• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Alternatif Pengembangan Usaha Sapi Perah Skala Mikro Berwawasan Lingkungan di Kabupaten Subang

Dalam dokumen V. HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 82-104)

5.5 Desain Kebijakan Pengembangan Usaha Sapi Perah Skala Mikro Berwawasan Lingkungan di Kabupaten Subang

5.5.2 Kebijakan Alternatif Pengembangan Usaha Sapi Perah Skala Mikro Berwawasan Lingkungan di Kabupaten Subang

Dari hasil penelitian diperoleh gambaran: (a) keadaan umum dan masalah USP skala mikro di Kabupaten Subang; (b) faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan dengan pengembangan USPSMWL Kabupaten Subang; (c) kebutuhan stakeholder dalam pengembangan USPSMWL di Kabupaten Subang (tertera dalam Tabel 18); (d) tingkat prioritas setiap elemen pengembangan USPSMWL lingkungan di Kabupaten Subang berdasarkan AHP (tertera dalam Gambar 14); (e) faktor-faktor kunci pengembangan USPSMWL di Kabupaten Subang menurut para pakar berdasarkan ISM (tertera dalam Gambar 17); dan (f) gambaran kondisi pada masa yang akan datang berdasarkan hasil simulasi skenario-skenario dari model yang telah dibangun.

Hasil simulasi model yang dibangun dapat menunjukkan arah kebijakan yang perlu diambil dalam rangka pengembangan USPSMWL di Kabupaten Subang. Gambaran utama yang tampak adalah bahwa, dalam kurun waktu simulasi yang sama selama 20 tahun (dari tahun 2011 sampai 2030), hasil simulasi skenario kondisi optimistik memiliki dampak positif lebih besar dibandingkan dengan hasil simulasi skenario kondisi moderat, kondisi eksisting, maupun kondisi pesimistik, baik ditinjau dari segi ekonomi, sosial, maupun

ekologi (seperti tertera dalam Tabel 28). Dalam sub sistem ekologi, hasil simulasi skenario optimistik yang paling menonjol ialah berkurangnya CH4 yang lepas ke atmosfir 16,4 kali dari hasil skenario eksisting; atau 8,63 kali hasil skenario moderat; atau 20 kali hasil skenario pesimistik. Dampak positif besar yang kedua dari skenario optimistik ialah berkurangnya limbah sapi perah yang tidak terkelola sebesar 11,18 kali dari hasil skenario eksisting; atau 7,08 kali hasil skenario moderat; atau 12,29 kali hasil skenario pesimistik. Dalam sub sistem ekonomi, hasil simulasi skenario optimistik menunjukkan bertambahnya pengelola biogas menjadi 2,06 kali hasil skenario eksisting atau 1,29 kali hasil skenario moderat, atau 2,51 kali hasil skenario pesimistik. Dalam sub sistem sosial, hasil simulasi skenario optimistik menunjukkan peningkatan perilaku positif peternak dalam berusaha sapi perah sebesar 1,45 kali dari hasil skenario eksisting; atau 1,16 kali dari hasil skenario moderat; atau 1,65 kali dari hasil skenario pesimistik.

Gambaran keunggulan skenario optimistik dibandingkan dengan skenario kondisi eksisting (dengan nilai skenario seperti tertera dalam Tabel 27) dapat diuraikan berikut ini :

(a) Jumlah sapi perah dan non perah selama 20 tahun (2011 sampai 2030) bertambah 1.012 ekor, atau rata-rata 51 ekor per tahun; sedangkan hasil skenario kondisi eksisting bertambah hanya 429 ekor atau rata-rata 22 ekor per tahun;

(b) Jumlah sapi perah selama 20 tahun (2011 sampai 2030) bertambah 789 ekor, atau rata-rata 40 ekor per tahun; sedangkan hasil skenario kondisi eksisting bertambah hanya 340 ekor atau rata-rata 17 ekor per tahun;

(c) Jumlah sapi non perah selama 20 tahun (2011 sampai 2030) bertambah 223 ekor atau rata-rata 12 ekor per tahun; sedangkan hasil skenario kondisi eksisting bertambah hanya 88 ekor atau rata-rata 5 ekor per tahun;

