• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Fiskal di Indonesia tahun 2009 – 2011

3. Kebijakan Fiskal di Indonesia tahun 2001 – 2008

4. Kebijakan Fiskal di Indonesia tahun 2009 – 2011

4. Kebijakan Fiskal di Indonesia tahun 2009 – 2011

Dalam beberapa tahun terakhir, strategi kebijakan fiskal lebih diarahkan untuk melanjutkan dan memantapkan langkah-langkah konsolidasi fiskal dalam mewujudkan APBN yang sehat dan berkelanjutan (fiscal sustainability), tetapi masih dapat memberikan ruang untuk stimulus fiskal dalam batas-batas kemampuan keuangan negara. Kebijakan fiskal secara umum adalah ke arah ekspansif yang dicerminkan dari adanya kebijakan defisit, sehingga dapat memberikan andil dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi.

a. Kebijakan Fiskal Tahun 2009

Kebijakan fiskal tahun 2009 tetap diarahkan untuk memberikan stimulus-stimulus bagi perekonomian domestik dengan besaran defisit yang berkesinambungan sesuai dengan batas kemampuan keuangan negara. Situasi perekonomian global yang tidak menentu yang diawali oleh krisis subprime

dan perlambatan ekonomi global menyebabkan kebijakan fiskal mempunyai peran lebih strategis dalam menstimulus pertumbuhan ekonomi dalam rangka menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan.

Penyusunan APBN 2009 sangat dipengaruhi oleh situasi krisis ekonomi global yang dimulai dari krisis finansial di Amerika dan Yunani. Kondisi ini menimbulkan banyak pengaruh terhadap perkembangan perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Sebagaimana diketahui pada akhir tahun 2008 hingga awal tahun 2009, perekonomian dunia mengalami krisis keuangan yang sangat dahsyat, yang ditandai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan besar dunia. Krisis keuangan ini juga diikuti oleh kemerosotan ekonomi dunia dan aktivitas perdagangan internasional secara sangat signifikan. Puncak krisis keuangan global ini ditandai oleh suramnya aktivitas ekonomi, pelemahan pasar modal, ketatnya liquiditas, gejolak nilai tukar antar negara, dan penurunan volume perdagangan dunia. Perlambatan aktivitas ekonomi yang terjadi di negara maju, juga berimbas ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini tak terhindarkan karena Indonesia memiliki keterkaitan perdagangan dan finansial dengan negara-negara maju.

Dalam menghadapi krisis keuangan tersebut, pemerintah telah melakukan langkah-langkah untuk mengantisipasi dampak buruk krisis tersebut. Langkah yang diambil terutama dengan melakukan penguatan dan perlindungan terhadap masyarakat dan pelaku ekonomi nasional dari imbas gejolak krisis ekonomi global. Untuk meminimalkan dampak krisis tersebut pemerintah menetapkan berbagai kebijakan countercyclical yaitu kebijakan-kebijakan untuk mengembalikan siklus ekonomi yang sedang menurun ke arah yang lebih positif. Stimulus fiskal sebagai kebijakan countercyclical dilakukan dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat, menjaga daya tahan perusahaan/sektor usaha, serta menciptakan kesempatan kerja dan menyerap dampak PHK melalui kebijakan pembangunan infrastruktur padat karya.

Dalam APBN 2009, kebijakan fiskal dapat dirinci berdasarkan arah kebijakan, strategi kebijakan, dan garis besar postur APBN 2009. Berdasarkan arah kebijakan fiskal dimaksudkan untuk mencapai tiga prioritas utama yaitu:

a) peningkatan pelayanan dasar dan pembangunan perdesaan;

b) percepatan pertumbuhan yang berkualitas dengan memperkuat daya tahan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur, dan energi; dan

c) peningkatan upaya antikorupsi, reformasi birokrasi, serta pemantapan demokrasi, pertahanan dan keamanan dalam negeri.

