• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO

A. PENJELASAN UMUM

A.2. KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO

Dengan semakin terkoneksinya perekonomian antar negara dan antar kawasan, kinerja perekonomian nasional dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Dalam tahun 2011 perekonomian dunia belum menunjukkan perbaikan, bahkan beberapa negara di kawasan Eropa semakin memburuk kondisinya, sehingga merevisi target pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Belum pulihnya kondisi perekonomian kawasan Eropa ditunjukkan oleh masih tingginya angka pengangguran yang mencapai 10,4 persen pada akhir tahun 2011 dan rasio utang terhadap PDB di beberapa negara Eropa semakin meningkat selama tahun 2011. Pada periode tersebut pertumbuhan ekonomi negara-negara maju disesuaikan hanya 2,8 persen, negara-negara berkembang 6,4 persen, dan negara-negara ASEAN 5 dapat tumbuh sebesar 4,8 persen.

Seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan volume perdagangan global mencapai 6,9 persen pada tahun 2011 lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 7,5 persen. Melemahnya permintaan global menyebabkan ekspor negara-negara kawasan Asia mengalami tekanan sehingga ekspor China menurun 13,4 persen dan ekspor Jepang turun 2,7 persen dari tahun sebelumnya.

Tekanan pada perekonomian Eropa dan melambatnya pertumbuhan ekonomi global juga menyebabkan pergeseran arus modal mengalami penyesuaian. Perbedaan respon kebijakan antar negara-negara maju terkait krisis Eropa mengakibatkan masih derasnya arus modal masuk ke

negara-negara emerging market termasuk Indonesia, terutama dalam bentuk portofolio.

Walaupun terjadi perlambatan ekonomi global di tahun 2011, perekonomian nasional mampu berakselerasi, yang didukung oleh tingkat inflasi yang rendah, nilai tukar Rupiah yang stabil, dan stabilitas sistem keuangan yang terjaga. Pencapaian ini juga didukung oleh kinerja neraca pembayaran yang surplus. Selain didukung oleh perkembangan ekonomi makro yang cukup baik, hal ini tidak lepas dari keberhasilan berbagai langkah kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah dalam mengamankan pelaksanaan APBN 2011 dengan meningkatkan penerimaan negara, mempercepat dan memperlancar pelaksanaan belanja negara, maupun mengupayakan pemenuhan sasaran pembiayaan anggaran dengan risiko rendah selama tahun 2011, sehingga realisasi anggaran negara tahun 2011 tetap dapat dijaga pada tingkat yang aman.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2011

Pada tahun 2011 perekonomian nasional mampu tumbuh 6,5 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya sebesar 6,1 persen. Pertumbuhan ekonomi Indonesia termasuk baik dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Negara-negara ASEAN seperti Singapura (6,5 persen), Malaysia dan Vietnam masing-masing tumbuh 5,1 dan 5,7 persen, Thailand (0,5 persen), dan Philipina (3,5 persen).

Di sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi tahun 2011 didorong oleh meningkatnya investasi, ekspor dan konsumsi. Dalam periode tersebut investasi tumbuh 8,8 persen, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,7 persen, konsumsi pemerintah tumbuh 3,2 persen, ekspor tumbuh 13,6 persen, dan impor tumbuh 13,3 persen. Membaiknya kinerja ekspor didorong oleh meningkatnya harga komoditas di pasar global, masih kuatnya permintaan eskpor komoditas primer, serta deversifikasi pasar ekspor ke negara emerging market. Sementara tingginya pertumbuhan investasi terutama didukung oleh investasi langsung (PMA). Konsumsi masyarakat tetap kuat seiring dengan terjaganya daya beli masyarakat dan meningkatnya belanja pemerintah.

Sumber : Badan Pusat Statistik

Grafik 1: Sumber-Sumber Pertumbuhan PDB 2008-2011

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga didukung keyakinan konsumen yang cukup tinggi seperti tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen oleh BI yang naik menjadi 116,1 pada Oktober 2011. Tingkat inflasi dan suku bunga yang rendah turut mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga di tahun 2011. Selain konsumsi rumah tangga, pertumbuhan ekonomi juga didukung oleh peran investasi dan ekspor yang meningkat walaupun tingkat ekspor di triwulan.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2011

Pada tahun 2011 perekonomian nasional mampu tumbuh 6,5 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya sebesar 6,1 persen. Pertumbuhan ekonomi Indonesia termasuk baik dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Negara-negara ASEAN seperti Singapura (6,5 persen), Malaysia dan Vietnam masing-masing tumbuh 5,1 dan 5,7 persen, Thailand (0,5 persen), dan Philipina (3,5 persen).

