Secara gradual dan fundamental, terminologi “kebijakan” berasal dari
istilah policy (inggris) atai politiek (belanda). Terminologi itu dapat diartikan
sebagai prinsip-prinsip umum yang berfungsi untuk mengarahkan pemerintah (dalam arti luas termasuk penegak hukum) dalam mengelolah, mengatur atau menyelesaikan urusan-urusan publik, masalah-masalah mayarakat atau bidang-bidang penyusunan peraturan perundang-undangan dan mengalokasikan hukum/peraturan dengan suatu tujuan (umum) yang mengarah pada upaya
mewujudkan kesejahteraan atau kemakmuran masyarakat (warga negara).45
Kejahatan atau tindak kriminil merupakan salah satu bentuk dari “prilaku meyimpang” yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyarakat. terhadap masalah kemanusiaan dan masalah kemasyarakatan yang tertua ini telah banyak usaha-usaha penanggulangan yang dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu
44
http://gunarta.blogdetik.com/2010/05/04/konsekuensi-bagi-pelaku-penyalahgunaan-narkotika-dan-prekursor-narkotika/ (diakses pada Selasa, 04 Mei 2010)
45
Lilik Mulyadi, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan Victimologi, Djambantan, Jakarta, 2007, halaman 26.
usaha pencegahan dan pengendalian kejahatan itu ialah menggunakan hukum
pidana dengan sanksinya yang berupa pidana.46
Sudarto menyebutkan bahwa kebijakan penanggulangan kejahatan dapat disebut dengan kebijakan kriminal, kebijakan kriminal itu mempunyai tiga arti yaitu :47
a. Dalam arti sempit, ialah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana; b. Dalam arti luas, ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum,
termasuk di dalamnya cara kerja pengadilan dan polisi;
c. Dalam arti paling luas (yang beliau ambil dari Jorgen Jopesen) islah keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat.
Beliau juga memberikan pengertian singkat bahwa kebijkan kriminal merupakan “suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan”.
Kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya
merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence)
dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social walfare). Oleh kerena itu
dapat dikatakan, bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari politik kriminal ialah “perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat”. Dengan
46
Muladi dan Barda Nawawi, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, 1998, halaman 148.
47
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, halaman 1.
demikian dapatlah dikatakan, bahwa politik kriminal pada hakikatnya juga merupakan bagian dari integral sosial (yaitu kebijakan atau upaya untuk
mencapai kesejahteraan sosial).48
Kebijakan penanggulangan kejahatan dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan penal (penerapan hukum pidana) dan pendekatan non penal (pendekatan di luar hukum pidana). Integrasi dua pendekatan ini
diisyaratkan dan diusulkan dalam United Nations Congress on the Prevention of
Crime and the Treatment of Offenders. Hal ini dilatarbelakangi bahwa kejahatan adalah masalah sosial dan masalah kemanusiaan. Oleh karenanya upaya penanggulangan kejahatan tidak hanya dapat mengandalkan penerapan hukum pidana semata, tetapi juga melihat akar lahirnya persoalan kejahatan ini dari
persoalan sosial, sehingga kebijakan sosial juga sangat penting dilakukakan.49
Berikut akan dijelaskan dua pendekatan kebijakan penanggulangan kejahatan di atas adalah sebagai berikut :
1. Kebijakan Non-Penal (Non-Penal Policy)
Kebijakan Penanggulangan Kejahatan lewat jalur “non penal” lebih
bersifat tindakan pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Oleh karena, itu sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan yang berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan. Dengan demikian dilihat dari kebijakan penanggulangan
48
Ibid., halaman 2. 49
Mahmud Mulyadi, Criminal Policy Pendekatan Integral Penal Policy dan Non Penal Policy dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan , Pustaka Bangsa Press, Medan, 2008, halaman 51.
kejahatan, maka usaha-usaha non penal ini mempunyai kedudukan yang strategis dan memegang peranan kunci yang harus diintensifkan dan
diefektifkan.50
Usaha-usaha non-penal ini misalnya penyantunan dan penyelidikan sosial dalam rangka mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat, penggarapan kesehatan jiwa masyarakat melalui pendidikan moral, agama dan sebagainya, peningkatan usaha-usaha kesejahteraan anak dan remaja, kegiatan pratoli dan pengawasan lainnya secara kontiniu oleh polisi dan aparat keamanan lainnya dan sebagainya.
Tujuan utama dari usaha-usaha non-penal itu adalah memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu.
Dengan pendekatan integral inilah diharapkan agar perencenaan kondisi sosial benar-benar dapat berhasil. Dan dengan demikian diharapkan pula tercapainya hakekat tujuan kebijakan sosial yang tertuang dalam rancana pembangunan nasional yaitu “kualitas lingkungan hidup yang sehat dan
bermakana.”.51
2. Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy)
Istilah “kebijakan” berasal dari bahasa Inggris “policy” atau bahasa
Belanda “politiek” istilah ini dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan
dalam kata “politik”, oleh karena itu kebijakan hukum pidana biasa disebut juga dengan politik hukum pidana. Berbicara mengenai politik hukum pidana, maka tidak terlepas dari pembicaraan mengenai politik hukum secara keseluruhan
50
Ibid., halaman 55.
51
karena hukum pidana adalah salah satu bagian dari ilmu hukum. Oleh karena itu
sangat penting utuk dibicarakan tentang politik hukum.52
Ruang lingkup kebijakan hukum pidana ini sesungguhnya meliputi masalah yang cukup luas, yaitu meliputi evaluasi terhadap substansi hukum pidana yang berlaku saat ini untuk pembaharuan substansi hukum pidana pada masa yang akan datang, dan bagaimana penerapan hukum pidana ini melalui Komponen Sistem Peradilan Pidana, serta tidak kalah pentingnya adalah upaya pencegahan terhadap kejahatan. upaya pencegahan ini berarti bahwa hukum pidana juga harus menjadi salah satu instrumen pencegah kemungkinan terjadinya kejahatan. Upaya pencegahan ini juga berarti bahwa penerapan hukum pidana harus mempunyai pengaruh yang efektif untuk mencegah
sebelum suatu kejahatan terjadi.53
Ada dua masalah sentral dalam kebijakan penanggulangan kejahatan dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana) ialah masalah penentuan :
a. Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana
b. Sanksi apa yang sabaiknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar
Penganalisaan terhadap dua masalah di atas tidak dapat dilepaskan dari konsepsi bahwa kebijakan penanggulangan kejahatan merupakan bagian integral dari kebijakan sosial. Ini berarti bahwa pemecahan masalah-masalah tersebut di
52
Mahmud Mulyadi ,op.cit., halaman 65.
53
atas harus pula diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dari kebijakan
sosial yang telah ditetapkan.54
Tujuan-tujuan tertentu yang dimaksudkan di atas adalah tujuan akhir dari kebijakan penanggulangan kejahatan ialah “perlindungan masyarakat” untuk mencapai tujuan utama yang sering disebut dengan berbagai istilah misalnya “kebahagiaan warga masyarakat/penduduk”, kehidupan kultural yang sehat dan menyegarkan, kesejahteraan masyarakat atau untuk mencapai keseimbanagan.
Dengan memperhatikan tujuan-tujuan tersebut, maka wajarlah apabila kebijakan penanggulangan kejahatan merupakan bagian integral dari rencana
pembangunan nasional.55