Sementara itu, strategi kebijakan fiskal tahun 2009 meliputi: a) pengendalian (capping) subsidi BBM dan listrik;

b) memperhitungkan pelaksanaan amandemen UU PPh dan PPN;

c) reformulasi dana perimbangan dengan memasukkan beban subsidi BBM dan subsidi pupuk sebagai variabel penerimaan dalam negeri (PDN) dalam perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU);

d) pelaksanaan amandemen Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD); dan

e) belanja kementerian negara dan lembaga (K/L) Rp322,3 triliun.

Strategi kebijakan di sektor riil, khususnya untuk mendorong partisipasi sektor swasta dalam kegiatan ekonomi yang mampu menciptakan lapangan kerja yang cukup di dalam negeri. Pemerintah senantiasa berupaya untuk meningkatkan investasi dan peran swasta dalam upaya meningkatkan kemampuan daya saing sektor riil, yaitu di bidang sumber daya air, transportasi, energi, pos dan telekomunikasi, perumahan dan permukiman maupun pembangunan jalan dan jembatan. Beberapa kebijakan pemerintah di sektor riil pada tahun 2009 antara lain sebagai berikut.

a) Di bidang sumber daya air, kebijakan yang dilakukan antara lain mengoptimalkan fungsi sarana dan prasarana sumber daya air dalam memenuhi kebutuhan air irigasi dan industri, dan meningkatkan kinerja jaringan irigasi guna memenuhi kebutuhan air usaha tani, terutama dalam mewujudkan ketahanan pangan.

b) Di bidang transportasi, kebijakan yang dilakukan antara lain meningkatkan jaminan keselamatan dan keamanan transportasi, menciptakan kondisi agar keselamatan dan keamanan pelayanan transportasi dapat memenuhi

standar pelayanan minimal dan standar internasional, mendorong investasi di bidang transportasi, yang dilakukan melalui restrukturisasi perundang-undangan dan peraturan di bidang transportasi, sehingga tidak ada lagi monopoli dalam pelayanan transportasi.

c) Di bidang energi, kebijakan yang dilakukan adalah meningkatkan pemanfaatan energi primer non-BBM (gas bumi, panas bumi, dan batu bara), meningkatkan efisiensi pemanfaatan energi, serta pengembangan energi dan infrastruktur energi.

b. Kebijakan Fiskal Tahun 2010

Pada tahun 2010, kebijakan di sektor riil pada tahun sebelumnya dilanjutkan melalui pengucuran insentif fiskal. Menurut Sri Mulyani, berbagai upaya pemerintah dalam menggenjot perekonomian di sektor riil pada tahun ini diharapkan dapat menjadi angin segar untuk perekonomian nasional. Pada tahun ini, stimulus fiskal hanya dialokasikan oleh Departemen Keuangan tidak lebih dari 1% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini menggambarkan adanya kompensasi untuk penurunan belanja pemerintah, sehingga sudah seharusnya adanya optimalisasi langkah terhadap hal ini terutama pada sektor-sektor yang terlibat langsung dengan kebijakan ini meliputi bidang energi, infrastruktur, industri, perdagangan, dan sektor lainnya (www.fiskal.depkeu.go.id).

Pada tahun ini, pengeluaran negara diarahkan pada fasilitas untuk pengembangan infrastruktur berupa peningkatan dana bagi Badan Layanan Umum (BLU) tanah dan landcapping, pengoperasian perusahaan pembiayaan infrastruktur, penjaminan untuk PDAM dan subsidi air bersih, dan pembangunan perumahan rakyat. Selain belanja negara (government spending), kebijakan fiskal yang diambil pemerintah pada tahun ini juga meliputi pemotongan pajak. Target pemotongan pajak ini adalah untuk rumah tangga dan swasta. Berikut ini adalah beberapa kebijakan pemerintah terkait masalah perpajakan di Indonesia pada tahun 2010:

a) Insentif perpajakan untuk rumah tangga, yaitu berupa penurunan tarif PPh sebesar 3% dari 28% menjadi 25%. Dari sudut pandang rumah tangga, penurunan pajak ini berarti mengurangi beban pendapatan sehingga diharapkan dapat menaikkan kapasitas konsumsi rumah tangga. Dari adanya peningkatan konsumsi tersebut diharapkan para pelaku kegiatan produksi akan menjadi lebih produktif untuk menyikapi perilaku konsumen tersebut, sehingga arus perekonomian akan berputar menjadi lebih lancar. Hal ini akan membuat kesejahteraan pihak pelaku produksi meningkat. Implikasi dari hal ini adalah memungkinkan terbukanya lapangan kerja baru serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan dapat mengurangi laju PHK yang mungkin terjadi akibat krisis global seperti krisis pada tahun sebelumnya.

b) Insentif pajak lainnya yaitu penurunan PPh bagi perusahaan (pihak swasta) yang lebih dari 40% sahamnya dimiliki oleh publik atau tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Besarnya penurunan PPh badan untuk perusahaan yang listed di BEI adalah sebesar 5%. Penurunan pajak badan ini dapat membuat perusahaan menjadi lebih produktif. Dengan adanya penurunan pajak ini diharapkan perusahaan dapat mempertahankan kapasitas produksinya, bahkan meningkatkannya. Hal ini terkait dengan adanya penurunan beban biaya operasional yang seharusnya ditanggung oleh perusahaan.

c) Insentif lainnya berupa penghapusan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk mendorong berkembangnya industri manufaktur, dan fasilitas PPh untuk sektor industri tertentu di daerah tertentu

d) Dimasukkannya produk pertanian primer sebagai non barang kena pajak (non-BKP). Produk pertanian primer yang merupakan kebutuhan pokok, seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, dan garam bukan merupakan barang kena pajak. Jadi, keenam komoditas ini tidak akan dikenai pajak pertambahan nilai (PPN).

e) Insentif fiskal terkait penyediaan energi pada tahun ini ditujukan untuk panas bumi, yaitu berupa fasilitas PPh, Pajak Pertambahan Nilai

Ditanggung Pemerintah (PPN DTP), dan pembiayaan. Untuk migas berupa fasilitas PPN DTP untuk kegiatan eksplorasi dan untuk minyak nabati berupa subsidi dan PPN DTP. Pada tahun ini pemerintah juga memberikan penjaminan untuk pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW tahap II.

f) Insentif sektor industri dan perdagangan meliputi pemberlakuan National Single Window (NSW) termasuk pelayanan kepabeanan dan pelabuhan 24 jam sehari 7 hari seminggu, Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) untuk industri tertentu, Bea Masuk (BM) 0% untuk barang modal, dan dana revitalisasi perkebunan dan industri gula. g) Insentif sektor lainnya, yaitu meliputi insentif bagi daerah dengan

kinerja baik (opini wajar tanpa pengecualian dan penyelesaian APBD), dana reformasi birokrasi di 11 kementerian/lembaga, dan tambahan modal untuk LPEI dan Askrindo.

Untuk efektivitas kebijakan fiskal pada tahun ini, alokasi stimulus fiskal yang tidak sebesar tahun sebelumnya juga diharapkan dapat ditanggapi dengan optimal oleh segenap pihak. Perekonomian Indonesia pada tahun 2010 dinilai tidak memerlukan pembiayaan defisit fiskal terlalu ekspansif. Perekonomian tahun 2010 lebih membutuhkan kebijakan fiskal yang lebih tepat sasaran dan alternatif sumber pembiayaan fiskal. Efektivitas sasaran ditujukan agar pembiayaan defisit yang dilakukan pemerintah tidak sia-sia dalam menarik ekonomi domestik. Adapun alternatif sumber pembiayaan dilakukan agar pemerintah memiliki ruang pembiayaan yang murah, menjaga kedaulatan ekonomi, dan tidak malah menimbulkan beban resiko pembiayaan cukup besar tahun-tahun selanjutnya.

