• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEADILAN ALLAH SWT DAN KRITERIA UMAT YANG DIBINASAKAN

C. Menistakan Nabi dan menolak Risalahnya

3. Naqdh al-‘Ahd (Melanggar Janji)













“Mereka Itulah orang-orang yang dila'nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka. (QS.

Muhammad/47: 23).

Akhirnya mereka dijauhkan dari rahmatNya, tidak hanya itu mereka juga ditulikan dari mendengar serta melihat kebenaran yang ada, seakan-akan segala nasihat sudah tidak memberikan pengaruh untuk menyadarkan perilaku mereka itu, hingga akhirnya azab Allah swt jualah yang akan menghentikan kekejaman ini.105 Bahkan dalam kasus lain, mereka diancam dengan hukuman dibunuh, disalib, dipotong tangan dan kakinya, atau diasingkan (diusir) dari tempat dimana mereka tinggal.

3. Naqdh al-‘Ahd (Melanggar Janji)

Kata al-„Ahdu dalam kamus besar lisan al-„Arab berarti janji atau sumpah (

ًٍٍٍنا ٔ فهحنا

),106 yang demikian karena yang bersangkutan selalu berusaha menjaganya setiap waktu.107 Lihat saja misalnya dalam pemaknaan ayat dibawah ini:

104 Allah swt, mengungkap makna tersebut lewat sebuah pernyataan, yang maksudnya hanya ingin menambah kemurkaan kepada mereka, intinya seperti yang diungkap oleh Qatadah bahwa perilaku yang demikian biasanya akan lahir dari pemimpin-pemimpin yang tidak mau taat kepada apa yang Allah swt inginkan dalam memimpin umat.

(Muhammad bin Alî bin Muhammad As-Syaukanî, Fath al-Qadîr, Juz 5, hal. 46).

105 Muhammad bin Alî bin Muhammad As-Syaukanî, Fath al-Qadîr, Juz 5, hal. 46

106 Ibn Mandzûr, Lisan al-„Arob, Juz 3, hal. 46.

107 Abû al-Qâsim Abû al-Husain bin Muhammad al-Râgib Al-Isfahânî, al-Mufradât, hal. 591.

57

“Dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al-Isrâ‟/17: 34).

Menurut pendapat Jalaluddin As-Suyuthî dan Jalaluddin al-Mahallî, janji yang dimaksud pada ayat diatas bersifat umum, baik janji yang ada antara sesama manusia, atau janji kepada Allah swt.108

Sedangkan kata an-Naqdhu berarti merusak bangunan yang sudah kuat, atau mengurai tali yang sudah terikat kuat, hal ini sesuai dengan pendapat Imam as-Syaukani.109

Maka melanggar janji (Naqdh al-Ahd) merupakan perilaku yang tercela, lihat saja firman dibawah ini:



“Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang Itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam)”. (QS. Al-Ra‟du/13: 25).

Kalimat

ٍّقبخٍي دعث ٍي

merupakan penjelas dan penguat makna dari kata sebelumnya,110 itu artinya bahwa perkara ini memang benar-benar terjadi dengan sengaja, tanpa adanya unsur lupa dan lain sebagainya.

Abû al-„Aliyah menjelaskan, seperti yang dinukil oleh Imam Ibnû Katsîr, bahwa ayat diatas merupakan bagian dari sifat orang-orang munafik,111 tiga sifat diatas adalah tambahan dari tiga sifat yang ada pada hadis berikut: Tafsîr Al-Qur‟ân al-„Azhîm, Beirut: Dâr al-Fikr, 1401 H, hal. 369.

109 Muhammad bin Alî bin Muhammad As-Syaukanî, Fath al-Qadîr, Juz 1, hal. 69.

110 Muhammad Thohir bin Muhammad bin Muhammad Thohir bin Asyur at-Tunisi, at-Tahriri wa at-Tanwîr, Tunis: ad-Dar at-Tunisiyah, 1984, Juz 13, hal. 133.

111 Ibnu Katsîr, Tafsîr Al-Qur‟ân al-Adzîm, Juz 6, hal. 112.

:لبق ،ىهسٔ ٍّهع الل ًهص

“Hadits dari Sulaiman Abu al-Rabi‟, berkata: meriwayatkan kepada kami hadits dari Ismâîl bin Ja‟far, berkata, meriwayatkan kepada kami hadits dari Nâ‟fi‟ bin Mâlik bin Abî A‟mir Abû Suhail, dari ayahnya, dari Abû Hurairah dari Nabi saw bersabda: Tanda orang munafik itu ada tiga: Jika berkata dia berdusta, jika dia berjanji dia ingkar, dan jika dipercaya dia khianat”.

“(yaitu) orang-orang yang melanggar Perjanjian Allah sesudah Perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. mereka Itulah orang-orang yang rugi. (QS. Al-Baqarah/2:

27).

Dalam ayat ini sama persis maknanya dengan ayat yang dikutip pada permulaan pembahasan ini, walaupun ayat ini secara zahirnya menjelaskan tentang orang-orang fasik, akan tetapi pada kenyataannya orang munafik itu juga orang fasik, karena orang fasik itu adalah mereka yang bermaksiat kepada Allah swt dengan kemaksiatan yang besar, dan melanggar janji adalah termasuk dari dosa yang besar.113 Perhatikan firman Allah swt dibawah ini:



“Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Al-Taubah/9: 67).

Para ulama tafsir menyebut beberapa makna Al-Ahd yang dimaksud dalam dua ayat diatas:114 Pertama, Ia adalah janji antara Allah swt dengan bani Adam yang Allah swt ambil ketika mereka masih berada

112Abi Abdillah Muhammad bin Ismâ‟îl bin Ibrâhîm bin al-Mughirah bin Bardazbah Al-Bukharî, Shahîh al-Bukhârîy, Beirut: Dâr al-Fikr, 2004, Juz 1, hal. 17.

113 Namun Imam al-Qurthubî berpendapat bahwa mereka yang mengerjakan dosa kecilpun masuk dalam katagori fasik, karena pada hakikatnya kata fisq itu bermakna keluar dari batas kebenaran. (Muhammad bin Alî bin Muhammad As-Syaukani, Fath al-Qadîr, Juz 1, hal. 68).

114 Muhammad bin Alî bin Muhammad As-Syaukani, Fath al-Qadîr, Juz 1, hal. 68.

59 didalam Rahim Ibu. Kedua, Ia adalah wasiat Allah swt kepada hamba-hamba-Nya, dimana Allah swt memerintahkan kepada mereka untuk mengerjakan apa yang diperintah dan mencegah diri dari apa yang dilarang sebagaimana tertulis didalam kitab-kitab-Nya yang telah disampaikan oleh para rasul Allah swt. Ketiga, Ia adalah janji yang Allah swt ambil terhadap mereka yang diberi kitab untuk bisa mendakwahkannya kepada segenap masyarakat.

Apapun itu, yang jelas semua bentuk melanggar janji masuk dalam pemaknaan ayat ini, apalagi jika janji itu dimulai dengan sumpah menggunakan nama Allah swt.

Dan akhir-akhir ini perilaku ini banyak terlihat pada elit politik kita di Indonesia, kita serahkan saja semuanya kepada Allah swt, biarkan keadilan Allah yang akan menghukumi mereka semua.













“Dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya”. (QS. Al-Isrâ/17: 34).