Di sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi tahun 2011 didorong oleh meningkatnya investasi, ekspor dan konsumsi. Dalam periode tersebut investasi tumbuh 8,8 persen, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,7 persen, konsumsi pemerintah tumbuh 3,2 persen, ekspor tumbuh 13,6 persen, dan impor tumbuh 13,3 persen. Membaiknya kinerja ekspor didorong oleh meningkatnya harga komoditas di pasar global, masih kuatnya permintaan eskpor komoditas primer, serta diversifikasi pasar ekspor ke negara emerging market. Sementara tingginya pertumbuhan investasi terutama didukung oleh investasi langsung (PMA). Konsumsi masyarakat tetap kuat seiring dengan terjaganya daya beli masyarakat dan meningkatnya belanja pemerintah.

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga didukung keyakinan konsumen yang cukup tinggi seperti tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen oleh BI yang naik menjadi 116,1 pada Oktober 2011. Tingkat inflasi dan suku bunga yang rendah turut mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga di tahun 2011. Selain konsumsi rumah tangga, pertumbuhan ekonomi juga didukung oleh peran investasi dan ekspor yang meningkat walaupun tingkat ekspor di triwulan terakhir menghadapi tantangan akibat penurunan akselerasi perekonomian global. Sementara itu tingkat pertumbuhan impor melambat walaupun masih tetap pada level yang tinggi. Kinerja ekspor didukung oleh pertumbuhan Industri Pengolahan yang menghasilkan komoditas yang diperdagangkan secara internasional juga ditunjang oleh sektor lainnya seperti sektor Pertanian serta sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Tingkat pertumbuhan di tahun 2011 ini semakin berkualitas yang diindikasikan salah satunya dengan berkurangnya jumlah penggangguran terbuka menjadi 6,56 persen dari total jumlah penduduk.

Tren pertumbunan ekonomi tahun 2007-2011

Selama periode 2007 – 2011 pertumbuhan ekonomi mencapai rata-rata sebesar 5,9 persen. Pada periode tersebut pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan di atas 6 persen, kecuali tahun 2009 yang mengalami perlambatan sebagai dampak dari krisis global tahun 2008-2009. Pada tahun 2007, perekonomian nasional tumbuh sebesar 6,3 persen, kemudian sedikit mengalami penurunan di tahun 2008 menjadi 6,1 persen. Di tahun 2009, pertumbuhan ekonomi mencapai 4,5 persen dan di tahun berikutnya kembali meningkat menjadi 6,1 persen dan 6,5 persen di tahun 2011.

Sumber : Badan Pusat Statistik

Grafik 2. Pertumbuhan Ekonomi Selama Tahun 2007 – 2011

PDB atas harga yang berlaku 2011

Jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara, atau jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi dinyatakan dalam Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Sesuai dengan pendekatan produksi, penghitungan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan tersebut dikelompokkan ke dalam 9 (sembilan) lapangan usaha/sektor.

Dari pendekatan pendapatan, PDB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi, berupa upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan dari pendekatan pengeluaran, PDB adalah gabungan dari jumlah pengeluaran konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan inventori, dan ekspor neto.

Walaupun nilai PDB atas dasar harga konstan pada tahun 2011 senilai Rp2.463,2 triliun, PDB atas harga berlaku mencapai Rp7.427,1 triliun, lebih besar dari target di APBN-P 2011 sebesar Rp7.227,9 triliun. Nilai PDB harga berlaku tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 15,6 persen dibandingkan tahun 2010 yang mencapai nilai sebesar Rp6.422,9 triliun.

PDB atas harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku setiap tahun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. Kedua jenis PDB ini menjadi indikator yang digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi (PDB atas dasar harga berlaku), dan mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun (PDB atas dasar harga konstan).

Apabila dilihat dari trennya, dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011, nilai PDB atas dasar harga berlaku terus mengalami peningkatan 87 persen dengan rata-rata pertumbuhan 17,05 persen per tahun. Pada tahun 2007 nilai PDB sebesar Rp3.957,4 triliun kemudian meningkat menjadi Rp4.954,0 triliun pada tahun 2008. Di tahun 2009 PDB tumbuh sebesar Rp5.613,4 triliun, Rp6.422,9 triliun pada tahun 2010, dan di tahun 2011 PDB Indonesia tumbuh menjadi Rp7.427,1 triliun (lihat Grafik 3).

