• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS

2.4. Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam mewujudkan stabilitas ekonomi makro terdiri dari kerangka strategis dan kerangka operasional. Kerangka strategis umumnya terkait dengan pencapaian tujuan akhir kebijakan moneter (stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, dan perluasan kesempatan kerja) serta strategi untuk mencapainya (exchange rate targeting, monetary targeting,

Inflation targeting, implicit but not explicit anchor) (Perry Warjiyo dan Solikin,

2004). Kerangka operasional kebijakan moneter terdiri dari instrumen, sasaran- operasional, dan sasaran-antara yang digunakan untuk mencapai sasaran akhir. Sasaran-antara diperlukan karena adanya time lag antara pelaksanaan kebijakan moneter dengan hasil pencapaian sasaran akhir, sehingga untuk meninjau keefektifan suatu kebijakan, maka diperlukan adanya kebijakan yang dapat dilihat dengan segera. untuk mencapai sasaran antara ini, diperlukan adanya sasaran operasional agar proses transmisi dapat berjalan sesuai rencana. Kriteria dari sasaran-operasional ini adalah memiliki kestabilan hubungan dengan sasaran antara, dapat dikendalikan oleh bank sentral, dan informasi tersedia lebih awal dari pada sasaran-antara. Sedangkan

Instrumen moneter merupakan instrumen yang dimiliki bank sentral yang dapat mempengaruhi sasaran operasional yang telah ditetapkan.

Indikator kebijakan moneter dilakukan dengan berbagai pertimbangan sebagai berikut:

1. Dalam merumuskan kebijakan moneter, Bank Indonesia akan selalu melakukan analisis dan mempertimbangkan berbagai indikator ekonomi, khususnya prakiraan inflasi, pertumbuhan ekonomi, besaran-besaran moneter dan perkembangan sektor ekonomi dan keuangan secara keseluruhan.

2. Demikian pula, Bank Indonesia akan selalu dan terus memperhatikan langkah- langkah kebijakan ekonomi yang ditempuh Pemerintah. Langkah-langkah koordinasi kebijakan yang selama ini telah berlangsung baik akan terus diperkuat dan ditingkatkan.

3. Analisis dan prakiraan berbagai variabel ekonomi tersebut dipertimbangkan untuk mengarahkan agar prakiraan inflasi ke depan sejalan dengan kisaran sasaran inflasi yang telah ditetapkan.

Respon kebijakan moneter selalu berorientasi kepada kebijakan sebagai dasar dan tujuan kebijakan moneter sebagai berikut:

1. Tujuan dan bentuk respon kebijakan moneter adalah sebagai berikut:

a. Respon (stance) kebijakan moneter ditetapkan untuk menjamin agar pergerakan inflasi dan ekonomi ke depan tetap berada pada jalur pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkan (konsistensi).

b. Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam kenaikan, penurunan, atau tidak berubahnya BI Rate.

c. Perubahan (kenaikan atau penurunan) BI Rate dilakukan secara konsisten dan bertahap.

2. Fungsi BI Rate sebagai sinyal kebijakan

a. BI Rate adalah suku bunga instrumen sinyaling Bank Indonesia yang ditetapkan pada RDG triwulan untuk berlaku selama triwulan berjalan (satu triwulan), kecuali ditetapkan berbeda oleh RDG bulanan dalam triwulan yang sama. Dengan demikian, rata-rata tertimbang hasil lelang SBI pada setiap kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh

stakeholders sebagai sinyal kebijakan moneter Bank Indonesia.

b. BI Rate diumumkan ke publik segera setelah ditetapkan dalam RDG sebagai sinyal stance kebijakan moneter (yang lebih jelas dan tegas) dalam merespon prospek pencapaian sasaran inflasi ke depan.

c. BI Rate digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan operasi

pengendalian moneter untuk mengarahkan agar Rata-Rata Tertimbang Suku Bunga SBI 1 bulan hasil lelang OPT (suku bunga instrumen

liquidity adjustment) berada di sekitar BI Rate. Selanjutnya suku

bunga SBI 1 bulan diharapkan mempengaruhi suku bunga PUAB dan suku bunga jangka panjang.