(d) Jumlah limbah sapi yang tidak terkelola untuk biogas, pupuk organik, dan lainnya selama 20 tahun (2011 sampai 2030) menurun sejumlah 765.740 kg atau rata-rata 38.287 kg per tahun; sedangkan hasil skenario kondisi eksisting justru bertambah sebanyak 428.409 kg atau rata-rata 21.421 kg per tahun; (e) Pelaku USP atau peternak sapi perah selama 20 tahun (2011 sampai 2030)

skenario kondisi eksisting bertambah hanya 136 orang atau rata-rata 17 orang per tahun;

(f) Pelaku USP dengan mengolah biogas selama 20 tahun (2011 sampai 2030) bertambah 280 orang atau rata-rata 14 orang per tahun; sedangkan hasil skenario kondisi eksisting bertambah hanya 110 orang atau rata-rata 5 orang per tahun;

(g) Pelaku USP dengan mengolah pupuk organik selama 20 tahun (2011 sampai 2030) bertambah 165 orang atau rata-rata 9 orang per tahun; sedangkan hasil skenario kondisi eksisting bertambah hanya 47 orang atau rata-rata 3 orang per tahun;

(h) Kontribusi pendapatan USP terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi keluarga peternak selama 20 tahun (2011 sampai 2030) bertambah sebesar 130% atau rata-rata 6,5% per tahun; sedangkan hasil skenario kondisi eksisting bertambah hanya 59% atau rata-rata 3% per tahun;

(i) Perilaku berusaha sapi perah para peternak selama 20 tahun (2011 sampai 2030) meningkat 4,19% atau rata-rata 0,21% per tahun; sedangkan hasil skenario kondisi eksisting bertambah hanya 1,19% atau rata-rata 0,06% per tahun;

(j) Jumlah emisi CH4 ke atmosfir selama 20 tahun (2011 sampai 2030) berkurang atau turun sebanyak 46.175.625 liter atau rata-rata 2.308.782 liter per tahun; sedangkan hasil skenario kondisi eksisting justru sebaliknya emisi CH4

bertambah sebesar 26.633.433 liter atau rata-rata 1.231.672 liter per tahun. Dari gambaran hasil simulasi skenario yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya hasil atau dampak positif yang diperoleh sangat bergantung pada skenario yang dipilih; atau bergantung pada seberapa tinggi tingkat keberhasilan pengelolaan kelima faktor kunci yang menjadi prediktor atau determinan dalam model tersebut, yaitu (1) Peningkatan kerjasama yang harmonis antara para peternak dengan pihak perbankan dan Pemerintah; (2) Penyediaan tenaga pembimbing teknis usaha sapi perah skala mikro berwawasan lingkungan; (3) Peningkatan kerjasama lintas program dan lintas sektoral tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa; (4) Penyediaan dana dan sarana bimbingan teknis pengelolaan usaha sapi perah skala mikro berwawasan

lingkungan sesuai kebutuhan; (5) Peningkatan frekuensi dan mutu penyuluhan dan bimbingan teknis kepada peternak dalam hal pemeliharaan kesehatan peternak, kesehatan sapi perah, dan penyehatan lingkungan usaha sapi perah. Dengan kata lain dapat dikemukakan bahwa keberhasilan mengelola kelima faktor tersebut secara optimal akan memberi dampak positif terhadap kelancaran pengembangan USPSMWL di Kabupaten Subang.