Sumber : Badan Pusat Statistik

Grafik 3: Tren PDB Harga Berlaku Tahun 2007-2011

Struktur PDB menurut komponen penggunaan

Sementara itu bila dilihat dari struktur PDB menurut penggunaan, konsumsi rumah tangga masih merupakan penyumbang terbesar, walaupun konstribusinya mengalami penurunan dari 56,7 persen dalam tahun 2010 menjadi 54,6 persen dalam tahun 2011. Peran konsumsi pemerintah relatif turun dari 9,1 persen di tahun 2010 menjadi 9 persen di tahun 2011, begitu juga pembentukan modal tetap bruto/investasi turun dibanding tahun lalu dari sebesar 32,1 persen menjadi 32,0 persen. Komponen ekspor dan impor meningkat dari masing-masing sebesar 24,6 persen dan 22,9 persen menjadi 26,3 persen dan 24,9 persen.

Sumber : Badan Pusat Statistik/BKF

Grafik 4. Struktur PDB Menurut Komponen Penggunaan Tahun 2010 dan 2011 Konsumsi rumah tangga pada 2011 tetap kuat yang didukung oleh meningkatnya Indeks Keyakinan Konsumen, tingkat inflasi dan suku bunga yang rendah, serta relatif stabilnya rupiah dengan kecenderungan menguat, turut pula mendorong pertumbuhan konsumsi masyarakat di tahun 2011. Selain itu rendahnya inflasi dan menurunnya suku bunga kredit juga mendorong meningkatnya pertumbuhan konsumsi. Salah satu indikator yang mendukung akselerasi pertumbuhan konsumsi antara lain penjualan motor dan mobil yang tetap tinggi yaitu sebesar 11,9 persen dan 16,4 persen. Konsumsi pemerintah dalam tahun 2011 tumbuh 3,2 persen yang didukung oleh meningkatnya penyerapan anggaran, terutama belanja yang telah terikat seperti belanja pegawai dan subsidi.

Laju Pertumbuhan dan Struktur PDB menurut lapangan usaha

Dari sisi produksi, semua sektor mengalami pertumbuhan. Dua sektor yang padat tenaga kerja yaitu sektor pertanian dan sektor industri pengolahan tumbuh cukup kuat. Sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor pengangkutan dan komunikasi (10,7 persen), diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran (9,2 persen), sektor keuangan, real estat, dan jasa perusahaan (6,8 persen), serta sektor konstruksi dan sektor jasa-jasa masing-masing 6,7 persen. Sektor-sektor lainnya tumbuh antara 1,4 persen sampai dengan 6,2 persen. Akselerasi pertumbuhan ekonomi tersebut didukung oleh meningkatnya pertumbuhan subsektor alat angkut, subsektor makanan dan minuman, dan subsektor tekstil. Faktor lain yang ikut mendukung pertumbuhan ekonomi antara lain meningkatnya konsumsi, pertumbuhan kredit modal kerja dan investasi. Laju pertumbuhan masing-masing sektor dalam membentuk PDB (harga konstan) menurut lapangan usaha terlihat pada Grafik 5.

Sumber : Badan Pusat Statistik

Grafik 5. Laju Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha 2010 dan 2011 Struktur pembentukan PDB menurut lapangan usaha, dalam tahun 2011 masih didominasi oleh

sektor industri pengolahan, sektor pertanian, perikanan, sektor hotel dan restoran, serta sektor pertambangan dan penggalian. Namun dibandingkan dengan tahun sebelumnya telah terjadi penurunan peranan pada beberapa sektor yaitu peran sektor industri pengolahan turun dari 24,8 persen menjadi 24,3 persen, sektor pertanian turun dari 15,3 persen menjadi 14,7 persen, dan sektor konstruksi turun dari 10,3 persen menjadi 10,2 persen. Sektor-sektor yang mengalami peningkatan peranannya terhadap pembentukan PDB yaitu sektor pertambangan dan penggalian serta sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor yang peranan terhadap pembentukan PDB tidak berubah adalah sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor jasa-jasa. Rincian kontribusi masing-masing sektor pada perekonomian atau struktur PDB menurut lapangan usaha pada tahun 2010 dan 2011 terlihat pada Grafik 6.

