• Tidak ada hasil yang ditemukan

‡Pembentukan organisasi KPH

‡Sumberdaya manusia

BAB 4

KEBIJAKAN

PEMBANGUNAN KPH

4.1 Landasan konseptual

pengelolaan hutan

4.1.1 Karakteristik sumberdaya hutan

Sebagaimana ditetapkan di dalam Undang-Undang No 41/1999 tentang Kehutanan, hutan dinyatakan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan berisi sumber daya alam hayati yang didominanasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan hasil hutan diartikan sebagai benda-benda hayati, nonhayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan. Kedua pengertian tersebut mengacu pada pengertian bio-fisik hutan dengan penekanan lebih sebagai penghasil kegiatan ekonomi dan pengelolaan suatu ekosistem.

Sumberdaya hutan, dengan demikian, menjadi aset ekonomi maupun daya dukung kehidupan, sehingga sumberdaya hutan dapat digolongkan menjadi:

1. Bentang alam berupa stock8 atau modal alam (natural capital) yang keberadaannya tidak

dibatasi wilayah administrasi, dan

2. Barang/komoditi dan jasa seperti kayu, rotan, air, dan berbagai bentuk jasa lingkungan. Aset ekonomi maupun daya dukung kehidupan tersebut berada dalam berbagai bentuk ekosistem. Dengan demikian, ekosistem menyediakan produk seperti makanan dan air serta jasa seperti pengaturan atau pengendalian banjir, kekeringan, dan penyakit; jasa pendukung seperti pembentukan tanah dan siklus hara, jasa kebudayaan seperti rekreasi, spiritual, keagamaan dan manfaat bukan-material lain (Bappenas, 1993). Dalam kenyataannya suatu ekosistem, dipecah-pecah ke dalam beberapa wilayah secara administratif, wilayah suku atau lembaga sosial dan budaya lokal, atau berdasarkan kepentingan politik tertentu.

8 Istilah cadangan (stock) sebenarnya belum dapat menjelaskan makna yang sesungguhnya. Sumberdaya yang secara fisik dapat dilihat sebagai bentang alam bukan sekedar cadangan – yang lebih bermakna sebagai simpanan modal ekonomi – karena di dalam bentang alam juga terdapat proses-proses yang secara alami mewujudkan fungsi pengendalian kerusakan maupun pencemaran serta menghasilkan energi (seperti panas bumi, gelombang, angin, dll).

Ekosistem juga di bagi-bagi ke dalam wilayah ekploitasi di bawah pengusahaan perusahaan swasta (Kartodihardjo, 2000).

Sumberdaya hutan dalam bentuk stock menghasilkan

fungsi-fungsi yang tidak dapat dirasa dan dilihat. Fungsi ini meliputi menyimpan air dan mencegah banjir di musim hujan dan mengendalikan kekeringan di musim kemarau, menyerap CO2 di udara, mempertahankan kesuburan tanah, mengurai berbagai bahan beracun, maupun sebagai sumber pengetahuan serta hubungan sosial dan budaya masyarakat. Fungsi sumberdaya alam dalam bentuk stock berguna bagi publik, dan tidak

dapat dibagi-bagikan kepada perorangan dan tidak pula dapat dimiliki perorangan, meskipun setiap orang memerlukannya. Kedua bentuk sumberdaya hutan tersebut saling berkait erat. Upaya untuk melestarikan hutan ditentukan oleh sifat sumberdaya hutan sebagai stock yang mempunyai

keterbatasan daya dukung untuk menghasilkan barang/komoditi dan jasa maupun fungsi-fungsi publik secara berkelanjutan (Bappenas, 1993). Setiap jenis komoditi yang diambil dari sumberdaya hutan berupa stock akan mempengaruhi

produktivitas jenis komoditi lain serta fungsi-fungsi sumberdaya hutan secara keseluruhan. Berbagai pengaruh tersebut terjadi dalam bentangan tertentu, misalnya wilayah daerah aliran sungai (DAS) apabila berkaitan dengan air atau wilayah ekoregion apabila berkaitan dengan hubungan antar ekosistem, misalnya ekosistem darat dan laut. Dengan demikian pengelolaan hutan sebagai bentang alam tidak dapat dibatasi wilayah-wilayah administrasi, karena merupakan suatu wilayah dimana hubungan antara barang dan jasa dari sumberdaya hutan berkaitan sangat erat. Secara tradisional9, sumberdaya hutan hanya dipandang sebagai barang maupun jasa yang dapat dimanfaatkan secara langsung. Perkembangan pengetahuan dan peradaban manusia menjadikan pandangan terhadap sumberdaya ini diperkaya, selain manfaat langsung juga manfaat lainnya (Tabel 4).