Berdasarkan gambaran-gambaran di atas maka kebijakan pengembangan usaha sapi perah skala mikro berwawasan lingkungan di Kabupaten Subang yang disusun atau dirumuskan mengacu pada skenario optimis dari model yang dibangun dalam penelitian ini, disinergikan dengan kebijakan yang ada; dengan tetap mempertimbangkan prinsip-prinsip otonomi daerah serta visi Kabupaten Subang yaitu: “terwujudnya Kabupaten Subang sebagai daerah agribisnis, pariwisata dan industri yang berwawasan lingkungan dan religius serta berbudaya melalui pembangunan berbasis gotong royong pada tahun 2024”; dan juga memperhatikan misi Kabupaten Subang tentang lingkungan hidup yaitu: (1) peningkatan kemampuan dan pengetahuan aparat; (2) peningkatan sarana dan prasarana kelancaran pelaksanaan tugas; (3) menyusun dan menetapkan peraturan yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan hidup; (4) memasyarakatkan dan mensosialisasikan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan hidup; (5) mengkoordinasikan seluruh kegiatan mengenai pengelolaan lingkungan hidup; (6) melaksanakan pengelolaan sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan penegakan supremasi hukum; (7) meningkatkan kualitas lingkungan hidup melalui pemanfaatan teknologi ramah lingkungan; (8) pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup; dan (9) meningkatkan pelayanan prima dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup (Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Subang 2009). Dengan demikian kebijakan yang disusun dan dirumuskan tidak hanya mencakup dimensi kependudukan dan kelembagaan, tetapi juga dimensi sumberdaya alam dan lingkungan. Ketiga aspek tersebut mutlak dikelola secara terpadu agar senantiasa terpelihara seimbang seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Kebijakan yang disusun dan dirumuskan dalam penelitian ini mencakup dimensi kependudukan, kelembagaan, dan lingkungan. Kependudukan yang dimaksud ialah masyarakat umum dan peternak sapi perah dalam aspek pengetahuan, sikap, motivasi, perilaku, kemampuan modal, dan sarana produksi berkaitan dengan pengembangan USP di daerahnya. Kelembagaan yang dimaksud ialah stakeholder atau pihak-pihak pemangku kepentingan dalam pengembangan USPSMWL di antaranya: pemerintah kabupaten, kecamatan, desa; sektor peternakan, sektor koperasi dan UMKM, sektor kesehatan, sektor lingkungan hidup, sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor perbankan, sektor pendidikan, sektor kehutanan dan PERHUTANI, sektor pariwisata, sektor pekerjaan umum, LIPI, lembaga sosial masyarakat, organisasi pemuda dan wanita. Lingkungan yang dimaksud ialah lingkungan hidup seperti yang dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; khususnya tanah, air, udara, manusia, flora dan fauna, dan perikehidupan manusia yang keseluruhannya merupakan sistem yang berfungsi sebagai sumber input usaha dan sebagai tempat pembuangan akhir limbah usaha. Kebijakan alternatif tersebut yaitu (1) Peningkatan kerjasama yang harmonis antara para peternak dengan pihak perbankan dan Pemerintah; (2) Penyediaan tenaga pembimbing teknis USPSMWL; (3) Peningkatan kerjasama lintas program dan lintas sektoral tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa; (4) Penyediaan dana dan sarana bimbingan teknis pengelolaan USPSMWL sesuai kebutuhan; (5) Peningkatan frekuensi dan mutu penyuluhan dan bimbingan teknis kepada peternak dalam hal pemeliharaan kesehatan peternak, kesehatan sapi perah, dan penyehatan lingkungan USP; (6) Pengelolaan lahan untuk “tumbuhan pakan” sapi perah skala mikro yang berwawasan lingkungan; (7) Peningkatan pengelolaan atau pemanfaatan limbah sapi perah berwawasan lingkungan. Adapun uraian garis besar kebijakan-kebijakan tersebut dikemukakan berikut ini.

1. Kebijakan : Peningkatan kerjasama yang harmonis antara para peternak dengan pihak perbankan dan pemerintah.

a. Tujuan : Kebutuhan dana untuk menumbuh-kembangkan USPSMWL dapat terpenuhi. Dengan tercapainya tujuan tersebut diharapkan: (1) laju peningkatan status skala USP dari “mikro” (jumlah 1-5 ekor sapi)

ke skala USP lebih besar (jumlah > 7 ekor sapi) setiap tahun semakin cepat; (2) laju pertambahan USP di masyarakat setiap tahun semakin cepat; (3) jumlah USP yang berwawasan lingkungan setiap tahun meningkat; (4) jumlah produksi susu semakin meningkat (lebih dari 15 liter per ekor per hari).

b. Indikator keberhasilan :

(1) Adanya sistem perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi tentang pendanaan USPSMWL yang saling menguntungkan hasil kesepakatan antara para pelaku USP, pihak perbankan, dan pemerintah.

(2) Adanya pertemuan berkala antara para pelaku USP, pihak perbankan, dan pemerintah menurut agenda hasil kesepakatan bersama.

(3) Adanya pemahaman yang seragam antara para petugas bank di lapangan dan masyarakat tentang skim kredit bank: ketentuan agunan, persyaratan administrasi, sumber dana KUR, dan lainnya.

