengaruhi jiwa-jiwa kaumnya.

Pada kondisi demikian, Musa menampakkan dua mukjizat yang berbentuk materi. Ia sengaja mengulurnya dulu, hingga perlawanan Firaun mencapai puncaknya.

Maka dia (Musa) melemparkan tongkatnya, lalu tiba-tiba tongkat itu (menjadi) ular yang nyata. Kemudian dia mengeluarkan tangannya (dari dalam bajunya), tiba-tiba tangan itu menjadi putih (bersinar) bagi orang-orang yang melihatnya” [Asy-Syu’ara: 32-33].

Tongkat itu benar-benar berubah menjadi ular yang hidup, dan tangan Musa pun ketika dikeluarkan dari bajunya benar-benar mengeluarkan cahaya yang putih. Hal itu bukanlah suatu khayalan seperti yang terjadi pada sihir yang tidak mengubah tabiat sesuatu, namun hanya dikhayalkan dan diubah dalam pandangan saja tanpa hakikat yang pasti.

Pada momen seperti ini, ketika Musa ditantang untuk menunjukkan mukjizat itu di hadapan Firaun, maka perkara itu menjadi sangat mengguncang dan menakutkan. Firaun telah merasakan kebesaran dan kedahsyatan kekuatan dari mukjizat itu. Namun, dia tetap berusaha melawannya dan menahannya. Padahal dia sadar akan kelemahan posisinya. Dia berusaha mencari muka di hadapan kaumnya yang ada di

(14)

14

sekitarnya untuk membangkitkan rasa takut mereka terhadap Musa dan kaumnya. Dengan demikian, dia dapat menutup pengaruh mukjizat yang menggentarkan itu.34

Firaun tidak meneruskan dialognya, karena argumentasi Musa sangat jelas dan kuat, lantaran berasal dari ayat-ayat Allah yang ada di alam, dan ayat-ayat khusus yang diberikan kepadanya. Firaun lalu menuding Musa telah melakukan praktik sihir dengan menjadikan tongkatnya berubah menjadi ular yang hidup, dan mengubah tangan bisa mengeluarkan cahaya.

“Dia (Firaun) berkata kepada para pembesar di sekelilingnya, ‘Sesungguhnya Musa ini benar-benar seorang ahli sihir yang pandai. [Asy-Syu’ara: 34]

Sihir adalah praduga Firaun yang paling dekat terhadap mukjizat Musa, karena praktik sihir sangat marak di Mesir saat itu. Dua tanda kebesaran Allah ini di mata Firaun sangat dekat karakteristiknya dengan sihir.

Kemudian Firaun melanjutkan propokasinya dengan mengingatkan para pengikutnya, bahwa tujuan Musa adalah untuk mengusir mereka dari Mesir.

Ia hendak mengusirmu dari sengerimu sendiri dengan sihirnya. Karena itu, apakah yang kamu sarankan?” [Asy-Syu’ara: 35]. Dengan semua itu, Musa ingin mengalihkan perhatian orang-orang agar tetap bersamanya hingga memiliki banyak pendukung dan pengikut serta hendak berusaha menguasai negeri ini dengan merampasnya dari kalian. Maka berikan saran kalian, apa yang harus aku lakukan.35

Firaun menekankan pada rakyatnya bahwa ‘hati-hati’ dengan Musa. Ia adalah ancaman! Pertanyaannya, kenapa ia menjadi ancaman?

Karena menurut Firaun, Musa akan mengusir rakyat Mesir dari negerinya. Maka, narasi Firaun adalah ‘jika kalian benar-benar cinta dengan tanah air kalian—yang merupakan bagian dari kalian. Bagian dari identitas kalian adalah mencintai tanah air kalian sebagai bentuk patriotisme kalian—maka, sebagai salah satu bentuk patriotisme kalian adalah dengan membenci pesan yang dibawa oleh Musa. Jika kalian tertarik atau bahkan mempertimbangkan pesan Musa, maka kalian adalah pengkhianat negara’. Maka narasi ini dibuat dengan memberi pilihan bahwa kita cinta Negara, cinta rakyat, cinta keluarga, cinta dengan sejarah yang gemilang, atau kita cinta Islam. Keduanya tidak bisa disatukan.

Selain itu, tampaknya perbudakan yang dilakukan terhadap Bani Israil mengandung motif politis dalam pandangan Firaun. Berangkat dari kekhawatiran pertumbuhan jumlah Bani Israil dan kemenangan atas rezim yang berkuasa. Untuk meraih kekuasaan, para tiran tidak segan-segan melakukan kejahatan yang paling ganas, tidak manusiawi, jauh dari nilai akhlak dan nurani. Karena itulah, Firaun membabat habis Bani Israil dan menghinakan mereka dengan cara membunuh semua bayi laki-laki yang lahir dan membiarkan hidup bayi perempuan serta menerapkan kerja paksa kepada mereka yang sudah dewasa.36

Lalu Firaun berkata kepada para pembesarnya,“Karena itu, apakah yang kalian sarankan?” [Asy-Syu’ara: 35]

(15)

15

Kini Firaun mulai meminta pendapat kepada para pengikutnya, padahal mereka

selalu tunduk dan sujud kepadanya. Ini merupakan gambaran tentang kepanikan para tiran ketika merasakan bahwa bumi menggoncang kedudukan mereka. Pada kondisi seperti ini mereka melunakkan pernyataan mereka setelah bertindak diktator, dan mengangkat penduduk dan warga mereka setelah menginjak-injak mereka. Mereka berpura-pura meminta pendapat, padahal sebelumnya mereka memerintah dengan tangan besi dan sesuai kehendak nafsunya. Tindakan itu mereka lakukan hingga terlepas dari ancaman dan bahaya. Setelah itu mereka kembali semena-mena, diktator dan zalim.37

Para pembesar pun mengutarakan pendapatnya. Rupanya tipu daya Firaun berhasil memperdaya mereka. Mereka merupakan sekutu Firaun dalam kezaliman dan kebatilannya. Mereka adalah para pendukung status quo yang telah mengantarkan mereka dekat kepada kekuasaan dan memiliki wibawa. Mereka ketakutan bila Musa dan Bani Israil mengalahkan mereka kemudian masyarakat banyak mengikutinya, ketika mereka menyaksikan dua mukjizat Musa dan mendengar dakwahnya. Mereka menyarankan kepada Firaun agar mengadu ‘sihir’ Musa dengan sihir semisal dengannya. Maka, mereka pun mempersiapkan perhelatan itu.

