• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2.5. Teori Keadilan dalam Perspektif Alkitabiah dari Karen Lebacqz

2.2.5.1. Keberpihakan Allah pada Mereka yang Tertindas

Keadilan harus pertama-tama dilihat dalam keadilan Allah, maksudnya adalah keadilan yang dinyatakan Allah dalam kerelaan-Nya membela hak-hak orang miskin dan tertindas (Mzm 10:18; 35: 10; 103:6; Yer. 9:24). Stephen Charles Mott, dalam kajiannya melihat bahwa keadilan secara sederhana dapat dikatakan sebagai upaya bagaimana mendistribusikan kebutuhan bagi orang lain. Ia bertolak dari pemahamannya Rawls bahwa keadilan diharuskan dan diutamakan bagi mereka yang paling tidak beruntung. Artinya bahwa Allah memberi kepada orang miskin

65Henry Stob, “The Concept of Justice.”Calvin Theological Jurnal, jil. 9. No. 2, 1974, 133-147.

45

karena mereka membuthkannya, namun pada satu sisi Allah juga menuntut ketaatan dari umatnya, sehingga Mott, memberi penegasan bahwa keadilan sebenarnya adalah suatu respon atau tanggungjawab terhadap keadilan Tuhan.67

Menurut Lebacqz, keadilan merupakan apa yang Tuhan kerjakan. Maksud dari apa yang Tuhan kerjakan adalah membebaskan dan mengasihi mereka-mereka yang tertindas, lemah dan miskin. Misalnya dalam cerita-cerita dalam Alkitab mengungkapkan realitas ketidakadilan sekaligus perjuangan untuk menegakan keadilan. Cerita-cerita tersebut merupakan pengalaman komunitas iman (Israel dan gereja awal) terhadap peristiwa yang diimani sebagai tindakan Allah.68 Meskipun manusia mengalami berbagai ancaman, termasuk ketidakadilan, yang merusak dan memusnahkan kehidupannya tetapi Allah selalu bertindak untuk membela dan menyelamatkan, termasuk menegakkan keadilanNya bagi manusia, sebab itu dalam peristiwa yang diimani sebagai peristiwa yang dalamnya Allah secara khusus menyatakan kehendak dan perbuatanNya, diperingati oleh komunitas iman, turun temurun dari generasi ke generasi.69

Peristiwa dimana Allah menyatakan kehendak dan perbuatanNya dalam kehidupan umatNya salah satunya adalah melalui peristiwa pembebasan umat Israel dari perbudakan Mesir. Sebagai suatu cara bagaimana keberpihakan Allah akan penderitaan dan keluhan yang dialami oleh bangsa Israel dibawah pemerintahan bangsa Mesir.70 Peristiwa Keluaran (kitab Keluaran), hukum Tahun Yobel (kitab Imamat), dan kesaksian Yesus tentang misiNya sebagai Mesias dalam Lukas 4:18-20, inilah yang dipakai oleh Lebacqz sebagai sumber inspirasi utama dalam membangun konsep keadilannya. Dalam peristiwa Keluaran, jika diperhatikan dengan seksama,

67Stephen Charles Mott, Biblical Ethics and Social Change (New York: Oxford University Press, 1982), 59-64.

68Karen Lebacqz, Teori-teori keadilan., 208.

69Thobias A. Messakh, Konsep Keadilan Dalam Pancasila., 96.

46

bahwa kepedulian Allah terhadap keadilan sosial bukan hanya dalam tuntutan moral belaka melainkan bagaimana menerapkannya dalam konteks kehidupan nyata. Kepedulian terhadap mereka yang lemah, marginal, miskin dan kurang beruntung dalam suatu komunitas masyarakat tidak dapat dibiarkan karena bagaimanapun itu mereka adalah ciptaan Allah yang patut untuk dihargai dan dihormati.

Berdasarkan peristiwa Keluaran, Lebacqz menyimpulkan bahwa pembebasan (liberation) adalah tindakan Allah yang utama berhadapan dengan ketidakadilan.