3. Proses penetapan respon kebijakan moneter

a. Penetapan respon kebijakan moneter dilakukan dalam RDG

triwulanan.

b. Respon kebijakan moneter ditetapkan untuk periode satu triwulan ke depan.

c. Penetapan respon kebijakan moneter dilakukan dengan

memperhatikan efek tunda (lag) kebijakan moneter dalam mempengaruhi inflasi.

d. Dalam kondisi yang luar biasa, penetapan respon kebijakan moneter dapat dilakukan dalam RDG bulanan.

4. Dasar pertimbangan penetapan respon kebijakan

a. BI Rate merupakan respon bank sentral terhadap tekanan inflasi ke depan agar tetap berada pada sasaran yang telah ditetapkan. Perubahan BI Rate dilakukan terutama jika deviasi proyeksi inflasi terhadap targetnya (inflation gap) dipandang telah bersifat permanen dan konsisten dengan informasi dan indikator lainnya.

b. BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur secara diskresi dengan mempertimbangkan:

i. Rekomendasi BI Rate yang dihasilkan oleh fungsi reaksi kebijakan dalam model ekonomi untuk pencapaian sasaran inflasi, dan

ii. Berbagai informasi lainnya seperti leading indicators, survei, informasi anekdotal, variabel informasi, expert opinion,

asesmen faktor risiko dan ketidakpastian serta hasil-hasil riset

ekonomi dan kebijakan moneter.

5. Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI Rate (SBI tenor 1

bulan) secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis points (bps). Dalam kondisi untuk menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan BI Rate dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps.

Operasional pengendalian moneter memiliki 3 prinsip dasar sebagai berikut: Berbeda dengan pelaksanaan selama ini yang menggunakan uang primer, sasaran operasional pengendalian moneter adalah BI Rate. Dengan langkah ini, sinyal kebijakan moneter diharapkan dapat lebih mudah dan lebih pasti dapat ditangkap oleh pelaku pasar dan masyarakat, dan karenanya diharapkan pula dapat meningkat efektivitas kebijakan moneter. Kemudian pengendalian moneter dilakukan dengan menggunakan instrumen: (i) Operasi Pasar Terbuka (OPT), (ii) Instrumen likuiditas otomatis (standing facilities), (iii) Intervensi di pasar valas, (iv) Penetapan giro wajib minimum (GWM), dan (v) Himbauan moral (moral suassion). Pengendalian moneter diarahkan pula agar perkembangan suku bunga PUAB berada pada koridor suku bunga yang ditetapkan. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas sekaligus untuk memperkuat sinyal kebijakan moneter yang

berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi dan bisnis melalui alur tingkat bunga atau

interest rate channel, alur harga aktiva atau asset price channel, dan alur kredit atau credit channel. Mekanisme transmisi alur tingkat bunga dari ekspansi moneter adalah

peningkatan permintaan agregat sebagai akibat peningkatan ekspektasi inflasi dan penurunan tingkat bunga riil. Penurunan tingkat bunga riil akan meningkatkan investasi dan menurunkan biaya modal dalam proses produksi sehingga output agregat naik. Mekanisme transmisi alur harga aktiva dari ekspansi moneter adalah peningkatan permintaan agregat sebagai akibat peningkatan ekspektasi inflasi, nilai perusahaan dan kekayaan individu. Peningkatan ekspektasi inflasi akan menurunkan tingkat bunga riil sehingga nilai tukar mata uang depresiasi, ekspor netto naik dan kemudian meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Mekanisme transmisi alur kredit atau credit channel terdiri dari alur pinjaman bank atau bank lending channel, alur neraca atau balance sheet channel, alur arus kas atau cash flow channel, alur harga takterantisipasi atau unanticipated price channel, dan alur likuiditas rumah tangga atau household liquidity channel. Mekanisme transmisi alur kredit adalah peningkatan permintaan karena peningkatan kredit perbankan sebagai akibat peningkatan investasi dan konsumsi. Peningkatan investasi dan konsumsi akan mendorong aktivitas ekonomi dan bisnis. Permasalahan dari mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah memilih alur tarnsmisi yang paling efektif dalam meningkatkan aktivitas ekonomi dan bisnis.