(4) Tersedianya tenaga pemasaran skim kredit bank sesuai dengan jumlah dan mutu yang diperlukan

(5) Pelaku USP mendapat dukungan dana untuk penambahan sarana pengembangan USPSMWL di antaranya:

(a) Lahan untuk menanam tumbuhan pakan seluas rata-rata 1.000 meter persegi per ekor sapi.

(b) Sarana pengolahan “bahan pakan” hasil pertanian, perikanan, dan peternakan atau bahan lain yang layak digunakan sebagai pakan sapi perah, seperti dedak, jagung, tepung ikan, tepung tulang non ruminansia, dan tepung darah (UURI Nomor 18 Tahun 2009). (c) Sarana untuk pengolahan bahan pakan menjadi pakan konsentrat,

sebagai pakan yang kaya sumber protein dan atau sumber energi serta mengandung pelengkap pakan dan atau imbuhan pakan. (d) Sarana penggemukan sapi pedet (anak sapi perah).

(e) Sarana “wisata USPSMWL”, termasuk pemasaran susu sapi segar dalam aneka rasa;

(f) Sarana atau alat penampung dalam rangka pemasaran biogas dan pupuk organik hasil produksi limbah sapi.

(6) Pertambahan populasi sapi perah dalam periode tahun 2011 sampai 2030 tidak kurang dari 5,78% per tahun.

(7) Pertambahan USP di masyarakat dalam periode tahun 2011 sampai 2030 tidak kurang dari 11,32% unit per tahun hasil dukungan pemerintah dan perbankan.

(8) Peningkatan kontribusi pendapatan USP terhadap kebutuhan konsumsi peternak dan keluarganya dalam periode tahun 2011 sampai 2030 tidak kurang dari 6,5% per tahun.

(9) Pertambahan pelaku USP yang memanfaatkan atau mengolah limbah sapi sendiri menjadi biogas dalam periode tahun 2011 sampai 2030 tidak kurang dari 27,45% per tahun.

(10) Pertambahan pelaku USP yang memanfaatkan atau mengolah limbah sapi sendiri menjadi pupuk organik dalam periode tahun 2011 sampai 2030 tidak kurang dari 11% per tahun.

c. Strategi :

(1) Pemerintah memfasilitasi pembinaan suasana hubungan baik kemudian mensosialisasikan arti, manfaat dari kerjasama harmonis antara pelaku USP, pihak perbankan, dan pemerintah untuk pengembangan USPSMWL.

(2) Pembentukan forum atau wadah kerjasama termasuk penyusunan program kerja berdasarkan musyawarah dan mufakat.

(3) Peningkatan upaya dalam rangka internalisasi karakteristik USP mikro ke dalam skim kredit yang ditawarkan bank kepada masyarakat dan pelaku USP.

(4) Berdasarkan kondisi jumlah sapi per USP rata-rata di bawah 5 ekor, maka untuk efektifitas pengelolaannya perlu dikembangkan pula pembiayaan pola cluster (berkelompok) berbasis masyarakat setempat. d. Penanggungjawab atau fasilitator ialah Pemerintah Kabupaten Subang. e. Asumsi :

(1) Anggaran keuangan berkaitan dengan kebijakan ini tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Subang dan anggaran pihak perbankan.

(2) Ada pedoman umum dan teknis pembinaan kerjasama.

(3) Sumber dan tingkat pendapatan pelaku USPSMWL per bulan dianggap sama dengan saat ini.

(4) Tingkat pertambahan USPSMWL dan populasi sapi perah per tahun dianggap sama dengan saat ini.

(5) Perubahan kondisi mikro ekonomi: kenaikan inflasi, kenaikan suku bunga, dan lainnya yang menyebabkan permintaan kredit turun termonitor dan terkendali dengan baik.

2. Kebijakan : Penyediaan tenaga pembimbing teknis USPSMWL a. Tujuan :

Para pelaku USP senantiasa mendapat kemudahan memperoleh akses konsultasi pengetahuan dan keterampilan tentang USPSMWL. Dengan tercapainya tujuan tersebut diharapkan: (1) laju peningkatan status skala USP dari “mikro” (jumlah 1-5 ekor sapi) ke skala USP lebih besar (jumlah > 7 ekor sapi) setiap tahun semakin cepat; (2) laju pertambahan USP di masyarakat setiap tahun semakin cepat; (3) jumlah USP yang berwawasan lingkungan setiap tahun meningkat; (4) jumlah produksi susu semakin meningkat (lebih dari 15 liter per ekor per hari).

b. Indikator keberhasilan :

(1) Jumlah tenaga pembimbing teknis USPSMWL cukup memadai (minimal dengan ratio 1 : 50; atau setiap 50 pelaku USP dilayani satu orang).