9 Tradisional di sini yang dimaksud bukan dikaitkan dengan masyarakat adat atau lokal lainnya, melainkan dikaitkan dengan pandangan terhadap sumberdaya alam yang masih secara sederhana, yaitu terbatas hanya yang dapat dimanfaatkan secara langsung.

Berdasarkan pandangan terhadap sumberdaya hutan tersebut, pandangan tradisional membatasi apa yang disebut sebagai sumberdaya yang dikuasai oleh kelompok masyarakat tertentu (common pool goods) yaitu sumberdaya yang dikuasai dan dikelola

berdasarkan tata aturan kelompok masyarakat tersebut. Akses setiap individu anggota kelompok terhadap sumberdaya yang dikuasai bersama menghasilkan tambahan pendapatan yang cukup nyata, dan seringkali tambahan manfaat tersebut tidak menguntungkan apabila harus disediakan oleh individu-individu secara sendiri-sendiri. Saat ini, sumberdaya hutan – baik dalam pengertian tradisional maupun pengertian saat ini – menjadi sangat berharga untuk dilindungi fungsinya. Dibandingkan dengan sistem penguasaan dan hak penggunaan sumberdaya alam secara tradisional, kini kompleksitas menjadi lebih besar, ketika juga dipertimbangkan adanya fungsi-fungsi tambahan dari sumberdaya hutan yang sangat penting untuk ikut diperhitungkan. Secara sederhana adanya kompleksitas ini biasanya langsung saja diambil solusi dengan menetapkan pengelolaan sumberdaya oleh pemerintah. Sepintas masalah ini dapat diselesaikan, paling tidak sebagian diantaranya, namun akibat tidak dipertimbangkannya interaksi dan ketergantungan diantara individu dalam kelompok masyarakat, serta antar kelompok masyarakat yang mempunyai kepentingan akan manfaat sumberdaya hutan tersebut, mengakibatkan konflik penguasaan dan penggunaan manfaat sumberdaya hutan terus terjadi.

Lebih jauh jenis-jenis sumberdaya hutan di atas dapat pula diklasifikasikan berdasarkan motivasi pengelolanya, serta tingkat diperlukannya kegiatan manusia untuk menghasilkan atau mempertahankan fungsi sumberdaya hutan tersebut (Tabel 5).

Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa seluruh jenis sumberdaya hutan berdasarkan pengertian tradisional sebagian besar masuk dalam klasifikasi produksi yang dapat diperdagangkan/ekspor dan memerlukan aktivitas manusia untuk memproduksinya. Karakteristik sumberdaya hutan yang dapat diperdagangkan/diekspor adalah sebagai berikut (Berge, 2004):

1. Secara umum jenis sumberdaya ini diproduksi dari sumberdaya hutan yang bersifat

subtractable, yaitu apabila dimanfaatkan

oleh pihak tertentu, pihak lain tidak memperolehnya (private atau common pool goods)

– lebih jauh dijelaskan dalam bab berikutnya 2. Dalam suatu lingkungan masyarakat

tertentu, hak untuk memanfaatkan jenis-jenis sumberdaya dalam pengertian tradisional bersifat independen satu dengan lainnya. Hal ini bukannya tidak memungkinkan kelompok secara keseluruhan menguasasi sumberdaya ini secara bersama-sama. Demikian pula, hak untuk memanfaatkan jasa ekosistem juga bersifat independen dari hak penguasaan oleh kelompok terhadap jasa ekosistem tersebut

Tabel 4.