Sumber : Badan Pusat Statistik

Grafik 6. Perbandingan Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha 2010 dan 2011

PDB per kapita tahun 2011 Kebijakan-kebijakan pemerintah juga ditujukan untuk mempertahankan dan meningkatkan daya beli masyarakat sebagaimana tercermin dalam pertumbuhan PDB per kapita. PDB per kapita yang merupakan PDB atas dasar harga berlaku dibagi dengan jumlah penduduk, pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8 persen menjadi Rp30,8 juta atau USD3.542,9, dibandingkan dengan PDB per kapita tahun 2010 sebesar Rp27,0 juta atau USD3.004,9 (lihat Grafik 7)

Sumber : Badan Pusat Statistik

Grafik 7. Perkembangan PDB Per Kapita Tahun 2007 – 2011

Inflasi Stabilitas ekonomi makro tercermin pada tingkat inflasi yang rendah serta stabilnya nilai tukar rupiah. Dalam tahun 2011, laju inflasi dapat dikendalikan pada level yang rendah yaitu 3,79

persen (yoy), dan berada dibawah sasaran yang ditetapkan dalam APBN-P sebesar 5,7 persen. Selain itu, inflasi dalam tahun 2011 jauh lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historisnya. Rendahnya inflasi tersebut bersumber dari terjaganya inflasi inti dan inflasi pangan pada level yang rendah, serta minimalnya inflasi administered prices. Dalam tahun 2011, inflasi inti mencapai 4,3 persen (yoy) jauh lebih rendah dari inflasi tahun-tahun sebelumnya sebesar 6,5 persen (yoy). Hal ini dikarenakan menguatnya nilai tukar rupiah serta menurunnya ekspektasi inflasi. Sementara rendahnya inflasi pangan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, terutama didukung oleh kebijakan Pemerintah dalam menjaga kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi serta stabilisasi harga pangan. Dalam tahun 2011, volume impor bahan pangan khususnya bawang merah, bawang putih, dan kentang meningkat cukup tinggi. Selain itu, kondisi cuaca yang lebih kondusif juga ikut mendorong peningkatan produksi komoditas pangan terutama aneka bumbu-bumbuan seperti cabai dan bawang. Cabai merah yang dalam tahun sebelumnya menjadi salah satu pemicu tingginya inflasi, dalam tahun 2011 ini harganya relatif terjaga seiring dengan melimpahnya pasokan dari dalam negeri. Terkendalinya inflasi tersebut utamanya didukung oleh sinergi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia yang semakin baik, yang antara lain dilakukan melalui forum TPI (Tim Pengendalian Inflasi) dan TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah).

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 8. Laju Inflasi Tahun 2010 dan 2011

Andil inflasi tahun 2011 Sementara itu bila dilihat dari andil/sumbangan inflasi selama tahun 2011 sebesar 3,79 persen, kelompok bahan makanan memberikan andil 0,84 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,78 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,78 persen, kelompok sandang sebesar 0,52 persen, kelompok sandang Rp. 0.18 persen, kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,35 persen, serta kelompok transport, komunikasi, dan jasa keuangan memberikan andil inflasi sebesar 0,34 persen. Andil inflasi kelompok bahan makanan menurun cukup signifikan dibandingkan andil di tahun 2010 sebesar 3,50 persen.

Sumber : Badan Pusat Statistik

Grafik 9. Andil Inflasi Tahun 2010 dan 2011

Lebih spesifik, jenis barang dan jasa yang berkontribusi utama terhadap inflasi selama tahun 2011 di antaranya adalah harga komoditas beras dan emas perhiasan, sama seperti tahun 2010 serta rokok kretek filter, tarif sewa rumah, tarif angkutan udara, dan ikan segar.

Inflasi di beberapa (66) Kabupaten/ kota tahun 2011

Dari survei yang dilakukan oleh BPS terhadap 66 kabupaten/kota, pada bulan Desember 2011 seluruh kabupaten/kota mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di kota Kupang sebesar 2,19 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) 138,37 dan terendah terjadi di kota Tanjung Pinang sebesar 0,02 persen dengan IHK 129,86. Dari 66 kabupaten/kota basis perhitungan inflasi, 64 kabupaten/kota mencatat inflasi yang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya bahkan beberapa daerah di Jawa, Sumatera dan Kawasan Timur Indonesia mengalami penurunan laju inflasi yang lebih dalam dibandingkan nasional. Faktor koreksi harga yang terjadi pada komoditas bahan makanan berdampak pada meredanya tekanan kenaikan inflasi. Dukungan dari masuknya pasokan pangan dari sumber lainnya yang cenderung meningkat turut mempengaruhi terjaganya pasokan bahan makanan. Selain itu, peran Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) turut menjaga kelancaran distribusi dan kecukupan pasokan terutama bahan pangan pokok dan pengendalian inflasi secara keseluruhan.