(2) Bimbingan teknis kepada para pelaku USP berjalan lancar sesuai dengan rencana yang ditetapkan.

(3) Praktek atau perilaku positif para peternak dalam mengelola USP periode tahun 2011 sampai 2030 meningkat rata-rata 0,21% per tahun. (4) Pertambahan populasi sapi perah dalam periode tahun 2011 sampai

2030 tidak kurang dari 5,78% per tahun.

(5) Pertambahan USP di masyarakat dalam periode tahun 2011 sampai 2030 tidak kurang dari 11,32% unit per tahun hasil dukungan pemerintah dan perbankan.

(6) Peningkatan kontribusi pendapatan USP terhadap kebutuhan konsumsi peternak dan keluarganya dalam periode tahun 2011 sampai 2030 tidak kurang dari 6,5% per tahun.

(7) Pertambahan pelaku USP yang memanfaatkan atau mengolah limbah sapi sendiri menjadi biogas dalam periode tahun 2011 sampai 2030 tidak kurang dari 27,45% per tahun.

(8) Pertambahan pelaku USP yang memanfaatkan atau mengolah limbah sapi sendiri menjadi pupuk organik dalam periode tahun 2011 sampai 2030 tidak kurang dari 11% per tahun.

(9) Emisi gas CH4 (metana) dari limbah sapi perah yang lepas ke atmosfir dalam periode tahun 2011 sampai 2030 berkurang rata-rata 4,55% per tahun sebagai dampak positif dari pengelolaan limbah sapi.

c. Strategi:

(1) Pemerintah memfasilitasi penambahan tenaga pembimbing teknis USPSMWL dari dinas dan instansi tingkat kabupaten, provinsi, atau pusat sesuai dengan peraturan yang berlaku.

(2) Pemerintah menjalin kerjasama dengan sejumlah perguruan tinggi atau universitas, yang dapat memberi dukungan tenaga pembimbing teknis USPSMWL, yang legal dan tidak mengikat.

(3) Pemerintah menjalin kerjasama dengan Lembaga Sosial Masyarakat, dalam maupun luar negeri, yang dapat memberi dukungan tenaga pembimbing teknis USPSMWL, yang legal dan tidak mengikat. d. Penanggungjawab atau fasilitator ialah Pemerintah Kabupaten dan Dinas

Peternakan Kabupaten Subang. e. Asumsi :

(1) Anggaran keuangan berkaitan dengan gaji dan honorarium tenaga pembimbing teknis tersedia dalam APBD Kabupaten Subang.

(2) Sumber dan tingkat pendapatan para pelaku USPSMWL per bulan dianggap sama dengan saat ini.

(3) Tingkat pertambahan jumlah USPSMWL dan populasi sapi perah rata-rata per tahun dianggap sama dengan saat ini.

(4) Tingkat perkembangan rata-rata mutu USPSMWL rata-rata per tahun dianggap sama dengan saat ini.

(5) Kerjasama lintas sektoral berjalan baik.

3. Kebijakan : Peningkatan kerjasama lintas program dan lintas sektoral tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa dalam rangka pengembangan USPSMWL di daerah.

a. Tujuan :

(1) Terwujudnya perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi lintas program dan sektoral secara terpadu di tingkat kabupaten, kecamatan, desa dalam rangka pengembangan USPSMWL.

(2) Dukungan teknis dan non teknis dari semua sektor untuk pengembangan USPSMWL di Kabupaten Subang semakin terorganisir, terkoordinasi, terintegrasi, dan sinkron satu sama lain sehingga semua berlangsung efektif.