Mereka menjawab, ‘Tahanlah (untuk sementara) dia dan saudaranya, dan utuslah ke seluruh negeri orang-orang yang akan mengumpulkan (pesihir). Niscaya mereka akan mendatangkan semua pesihir yang pandai kepadamu” [Asy-Syuara: 36-37]. Tundalah dia dan saudaranya hingga engkau mampu mengumpulkan seluruh ahli sihir dari seluruh negeri yang berada dalam kerajaanmu dari dari seluruh wilayah negerimu. Engkau hadapkan para ahli sihir itu dengan Musa dan datangkanlah sihir tandingan. Engkau akan mampu mengalahkannya dan mempu mendapat kemenangan dan dukungan.38

Ketika Musa dan Harun meminta Firaun untuk membebaskan Bani Israil, maka yang terbayang dalam benak Firaun dan para pengikutnya bahwa usaha pembebasan itu merupakan langkah awal untuk menguasai pemerintahan dan tanah Mesir. Apabila Musa meminta pembebasan Bani Israil dengan tujuan ini, dan strategi yang diambil sejak awal untuk mencapai tujuan tersebut dengan melakukan praktik sihir, maka jawabannya sangat gampang.

Maka kami pun pasti akan mendatangkan sihir semacam itu kepadamu” [Thaha: 58]

Yang dipahami oleh para tiran bahwa di balik kampanye yang dilancarkan oleh penyeru akidah sebenarnya menyimpan tujuan duniawi. Yang mereka serukan hanya sekedar cover untuk berkuasa. Kemudian mereka melihat bahwa para penyeru akidah itu memiliki ‘ayat-ayat’; baik yang laur biasa seperti mukjizat Musa, maupun yang mampu menggugah dan menelusuri relung-relung hati manusia, meskipun itu bukan mukjizat.

Para tiran akan menghadapi ayat-ayat tersebut dengan perlawanan yang mirip secara lahir. Jika dia menggunakan sihir, kami akan mendatangkan sihir yang serupa.

37 Ibid, vol. V, hal. 2594.

38 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, vol. VI, hal. 139

(16)

16

Jika ayat itu adalah perkataan, kami akan mendatangkan perkataan yang sejenis. Kesalehan akan kami lawan dengan pura-pura saleh. Perbuatan baik akan kami lawan juga dengan tampilan baik. Mereka tidak menangkap bahwa akidah memiliki aset iman dan pertolongan Allah. Dia bisa unggul dengan dua hal tersebut, tidak dengan tampilan luar dan bentuk fisik.39

Makanya, Firaun meminta kepada Musa agar menentukan waktu pertandingan dengan para ahli sihir, dan dia menyerahkan penentuan waktu kepada Musa dengan tujuan menantang, “Maka buatlah suatu waktu untuk pertemuan antara kami dan kamu” [Thaha: 58].

Firaun menekankan kepada Musa bahwa dia tidak akan ingkar janji, sebagai informasi tambahan dari tantangan tersebut, “Yang kami tidak akan menyalahinya dan tidak (pula) kamu’ [Thaha: 58]”. , dan tempat pertemuan itu hendaknya di lapangan terbuka, “... di suatu tempat yang pertengahan (letaknya)” [Thaha: 58]. Kata terakhir ini mengandung tantangan yang serius.

Musa menerima tantangan Firaun tersebut, dan ia memilih waktu pada salah satu hari raya, yang pada hari itu bangsa Mesir akan keluar dengan menggunakan segala perhiasan mereka, dan mereka berkumpul di lapangan-lapangan dan tempat-tempat terbuka, “Dia (Musa) berkata, ‘Waktu pertemuan (kami dengan) kamu itu adalah hari raya, dan hendaklah dikumpulkan manusia pada wakttu matahari sepenggalan naik (dhuha)” [Thaha: 59].

Musa meminta agar Firaun mengumpulkan manusia pada waktu dhuha, masih pagi, dan di suatu tempat yang terbuka. Musa juga menambahkan agar waktunya agak lebih siang dan orang-orang lebih banyak berkumpul di hari raya tersebut. Tidak di pagi buta, di saat semua orang belum meninggalkan rumah mereka, dan tidak di siang bolong karena mereka akan terganggu oleh panas. Juga tidak di waktu sore karena hari yang mulai malam menghalangi mereka untuk berkumpul atau menyaksikan pertandingan tersebut secara jelas. Firaun kemudian menyetujui usulan Musa.

Firaun pun segera menyiapkan pertandingan ini dengan memerintahkan para tentaranya untuk mengumpulkan semua tukang sihir yang pandai dari seluruh penjuru negeri, untuk bertanding dengan Musa.

Maka Firaun meninggalkan (tempat itu), lalu mengattur tipu dayanya, kemudian dia datang kembali (pada hari yang ditentukan)” [Thaha: 60].

(17)
(18)

18

IV. HARI PERTARUNGAN

Sebelum memasuki kancah pertarungan, Musa kembali berusaha untuk menyampaikan dakwah (narasi)nya kepada mereka. Juga mengingatkan mereka tentang dampak yang akan terjadi akibat dusta dan kebohongan mereka atas nama Allah. Musa berharap mereka akan kembali kepada hidayah dan meninggalkan tantangan mereka dalam bentuk sihir, karena sihir itu adalah kebohongan.

Musa berkata kepada mereka (para ahli sihir), ‘Celakalah kamu! Janganlah kamu mengada-adakan kebohongan terhadap Allah, nanti Dia membinasakan kamu dengan azab” [Thaha: 61].

Narasi Musa tersebut menyentuh sebagian hati yang menerimanya. Sebagian ahli sihir tersebut tersentuh dengan kalimat ikhlas yang meluncur, tetapi mereka ngotot untuk meneruskan pertandingan sambil berbantah-bantahan di antara mereka dengan cara berbisik, takut didengar oleh Musa.

Maka mereka berbantah-bantahan tentang urusan di antara mereka, dan mereka merahasiakan percapakan (mereka)” [Thaha: 62]

Hari yang dijanjikan untuk bertanding itu pun tiba. Para tukang sihir pun mulai berdatangan. Bahkan Ibnu Ishak meriwayatkan perkataan Wahhab bin Munabbih, “Tidak ada satu pun tukang sihir yang ada di negeri itu yang tidak datang pada hari itu.” Ada yang berpendapat bahwa Firaun berhasil mengumpulkan 15. 000 tukang sihir.