Boks 1. Penerbitan SPN 3 bulan

SUN seri variable rate (VR) adalah salah satu jenis Surat Berharga Negara (SBN) yang memiliki tingkat bunga mengambang yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1999 yang merupakan bagian program rekapitalisasi perbankan. Sesuai dengan ketentuan dan persyaratannya, tingkat bunga yang digunakan mengacu pada hasil lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 3 bulan. Namun demikian, kebijakan Bank Indonesia untuk mengendalikan derasnya modal asing yang masuk dalam pasar keuangan di Indonesia dan untuk melakukan mitigasi risiko volatilitas nilai tukar dan tingkat bunga, antara lain: (1) secara bertahap BI tidak lagi melakukan lelang SBI 1, 3 dan 6 bulan secara regular (penonaktifan) dan fokus pada penerbitan SBI 9 bulan; (2) penerapan one-month holding period atas SBI, yang dilanjutkan dengan six-month holding period atas SBI; dan (3) memperkenalkan instrumen moneter jangka pendek yang tidak dapat diperdagangkan berupa Term Deposit (TD) dengan tenor tertentu, khusus untuk bank domestik. Akibat penerapan kebijakan tersebut, lelang SBI 3 bulan dihentikan sejak lelang terakhir tanggal 13 Oktober 2010 dengan tingkat bunga SBI 3 bulan sebesar 6,37 persen. Oleh karena itu diperlukan tingkat bunga acuan baru untuk pembayaran kupon SUN seri VR sebagai pengganti SBI 3 bulan. Hal ini sesuai dengan ketentuan dan persyaratan SUN jenis VR sebagai berikut:

1. Apabila selama 6 (enam) bulan kalender berturut-turut tidak terdapat suatu hasil lelang atas Sertifikat Bank Indonesia jangka waktu 3 bulan, maka penentuan tingkat bunga obligasi didasarkan pada hasil lelang surat utang lain dari Pemerintah dengan jangka waktu 3 bulan

(catatan: SPN 3 bulan) dimana sistem pelelangannya setara dengan lelang Sertifikat Bank Indonesia dimaksud.

2. Apabila pelelangan surat utang lainnya dari Pemerintah tersebut tidak dilakukan maka hasil pelelangan Sertifikat Bank Indonesia jangka waktu 3 bulan yang terakhir digunakan untuk menghitung tingkat bunga obligasi dimaksud.

3. Dasar perhitungan tingkat bunga obligasi tersebut akan diumumkan melalui media elektronik dan media cetak selambat-lambatnya 30 hari kalender sebelum diberlakukannya tingkat bunga obligasi pengganti.

Setelah melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia, pelaku pasar, serta investor SBN, Pemerintah pada akhirnya menetapkan penggunaan SPN 3 bulan sebagai acuan baru pembayaran bunga SUN jenis VR. Adapun pertimbangan penggunaan SPN 3 bulan adalah:

1. Sesuai dengan ketentuan dan persyaratan SUN jenis VR.

2. Langkah awal untuk mengembangkan pasar SPN jangka pendek (3 bulan). 3. Suku bunga yang terbentuk transparan, akuntabel dan kompetitif. 4. Dapat dijadikan sebagai alternatif sumber pembiayaan APBN.

5. Dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti acuan tingkat bunga dalam asumsi makro APBN. Sumber: Nota Keuangan RAPBN 2012

Kinerja SBN Meskipun perekonomian global masih diliputi ketidakpastian, namun pasar SBN tetap tumbuh positif. Dengan meredanya sentimen global, mendorong pelaku asing menambah eksposurnya di pasar SBN. Aksi beli asing terutama terjadi pada instrumen SBN jangka pendek dan menegah. Selain didukung oleh faktor makro dan risiko fiskal yang terkendali, minat beli asing juga terkait dengan imbal hasil yang menarik, baik secara nominal maupun riil serta pencapaian investment grade. Secara keseluruhan, pergerakan imbal hasil SBN cenderung turun untuk keseluruhan tenor yang mencapai 146 bps menjadi 5,88 persen jika dibandingkan dengan akhir tahun 2010 sebesar 7,3 persen. Penurunan BI rate sebesar 25 bps pada saat gejolak eksternal mulai mereda turut mendorong penurunan imbal hasil SBN. Secara rata-rata bulanan, imbal hasil SBN selama tahun 2011 untuk tenor jangka pendek, menengah, dan panjang masing-masing turun sebesar 37 bps, 59 bps dan 56 bps. Menurunnya yield tersebut berdampak pada kewajiban Pemerintah untuk membayar biaya bunga menjadi lebih rendah dalam penerbitan surat utang yang baru, sehingga mengurangi beban pembayaran bunga pada APBN.