Dengan tercapainya tujuan tersebut diharapkan: (a) laju peningkatan status skala USP dari “mikro” (jumlah 1-5 ekor sapi) ke skala USP yang lebih besar (jumlah > 7 ekor sapi) setiap tahun semakin cepat; (b) laju pertambahan USP di masyarakat setiap tahun semakin cepat; (c) jumlah USP yang berwawasan lingkungan setiap tahun meningkat; (d) jumlah produksi susu semakin meningkat (lebih dari 15 liter per ekor per hari). b. Indikator keberhasilan :

(1) Adanya wadah koordinasi atau forum komunikasi lintas program dan sektoral di tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa atau kelurahan dengan struktur yang jelas dan program kerja yang realistis.

(2) Adanya rencana kegiatan terpadu, hasil rumusan bersama secara musyawarah dan mufakat, yang memuat: tujuan, kegiatan, indikator keberhasilan, pelaksana, alat, bahan, waktu, lokasi, sasaran, dana. (3) Adanya jadwal pertemuan rutin atau periodik antar penyelenggara

program dan antar sektor minimal satu kali dalam satu bulan berdasarkan hasil musyawarah dan mufakat.

(a) Pertemuan-pertemuan dapat terselenggara sesuai jadwal; dengan kehadiran rata-rata >80% undangan.

(b) Terselenggaranya pembinaan terpadu secara rutin di tingkat kecamatan dan desa dengan kehadiran penyelenggara dan peserta pembinaan rata-rata >80%.

(4) Perilaku positif para peternak dalam mengelola USP dalam periode tahun 2011 sampai 2030 meningkat rata-rata 0,21% per tahun.

(5) Pertambahan populasi sapi perah dalam periode tahun 2011 sampai 2030 tidak kurang dari 5,78% per tahun.

(6) Pertambahan USP di masyarakat dalam periode tahun 2011 sampai 2030 tidak kurang dari 11,32% unit per tahun hasil dukungan pemerintah dan perbankan.

(7) Peningkatan kontribusi pendapatan USP terhadap kebutuhan konsumsi peternak dan keluarganya dalam periode tahun 2011 sampai 2030 tidak kurang dari 6,5% per tahun.

(8) Emisi gas CH4 (metana) dari limbah sapi perah yang lepas ke atmosfir dalam periode tahun 2011 sampai 2030 berkurang rata-rata 4,55% per tahun sebagai dampak positif dari pengelolaan limbah sapi berwawasan lingkungan.

(9) Pertambahan pelaku USP yang memanfaatkan atau mengolah limbah sapi sendiri menjadi biogas dalam periode tahun 2011 sampai 2030 tidak kurang dari 27,45% per tahun.

(10) Pertambahan pelaku USP yang memanfaatkan atau mengolah limbah sapi sendiri menjadi pupuk organik dalam periode tahun 2011 sampai 2030 tidak kurang dari 11% per tahun.

c. Strategi :

(1) Penyusunan dan perumusan atau penyempurnaan panduan atau prosedur tetap (PROTAP) pembinaan kerjasama lintas program dan lintas sektoral tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa untuk pengembangan USPSMWL oleh Pemerintah Kabupaten Subang. (2) Pembentukan tim pembinaan kerjasama lintas program dan lintas

sektoral tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa, terdiri atas: (a) Sektor peternakan dengan tugas dan fungsi:

1) Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi penyuluhan dan bimbingan teknis USPSMWL, terutama dalam hal pakan, pembibitan, kesehatan, pemerahan, pengolahan limbah sapi perah.

2) Memberi dukungan bantuan tenaga penyuluh dan pembimbing teknis peternakan dan kesehatan hewan.

3) Memberi dukungan berkaitan dengan bantuan sarana dan prasarana produksi USPSMWL, di antaranya: alat pemerah sapi, milk can, instalasi biogas dengan kapasitas yang sesuai, peralatan pengolahan limbah menjadi pupuk organik, kandang sapi dan sarana kelengkapannya, sarana transportasi, dan lainnya.

(b) Sektor kehutanan atau PERHUTANI dengan tugas memberi dukungan berkaitan dengan penyediaan data dan informasi tentang lahan yang dapat digunakan atau dimanfaatkan untuk menanam tumbuhan hijau pakan sapi perah untuk jangka menengah dan jangka panjang dengan perkiraan luas 1.000 m2 per ekor sapi, termasuk prosedur dan tata cara perizinan untuk penggunaannya. (c) Sektor koperasi dan UMKM dengan tugas dan fungsi:

1) Memberi dukungan berkaitan dengan bantuan permodalan untuk pengembangan USPSMWL.