Mereka saling memberikan spirit dan memompa semangat orang-orang yang ragu-ragu. Mereka kembali mengulangi narasi bahwa Musa dan Harun adalah orang yang ingin menguasai Mesir dan mengubah akidah penduduknya. Karenanya, Musa dan Harun harus dihadapi dengan kompak, tanpa ragu-ragu, dan tidak boleh berbantah-bantahan. Hari ini adalah hari pertarungan yang menentukan, dan yang keluar sebagai pemenang maka merekalah yang akan menuai kesuksesan,

Mereka (para penyihir) berkata, ‘Sesungguhnya dua orang ini adalah penyihir yang hendak mengusirmu (Firaun) dari negerimu dengan sihir mereka berdua, hendak melenyapkan adat kebiasaanmu yang paling utama” [Thaha: 63].

Dari sini tampak bahwa keyakinan terhadap diri dan kemampuan yang mereka miliki menjadi goyang; termasuk juga ideologi dan fikrah mereka. Untuk itu, mereka membutuhkan agitasi dan motivasi. Musa dan Harun hanya berdua, dan para ahli sihir jumlahnya banyak. Di belakang mereka adalah Firaun dan kekuasaannya, para prajuritnya dan segala kekuasaannya, dan juga hartanya.

Para ahli sihi mengatakan bahwa mereka (Musa dan Harun) akan menyingkirkan, menghapus, dan melenyapkan adat kebiasaan kalian yang paling utama (thariqatikumul mutsla). Secara bahasa thariqatikum berarti jalan hidup kalian, lifestyle kalian. Sedangkan mutsla berarti paling utama atau contoh dan nilai terbaik. Jadi thariqatikumul mutsla artinya “jalan hidup kalian yang penuh keteladanan.

(19)

19

penuh dengan keteladanan. Sedangkan Musa dan Harun ingin menyingkirkan jalan

hidup sempurna kalian yang semua orang di dunia ini mengaguminya.

Kemudian semua tukang sihir itu pun maju dan berkumpul di hadapan Firaun, lalu mereka berkata kepada Musa, “Wahai Musa! Apakah engkau yang melemparkan (dahulu) atau kami yang lebih dahulu melemparkan?” [Thaha: 65]. Kalimat tersebut merupakan ajakan untuk bertarung yang secara lahir memperlihatkan kekompakan dan menampilkan tantangan mereka.

Musa pun menerima tantangan tersebut, dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk memulai, “Dia (Musa) berkata, ‘Silakan kamu melemparkan (terlebih dahulu)” [Thaha: 66]. Para ahli sihir pun kemudian melemparkan tali-temali dan tongkat-tongkat mereka dan “maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka terbayang olehnya (Musa) seakan-akan ia merayap cepat, karena sihir mereka” [Thaha: 66]. Saat melakukan itu para ahli sihir berkata, “Demi kekuasaan Firaun, pasti kamilah yang akan menang” [Asy-Syuara: 44].40

Sihir yang ditampilkan para ahli sihir tersebut sangat dahsyat sehingga membuat Musa gentar, padahal bersamanya ada Tuhan yang selalu mendengar dan mamantau. Musa sempat dihinggapi rasa takut. Musa merasakan kehebatan para tukang sihir tersebut, sehingga ia ragu terhadap kemampuannya bila dibandingkan dengan kemampuan para tukang sihir tersebut. Ia takut orang-orang akan terpesona dan tertipu dengan sihir mereka. “Maka Musa merasa takut dalam hatinya” [Thaha: 67]. Akhirnya Allah pun mengingatkan Musa bahwa bersamanya ada kekuatan besar, “Kami berfirman, ‘Jangan takut! Sungguh, engkaulah yang unggul” [Thaha: 68].

Kamu jangan takut, karena kamu lebih tinggi. Bersamamu ada kebenaran dan bersama mereka adalah kebatilan. Engkau bersama akidah dan bersama mereka hanya keterampilan. Bersamamu ada iman dengan kebenaran yang kamu emban, dan bersama mereka hanya upah dari pertandingan dan harta dunia. Kamu memiliki hubungan dengan kekuatan agung, dan mereka hanya melayani makhluk manusia yang fana meski bagaimana pun tirani dan keotoriterannya.

Kemudian, Allah pun mewahyukan kepada Musa untuk melemparkan tongkatnya, “Kami (Allah) berfirman, ‘Jangan Takut! Sungguh engkaulah yang unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka buat. Apa yang mereka buat itu hanyalah tipu daya penyihir (belaka). Dan tidak akan menang penyihir itu, dari mana pun ia datang” [Thaha: 68-69]. Saat melemparkan tongkatnya itu, Musa berkata, “Apa yang kamu lakukan itu, itulah sihir, sesungguhnya Allah akan menampakkan kepalsuan sihir itu. Sungguh Allah tidak akan membiarkan terus berlangsungnya pekerjaan orang yang berbuat kerusakan. Dan Allah akan mengukuhkan yang benar dengan ketetapannya, walau pun orang-orang yang berbuat dosa membencinya” [Yunus: 81-82].

(20)

20

dengan kesombongan, pamer, dan penuh pura-pura. Tetapi, pada akhirnya ia dapat menghancurkan kebatilan.

Kemudian tongkat yang ia lemparkan segera berubah menjadi seekor ular besar yang menghadang gunungan tongkat dan tambang para tukang sihir, yang menurut penglihatan Firaun dan orang-orang yang ada di sekitar itu adalah gunungan ular. Ular besar tersebut segera menyantap gunungan ular milik para tukang sihir. Setelah ular tersebut melahap habis gunungan ular tersebut, ular besar tersebut ditangkap Musa. Seketika itu juga, ular besar tersebut berubah menjadi tongkat seperti semula.

Dengan peristiwa itu, Allah menampakkan kebenarannya dan mengangkat derajatnya. Sedangkan Firaun dan para pengikutnya justru menanggung kekalahan dan dipermalukan. Para tukang sihir ketika menyaksikan kejadian itu segera bersujud tunduk kepada Allah, Rabb semesta alam. Sebagaimana yang diceritakan dalam Al-Quran, “Maka tersungkurlah ahli-ahli sihir sambil bersujud (kepada Allah), mereka berkata, ‘Kami beriman kepada Rabb semesta alam, (yaitu) Tuhan Musa dan Harun”

(Asy-Syuara: 46-48).

Mereka berlaku seperti itu karena mereka sangat mengetahui bahwa apa yang dipertunjukkan Musa bukanlah ilmu sihir, melainkan sebuah mukjizat dari Tuhan yang tidak seorang pun dapat melakukannya.