Selain untuk mendorong pemulihan dunia usaha termasuk melalui pemberian insentif perpajakan dan bea masuk, pokok kebijakan tahun 2010 juga meliputi kebijakan melanjutkan/meningkatkan seluruh program kesejahteraan rakyat (PNPM, BOS, Jamkesmas, Raskin, PKH, dan lainnya), melanjutkan stimulus fiskal melalui pembangunan infrastruktur, pertanian, dan energi serta

proyek padat karya, meneruskan reformasi birokrasi, memperbaiki alutsista, dan menjaga anggaran pendidikan minimal 20 persen.

Dalam menjalankan kebijakan ekonomi nasional pada tahun 2010, pemerintah semakin memantapakan tujuh prioritas kebijakan yang selama ini telah dijalankan. Secara rinci ketujuh kebijakan itu adalah:

a) Menjaga agar sektor riil terus bergerak. Untuk itu, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan termasuk insentif fiskal untuk mendorong sektor riil terus tumbuh.

b) Mencegah terjadinya gelombang PHK seraya terus mengurangi pengangguran. Hal ini dilakukan dengan berbagai kebijakan untuk mengantisipasi akibat/dampak krisis global.

c) Menjaga stabilitas harga, terutama kebutuhan pokok yang dibutuhkan masyarakat.

d) Menjaga daya beli masyarakat, yaitu dilakukan dengan menurunkan tarif pajak orang pribadi, peningkatan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP), penurunan harga BBM, kenaikan pengeluran pemerintah dengan meningkatkan gaji PNS, TNI, Polri, Pensiunan, serta guru/dosen dan pemberian BLT. Kebijakan ini dilakukan karena konsumsi masyarakat merupakan kontributor dominan terhadap total pertumbuhan ekonomi. e) Memberikan perlindungan dan menyediakan jaring pengaman sosial

kepada masyarakat lapisan bawah. Hal ini dilakukan dalam bentuk program pro rakyat seperti BOS, Jamkesmas, PKH, Beras Bersubsidi, BLT bersyarat, dan sebagainya.

f) Menjaga ketahanan pangan dan energi. Harga pangan tetap terjangkau meskipun terjadi El-Nino yang menyebabkan terjadinya kekeringan. Hal ini dilakukan dengan menjaga kecukupan cadangan beras Bulog, melanjutkan program Beras Bersubsidi, dan juga menyediakan dana siaga untuk menjaga stabilitas harga pangan.

g) Menjaga pertumbuhan ekonomi.

Penyusunan APBN 2010 dilakukan berdasarkan asumsi ekonomi makro sebagai berikut:

a) Pertumbuhan ekonomi diperkirakan 5 persen,

b) Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amrika rata-rata Rp 10.000 per dolar Amerika Serikat,

c) Suku bunga SBI tiga bulan rata-rata 6,5 persen,

d) Harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional US$60 per barel, e) Lifting minyak mentah Indonesia diharapkan dapat mencapai 965 ribu

barel per hari.

Berdasarkan asumsi di atas pemerintah menetapkan Pokok-Pokok APBN tahun anggaran 2010 sebagai berikut:

a) Pendapatan negara dan hibah direncanakan mencapai Rp 911,5 triliun, b) Belanja negara direncanakan mencapai Rp 1.009,5 triliun.

