Penggunaan redaksi ٌٕءاٞشأ طاْىا ا٘سخثج لاٗ (jangan
ARGUMENTASI PENUNDAAN UMAT NABI MUHAMMAD SAW DARI PEMBINASAAN
C. Keberadaan Nabi Muhammad saw dan Orang-orang Yang Beristighfar
Setiap perbuatan baik maupun buruk, semua pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah swt. kebaikan akan dibalas dengan kebaikan, dan keburukan akan dibalas pula dengan keburukan.35 Balasan tersebut kadangkala diberikan oleh Allah swt langsung di dunia, dan ada pula yang Allah swt tangguhkan di akhirat. Hal sebagaimana firman Allah swt:
33 Abi Abdillah Muhammad bin Ismâ‟îl bin Ibrâhîm bin al-Mughirah bin Bardazbah al-Bukharî, Shahîh al-Bukhârîy, Beirut: Dâr al-Fikr, 2004, hadits no. 4828.
34 Abî al-Huseîn Muslim bin al-Hajjaj, Shahîh Muslim, hadits No. 2082.
35 Lihat QS. Al-Zalzalah/99: 7-8.
165
“Dan aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku Amat teguh”. (QS. Al-A‟râf/7: 183).
Bagi seseorang yang melakukan kebaikan, mereka tidak perlu memiliki kekhawatiran karena Allah swt pasti akan melipat gandakan kebaikan kepadanya, akan tetapi bagi mereka yang melakukan keburukan ataupun kejahatan, maka harus bersiap-siap untuk memperoleh keburukan pula. Jika teguran atau azab Allah swt itu diberikan selagi dirinya masih didunia, maka itu bisa disebut juga sebagai tanda cinta Allah swt kepada seorang hamba-Nya, agar hamba tersebut mau bertaubat sebelum bertemu dengan Tuhan-Nya.
“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun”36. (QS. Al-Anfâl/8: 33).
Ayat ini berbicara tentang tantangan orang-orang musyrikin Quraisy, diantaranya Abu Jahal yang mengharap datangnya siksa jika memang mereka terbukti bersalah.37 Mereka menantang dengan sombong seraya mengatakan:
“Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata: "Ya Allah, jika betul (Al Quran) ini, Dialah yang benar dari sisi Engkau, Maka
36 Di antara mufassirin mengartikan yastagfiruuna dengan bertaubat dan ada pula yang mengartikan bahwa di antara orang-orang kafir itu ada orang Muslim yang minta ampun kepada Allah.
37 Wahbah Az-Zuhailî, Tafsîr Munîr Fî Aqîdah wa Syarî‟ah wa al-Manhaj, Jilid 5, hal. 329.
hujanilah Kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada Kami azab yang pedih".(QS.al-Anfâl/8: 32).
Ayat diatas menjelaskan betapa bodohnya orang-orang musyrik ketika mereka meminta untuk disegerakan turunnya azab. Ayat tersebut juga menjelaskan kemuliaan dan keagungan nabi Muhammad saw yang keberadaannya di tengah-tengah suatu umat bisa menahan turunnya azab pemusnahan terhada mereka.38
Pada ayat tersebut, dapat kita pahami maknanya, bahwasannya sejahat apapun orang musyrikin, sebesar apapun kebencian mereka terhadap Islam tidaklah menjadi sunnatullah, rahmat dan hikmah-Nya untuk mengazab mereka semua sementara nabi Muhammad saw ada di tengah-tengah kehidupan mereka, karena Allah swt mengutusnya adalah untuk menjadi rahmat bagi semesta alam dan bukan untuk menjadi azab atau kesengsaraan.
Allah swt tidak akan pernah mengazab suatu umat atau golongan tertentu selama nabinya masih berada bersamanya.
Ibnu Abbas mengatakan: ke tempat yang diperintahkan pada mereka”.39
Al-mada‟ini menukil dari beberapa ulama, “Ada seorang laki-laki Arab Badui (suku Arab pedalaman) di masa nabi Muhammad saw selalu bahkan senantiasa berbuat kemaksiatan dan tak pernah merasa malu melakukannya.