Akan tetapi, Firaun ingin menjauhkan manusia dari kebenaran. Lalu ia menuduh para tukang sihir tersebut telah bersekongkol dan melakukan makar dengan Musa untuk mempermainkannya dengan tujuan untuk mengusir mereka keluar dari negerinya. Kemudian dia berkata kepada mereka, “Mengapa kalian telah beriman kepadanya (Musa) sebelum aku memberi izin kepada kalian? Sesungguhnya ini benar-benar makar yang telah kalian rencanakan di kota ini, untuk mengusir penduduknya. Kelak kalian akan mengetahui (akibat perbuatan ini)” [Al-A’raf: 123]. Perbuatan kalian ini adalah bentuk pengkhiatan pada negara, kalian telah bersepakat dengan Musa untuk melakukan makar melawan negara, melawan pemerintah, dan melawan rakyat.41

Firaun kemudian menuding bahwa Musa lah yang mengajarkan sihir kepada mereka, “Sesungguhnya ia adalah pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepada sekalian” (Thaha: 71). Kemudian Firaun mengancam mereka dengan tindakan pembunuhan dan penyaliban, “Maka sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kaki kamu sekalian secara bersilang, dan sungguh akan aku salib kalian pada pangkal pohon kurma dan sungguh kalian pasti akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksanya” (Thaha: 71)

Akan tetapi, para ahli sihir tidak peduli dengan ancaman yang dilayangkan Firaun kepada mereka. bahkan mereka menjawab, “Kami sekali-kali tidak mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat), yang telah datang kepada kami dan daripada Tuhan yang menciptakan kami” (Thaha: 72). Tidak hanya itu, juga menantang Firaun untuk menjalankan ancamannya, “Putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja. Kami benar-benar telah beriman kepada Tuhan kami,

(21)

21

agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah engkau paksakan kepada kami. Dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (azab-Nya)” (Thaha: 72-73).

Firaun pun segera melaksanakan ancamannya pada hari itu juga. Dia salib, siksa dan bunuh para ahli sihir yang beriman kepada Allah tersebut pada hari itu juga dengan semena-mena untuk menakut-nakuti orang yang ingin memeluk agama Musa. Akan tetapi, Allah telah menerima tobat dan keimanan mereka. Mereka adalah orang-orang yang di waktu pagi masih sebagai ahli sihir, namun pada sore harinya menjadi para syuhada.42

V. SIKAP FIRAUN SETELAH HARI PERTARUNGAN SIHIR

Setelah hari pertarungan sihir yang dimenangkan Musa dan berimannya para ahli sihir, Firaun justru semakin kufur, congkak, dan jauh dari kebenaran.43 Firaun

semakin memperkeras siksanya kepada para pengikut Musa. Lebih dari itu, Firaun juga merencanakan untuk memerangi pengikut Musa dan membunuh Musa.

Setelah kejadian itu, Firaun dan para pembesarnya pun mengadakan pertemuan rahasia untuk mengatasi Musa dan kaumnya. Ketika itu, para pembesar Firaun menghasutnya dan mengusulkan agar memerangi dan membunuh Musa. Mereka berkata kepada Firaun, “Apakah engkau akan membiarkan Musa dan kaumnya untuk berbuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkanmu serta tuhan-tuhanmu?” [Al-A’raf: 127].44 Menurut pandangan mereka, seruan untuk beriman

kepada Allah Yang Mahaesa, beribadah hanya kepada-Nya, dan melarang untuk menyembah kepada selainnya adalah perbuatan merusak dalam keyakinan bangsa Qibti45. Karena berimplikasi batalnya syariat hukum Firaun dan seluruh

peraturannya. Pasalnya, paraturan ini ditegakkan di atas asas kedaulatan ketuhanan Firaun atas kaumnya. Dengan demikian, menurut mereka, seruan atau dakwah itu berarti membuat kerusakan di muka bumi karena dapat membalik aturan hukum dan mengubah perundang-undangan mereka.46

Menanggapi usulan para pembesarnya, Firaun pun berkata, “Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup anak-anak perempuan mereka dan sesungguhnya kita berkuasa penuh atas mereka” [Al-A’raf: 127]

VI. SIKSAAN FIRAUN TERHADAP BANI ISRAIL

Firaun pun melakukan apa yang ia katakan di hadapan para pembesarnya. Ia bunuh setiap anak-anak laki-laki Bani Israil agar mereka tidak memiliki keturunan dan berkembang menjadi banyak, dan membiarkan anak-anak perempuan mereka sebagaimana yang ia lakukan sebelumnya. Bani Israil mengadukan kepada Musa bahwa siksa yang menimpa mereka tersebut sudah pernah menimpa mereka sebelum kedatangan Musa, dan masih menimpa mereka setelah kedatangannya, yang tampaknya tak ada kesudahannya, dan tidak ada akhirnya. Musa pun menenangkan 42 Lihat Ibnu Katsir, QashashulAnbiya’, hal. 416.

(22)
(23)

22

kaumnya, dengan berkata, “Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah. Sesungguhnya bumi ini milik Allah; diwariskan-Nya kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan (yang baik) adalah bagi orang-orang yang bertakwa” [Al-A’raf: 128]

Sebagian kalangan Bani Israil sejak dari awal percaya penuh terhadap apa yang Musa sampaikan dan janjikan, sementara sebagian lainnya masih ragu terhadap Musa; menganggap Musa tidak mengubah kondisi mereka dan sinis terhadap Musa. Mereka tetap berkeluh kesah kepada Musa, “Kami telah ditindas (oleh Firaun) sebelum engkau datang kepada kami dan setelah engkau datang” [Al-A’raf: 129]. Mereka menganggap bahwa kedatangan Musa tidak mengubah apa pun pada diri mereka. Penindasan tersebut begitu panjang hingga belum tampak juga tanda-tanda kesudahannya.47

Kalangan yang sejak awal percaya penuh kepada Musa adalah generasi muda Bani Israil. Sementara kalangan Bani Israil yang ragu terhadap Musa adalah generasi tua mereka. Mereka takut disiksa dan dibunuh oleh Firaun karena mereka mengetahui betul bahwa Firaun adalah seorang yang meninggikan diri lagi sombong di muka bumi; zalim, diktator, dan bengis terhadap manusia; serta merusak dan suka menumpahkan darah. Generasi tua Bani Israil berpikir seribu kali terlebih dahulu sebelum beriman, karena mereka lebih memprioritaskan keamanan mereka dibanding keimanan. Sementara generasi mudanya yang jujur, Allah telah tanamkan dalam jiwa mereka tekad dan keinginan yang kuat, serta dorongan dan semangat yang menggebu, sehingga mereka pun menyambut keimanan tersebut meski bahaya dan ancaman menanti mereka.48

Setelah mengingatkan mereka kepada Allah, dan menggantungkan harapan kepada-Nya, Musa juga memberikan harapan kepada mereka bahwa “ mudah-mudahan Tuhanmu membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi” [Al-A’raf: 129].