Kinerja ekspor dan impor Walaupun pada akhir tahun 2011 kinerja ekspor mengalami perlambatan, namun secara keseluruhan ekspor tumbuh 29,0 persen. Peningkatan ekspor ini didukung oleh meningkatnya harga dan permintaan barang primer serta diversifikasi negara tujuan ekspor ke emerging market. Komoditi ekspor yang meningkat signifikan antara lain bahan bakar mineral (16,9 persen), lemak dan minyak hewan/nabati (13,4 persen), karet dan barang dari karet (8,9 persen), mesin/peralatan listrik (6,9 persen), dan bijih, kerak, dan abu logam (4,5 persen). Sementara itu, berdasarkan pangsanya ekspor terbesar ditujukan ke China (13,3 persen), Jepang (11,3 persen), Amerika Serikat (9,7 persen), India (8,2 persen), dan Singapura (6,9 persen).

Nilai impor tahun 2011 meningkat sebesar 30,69 persen bila dibandingkan dengan impor pada periode yang sama tahun 2010. Komoditi impor yang mengalami peningkatan cukup sinifikan antara lain impor mesin dan peralatan mekanik, mesin dan peralatan listrik, besi dan baja, kendaraan bermotor dan bagiannya, plastik dan barang dari plastik, serta bahan kimia organik. Peningkatan impor komoditi-komoditi tersebut sejalan dengan meningkatnya kegiatan dalam negeri dan ekspor. Dilihat dari pangsanya, selama tahun 2011 impor didominasi oleh komoditi-komoditi yang berasal dari China sebesar 18,69 persen, diikuti oleh Jepang sebesar 14,14 persen, Amerika Serikat sebesar 7,81 persen, Singapura sebesar 7,64 persen, Thailand sebesar 7,51 persen, Korea Selatan 5,44 persen, dan Malaysia sebesar 4,22 persen.

Sumber : Badan Pusat Statistik

Grafik 10. Perbandingan Ekspor Impor Tahun 2010 dan 2011

Nilai tukar rupiah Nilai tukar Rupiah pada semester I 2011 mengalami apresiasi terkait dengan melimpahnya ekses likuiditas global dan masih menariknya imbal rupiah. Namun pada semester II, apresiasi rupiah tersebut tertahan oleh meningkatnya kebutuhan valas di dalam negeri dan imbas meningkatnya risiko global sebagai akumulasi oleh berlarutnya krisis utang di Eropa, dan melemahnya perekonomian Amerika Serikat. Selama tahun 2011, rata-rata nilai tukar rupiah mencapai Rp 8.742/USD, atau menguat 3,84 persen dibandingkan dengan rata-rata tahun 2010 sebesar Rp9.078/USD. Untuk menjaga keseimbangan pasar domestik, Bank Indonesia terus memonitor perkembangan nilai tukar Rupiah dan memastikan kecukupan likuiditas Rupiah dan valas. Membaiknya fundamental ekonomi serta meningkatnya kepercayaan investor global telah memberikan sentimen positif terhadap penguatan rupiah dan inflasi dalam beberapa tahun terakhir.

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 11. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Tahun 2011

Boks 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai suatu Negara yang merdeka dan berdaulat memiliki Mata Uang sebagai salah satu simbol kedaulatan Negara yang harus dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga Negara Indonesia. Pasal 23B Amandemen keempat Undang-Undang Dasar tahun 1945 mengamanatkan bahwa macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 23B Undang Undang Dasar 1945 belum diatur dengan undang-undang tersendiri walaupun pengaturan mata uang pernah diatur dalam UUDS tahun 1950. Terkait Mata Uang, diatur tersebar dalam berbagai aturan perundang-undangan yakni dalam Undang-Undang Nomor 23

Tahun 1999 yang mengatur Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor

Dokumen terkait