Namun, ketika nabi Muhammad saw sudah wafat, ia memakai pakaian dari wol dan berhenti dari segala kemaksiatannya. Ia bahkan menampakan ketaatan dan agama yang kuat. Ada yang berkata kepadanya, “Andaikan kau lakukan hal ini ketika nabi Muhammad saw masih hidup, tentulah Ia pasti
Yang menjadi sebab kedua, dan argumentasi penulis tentang penundaan azab bagi umat nabi Muhammad saw adalah, masih adanya orang-orang yang
38 Wahbah Az-Zuhailî, Tafsîr Munîr Fî Aqîdah wa Syarî‟ah wa al-Manhaj, Jilid 5, hal. 330.
39 Wahbah Az-Zuhailî, Tafsîr Munîr Fî Aqîdah wa Syarî‟ah wa al-Manhaj, Jilid 5, hal. 330.
40 Wahbah Az-Zuhailî, Tafsîr Munîr Fî Aqîdah wa Syarî‟ah wa al-Manhaj, Jilid 5, hal. 332.
167 mau beristighfar, memohon ampun kepada Allah swt. Karena Allah swt memberikan jaminan bahwasannya, Allah swt tidak akan mengazab atau menghukum mereka, sementara mereka memohon ampun kepada-Nya.
Ibnu Abbas berkata, “Ada dua jaminan keamanan yang ada diantara mereka yaitu nabi dan istighfar. Nabi Muhammad saw sudah pergi, akan tetapi istighfar tetap ada dan berlaku sampai hari kiamat.41 Dalam riwayat lain, „Abdullah bin „Abbâs berkata kepada kaum muslimin, “Sesungguhnya, Allah swt menjadikan didalam tubuh umat ini dua jaminan keamanan.
Mereka akan senantiasa terlindungi dan terpelihara dari hantaman azab selama dua hal tersebut masih berada di tengah-tengah mereka. Salah satunya telah kembali kepada Allah swt, yaitu nabi Muhammad saw, sedangkan yang masih tersisa di tengah-tengah kalian adalah istighfar.42Hal senada juga dikatakan oleh Abû Mûsâ al-Asy‟arî, Qatadah, dan yang lainnya.
Quraish Shihab berpendapat, “keberadaan Rasul” dapat diperluas sehingga bukan saja dalam arti keberadaan fisik beliau/semasa hidup beliau, tetapi juga masih berlanjut hingga kini bagi yang bershalawat dan menghayati serta mengamalkan ajaran beliau. Bukankah para syuhada apalagi Rasul saw hingga kini hidup? Bukankah disebutkan dalam satu riwayat bahwa “Siapa yang bershalawat dan menyampaikan salam kepadaku maka Allah swt memperkenankan aku menjawab salamnya”?.43
Ibnu Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata,”orang-orang musyrik ketika thawaf di Baitullah mereka mengucapkan
هواشفؼَ هواشفؼ
(ampunan-Mu ya Tuhan-ampunan-Mu ya Tuhan) lalu Allah swt menurunkan ayat diatas.44 Jadi istighfar itu meskipun diucapkan oleh orang yang durjana sekalipun tetap bisa menolak sedikit bahaya dan keburukan.
Allah swt Maha Pengampun, Dia tidak akan mengazab suatu kaum yang didalamnya masih ada yang beriman dan memohon ampunan-Nya. Dalam Al-Qur‟ân dikatakan:
41 Wahbah Az-Zuhailî, Tafsîr Munîr Fî Aqîdah wa Syarî‟ah wa al-Manhaj, Jilid 5, hal. 333.
42 Abû al-Fidâ Ismâ‟îl Ibn Katsîr al-Dimasqî, Tafsîr Al-Qur‟ân al-Adzîm, Jilid II, hal. 305.
43 M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟ân, Vol 5, hal. 526.
44 Abî Muhammad al-Huseîn bin Mas‟ûd al-Farrâ‟ al-Baghawî, Ma‟âlim al-Tanzîl, Beirut: Dâr al-Kutub al-Islamiyah, 1995, Jilid III, hal. 37.
….”dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mukmin dan perempuan-perempuan yang mukmin yang tiada kamu ketahui, bahwa kamu akan membunuh mereka yang menyebabkan kamu ditimpa kesusahan tanpa pengetahuanmu (tentulah Allah tidak akan menahan tanganmu dari membinasakan mereka). supaya Allah memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-dikehendaki-Nya. Sekiranya mereka tidak bercampur-baur, tentulah Kami akan mengazab orang-orang yag kafir di antara mereka dengan azab yang pedih”. (QS. Al-Fath/48: 25).