VII. PERANG NARASI FIRAUN DAN ORANG BERIMAN DARI KAUMNYA

Setelah berbagai cara tidak berhasil menghentikan dakwah Musa, Firaun mengutarakan idenya untuk Membunuh Musa yang ia sampaikan di hadapan para pembesarnya. Namun ide Firaun tersebut tidak disetujui oleh beberapa pembesarnya, yang berpandangan bahwa membunuh Musa tidak menyelesaikan masalah. Karena hal itu dapat menginspirasi rakyat terkait opini kesucian Musa dan dianggap mati syahid. Selain juga dapat melahirkan empati terhadap Musa dan agama yang dibawanya, terutama setelah berimannya para ahli sihir. Sebagian pembesar Firaun takut jika Tuhan Musa membalas Firaun dan menyiksa mereka.

Mendengar itu, Firaun tetap bersikukuh pada idenya seraya berkata kepada mereka “Biar aku yang membunuh Musa dan suruh dia memohon kepada Tuhannya” [Al-Mukmin: 26].49 Yang menunjukkan ketidakpedulian Firaun kepada

47 Ibid, hal. 1355.

(24)

23

Musa, sekaligus menunjukkan pembangkangan, kezaliman dan kekejamannya.50

Selain juga mengungkapkan tantangan dan gertakan Firaun.51

Di antara tujuan Firaun berkata seperti itu dan meminta izin kepada para pembesarnya adalah upaya untuk mendekati para pembesar dan rakyatnya, berusaha menampakkan upaya permusyawaratan serta meminta izin dan pendapat mereka. Dalam bahasa kontemporer, Firaun berusaha menunjukkan bahwa ia adalah seorang sosok demokrat saat berinterkasi dengan mereka.52

Lalu Firaun menyebutkan bahwa alasannya membunuh Musa yaitu “Sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di bumi” [Al-Mukmin: 26]. Firaun berusaha menampakkan perhatiannya atas agama kaumnya yang dikhawatirkan Musa akan mengganti agama mereka, sehingga bisa berbahaya pada agama mereka. Karena Musa ingin mengganti dan mengubahnya. Firaun ingin menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang berbuat kebaikan, sementara Musa adalah seorang perusak dan penghancur. Untuk itu, Musa harus dibunuh agar kebaikan terjaga dan agama dapat terpelihara. Ini berarti Firaun ingin menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang melindungi agama, sedang Musa adalah orang yang memusuhi agama.53

Tatkala seorang beriman dari keluarga kaum Firaun yang menyembunyikan keimanannya54 mendengar ide Firaun untuk membunuh Musa, ia pun berusaha

membela Musa dan menghalangi ide tersebut dilaksanakan. Ia katakan kepada Firaun dan para pembesarnya, “Apakah kalian akan membunuh seseorang karena ia berkata, ‘Tuhanku adalah Allah’, padahal sungguh dia telah datang kepada kalian dengan membawa bukti-bukti yang nyata dari Tuhan kalian” [Al-Mukmin: 28]. Artinya, “Apakah kalian akan membunuh Musa hanya karena ia mengatakan bahwa ‘Tuhanku adalah Allah’.55 Apakah pernyataannya tentang keyakinannya itu pantas

mendapatkan hukuman mati dan hilangnya jiwa. Padahal orang ini menunjukkan ayat-ayat kebesaran Tuhannya yang telah mereka lihat dengan mata mereka sendiri. Bahkan mereka sulit untuk meragukan ayat-ayat tersebut.56

Kemudian dia berhipotesis dengan hipotesis yang paling buruk. Dia memosisikan dirinya sejajar dengan mereka dalam menghadapi masalah itu, yang juga sejalan dengan kemungkinan terjauh yang mungkin mereka pegang. “Dan jika dia (Musa) seorang pendusta maka dialah yang akan menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika dia seorang yang benar, niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepada kalian akan menimpa kalian” [Al-Mukmin: 28].

Jika belum jelas bagi kalian kebenaran yang dibawanya, hendaknya kalian biarkan dia sendiri dan jangan menyakitinya. Jika dia pendusta, sesungguhnya Allah akan membalas kedustaannya dengan memberikan hukuman di dunia dan akhirat. 50 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, vol. VII, hal. 139.

51 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur`an, vol. V hal, 3078. 52 Shalah Al-Khalidi, Al-Qashash Al-Qur`ani, vol. II, hal. 286. 53 Ibid, hal. 487.

54 Ahli tafsir berbeda pendapat terkait sosok orang beriman dari kaum Firaun. Ada yang berpendapat bahwa ia berasal dari bangsa Qibthi, asal kaum Firaun. Pendapat lain menyebut bahwa ia berasal dari Bani Israil. Pendapat yang dirajihkan Ath-Thabari bahwa laki-laki tersebut adalah berasal dari kaum Firaun. Lihat Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, vol. 20, hal. 311-312. Lebih detiil lagi As-Suddi menyebutkan bahwa lelaki tersebut adalah sepupu Firaun. Lihat Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, vol. VII, hal. 140.

(25)

24

Dan jika dia jujur, padahal kalian telah menyakitinya, maka sebagian bencana yang diancamkannya kepada kalian akan menimpa kalian.57

Kemudian orang beriman dari kaum Firaun mengingatkan mereka akan nikmat kerajaan yang semestinya disyukuri; bukan diingkari, “Wahai kaumku! Pada hari ini kerajaan ada pada kalian dengan berkuasa di bumi” [Al-Mukmin: 29]. Wahai kaumku! Kalian adalah pemilik kerajaan pada hari ini; berkuasa, mulia, dan unggul di muka bumi. Oleh itu, jangan hancurkan hal itu disebabkan ulah diri kalian.58

Lalu ia mengingatkan mereka akan siksa Allah, “... tetapi siapa yang akan menolong kita dari azab Allah jika (azab itu) menimpa kita” [Al-Mukmin: 29]. Tentara-tentara dan pasukan kalian tidak akan mampu membela dan mempertahankan kalian dari azab Allah; jika Dia menghendaki keburukan menimpa kita.59

Orang beriman dari kaum Firaun itu tidak menujukan perkataannya kepada Firaun namun kepada kaumnya. Bisa jadi di antara tujuannya agar dia bisa memengaruhi kaumnya dan menarik mereka berada di pihaknya. Ia tidak mengarahkannya pada Firaun karena dia sudah tidak bisa berharap banyak pada perubahan sikap Firaun dan menariknya berada di pihaknya. Untuk lebih dekat kepada kaumnya, dia menyatakan bahwa dia akan sama seperti mereka lantaran azab yang harus mereka terima akibat membunuh Musa.60

Namun Firaun tetap bercokol pada apa yang biasa dianut oleh orang zalim tatkala dinasihati. Dia merasa bangga dengan dosanya. Dia memandang nasihat yang tulus sebagai ancaman atas kekuasaannya dan gangguan bagi kiprahnya serta keinginan untuk berbagi kekuasaan. Firaun berkata kepada para pembesarnya “Aku hanya mengemukakan kepada kalian, apa yang aku pandang baik; dan aku hanya menunjukkan kepada kalian jalan yang benar.” [Al-Mukmin: 29].