a. Mekanisme Transmisi Alur Tingkat Bunga

Tingkat bunga merupakan kunci mekanisme transmisi moneter dalam model IS, model LM, model AD dan model AS. Peningkatan stok uang akan menurunkan tingkat bunga riil dan biaya modal serta meningkatkan investasi bisnis. Peningkatan investasi akan meningkatkan permintaan agregat. Penurunan tingkat bunga riil juga akan meningkatkan pengeluaran untuk pembelian rumah dan barang tahan lama. Oleh sebab itu penurunan tingkat bunga akibat ekspansi moneter akan meningkatkan belanja atau konsumsi dan permintaan agregat. Pada tingkat bunga nominal yang sangat rendah, ekspansi moneter akan meningkatkan ekspektasi tingkat harga dan inflasi, akibatnya tingkat bunga riil turun. Penurunan tingkat bunga riil akan menurunkan biaya modal dan biaya memegang uang, kemudian menstimulasi pengeluaran bisnis dan konsumen. Peningkatan pengeluaran bisnis dan konsumen pada akhirnya akan mingkatkan permintaan agregat. Mekanisme transmisi alur tingkat bunga dirumuskan dalam dua bentuk, yaitu:

Di mana:

m = stok uang nominal, r = tingkat bunga riil, p = ekspektasi tingkat harga,

m  r  y

m  p  r  y

(2.8)

 = investasi riil, dan y = output riil agregat. b. Mekanisme Transmisi Alur Harga

Mekanisme transmisi alur harga aktiva terdiri dari efek nilai tukar atau

exchange rate effect, Tobin’s q theory dan efek kekayaan atau wealth effect.

Pertumbuhan ekonomi internasional dan nilai tukar fleksibel telah meningkatkan peranan kebijakan moneter internasional dalam penentuan nilai tukar mata uang suatu negara. Ekspansi moneter pada awalnya akan menurunkan tingkat bunga riil domestik dan kemudian mengakibatkan deposit mata uang luar negeri naik. Peningkatan nilai deposit mata uang luar negeri terhadap deposit mata uang domestik akan mengakibatkan apresiasi nilai tukar matauang luar negeri dan depresiasi nilai tukar mata uang domestik. Depresiasi nilai tukar mata uang domestik mengakibatkan harga relatif produk atau ekspor lebih murah sehingga ekspor netto naik dan akhirnya meningkatkan permintaan agregat. Mekanisme transmisi alur efek nilai tukar dirumuskan sebagai berikut:

Di mana:

e = nilai tukar mata uang, dan x = ekspor riil netto.

Tobin telah mengembangkan teori bagaimana kebijakan moneter dapat

mempengaruhi penilaian saham, yang disebut Tobin’s q theory. Tobin

mendefinisikan q sebagai rasio harga pasar perusahaan dengan biaya penggantian modal. Jika q tinggi maka rasio harga pasar perusahaan dengan biaya penggantian modal tinggi, dan sebaliknya jika q rendah maka rasio harga pasar perusahaan dengan biaya penggantian modal rendah. Ekspansi moneter akan meningkatkan ekspektasi harga saham perusahaan dan akibatnya rasio harga pasar perusahaan dengan biaya penggantian modal naik. Peningkatan q ini akan meningkatkan pengeluaran untuk peralatan dan pabrik baru atau investasi.

Peningkatan pengeluaran investasi perusahaan akan meningkatkan permintaan agregat. Mekanisme transmisi alur Tobin’s q theory dirumuskan sebagai berikut:

Di mana:

s = ekspektasi harga saham, dan

q = rasio harga pasar saham dengan biaya penggantian modal.

Mekanisme transmisi moneter juga mempengaruhi kekayaan masyarakat. Keputusan pengeluaran dari konsumen mungkin akan mempengaruhi neraca konsumen. Modigliani menggunakan hipotesis siklus hidup atau life cycle hypotheses dari konsumsi barang tahan lama dan jasa-jasa untuk menjelaskan efek kekayaan. Premis utama dari Modigliani adalah bahwa konsumsi tidak konstan dalam periode

seperti saham, obligasi dan deposit tidak konstan selama hidup. Ekspansi moneter akan meningkatkan harga aktiva keuangan sehingga kekayaan keuangan naik. Peningkatan kekayaan keuangan akan meningkatkan sumberdaya ekonomi selama hidup konsumen dan pada akhirnya akan meningkatkan konsumsi dan permintaan agregat. Mekanisme transmisi alur efek kekayaan dirumuskan sebagai berikut:

Di mana:

w = kekayaan keuangan atau neraca konsumen, dan c = konsumsi riil rumah tangga.

Dokumen terkait