2) Penyuluhan dan bimbingan teknis perkoperasian dan UMKM termasuk upaya pemberdayaan masyarakat lainnya agar siap menjadi pelaku USPSMWL.

(d) Sektor kesehatan dengan tugas dan fungsi:

1) Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program penyuluhan dan bimbingan teknis kesehatan peternak dan keluarganya termasuk peningkatan kesehatan lingkungan USP.

2) Memberi dukungan berkaitan dengan pelayanan kesehatan peternak dan masyarakat setempat di antaranya: asuransi atau jaminan kesehatan, pemeriksaan berkala, pengobatan dan rujukan sesuai dengan kebutuhan dan peraturan perundangan

yang berlaku. Diharapkan angka kesakitan umum, angka kematian ibu melahirkan (AKIM), angka kematian bayi (AKB), angka gizi buruk dan gizi kurang setiap tahun semakin menurun; sebaliknya angka umur harapan hidup (UHH) masyarakat semakin bertambah hingga menjadi 88 tahun; atau sesuai dengan target UNDP; atau target nasional, target Provinsi Jawa Barat atau target Kabupaten Subang.

(e) Sektor perdagangan dengan tugas memberi dukungan berkaitan dengan pemasaran dan penetapan harga jual hasil-hasil produksi USPSMWL: susu segar, biogas, pupuk organik, sapi kering kandang atau diproyeksikan tidak diperah lagi, sapi pedet sehingga dapat menggairahkan para peternak dan masyarakat umum untuk mengembangkan USPSMWL.

(f) Koperasi Peternak Susu Bandung Utara (KPSBU) dengan tugas memberi dukungan berkaitan dengan penguatan kebersamaan para peternak dalam pengembangan USPSMWL. Di samping itu KPSBU diharapkan terus meningkatkan hasil upaya yang telah diperoleh selama ini dalam hal pemeriksaan dan penerimaan susu sapi segar dari peternak, pengadaan pakan tambahan sapi perah, inseminasi buatan, pemeliharaan kesehatan sapi perah dan lainnya. (g) Sektor perbankan dengan tugas memberi dukungan berkaitan

dengan bantuan pemberian kredit permodalan kepada masyarakat umum dan peternak untuk mengembangkan USPSMWL termasuk penyederhanaan prosedur dan bunga yang dikenakan.

(h) Sektor pendidikan dengan tugas dan fungsi:

1) Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program pendidikan peternak dan keluarganya secara berkala.

2) Memberi dukungan berkaitan dengan peningkatan angka rata-rata lama sekolah masyarakat (ARLS) menjadi 15 tahun, angka melek huruf (AMH) menjadi 100%; atau sesuai dengan target Nasional, Provinsi Jawa Barat atau target Kabupaten Subang.

(i) Sektor lingkungan hidup dengan tugas memberi dukungan berkaitan dengan status lingkungan hidup daerah terhadap pengembangan USPSMWL termasuk data dan informasi yang relevan lainnya. Di samping itu sektor ini perlu memberi penyuluhan dan bimbingan teknis pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup kaitannya dengan usaha sapi perah.

(j) Sektor pekerjaan umum dengan tugas memberi dukungan berkaitan dengan tata ruang dan prasarana wilayah yang diperlukan untuk pengembangan USPSMWL.

(k) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan tugas memberi dukungan berkaitan dengan teknologi pengolahan limbah sapi menjadi pupuk organik, biogas; pengolahan pakan dan lainnya. (l) Lembaga kemasyarakatan dengan tugas memberi dukungan berkaitan dengan penguatan pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan USPSMWL

(m) Sektor pertanian dengan tugas memberi dukungan berkaitan dengan pemanfaatan limbah sapi perah yang dapat menguntungkan para peternak; termasuk kemungkinan pengembangan peternakan campuran (ternak sapi dengan ternak ikan) dan lainnya.

(n) Sektor pariwisata dengan tugas memberi dukungan berkaitan dengan data dan informasi tentang kelayanan pengembangan agrowisata di Kecamatan Sagalaherang dan Kecamatan Ciater. Dalam hubungan itu sektor ini perlu meningkatkan pembinaan kepada peternak secara terus menerus.

(o) Penyuluhan atau sosialisasi tentang arti dan pentingnya

Dalam dokumen V. HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 82-104)