Abû Sa‟îd al-Khudrî menuturkan, Rasulullah saw bersabda:
َ إ
menggoda hamba-hamba-Mu selagi ruh masih dalam tubuh mereka”. Tuhan berkata, “Demi keagungan dan kemuliaan-Ku, aku akan terus mengampuni mereka, selama mereka terus memohon ampunan kepada-Ku.Jangan pernah merasa aman dan bangga jika azab ditangguhkan, akan tetapi justru kita perlu khawatir bila melakukan kemaksiatan namun Allah swt tidak menegur kita langsung, sebab azab di akhirat jauh lebih pedih.
“Dan Demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhannya. dan Sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal”. QS. Thahâ/20: 127).
45 Abû al-Fidâ Ismâ‟îl Ibn Katsîr al-Dimasqî, Tafsîr Al-Qur‟ân al-Adzîm, Jilid II, hal. 305. Lihat juga Imam Ahmad dalam al-Musnad, 3/29; al-Hâkim, 4/261. Hadis ini dimasukan kedalam kategori hadis shahih oleh al-Hâkim dan disetujui oleh adz-Dzahabî.
Hadis ini berstatus hadis hasan karena memiliki sejumlah hadis syawâhid yang memperkuat maknanya.
169
Kata
مه
(mereka) pada firman-Nya: mereka masih memohon ampun dipahami oleh sebagian ulama menunjuk kepada orang-orang Islam yang ketika itu masih berada di Mekkah dan belum mampu berhijrah ke Madinah.Ulama yang menganut pendapat ini mengukuhkannya dengan firman Allah swt:
َ
“Sekiranya mereka tidak bercampur-baur, tentulah Kami akan mengazab orang-orang yag kafir di antara mereka dengan azab yang pedih. (QS. Al-Fath/48: 25).46
Ath-Thabâri berpendapat bahwa penggalan ayat itu tertuju kepada kaum musyrikin tetapi maksudnya adalah menafikan adanya istighfar mereka, seakan-akan ayat ini menyatakan, “Allah swt tidak akan menyiksa mereka selama mereka memohon ampun atas dosa-dosa dan kekufuran mereka;
tetapi mereka tidak memohon ampun, bahkan tetap bergelimang dalam dosa sehingga wajar mereka menerima siksa”.47
Thâhir Ibnu „Âsyûr menilai penggalan terakhir ayat ini tidak berhubungan langsung dengan pembicaraan yang lalu. Ia memang bicara tentang kaum musyrikin, tetapi sebagai ajakan kepada mereka untuk segera bertaubat. Menurutnya, ayat ini setelah mengancam kaum musyrikin, segera membuka kesempatan bagi mereka untuk bertaubat dengan jalan menyampaikan bahwa Allah swt tidak akan menyiksa mereka apabila mereka bertaubat dari kemusyrikan, percaya kepada Rasul dan ajaran-ajaran-Nya.48
Ada yang berpendapat bahwa istighfar yang dimaksud disini adalah Islam, artinya selama mereka masih masuk Islam (maksudnya masih ada yang masuk Islam secara berangsur-angsur) atau mereka memiliki anak cucu yang beriman dan beristighfar kepada Allah swt.49
Menurut Mujâhid, yang dimaksud dengan istighfar dalam ayat ini adalah shalat. Hal senada juga dikatakan oleh sahabat „Ikrimah, Sa‟îd bin Jubair, as-Suddi, dan „Athiyyah.50
Betapapun, kita dapat berkata bahwa ayat ini, sebagaimana pendapat mayoritas ulama bahwa ada dua faktor yang dapat menghindarkan jatuhnya
46 M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟ân, Vol. 5, hal. 525.
47 M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟ân, Vol. 5, hal. 525.
48 M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟ân, Vol. 5, hal. 525.
49 Wahbah Az-Zuhailî, Tafsîr Munîr Fî Aqîdah wa Syarî‟ah wa al-Manhaj, Jilid 5, hal. 331.
50 Alî bin Muhammad bin Ibrâhîm Baghdadî, Tafsîr Khâzin, Beirut: Dâr al-Kutub al-Islamiyah, 1995, Jilid III, hal. 37.