• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Kebiasaan Sarapan Pagi

Sarapan pagi termasuk dalam Pedoman Gizi Seimbang Tahun 2014 pada pesan ke enam. Makan pagi dengan makanan yang beraneka ragam akan memenuhi kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesegaran tubuh dan meningkatkan produktivitas dalam bekerja. Makan pagi atau sarapan mempunyai peranan penting bagi anak sekolah usia 6-14 tahun, yaitu untuk pemenuhan gizi di pagi hari, dimana anak-anak berangkat kesekolah dan mempunyai aktivitas yang sangat padat di sekolah (Arifin, 2015).

Sarapan pagi bagi anak usia sekolah sangatlah penting, karena waktu sekolah adalah penuh aktivitas yang membutuhkan energi dan kalori yang cukup besar. Untuk sarapan pagi harus memenuhi sebanyak ¼ kalori dalam sehari (Depkes RI, 2012). Kementerian Kesehatan RI (2014) menjelaskan bahwa sarapan adalah kegiatan makan dan minum yang dilakukan antara bangun pagi sampai jam 9 untuk memenuhi sebagian kebutuhan gizi harian (15-30%

kebutuhan gizi) dalam rangka mewujudkan hidup sehat, aktif, dan produktif.

Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Hardinsyah (2016), menjelaskan bahwa alasan kenapa sarapan sebaiknya dilakukan sebelum jam 9 pagi, karena satu jam sebelum aktivitas pekerjaan dimulai, kadar gula darah dalam tubuh mulai menurun, untuk mencegah hal tersebut, diperlukan nutrisi yang diperoleh dari sarapan pagi. Pertiwi, dkk. (2014) mengatakan bahwa sarapan yang baik adalah bila selalu dilakukan pada waktu

23

makan pagi hari bukan menjelang makan siang, dan tidak perlu dibedakan saat hari kerja / sekolah dan hari libur.

S m n i d n S odih 0 mengem k k n b h n k si h n pertumbuhan fisik cenderung lamban kecuali pada akhir periode tersebut, sedangkan kecakapan motorik terus membaik. Mereka banyak makan karena kegiatannya menuntut energi yang banyak. Oleh karenanya apabila asupan nutrisi tidak mencukupi kebutuhan tubuh, maka akan membuat aktivitas mereka berkurang, termasuk cara belajar dan konsentrasi mereka terhadap pelajaran.

Sarapan membekali tubuh dengan zat gizi yang diperlukan untuk berpikir, bekerja, dan melakukan aktivitas fisik secara optimal setelah bangun pagi.Bagi anak sekolah, sarapan yang cukup terbukti dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan stamina (Kemkes RI, 2014). Pada Pedoman Gizi Seimbang Tahun 2014 dikatakan bahwa sarapan yang baik terdiri dari pangan karbohidrat, pangan lauk-pauk, sayuran atau buah-buahan dan minuman.

Menurut So (2013), kebiasaan sarapan berkorelasi positif dengan prestasi akademik pada kedua remaja yang sehat pria dan wanita di Korea. Melewatkan sarapan dikaitkan dengan obesitas, nafsu makan yang tinggi sepanjang sisa hari, dan makan berlebihan di malam hari, dan obesitas juga berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif dan memori melalui perubahan dalam struktur otak, sehingga terdapat hubungan positif antara kebiasaan sarapan dan prestasi akademik.

Domili (2015) menyatakan bahwa makanan yang dimakan saat sarapan sangat dibutuhkan untuk mengganti kadar gula yang kurang pada malam hari.

Sarapan juga dapat meningkatkan kemampuan otak dalam mengerjakan sesuatu, berpikir dan meningkatkan konsentrasi. Pada hakikatnya otak manusia akan mendapatkan nutrisi yang penuh dari sarapan.

Anak yang tidak sarapan akan cenderung mengkonsumsi makanan jajanan.

Jajan yang terlalu sering dapat mengurangi nafsu makan anak di rumah. Selain itu banyak makanan jajanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mengganggu kesehatan anak. Sebagian besar makanan jajanan terbuat dari karbohidrat sehingga lebih tepat sebagai snack antar waktu makan, bukan sebagai pengganti makanan utama (Ethasari, 2014).

Makanan jajanan yang dibeli atau dikonsumsi banyak mengandung energi dan lemak seperti makanan gorengan dan lain-lain yang berpeluang menjadi gemuk atau status gizi lebih, sedangkan kalau makanan jajanan yang dibeli seperti makanan ringan, es, permen maka anak ini merupakan anak yang berisiko rendah gizi terutama kalori sehingga kalau ini dikonsumsi tiap hari maka anak akan menjadi gizi kurang (Ethasari, 2014).

Anak-anak yang melewatkan waktu sarapan akan mengalami gangguan fisik terutama kekurangan energi untuk beraktivitas. Dampak lain juga akan dirasakan pada proses belajar mengajar yaitu anak menjadi kurang konsentrasi, mudah lelah, mudah mengantuk dan gangguan fisik lainnya. Anak-anak yang sarapan memiliki performa yang lebih baik dalam perkembangan kognitif di sekolah dibandingkan mereka yang tidak sarapan (Susanto, 2011).

Sukiniarti (2015) mengungkapkan bahwa anak usia sekolah dasar (SD), yang dikategorikan masih dalam taraf perkembangan dan pertumbuhan, sangat

25

memerlukan sarapan pagi untuk menunjang aktivitasnya. Terutama di jam-jam belajar di sekolah, energi yang diperlukan untuk belajar sangat bergantung dari asupan gizi yang diperoleh dari makanan yang dimakan. Apabila anak tidak sarapan maka energi yang dibutuhkan untuk berpikir tidak mendukung, dampaknya anak tidak konsentrasi untuk belajar karena perut kosong sehingga berpengaruh terhadap hasil belajarnya.

Penyebab anak tidak mau makan terutama dikarenakan tidak ada waktu untuk makan pagi, karena anak sering bangun kesiangan, sehingga hanya bekal uang saku sekedarnya. Oleh karena itu sebagai orang tua harus membiasakan anak tidur secara teratur, dan bangun pagi setiap hari, karena bangun pagi baik untuk kesehatan.

Selain karena tidak sempat untuk sarapan pagi, ada beberapa faktor yang menyebabkan anak tidak terbiasa sarapan pagi, yaitu tidak dibiasakan sarapan oleh orangtua juga pemberian uang jajan yang melebihi kebutuhan sehingga anak cenderung memilih untuk jajan di sekolah dibandingkan melakukan sarapan pagi di rumah (Sukiniarti, 2015).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Domili (2015) menunjukkan hubungan yang signifikan antara sarapan dan konsentrasi belajar pada siswa SD Negeri 76 Kota Tengah Kota Gorontalo. Penelitian Widyanti (2013) di SD 1 Taro Bali juga menunjukkan hasil yang signifikan pada hubungan kebiasaan sarapan dan prestasi belajar, sebab mengkonsumsi sarapan meningkatkan fungsi kognitif sehingga akan mempengaruhi prestasi belajar.

Susanto (2011) menyatakan bahwa sarapan menjadi perilaku yang baik apabila dilakukan secara rutin atau menjadi kebiasaan. Kebiasaan sarapan terutama pada anak sangat dipengaruhi oleh perilaku orang tua dalam membiasakan anaknya sarapan di pagi hari. Jenis makanan untuk sarapan dapat dipilih dan disusun sesuai dengan keadaan dan akan lebih baik bila terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayuran, buah-buahan dan minuman dalam jumlah yang seimbang (Kemkes, 2014).

Dokumen terkait