Dengan demikian defisit anggaran tahun 2010 mencapai Rp 98,0 triliun (1,6 persen dari PDB). Target ini mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2009. Untuk mencapai sasaran pendapatan negara tahun 2010 pemerintah melakukan optimalisasi penerimaan, yaitu dari penerimaan pajak maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

c. Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Pada tahun 2011, pemerintah mencanangkan delapan kebijakan untuk memperbaiki kinerja perpajakan yang diharapkan dapat meningkatkan penerimaan serta meneruskan program reformasi birokrasi pada Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Bea dan Cukai. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain :

a) Untuk reformasi birokrasi, dilakukan pemisahan fungsi pembuatan kebijakan dari Ditjen Pajak dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dimana pembuatan kebijakan aturan pajak akan diambil oleh BKF dan pelaksanaan administrasi dan pengumpulan pajak tetap dilakukan oleh Ditjen Pajak.

b) Selain itu, penerbitan Peraturan Menteri Keuangan sebagai pelaksanaan pasal 36A KUP yaitu penegakan sanksi bagi petugas pajak yang

melakukan pelanggaran hukum dalam melaksanakan tugasnya. Dengan diterbitkannya peraturan ini, diharapkan dapat menghentikan bentuk kejahatan dan penyimpangan sehingga dapat meningkatkan kinerja dan capaian Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Bea dan Cukai.

c) Kesepakatan antara Ditjen Pajak dengan Akuntan Publik dalam rangka pemeriksaan pajak. Hal ini berkaitan dengan masalah efisiensi dalam hal pemeriksaan di Ditjen Pajak yang menyita waktu, sehingga dengan adanya kerjasama ini dimungkinkan laporan keuangan wajib pajak yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian, tak perlu lagi diperiksa oleh pemeriksa pajak.

d) Kebijakan penyetaraan PPN antara film impor dan nasional. Hal ini dilakukan oleh pemerintah dalam upaya meningkatkan daya saing bisnis perfilman nasional. Aturan ini bernomor SE-03/PJ/201 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas penghasilan berupa royalti dan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas film impor. Untuk menghitung besarnya pungutan pajak film impor, tidak dilihat jenis ataupun harga dari film yang bersangkutan. Pemerintah menetapkan secara flat tarif PPN dan PPh impor pasal 22 produk fim impor sebesar US$ 0,43 per meter. Selain pajak tersebut, film asing juga dikenakan pajak atas royalti (PPh pasal 26). e) Penerbitan PP no. 93/2010 tentang sumbangan penanggulangan bencana

nasional atau kegiatan litbang, fasilitas pendidikan, sumbangan olahraga, dan infrastruktur sosial yang bisa dipakai pengurangan pajak. Hal ini merupakan langkah khusus bagi perusahaan yang ingin melakukan tanggung jawab sosial perusahaannya pada bidang pendidikan, olahraga, sehingga bisa memperoleh fasilitas fiskal.

f) Penerbitan PP no. 94/2010 tentang penghitungan penghasilan kena pajak dan pelunasan PPh dalam tahun berjalan mengenai pembebasan PPh. Hal ini merupakan tax holiday. Fasilitas ini diberikan kepada para investor yang memenuhi kriteria khusus, yaitu industri

teknologi baru, masuk di daerah-daerah terpencil dan terbelakang, serta industri yang memberikan nilai tambah.

g) Penyederhanaan prosedur pembebasan Pph 22 impor atas impor barang sehingga importir tidak perlu pulang pergi menyelesaikan kegiatan impor. h) Perlakuan perpajakan untuk penyederhanaan birokrasi dalam penyaluran

bantuan hibah sumbangan dengan pelimpahan wewenang kepada Ditjen Bea dan Cukai, sehingga ketika ada bantuan kepada Indonesia dan ditujukan kepada daerah bencana bisa disetujui perlakuan perpajakannya dengan cepat.

Selain depalan kebijakan tersebut, sejak 1 Januari 2011 pemerintah telah menghapus fiskal luar negeri. Sebelumnya, biaya fiskal ke luar negeri tidak diberlakukan hanya bagi mereka yang memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Biaya fiskal ini cukup mahal dan membebani masyarakat saat pergi ke luar negeri, yaitu Rp 2,5 juta sekali jalan bagi penumpang pesawat terbang dan sebesar Rp 1 juta untuk penumpang kapal laut.

