• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

D. Pemberdayaan Guru

1. Kebijakan Pemberdayaan Guru

Dituangkan dalam Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 14 Tahun 2005 tentangGuru Dan DosenPasal 7 ayat 2 Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi

92

manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.

Bertitik tolak dari problema internal guru sebagai tenaga kependidikanan, yang pernah di lansir oleh sebuah surat kabar terkemuka di indonesia kompas pada tanggal 20 Nopember 2004 yang lalu, menuliskannya antara lain “menurunnya kualias guru, rendahnya kesejahteraan yang diterima guru, diskriminasi status guru”. Jika kita pandang keberadaan guru dan problema internal, maka pekerjaan guru bukan suatu profesi. Sedangkan kriteria profesi yang pada pekerjaan guru kurang sempurna (Yamin, 2011:1).

Upaya peningkatan kualitas layanan pendidikan dipengaruhi oleh produktivitas danprofesionalisme guru dalam memberikan layanan pendidikan. Oleh karena, beban kerjaguru sejatinya diorientasikan sebagai bagian dalam upaya memberdayakan baik bagi guru,lembaga pendidikan, maupun siswa. Pada konteks inilah telaah mengenai beban guruperlu dilakukan.

Di muat pada Jurnal Educare. Vol 1 Tahun I Januari–Juli 2007. UPI Bandung terbatas karena adanya kebijakan politik peningkatan produktivitas dan kualitas yang menindas atau pun keterbatasan guru sebagai agen pengembang karena salah didik terhadap mentalnya kurikulum, pengembangan dan sendiri. Pemikiran kritis seperti ini, pemberdayaan guru sebagai kata peningkatan kualitas pendidikan menjadi

93

memberikan sebuah arahan bahwa semangat pemberdayaan atau semangat sangat penting, terlebih lagi dengan pembebasan dari keterbatasan menjadi adanya kebijakan peraturan fungsi praktis guru dalam memberikan perundangan baru yang pendidikan. mempersyaratkan guru dan dosen untuk berbalikan dengan harapan dan mendapatkan sertifikat profesi. Dengan pemikiran Freire, di tataran empiris landasan pemikiran seperti ini, masih terlihat sejumlah guru yang ruang- pemberdayaan dalam konteks gerak hidupnya serba terbatas. Untuk pemberdayaan guru, meminjam analisa bekerja di luar profesi pendidikan dapat jadi guru tidak mampu, sementara diartikan sebagai proses belajar keinginan untuk meningkatkan profesi mengajar yang merupakan usaha keguruannya kurang modal (Babari dan Prijono, 1996:72), akhirnya terencana dan sistematis yang dilaksanakan secara berkesinambungan mereka mengambil sikap menunggu atau menanti tibanya giliran untuk baik bagi individu maupun kolektif, guna mendapatkan jatah pembinaan atau mengembangkan daya (potensi) dan pelatihan dalam jabatan (in job training) kemampuan yang terdapat dalam diri yang diselenggarakan Pemerintah baik individu dan kelompok masyarakat Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat sehingga mampu melakukan Daerah transformasi sosial.

Meminjam penjelasan yang usaha pemberdayaan guru itu sendiri dikemukakan Ginanjar Kartasasmita (self-teacher) dan juga peserta didik. (Kartasasmita, 1996) bahwa Seiring dengan hal ini, untukpemberdayaan adalah sebuah upaya mendapatkan pemahaman dan analisaproteksi terhadap

94

individu atau kelompok yang kritis terhadap beban kerja guru, masyarakat dari perlakuan yang tidak tepat kiranya untuk sedikit menjelaskanadil. Makna ini relevan untuk mengenai falsafah kerja.

Analisa kritisdikembangkan menjadi satu pendekatan terhadap makna kerja ini diharapkanbahwa pemberdayaan guru dapat dapat memberikan sumbangan dalamdidekati dari sisi hukum atau menjelaskan falsafah pemberian bebanperlindungan terhadap hak-hak asasi kerja guru sebagaimana guru secara umum dikemukakan dalam undang-undang Ketiadaan hukum yang jelas dan guru dan dosen tersebut. pasti akan mempengaruhi terhadap (a) Munculnya pembahasan hak guru dalam menerima kompensasi mengenai beban kerja, bisa disebabkan terkait kegiatan-kegiatan profesionalnya, adanya fakta bahwa (b) guru tidak efektif (c) hak guru dalam mendapatkan dalam memberikan layanan pendidikan perlakuan yang sama sebagai tenaga di sekolah, (d) rendahnya produktivitas profesi guru, dan (e) hak guru untuk guru sebagai tenaga profesi, (f) adanya mendapatkan perlakuan yang layak dari guru yang bekerja separuh waktu, (g) pengelola atau pemiliki satuan tingginya kemungkinan guru untuk pendidikan/Yayasan.

Memiliki tempat pekerjaan lebih dari satu sehubungan dengan hal ini, lahirnya lokasi dengan alasan untuk mencukupi UU Sisdiknas dan UU Guru dan Dosen kebutuhan hidup. Dengan berbagai Nomor 14 Tahun 2005 merupakan angin alasan tersebut, menyebabkan ada segar yang dapat dirasakan oleh guru kecenderungan guru kurang betah di sekolah atau

95

kurang betah menghadapi dan dosen. Namun demikian, masih ada sejumlah persoalan hukum dan anak di dalam kelas. Implikasi praktis implementasi terkait dengan peraturan dari persoalan seperti ini, sudah tentu perundangan tersebut. Salah satu akan berpengaruh langsung terhadap masalah tersebut, yaitu penafsiran dan kualitas layanan dan mutu lulusan penerapan beban kerja guru di tingkat pendidikan. satuan pendidikan. Berdasarkan pemikiran seperti ini, maka secara sistematis dan legal.

Kalau kita katakan pekerjaan guru itu merupakan profesi, banyak dasar hukum dan peraturan yang menunjukkan guru sebagai suatu profesi. Jikalau memang guru sebagai tenaga profesional, maka mereka layak menerima fasilitas apa yang diterima profesional lainnya, seperti dokter, pengacara, olahragawan, dan lain-lain. Kenyataan selama ini berbeda, coba menengok kehidupan guru-guru, kehidupan mereka pas-pasan, mungkin di suatu daerah disediakan perumahaan dinas sederhana untuk tempat menyelang mereka pensiun, begitu juga mereka yang mengajar di daerah terpencil, dan terisolir dengan gaji yang diterima tidak mencukupi kebutuhan keluarga, dan hampir tidak ada insentif, honor, di luar gaji per- bulan. Apalagi guru bantu, guru honorer, dan guru sukarela gaji yang diterima mereka tidak dapat menutupi kebutuhan keluagah per-bulan, akhirnya benar juga lagu yang disenanjungkan oleh Rhoma Iramagali lobang tutup lobang, sedangkan guru adalah manusia biasa yang memiliki banyak kebutuhan hidup, dan berusaha mencukupi kebutuhan hidup dengan kredit melalui cicilan setiap bulan, namun dipundak guru dipikul beban dan

96

tanggung jawab kependidikanan yang besar, mencerdaskan kehidupan bangsa, merubah perilaku dan moral anak didik (Yamin 2011:2).

Lanjut Yamin guru mengembangkan tugas sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, dalam pasal 39 ayat 1. Tenaga kependidikanan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Ayat 2. Pendidikan merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Dokumen terkait