Firaun mengklaim hanya menyeru mereka kepada jalan yang hak dan benar tentang perkara Musa dan usulan untuk membunuhnya. Karena jika mereka tidak membunuhnya, Musa akan membunuh mereka dan membuat kerusakan di negeri Mesir.61 Seakan-akan Firaun ingin menegaskan dan menekankan bahwa apa yang

dia usulkan adalah suatu kebenaran yang tidak perlu diragukan dan diperdebatkan.62

Lalu orang beriman dari kaum Firaun mengetuk hati Firaun dan para pembesarnya dengan mengingatkan puing-puing umat terdahulu sebagai bukti atas azab Allah yang ditimpakan kepada kaum yang berdusta dan tiran. “Wahai kaumku! Sesungguhnya aku khawatir kalian akan ditimpa (bencana) seperti hari kehancuran golongan yang bersekutu. (Yakni) seperti kebiasaan kaum Nuh, ‘Ad, Tsamud, dan orang-orang yang datang setelah mereka. Padahal Allah tidak menghendaki kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya.” [Al-Mukmin: 30-31]. Orang beriman tersebut menyentuh hati kaumnya dengan sentuhan sejarah. Dia ingatkan mereka terhadap apa yang menimpa golongan yang bersekutu dan umat-umat yang kafir

(26)

25

sebelum mereka. Dia seru mereka untuk memikirkan apa yang terjadi pada

orang-orang terdahulu. Semoga dengan demikian bisa mengubah sikap mereka.63

Kemudian orang beriman tersebut kembali mengetuk hati mereka dengan mengingatkan mereka dengan hari lainnya, yaitu hari kiamat; hari ketika manusia saling memanggil, “Wahai kaumku! Sesungguhnya aku benar-benar khawatir terhdap kalian akan (siksaan) hari saling memanggil. (Yaitu) pada hari (ketika) kalian berpaling ke belakang (lari), tidak ada seorang pun yang mampu menyelamatkan kamu dari (azab) Allah” [Al-Mukmin: 32-33]. Yaitu kalian pergi melarikan diri, dan tidak ada seorang pun yang mampu mencegah kalian dari hukuman dan siksaan Allah.64

Lalu dia menegaskan, “Dan barangsiapa yang dibiarkan sesat oleh Allah, niscaya tidak ada sesuatu pun yang mampu memberinya petunjuk” [Al-Mukmin: 33]. Ini merupakan sindiran halus kepada Firaun yang sebelumnya mengatakan ‘Aku hanyalah menunjukkan kepada kalian jalan petunjuk’, bahwa petunjuk itu merupakan milik Allah. Barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak siapa yang bisa memberinya hidayah. Dia mengetahui siapa yang berhak menerima hidayah dan siapa yang berhak menerima kesesatan.65

Akhirnya, orang beriman dari kaum Firaun itu mengingatkan sikap mereka terhadap Yusuf dan keturunannya; yang di antaranya adalah Musa, “Dan sungguh, sebelum itu Yusuf telah datang kepadamu dengan membawa bukti-bukti yang nyata, tetapi kalian senantiasa meragukan apa yang dibawanya, bahkan ketika ia wafat, kalian berkata, ‘Allah tidak akan mengirim seorang rasul pun setelahnya.’” [Al-Mukmin: 34]. Sebelum itu, Yusuf yang seorang pembesar kerajaan Mesir dan seorang rasul sebelum Musa yang menyeru untuk menyembah Allah dengan keadilan. Mereka pun tidak menaatinya, kecuali karena ia adalah seorang menteri yang mempunyai kehormatan dunia.66

Mengapa Firaun dan kaumnya meragukan kerasulan Musa dan ayat-ayat yang dibawanya. Mengapa mereka mengulang sikapnya itu terhadap Musa, padahal Musa membenarkan apa yang dibawa Yusuf? Tetapi, mereka meragukan dan menyangsikannya serta mendustakan bahwa Allah tidak akan mengutus seorang rasul setelah Yusuf. Ternyata kini muncul Musa. Dia datang setelah periode Yusuf, dan Musa datang untuk mendustakan omongan mereka.67

Orang mukmin kemudian bersikap keras untuk menghadapkan orang-orang yang mendebat ayat-ayat Allah dengan kemurkaan Allah. Dia mengancam karena kesombongan dan kecongkakannya serta memperingatkan mereka bahwa suatu kaum yang sombong dan tinggi hati akan dikunci mati hatinya. “(Yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Sangat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan orang-orang beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang-orang yang sombong dan berlaku sewenang-wenang” [Al-Mukmin: 35-36]

(27)

26

Akan tetapi, Firaun tetap pada kesombongannya dan tetap menolak kebenaran. Namun, dia pura-pura memahami pandangan Musa. Tampaknya nalar orang beriman dan hujjahnya itu sangat berpengaruh, sehingga Firaun dan kaumnya tidak dapat memungkirinya. Karena itu, Firaun mengambali cara baru untuk melarikan diri dari topik pembicaraan, “Dan Firaun berkata, ‘Wahai Haman! Buatkanlah untukku sebuah bangunan tinggi agar aku sampai ke pintu-pintu. (Yaitu) pintu-pintu langit, agar aku dapat melihat Tuhannya Musa, tetapi aku tetap memandangnya sebagai seorang pendusta” [Al-Mukmin: 36-37].