Selain memberikan insentif fiskal kepada pengusaha berupa tax holiday bagi industri pioneer, pada tahun ini pemerintah juga memberi kemudahan untuk pengucuran kredit dari perbankan ke pengusaha, sehingga dapat mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi.

Pada Pebruari 2011, pemerintah mengeluarkan paket kebijakan yang terdiri atas enam kebijakan yang diluncurkan Menkeu dalam Peraturan Menteri Keuangan. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain sebagai berikut.

a) Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk rumah sederhana yang nilainya tidak lebih dari Rp 70 juta. Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.31/PMK/03/2011 tentang Batasan Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN. Aturan ini mulai efektif berlaku pada bulan Maret 2011.

b) Perlakuan PPN atas jasa maklon. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No.30/PMK.03/2011 tentang Perubahan atas PMK No.70/PMK.03/2010 tentang Batasan Kegiatan dan Jenis Jasa Kena Pajak

yang Atas Ekspornya dikenai PPN. Jasa maklon yaitu jasa pengolahan bahan baku atau barang setengah jadi menjadi barang jadi, yang bahan baku dan spesifikasi barang produksinya tergantung pesanan di luar negeri. Untuk usaha manufaktur adalah kegiatan industri atau kegiatan usaha produksi barang dan atau jasa yang dilakukan oleh atau untuk kepentingan sendiri dan bukan berdasarkan pesanan dari pihak lain. Kebijakan ini dilakukan dengan memperhitungkan restitusi pajak masukan dalam laporan pajak keluar atas barang hasil maklon yang diekspor. c) Sektor lainnya yang mendapat insentif fiskal adalah fasilitas pajak

pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) terhadap minyak goreng. Peraturan ini tercatat dalam PMK No. 26/ PMK.011/2011 yang merupakan kelanjutan dari kebijakan serupa yang telah dimulai sejak tahun 2008. Kebijakan ini tertuang dalam rangka perbaikan kualitas minyak goreng yang merupakan salah satu komoditi kebutuhan pokok masyarakat banyak yang dapat memenuhi persyaratan untuk dikonsumsi. d) Penyederhanaan proses pemberian pembebasan bea masuk dan cukai.

Kebijakan ini diperuntukkan untuk barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, dan kebudayaan. Peraturan ini tercatat dalam PMK no 27/ PMK. 011/2011. Dengan adanya PMK ini akan mempercepat proses pendistribusian yang semula 2 bulan, diharapkan dalam 10 hari dapat diselesaikan dan dapat didistribusikan. Ini berarti yang dipangkas adalah pengurusan dokumen.

e) Ketentuan mengenai dasar pengenaan pajak dalam rangka perhitungan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan ada barang mewah, khususnya tata laksana kemudahan impor tujuan ekspor. Peraturan ini tertuang dalam PMK 15/ PMK. 011/2011. Kebijakan ini bertujuan untuk mengubah dasar perhitungan PPN dan PPNBM atas penjualan ke Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) atas hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak dan bahan baku yang rusak, yang bahan bakunya berasal dari impor yang semula pemungutannya didasarkan pada harga impor, sekarang didasarkan atas harga jual.

f) Kebijakan mengenai pemberian izin Bulog untuk mencairkan dana public

service obligation (PSO) untuk pengadaan beras rakyat miskin (raskin).

Izin pencairan dana PSO itu sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.125/PMK.02/2010.

d. Kebijakan Fiskal Tahun 2012

Percepatan dan perluasan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat merupakan rencana kerja pemerintah tahun 2012. Rencana tersebut diharap berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, penurunan tingkat kemiskinan, dan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Untuk mewujudkan percepatan pertumbuhan ekonomi dan berkeadilan ditempuh empat (4) jalur strategis yaitu mendorong pertumbuhan, memperluas kesempatan kerja, menanggulangi kemiskinan, merespon dan memitigasi perubahan iklim. Empat jalur strategis tersebut dijabarkan dalam beberapa inisiatif baru yaitu : membentuk MP3EI (master plan percepatan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia, percepatan pembangunan Papua, Papua Barat dan NTT, mendorong pelaksanaan program klaster empat, dan mendorong peningkatan kesempatan kerja.