The God of the Bible therefore first and foremost the God of liberation God is the liberator God of Exodus, who leads (the) people out of every kind of bondage, spiritual, political, social, and economic. It is the saving of the “rabble of slaves” that becomes God’s, signal act of justice. God’s justice begins in the declaration, “I will rescue you”...For oppressed peoples around the world, today as in the days of ancient Israel, liberation from oppression is the primary from of God’s justice. God’s justice begins in respons to the injustice of exxploitation and oppression...The God known to both the Israelites and the early Christians was a God who hears and responds to the sufferings of the people. It was this

that distinguished YHWH from other God’s.71

Pembebasan adalah isi dan bentuk keadilan Allah. Keadilan Allah selalu berpihak dan membela hak-hak mereka yang tertindas. Perbuatan pembebasan Allah terdiri atas mendengarkan, memperhatikan, dan membebaskan. Pembebasan Israel dari penindasan Mesir merupakan tanda keberpihakan Allah terhadap merekayang lemah, dan penghukuman bagi mereka yang menindas sesamanya sepertinya yang dilakukan Allah kepada Firaun sebagai pemimpin kejahatan. Keadilan yang dinyatakan Allah dengan menghukum yang jahat, bukan saja pada Firaun tetapi juga pada umatnya yang berlaku tidak setia pada Tuhan.72

Dalam Perjanjian Lama, perjuangan untuk mendapatkan kesetaraan telah ada sebagaimana yang ditunjukan oleh hukum atau peraturan, misalnya pengaturan hak-hak milik,

71Karen Lebacqz, Justice in an Unjust World: Foundation for Christian., 71

47

Yobel dan sebagainya. Kata Yobel diambil dari kata Ibrani yobeel, yang berarti nafiri. Nafiri merupakan alat yang dipakai untuk membuka tahun tersebut pada hari perdamaian besar. Yakni pada tanggal 10 bulan ketujuh tahun ke-49 atau tahun sabat yang ketujuh. Tahun Yobel terdapat dalam Imamat 25:8-17, 23-55. Singkatnya, isi hukum Tahun Yobel sebegai berikut. Setelah tujuh tahun Sabath (49 tahun) berlalu, yaitu pada tahun kelima puluh, bertepatan dengan hari raya perdamaian, yaitu Imam Besar melaksanakan ritual pengampunan dosa bagi segenap umat Israel, diumumkan hari pembebasan bagi Israel. Pada hari itu nafiri dibunyikan di seluruh negeri Israel dan mengumumkan bahwa hari pembebasan telah tiba. Yang berhutang harus dibebaskan dari hutangnya dan hutangnya dihapus. Para budak harus memperoleh kembali kebebasannya tanpa syarat. Demikian pula, tanah-tanah yang sedang dijual ataupun digadai dikembalikan kepada pemiliknya tanpa harga tebusan.

Para tuan wajib membebaskan para budak, dan para pembeli/penerima gadai harus mengembalikan tanah kepada pemiliknya tanpa harga tebusan.” Kamu harus menguduskan tahun kelima puluh, dan memaklumkan kebebasan di negeri itu bagi segenap penduduknya. Itu harus menjadi tahun Yoel bagimu, dan kamu harus masing-masing pulanh ke tanah milik dan kaumnya.” (Imamat 25:10). Kewajiban umat Israel melaksanakan hukum Tahun Yobel didasarkan pada asas iman: 1. TUHAN pemilik tanah dan orang-orang Israel hanya penggarap, dan 2. Orang Israel adalah budak-budak yang dibebaskan oleh Tuhan.

Hukum tahun Yobel adalah tindakan intervensi Allah untuk menegakan keadilanNya dalam kehidupan umat Israel yang dibelenggu oleh ketidakadilan. Warga Israel yang karena berbagai alasan, terutama ekonomi, telah menjadi budak dan kehilangan kebebasannya, berdasarkan keadilan Allah, mereka harus memperoleh kembali kebebasannya. Sebagai orang

48

bebas, setiap orang Israel memperoleh kembali hak politik dan ekonominya. Lebacqz menyimpulkan bahwa:

Whether the jubilee was practied – or, indeed, whether it was ever intended to be practiced – the range of provisions is such that the jubilee laws have had a “sweeping impact” on the social and political life of the community. The freeing of slaves, rest on renewal for the land, amnesty of the indebted... They are rich in images of political liberation and economic renovation...Further, the jubilee year was to be “consecrated” or “hallowed.” This means that the year is submitted in

special way to Yahweh’s will. It includes the announcement of God’s reign.73

Menurut Lebacqz, meskipun hukum tahun Yobel, senyatanya diberlakukan atau tidak, ia tetap menjadi sumber inspirasi yang relevan bagi masyarakat modern untuk membangun keadilan sosialnya. “The jubilee is an image, not a program for justice. It tell us with a once

