• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Dalam dokumen Renstra Badan Geologi 2010 2014 (Halaman 53-58)

ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI PROGRA M DA N KEGIATAN 4.1 Arah Kebijakan dan Strategi Nasional

KEBIJAKAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

(Berdasarkan UU Energi No. 30 tahun 2007 & UU Minerba No. 4 tahun 2009)

K E T A H A N A N E N E R G I D A N M I N E R A L EKSPLORASI PRODUKSI KONSERVASI (OPTIMASI PRODUKSI) SUBSIDI LANGSUNG DIVERSIFIKASI KONSERVASI (EFISIENSI) SUPPLY SIDE POLICY DEMAND SIDE POLICY JAMINAN PASOKAN KESADARAN MASYARAKAT HARGA ENERGI S H IF T IN G P A R A D IGM

arahnya tidak hanya mengatur sisi penyediaan namun juga mengatur sisi permintaan (DemandSideManagement).

Kebijakan utama sektor energi dan sumber daya mineral diarahkan kepada :

1. Menjamin keamanan pasokan energi yang dicapai melalui upaya-upaya untuk

meningkatkan kegiatan eksplorasi produksi dan optimasi produksi.

2. Melakukan pengaturan harga energi dimana subsidi energi yang selama ini

dilakukan kepada subsidi harga energi diarahkan kepada subsidi langsung.

3. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan diversifikasi energi dan

konservasi energi

1. Menjamin keamanan pasokan energi

Untuk menjamin pasokan energi, maka upaya eksplorasi dan optimasi produksi

energi nasional terus ditingkatkan sehingga mampu mengimbangi perkembangan permintaan energi di dalam negeri. Hal ini dilakukan mengingat masih sangat besarnya potensi energi yang terkandung di bumi Indonesia

ini. Dalam rangka meningkatkan produksi, maka eksplorasi telah dilakukan di 107

wilayah kerja migas. Dari jumlah tersebut dilaporkan 19 lokasi temuan yang

sedang dievaluasi potensi cadangan migasnya. Diharapkan dalam waktu dekat

dapat menambah produksi dari lapangan baru juga dimaksudkan untuk mengkompensasi penurunan alamiah produksi lapangan existing.

Saat ini kebijakan alokasi gas lebih mengutamakan untuk pasokan domestik,

cadangan besar dapat digunakan baik untuk domestik maupun ekspor dan

cadangan kecil untuk domestik. Selain itu, kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) gas juga diberlakukan (25% dari bagian KKKS/PSC, sisanya dapat dipergunakan untuk domestik maupun ekspor). Dari tahun ke tahun, ekspor gas sudah mulai dikurangi, sebaliknya pemanfaatan domestik terus diintensifkan. Hal ini menunjukkan bahwa pada tataran kebijakan dan perencanaan, upaya pengutamaan pasokan gas bumi domestik sudah berjalan sangat baik. Meskipun saat ini kebijakan alokasi gas untuk domestik sudah diprioritaskan, namun ekspor gas juga tetap diperlukan untuk mencapai skala keekonomian dari suatu lapangan gas bumi, mengingat harga gas bumi domestik pada umumnya lebih rendah dibandingkan untuk ekspor. Selain potensi migas, energi fosil lainnya yang potensi besar adalah batubara dan gas metana batubara. Saat ini 54 perusahaan telah mengajukan permohonan Wilayah Kerja CBM melalui Penawaran Langsung di daerah Sumatera dan Kalimantan dimana 2 perusahaan telah selesai melakukan joint evaluation, 3 perusahaan sedang melakukan joint evaluation, 1 perusahaan sedang melakukan joint study, 3 perusahaan telah menandatangani kontrak kerja sama dan 45 lainnya masih dalam proses melengkapi persyaratan administrasi. Sementara itu 3 perusahaan yang telah menandatangani kontrak, sebagai berikut:

• 1 blok yaitu Blok Sekayu (Medco, Ephindo, dan McLaren) ditandatangani tanggal 27 Mei 2008

• 2 blok yaitu Blok Indragiri Hulu (PT. Samantaka Mineral Prima) dan Blok Bentian Besar (PT. Ridlatama Mining Utama) ditandatangani tanggal 26 Juni

2008, untuk pengembangan produksi gas metana batubara, penyempurnaan dan optimalisasi penerimaan negera telah diterbitkan Permen ESDM No. 36/2008 sebagai revisi dari Permen ESDM No. 33/2006 tentang pengusahan gas metana batubara.

Upaya lainnya yang dilakukan adalah dengan melaksanakan konservasi atau optimalisasi produksi. Hal ini dilakukan mengingat masa keemasan minyak bumi yang sudah akan berlalu.