Pandangan tradisional dan saat ini terhadap sumberdaya hutan

Sumberdaya (pandangan tradisional) Sumberdaya (pandangan saat ini)

• Kayu, rotan, tempat gembala

• Tanaman obat, getah/resin

• Ikan, burung, mamalia

• Jamur, madu, serangga

• Air

• Tempat penyerap dan penyimpan karbon

• Tempat rekreasi

• Kawasan dilindungi untuk pengetahuan maupun sejarah

• Kawasan dilindungi untuk kebanggaan masyarakat lokal maupun

suatu bangsa

• Keanekaragaman hayati (ekosistem, spesies, gen)

• Perlindungan daerah aliran sungai

• Perlindungan terjadinya bencana alam

• Perlindungan tanah dan iklim mikro

3. Masalah keadilan pemanfaatan sumberdaya hutan maupun masalah kelestarian fungsinya adalah bagian dari masalah manajemen pengelolaan sumberdaya hutan tersebut. Karakteristik sumberdaya hutan yang tidak dapat diperdagangkan/diekspor baik berupa jasa rekreasi serta jasa dari kawasan dilindungi Tipe II adalah sebagai berikut (Berge, 2004):

1. Secara umum jenis sumberdaya hutan ini diproduksi dari sumberdaya yang bersifat

non-subtractable, yaitu apabila dimanfaatkan

oleh pihak tertentu, pihak lain tetap dapat memperolehnya (public atau club goods)

2. Hak untuk memanfaatkan jenis sumberdaya hutan ini bersifat independen antara satu dengan lainnya. Namun, pemerintah dapat menguasai – dalam bentuk mengeluarkan kebijakan – pengelolaan sumberdaya hutan tersebut. Apabila terdapat individu/private menguasai sumberdaya hutan ini, kebijakan pengelolaan sumberdaya hutan yang diterapkan kepadanya perlu memperhatikan kepentingan pihak lain

3. Masalah manajemen pengelolaan sumberdaya hutan adalah bagaimana dalam penguasaan individu atas sumberdaya hutan juga dapat diterapkan pelaksanaan kebijakan publik. Untuk seluruh jenis manfaat hutan, keberadaan dan kelestariannya sangat tergantung pada tegakan

hutan atau stock, yaitu sumberdaya atau pabrik yang

memproduksi seluruh jenis manfaat yang dihasilkan. Stock ini merupakan kekayaan yang perlu dilindungi oleh pemiliknya. Dalam konteks inilah persoalan utama yang dihadapi hingga saat ini, bahwa stock

hutan negara belum sepenuhnya dikuasai dan dilindungi. Perlindungan hutan – khususnya hutan produksi – dalam prakteknya dilimpahkan kepada pemegang ijin. Dalam hal ini, pembangunan KPH merupakan solusi atas kondisi demikian itu. Di pihak lain telah diketahui pula bahwa manfaat sumberdaya hutan, khususnya jasa lingkungan dapat dimanfaat oleh pihak-pihak yang berada di luar pemilik atau pengelola hutan, misalnya jasa pengendalian erosi, banjir, penyerap karbon di udara, pengatur iklim mikro ataupun pemandangan indah yang dihasilkan. Dengan demikian, karakteristik sumberdaya hutan secara alami menghasilkan sifat saling tergantung antara dua kelompok masyarakat, yaitu pengelola atau pemilik hutan dan pemanfaat jasa lingkungan dari hutan tersebut. Sifat demikian itu menyebabkan pengelolaan hutan tidak lagi dapat dilakukan secara sederhana mengingat arti pentingnya bagi banyak pihak dan agar dapat diwujudkan distribusi secara adil siapa yang mengeluarkan biaya dan siapa yang memanfaatkan hasilnya, diperlukan pengembangan dan inovasi berbagai bentuk transaksi, yang kini dikenal dengan inisiatif pembayaran jasa lingkungan, perdagangan karbon, dll.

Tabel 5.

Jenis barang dan jasa hutan berdasarkan tujuan dan tingkat aktivitas manusia untuk mengadakan atau melindungi fungsi SDA

SDA memerlukan