for-all plan of how to go about such liberation and restructuring.”74

Dari hukum tahun Yobel masyarakat modern memperoleh pelajaran sebagai berikut: 1. Keadilan, pertama-tama, berarti membebaskan yang tertindas dari kekuasaan yang menindas. Dalam hal ini keadilan berarti mengembalikan hak-hak (sosial, politik, ekonomi, religius) kelompok tertindas. Untuk menegakan keadilan dalam dunia yang tidak adil, diperlukan tidak sekedar perubahan periferal, misalnya, bantuan karitatif. Yang diperlukan adalah perubahan struktur sosial, politik, dan ekonomi agar lebih memampukan kelompok masyarakat yang tertindas memperoleh kesempatan dan kemampuan untuk membagun kehidupannya, tanpa penindasan; 2. Konsep bahwa Allah adalah pemilik kehidupan dan sumber-sumber kehidupan memperingatkan manusia modern untuk tidak mengartikan keadilan hanya sebagai hak kebebasan individual untuk memperoleh dan memiliki, sebab, tanpa Allah, sebagai pencipta dan

73Ibid., 124-125.

49

pemilik alam semesta manusia tidak mampu memiliki apa-apa oleh karena itu yang dikehendaki oleh Allah ialah manusia hidup saling peduli satu sama lainnya.75

Menurut Lebacqz, konsep keadilan dalam hukum tahun Yobel merupakan inti dari misi Yesus sebagai Mesias, menurut Injil Lukas (Lukas 4:16-21). Yesus datang untuk menggenapi apa yang dinubuatkan nabi Yesaya: Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” (Lukas 4:18-19, bandingkan Yesaya 62:1-2a). Dalam Lukas 4: 18-19, mereka yang lemah, miskin, dan tertindas menjadi tujuan dari pembebasan Allah. Orang-orang ini sebenarnya merupakan ungkapan simbolik yang mewakili semua orang yang tertindas dalam konteks relasi sosial umat Israel. Jurgen Moltmann mengungkapkan bahwa istilah orang miskin merupakan istilah simbolik bagi mereka yang kelaparan, tidak mempunyai sumber penghidupan, orang yang sakit, yang diasingkan dan direndahkan, orang yang tidak punya pengharapan masa depan, orang yang sedih dan menderita.76

Memahami misi Yesus sebagai Mesias tidak dapat terlepas dari tindakan keadilan Allah yang berpihak pada mereka yang miskin dan tertindas. Yesus telah menjadikan mereka yang miskin dan tertindas sebagai tujuan paling utama dari pelayanan-Nya. Permohonan pengampunan dosa dalam doa Bapa Kami yang Yesus ajarkan, menggunakan kata Yunani (aphiemi) yang berarti pembebasan dari hutang. Para teolog pembebasan menjadikan hukum

75Ibid., 137-139.

76Jurgen Moltmann, The Way of Jesus Christ: Christology in Mesianic Dimensions (London: SCM Press, 1990), 99.

50

Tahun Yobel dan misi Yesus menurut Injil Lukas, sebagai sudut pandang pemahaman tentang keadilan.77

Melihat tujuan misi sebenarnya adalah menegakan keadilan sosial. Selain masalah pemberitaan firman dan pemuridan sebagai bagian penting dalam penginjilan adalah masalah sosial, maksudnya bagaimana misi tersebut dapat menjangkau konteks manusia yang hidup dalam satu komunitas masyarakat khususnya mereka yang tertindas dan lemah karena tanpa hal tersebut misi itu tidaka akan berarti.

Menurut saya, konsep keadilan dari Karen Lebacqz, menekankan pada peran pembebasan, yakni menegakan keadilan dengan cara membebaskan warga masyarakat dari penindasan dan ketidakadilan. Yang membuat menarik dari konsep keadilan Lebacqz adalah di mana ia mendekati konsep keadilannya dari pengalaman-pengalaman mereka yang mengalami ketidakadilan tersebut, karena bagi saya metode yang digunakan Lebacqz, merupakan suatu metode yang sangat baik dan cocok dalam membangun suatu konsep keadilan karena suara dan pengalaman mereka mengenai ketidakadilan dan keadilan bersumber dari pengalaman yang nyata, bukan hanya sekedar konstruksi akal-budi belaka.

Realitas ketidakadilan harus menjadi titik berangkat dalam perumusan konsep keadilan, ini yang menjadi penekanan dari Lebacqz. Para konseptor keadilan dari etika filsafat mengabaikan hal ini. karena itu ia berusaha membangun konsep keadilan berdasarkan realitas ketidakadilan. Akan tetapi dalam usaha seperti ini tetap diperlukan dasar yang menjadi acuan interpretasi. Karena itu, ia memilih konsep-konsep teologis dalam Alkitab sebagai acuan interpretasinya. Lebacqz, akhirnya, tiba pada kesimpulan bahwa konsep keadilan yang

51

didasarkan pada realitas ketidakadilan dan usaha untuk mengatasinya, harus: 1. Berpihak pada yang miskin dan tertindas; 2. Menjadikan pembebasan sebagai nilai utamanya; 3. Pembebasan untuk menciptakan relasi yang benar berdasarkan keadilan Allah, yaitu saling peduli dan saling betanggungjawab; 4. Untuk itu diperlukan perombakan dan pembaharuan struktur sosial, politik, dan ekonomi; 5. Setiap konsep keadilan harus terbuka untuk dikoreksi dan diperbaiki, karena manusia selalu lengah dan lemah terhadap godaan egoismenya.