Inilah manuver yang dilakukan Firaun yang tiran agar dia tidak menghadapi kebenaran secara frontal dan tidak mengakui klaim keesaan yang menggoyangkan singgasananya serta mengancam mitos-mitos yang menjadi tumpuan kerajaannya. Dia tidak mungkin bersungguh-sungguh mencari Tuhannya Musa dengan usaha fisik yang sederhana seperti itu. Ungkapan itu, di satu sisi, bertujuan untuk menggentarkan dan mengolok-olok. Juga untuk berpura-pura insaf dan teguh, dari sisi lain. Mungkin juga permintaan itu sebagai langkah untuk me-review berbagai pandangan yang dikemukakan oleh orang mukmin. Semua kemungkinan ini menunjukkan keteguhan Firaun dalam kesesatan dan keingkarannya.68

Namun orang beriman dari kaum Firaun tetap fokus pada dakwahnya dan tidak teralihkan oleh manuver Firaun. Dia mengajak kaumnya agar mengikutinya menuju jalan petunjuk. Dia memberitahukan kepada mereka hakikat kehidupan yang cepat sirna ini dan kerinduan mereka terhadap nikmat kehidupan yang abadi serta mengingatkan mereka akan azab akhirat. Dia jelaskan kepada mereka kepalsuan akidah syirik. “Dan orang-orang beriman itu berkata, ‘Wahai kaumku~ Ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar.” {Al-Mukmin: 38]. Ungkapan ini merupakan perlawanan tegas kepada Firaun dan menunjukkan keberanian dan kenekatannya, kesungguhan dakwah, serta ketawakkalannya kepada Allah. Karena orang yang bisa melakukan hal itu di hadapan Firaun hanyalah orang yang besar keimanan dan sempurna ketawakkalannya kepada Allah.69

Orang beriman dari kaum Firaun itu menganggap bahwa dakwah kepada kaumnya untuk memeluk agamanya merupakan kesempatan emas untuk mengenalkan agamanya kepada mereka. Yang dia ringkas dengan berkata kepada mereka, “Wahai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia akan dibalas sebanding dengan kejahatan itu. Dan barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedangkan dia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tidak terhingga” [Al-Mukmin: 39-40].

Kemudian dia pun mengkomparasikan antara seruan yang digemakan Firaun dengan seruan yang didakwahkannya, “Dan wahai kaumku! Bagaimanakah ini, aku menyeru kalian kepada keselamatan, tetapi kamu menyeruku ke neraka? (Mengapa) kalian menyeruku agar kafir kepada Allah dan mempersekutukan-Nya dengan sesuatu yang aku tidak mempunyai ilmu tentang itu, padahal aku menyeru

68 Ibid.

(28)
(29)

27

kalian (beriman) kepada Yanga Mahaperkasa, Maha Pengampun” [Al-Mukmin: 41-42]. Dia jelaskan bahwa seruan itu hanya ada dua, yang tidak ada ketiganya. Seruan pada keimanan dan kebaikan, yaitu seruan yang ditawarkannya kepada mereka, atau seruan kepada kekufuran dan keburukan, yang merupakan seruan Firaun yang ditawarkan kepada mereka.70

Lalu tanpa ragu dan bimbang, orang beriman dari kaum Firaun itu melanjutkan menegaskan bahwa para sekutu itu tidak memiliki kekuasaan sedikit pun dan tidak memiliki urusan secuil pun; baik di dunia maupun di akhirat. Semua persoalan bermuara kepada Allah Yang Maha Esa. Kaum yang berlebihan dan melampau batas pengakuan itu akan menjadi penghuni neraka. “Sudah pasti bahwa apa yang kamu serukan aku kepadanya bukanlah suatu seruan yang berguna baik di dunia maupun di akhirat. Dan sesungguhnya tempat kembali kita pasti kepada Allah, dan sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, mereka itu akan menjadi penghuni neraka” [Al-Mukmin: 43].

Dia kemudian kembali melontarkan dakwahnya seraya mengancam mereka bahwa kata-katanya itu kelak akan disampaikan pada saat peringatan tidak lagi berguna, “Maka kelak kalian akan ingat kepada apa yang kukatakan kepada kalian. Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya” [Al-Mukmin: 44]. Kalian akan mengetahui kebenaran yang aku diperintahkan, aku larang, aku nasihatkan dan aku jelaskan itu kepada kalian. Kalian pun akan ingat dan menyesal di saat penyesalan kalian tidak dapat bermanfaat lagi. Aku bertawakkal dan memohon hanya kepada Allah serte memutuskan hubungan dan menjauhi kalian.71

VIII. HUKUMAN ALLAH KEPADA FIRAUN DAN KAUMNYA

Tatkala kekerasan dan siksaan Firaun dan para pembesarnya terhadap orang-orang beriman semakin bertambah, menjalankan ultimatum dan ancamannya dengan membunuh anak-anak laki-laki Bani Israil dan membiarkan anak-anak wanita mereka. Sementara Musa bersama kaumnya juga telah menempuh hidupnya dengan menanggung berbagai siksaan. Mereka mengharap bahwa Allah akan membebaskan mereka, dan memberikan kesabaran atas ujian yang mereka hadapi. Pada saat sikap tegas dibutuhkan, yaitu ketika iman berhadapan dengan kesabaran, dan kekuatan bumi menentang Allah, maka kekuatan terbesar terjun secara terang-terangan di antara orang-orang yang sewenang-wenang dan orang-orang yang sabar.72

Allah pun menurunkan berbagai bencana yang silih berganti sebagai bentuk hukuman buat mereka. Bencana pertama yang Allah turunkan kepada mereka musin kemarau panjang yang kemudian diikuti dengan kegagalan pertanian mereka, “Dan sesungguhnya kami telah menghukum (Firaun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran.” [Al-A’raf: 130].

70 Ibi, hal. 504

(30)

28

Musim kemarau panjang (sinin) yaitu bertahun-tahun masa kekeringan, paceklik, dan kelaparan.73 Ini dikarenakan sangat sedikitnya hujan yang menyebabkan

penyusutan drastis jumlah volume air sungai Nil yang merupakan sumber utama pengairan pertanian Mesir.74 Ini terjadi di negeri Mesir yang selama ini subur,

produktif, dan banyak menghasilkan buah-buahan. Ini merupakan sebuah fenomena yang menarik perhatian, menggoncang kalbu, menimbulkan kegoncangan, dan mendorong orang untuk merenungkan dan berpikir.75

Namun hal ini juga tidak membuat mereka jera. Kemudian Allah pun menurunkan bencana kedua berupa kekurangan buah-buahan. Pada hakikatnya, bencana kedua ini merupakan pengaruh dari bencana pertama. Tatkala volume hujan sangat sedikit yang menyebabkan penurukan sifnifikan terhadap volume air, maka pertanian pun mengering dan layu, sehingga panen buah-buahan pun berkurang drastis. Kekurangan buah-buahan ini menyebabkan lemahnya kemampuan finansial, ekonomi, dan ketahanan pangan mereka.76

Tetapi Firaun dan kaumnya tidak mau menyadari adanya hubungan antara kekafiran dan penyimpangan mereka dari agama Allah, kezaliman dan kesewenang-wenangan mereka terhadap hamba-hamba Allah, dengan dihukumnya mereka dengan kemarau panjang dan kekurangan buah-buahan di negeri Mesir yang subur dan produktif.