Dalam sejarah perminyakan Indonesia terjadi dua puncak produksi. Puncak produksi pertama terjadi pada akhir tahun 1970-an

yang merupakan hasil produksi alamiah/primer, terutama dari

lapangan Minas, Duri, dan Handil. Untuk mempertahankan laju produksi, upaya optimalisasi telah dilakukan yang menghasilkan puncak produksi kedua pada pertengahan tahun 1990-an. Mengingat minyak bumi adalah sumber daya tak

terbarukan, walaupun berbagai upaya dilakukan, penurunan produksi tidak dapat

dihindar i.

Di sub sektor kelistrikan jaminan pasokan kelistrikan diwujudkan melalui pembangunan infrastruktur kelistrikan dan optimasi pembangunan kelistrikan. Kapasitas infrastuktur yang ada akan terus ditingkatkan, baik kapasitas pembangkit, transmisi yang terinterkoneksi pada tegangan 500 kV, 150 KV maupun transmisi yang belum terinterkoneksi, jaringan distribusi tegangan menengah maupun tegangan rendah.

Peningkatan kapsitas pembangkit diatur melalui Peraturan Presiden No. 71 tahun 2006 tentang pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW thap I, program pembangunan pembangkit listrik tahap II (prepres dalam tahap penyelesaian)

serta program pembangunan pembangkit melalui IPP. Optimalisasi pasokan dilaksanakan dengan melakukan:

• Diversifikasi penggunaan energi primer BBM ke non BBM untuk pembangkit tenaga listrik

- Mempercepat penggantian bahan bakar solar (HSD) menjadi MFO - Mempercepat pasokan gas

• Menurunkan susut jaringan dan meningkatkan efisiensi administrasi • Pemanfaatan captive power

• Optimalisasi kapasitas terpasang yang ada

• Penyelesaian/peningkatan kemampuan jaringan transmisi/distribusi dan

inter koneksi.

2. Melakukan pengaturan harga energi

Kebijakan kedua yaitu dengan mengarahkan harga energi untuk mencapai nilai keekonomiannya sehingga diharapkan subsidi tidak dilakukan dengan mekanisme pada subsidi harga energi namun dilakukan melalui subsidi langsung kepada masyarakat yang membutuhkan. Untuk melaksanakan itu telah dilakukan pengurangan subsidi BBM secara bertahap melalui pengurangan volume BBM yang disubsidi. Volume minyak tanah bersubsidi mulai dikurangi tiap tahunnya seiring dengan diterapkannya program konversi minyak tanah ke LPG. Namun demikian jangkauan konversi minyak tanah ke LPG yang belum sampai ke seluruh pelosok Indonesia, maka tetap disediakan minyak tanah bersubsidi sebanyak

100.000 KL.

Diharapkan dengan dilakukan pengurangan subsidi BBM dan listrik maka akan dapat terhindarkan pemberian subsidi yang tidak tepat sasaran, penyalahgunaaan BBM seperti penyelundupan, pengoplosan dan penyimpangan penggunaan BBM, pemborosan penggunaan BBM, mempercepat pengembangan energialter natif dan

meningkatkan efisiensi energi serta yang tidak kalah pentingnya adalah mengurangi beban subsidi pada keuangan Negara sehingga dapat menambah alokasi untuk pengembangan sektor lain seperti pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur lainnya.

Gambar 4.4 Program Diversifikasi Energi

3. Meningkatkan kesadaran masyarakat

Kebijakan ketiga adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan diversifikasi energi dan konservasi energi. Diversifikasi energi menjadi langkah penting dalam penyediaan energi untuk masyarakat. Diversifikasi energi direncanakan di seluruh sektor pemakai, baik di rumah tangga, komersial, transportasi, industri

maupun pembangkit listrik Diharapkan dengan adanya diversifikasi energi maka sasaran bauran energi primer nasional dapat tercapai.

Berbagai bahan bakar dari jenis LPG, gas kota, batubara, briket batubara, biofuel, panas bumi, biomassa, solar cell, Coal bed Methane, biogenic gas akan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Di sektor transportasi akan dikembangkan substitusi BBM dengan LPG, BBG, coal gasification, coal liquefaction, bioethanol, biodiesel, solar cell, CBM, Fuel Cell, dan oil Shale, demikian juga di sektor industri dan pembangkit akan dilakukan substitusi BBM dengan

energi alternatif lain.

Untuk pengembangan Bahan Bakar Nabati diharapkan akan dapat dilaksanakan jalur cepat pengembangan BBN melalui program Desa Mandiri Energi, Kawasan khusus pengembangan BBN dan setiap daerah mengembangkan BBN sesuai potensi. Dengan jalur cepat pengembangan BBN tersebut diharapkan pada jangka pendek akan bermanfaat untuk penciptaan lapangan pekerjaan dan pengurangan kemiskinan, sedangkan jangka panjang diharapkan BBN dapat menjadi alternatif energi yang dapat diandalkan.

Sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel)

Dalam dokumen Renstra Badan Geologi 2010 2014 (Halaman 53-58)

Dokumen terkait