2.3. Kesimpulan

Melihat kembali pada pandangan tokoh mengenai keadilan yang sudah disampaikan sebelumnya, menurut saya, bahwa dalam suatu persekutuan hidup bersama harus ada satu nilai bersama yang yakni nilai keadilan. Dengan bertujuan agar mampu mengatur hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya demi tercapainya tujuan hidup bersama. Tujuan hidup bersama yang dimaksudkan adalah kehidupan yang adil, makmur dan sejahtera bagi seluruh anggotanya. Keadilan bukan berarti melihat orang lain sebagai objek dan diri kita sebagai subyek, tetapi melihat orang lain sebagai sesama ciptaan Tuhan yang seharusnya dan patut untuk dihargai dan dihormati.

Konsep keadilan yang diangkat oleh para tokoh keadilan, menurut hemat saya, lebih menekankan kepada dua kepentingan utama yakni kepentingan bersama dan kepentingan individu. Ada yang mengharuskan untuk hidup bersama walaupun harus berkorban namun adapula yang tetap menekankan pada kepentingan pribadi, tanpa mempedulikan orang lain di sekitarnya. Misalnya konsep keadilan Rawls, melihat bahwa keadilan yang sesungguhnya adalah ketika pendistribusian haruslah merata kepada setiap anggota masyarakat, terutama berpihak kepada mereka yang kurang beruntung dalam masyarakat. Demikian halnya dengan Mill, bahwa

52

keadilan dalam kehidupan bersama akan mampu bertahan jika mendatangkan kebahagiaan atau manfaat bagi sebanyak-banyaknya warga masyarakat. Artinya bahwa dalam membangun suatu kehidupan bersama, kepentingan-kepentingan individual sebaiknya disampingkan dan mengutamakan pada kepentingan bersama.

Konsep keadilan Rawls, Mill, dan para tokoh keadilan lainnya yang mengutamakan pada kepentingan bersama ditolak oleh kelompok Nozick, di mana lebih menekankan pada kepentingan individu dibandingkan kepentingan bersama. Bahwa keadilan sesungguhnya adalah bukan dengan berkorban demi kebahagiaan orang lain tetapi keadilan itu adalah ketika bekerja dan mendapatkan hasil. Bukan seperti kisah manna pada masa Israel, yang hanya menunggu, dan makanan datang dengan sendirinya. Baginya walaupun saya secara pribadi memeliki harta yang berlimpah, dan orang disamping saya hidup dalam kemelaratan, itu bukan hak saya untuk memberinya bantuan, tetapi itu adalah kesalahannya, yang tidak mau berusaha dan bekerja dengan keras.

Dari dua kelompok ini dapat kita melihat bahwa masing-masing ada kekurangan dan kelebihannya masing-masing, tetapi yang sekarang diharapkan adalah bagaimana mempersatukannya dalam satu konsep bersama dimana keadilan dapat dirasakan oleh semua pihak. Karena itu, yang perlu dilakukan adalah bagaimana kita mampu melihat dan mendengarkan suara mereka yang mengalami ketidakadilan tersebut, karena dengan begitu, maka akan memudahkan dan membantu untuk merumuskan konsep keadilan bagi semua. Hal inilah yang dilihat oleh Lebacqz dalam membangun konsep keadilannya, bahwa sebelum membangun suatu konsep keadilan, langkah awal yang patut untuk dilihat adalah mendengarkan suara dari mereka yang mengalami ketidakadilan.

53

Sebagai suatu langkah yang baik membangun konsep keadilan dengan mendengarkan mereka yang mengalami ketidakadilan, namun ada satu hal menarik yang coba saya lihat dari konsep keadilan Notohamidjojo, dimana ia mengelompokannya dalam enam bagian (kommntativa, distributiva,vindicativa, creative, protective, dan legalis) yakni memberikan kepada setiap individu hak dan kewajibannya, dengan diberikan perlindungan untuk menjamin kebebasan masing-masing individu dalam menjalankan kreativitasya tanpa ada intervensi dari kelompok tertentu.

Dokumen terkait