Setelah dua bencana tersebut juga tidak membuat Firaun dan kaumnya sadar, Allah pun menurunkan bencana lainnya berupa topan, belalang, kutu, katak, dan darah. “Maka Kami kirimkan kepada mereka topan, belalang, kutu, katak dan darah (air minum berubah menjadi darah) sebagai bukti-bukti yang jelas” [Al-A’raf: 133].

Topan adalah hujan lebat yang dapat menenggelamkan dan merusak segala macam tanaman dan buah-buahan.77 Allah jadikan topan tersebut sebagai bukti,

ujian dan hukuman bagi Firaun dan kaumnya. Manakala sebelumnya mereka diuji dan dihukum dengan kekurangan air, sekarang justru mereka dihukum dengan banyaknya air.78

Setelah bencana topan, Allah kemudian menurunkan bencana berupa belalang, hama perusak yang bisa membinasakan pertanian dan buah-buahan. Setelah Allah menurunkan topan kepada kaum Firaun sehingga terjadi banjir, pada saat itu, musim pertanian menjadi bagus sehingga mereka pun bergembira karena bisa kembali mengolah pertanian tersebut. Apalagi sebelumnya mereka mengalami musim kemarau panjang dan kekurangan buah-buahan. Tatkala mereka telah mengolah lahan pertanian mereka dan pertanian tersebut tumbuh dengan baik yang menyebabkan mereka sangat bahagia dan gembira, Allah pun menurunkan bencana belalang tersebut kepada mereka. Belalang itu memakan pertanian mereka sehingga pupus dan sirnalah harapan mereka.79

(31)

29

Sedangkan bencana kutu (qummal) yaitu sejenis kutu atau hama yang biasa

dimakan oleh unta.80 Kutu tersebut memakan bulir-bulir dan biji-biji pertanian

mereka. Ini adalah bencana lain yang Allah turunkan kepada mereka. Setelah Allah mengirim belalang yang memakan sebagian besar pertanian mereka. Sebagian kecil yang selamat dari belalang itu lalu menumbuhkan bulir-bulir yang berisi biji-biji yang bagus. Mereka lantas menyebarluaskan hal itu sebagai pertanda baik dan menganggap bahwa itu adalah hasil jerih payah mereka. Akan tetapi, menjelang masa panen, tiba-tiba Allah menurunkan bencana lain yang tidak mereka duga berupa kutu yang merusak itu semua.81

Setelah bencana kutu juga tidak membuat Firaun dan kaumnya sadar, Allah pun lantas mengirimkan bencana lain yang datang susul-menyusul berupa bencana katak dan darah. Bagaimana bencana katak dan darah ini diturunkan oleh Allah dan bagaimana keduanya dapat menjadi bencana buat rakyat Mesir, tidak dijelaskan oleh Al-Quran maupun hadits dan atsar yang shahih.82

IX. FIRAUN MEMENGARUHI KAUMNYA AGAR TIDAK BERIMAN

Dengan berbagai kejadian mukjizat (supranatural) dan hukuman yang menimpa kaum Firaun, akhirnya kebenaran bisa sedikit menyentuh hati kaum Firaun. Melihat indikasi tersebut, Firaun lalu tampil menunjukkan segala kebesaran dan kekuasaannya, serta dengan seluruh perhiasan dan atribut kebesarannya. Dia tundukkan hati masyarakat awam dengan logika dangkal namun berlaku di tengah masyarakat yang diperbudak pada masa tirani, yang terperdaya oleh penampilan dan kegelamoran para penguasa. Firaun memperdaya kaumnya dengan mengatakan kepada mereka, “Wahai kaumku! Bukankah kerajaan Mesir itu milikku dan (bukankah) sungai-sungai itu mengalir di bawahku; apakah kalian tidak melihat” [Az-Zukhruf: 51].

Firaun memengaruhi kaumnya dengan suatu yang dekat dan terlihat oleh masyarakat luas, yaitu kerajaan Mesir dan sungai-sungai yang mengalir di bawah kakinya. Masyarakat umum yang diperbudak dan tertipu itu terpesona oleh gemerlap yang menipu yang dekat dengan mata mereka. Hati mereka terpikat olehnya, sementara akal mereka hanya tertumpu memikirkan apa yang bisa mereka lihat.

Lalu Firaun kembali mempermainkan perasaan hati mereka dengan berkata, “Bukankah aku lebih baik dari orang (Musa) ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)?” [Az-Zukhruf: 52]. Firaun melontarkan hinaan kepada

80 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, vol. III, hal. 364. 81 Shalah Al-Khalidi, Al-Qashash Al-Qur`ani, vol. III, hal. 28.

82 Lihat Sayyid Quthub, Fi Zhilalil Qur`an, vol. III, hal. 1358. Ada beberapa riwayat lemah yang dinukil oleh Ath-Thabari dalam tafsirnya yang menjelaskan bagaimana kedua bencana itu terjadi. Yaitu tatkala Firaun dan kaumnya tidak juga sadar dengan berbagai bencana yang ditimp

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan temuan , dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang mencapai KKM ≥75 mengalami peningkatan yang signifikan. Pada siklus I mengalami peningkatan yaitu nilai

Pengujian usability menggunakan 33 peserta yang menggunakan mobile web browser di smartphone dengan pengujian dilakukan menggunakan perangkat smartphone dan web browser

Tema yang dipilih dalam penelitian adalah Analisis Konsumsi dan Kebutuhan untuk Konsumsi Pangan di Provinsi Sumatera Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Tenggara Tahun 2005-2015..

berhasil maka langsung ketemu dewa, tetapi ketika jenis skenario lebih dari dari satu (dalam hal ini digunakan skenario dengan 3 jenis soal matematika tipe

system calls Local Remote UNIX file system NFS client NFS server UNIX file system Application program Application program NFS UNIX UNIX kernel. Virtual file system Virtual

Pengisian evaluasi dalam rekam medis adalah hasil dari evaluasi perencanaan dan implementasi yang sudah dilakukan oleh masing-masing profesi dan ditanyakan

Harapan ( Expectancy ) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku untuk tercapainya tujuan. Secara umum harapan dapat diartikan sebagai suatu