Dalam hal pelaksanaan strategi diatas, kebijakan fiskal diarahkan untuk mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan negara, meningkatkan efisiensi dan efektivitas belanja negara serta mengoptimalkan pengelolaan pembiayaan secara hati-hati dan meningkatkan pemanfaatannya untuk kegiatan yang produktif. Optimalisasi penerimaan perpajakan difokuskan pada kegiatan ekstentifikasi pajak dan optimalisasi penerimaan negara bukan pajak atau PNBP dilakukan melalui peningkatan produksi sumber daya alam dan peningkatan kinerja badan usaha milik negara atau BUMN serta perbaikan kualitas pelayanan publik. Alokasi belanja negara diarahkan untuk mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan dengan menurunkan defisit anggaran dari tahun sebelumnya dan pemanfaatan sumber-sumber pembiayaan yang berisiko rendah serta menurunkan rasio utang terhadap produk domestik bruto atau PDB.

Pendapatan negara dalam tahun 2012 diharapkan meningkat dengan upaya perbaikan pelayanan dan penyuluhan perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan, perbaikan kebijakan perpajakan termasuk pemberian incentive fiskal, pembenahan aparatur dan sistem perpajakan, dan penegakan hukum kepada wajib pajak yang tidak patuh. Peningkatan pendapatan pajak dilakukan dengan perluasan wajib pajak, sosialisasi dan edukasi perpajakan, penyempurnaan kebijakan kepabeanan dan cukai.

Penerimaan pajak tahun 2012 naik Rp. 92,53 triliun (tumbuh 12,47%) dibanding dengan tahun sebelumnya sehingga menjadi Rp.835,25 trililun. Pertumbuhan itu lebih tinggi dari pertumbuhan PDB (10,87%) tahun 2012. Tahun 2013 direncanakan penerimaan pajak Rp.1.042,32 triliun atau tumbuh 24,79% dibanding dengan tahun 2012.

Pemerintah menerapkan beberapa kebijakan fiskal dalam tahun 2012, yaitu registrasi ulang pengusaha kena pajak (PKP), sensus pajak nasional, kebijakan lainnya seperti keringanan pajak pada masyarakat dengan menaikan penghasilan tidak kena pajak atau PTKP, penetapan sumbangan umat Hindu sebagai pengurang pajak, pembebasan PPN untuk rumah murah.

Kebijakan fiskal dan perhitungan APBN tahun 2012 didasarkan pada asumsi ekonomi makro, yaitu : Pertama, pertumbuhan ekonomi diasumsikan sebesar 6,5 – 6,9 %. Kedua, inflasi 3,5 – 5,5 %. Ketiga, suku bunga simpanan 3 bulan 5,5 – 7,5 %. Keempat, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Rp. 9.000 - 9.300 per dolar. Kelima, harga minyak Indonesia US$75 – 95 per barel, dan

Keenam, lifting minyak 950.000-970.000 barel per hari. Dari pokok-pokok

kebijakan tersebut, kebijakan fiskal diarahkan pada empat (4) hal, yaitu : Pertama, mendukung kegiatan pembiayaan infrastruktur untuk menggalakan kegiatan investasi, dunia usaha, dan menjaga kelancaran arus ditribusi barang, Kedua, meningkatkan jangkauan pelayanan dengan memberikan prioritas pada pemanfaatan energi untuk daerah terpencil, tertinggal, dan terluar. Ketiga, menjamin keamanan pasokan energi yang dicapai melalui upaya-upaya peningkatan eksplorasi produksi dan optimasi produksi. Keempat, mendorong berbagai kebijakan dalam rangka akselerasi pertumbuhan ekonomi dalam rangka

Dokumen terkait