• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.5. Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Pesisir 1 Dimensi Ekologi

2.6.2 Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari

Kebijakan pengembangan wisata bahari dapat dilihat dari ruang lingkup kepentingan nasional, seperti dijelaskan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah yang mengatur kebijaksanaan pengembangan wisata bahari sebagai berikut:

1. UU No.4 tahun 1992 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Lingkungan Hidup.

2. UU No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

3. Kepmen Parpostel No.KM.98/PW.102/MPPT-1987 tentang Ketentuan Usaha Obyek Wisata.

4. Surat Keputusan Dirjen Pariwisata No.Kep.18/U/11/1988 tentang pelaksanaan ketentuan Obyek Wisata dan Daya Tarik wisata.

Penyusunan Agenda Formulasi Kebijakan Adopsi Kebijakan Inplementasi Kebijakan Penilaian Kebijakan Peramalan Rekomendasi Pemantauan Penilaian Perumusan Masalah

5. Surat Keputusan Bersama Mentri Kehutanan dan Mentri Parpostel No.42/KPTS-11/89 dan No.KM.1/UM.209/MPPT-1998 tentang Peningkatan Koordinasi Dua Instansi untuk Mengembangkan Obyek Wisata Alam sebagai Obyek Daya Tarik Wisata.

6. UU. No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistem.

7. UU No. 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan. 8. UU No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang.

9. UU No. 5 tahun 1994 tentang Ratifikasi Konservasi Keanekaragaman Hayati.

10. Peraturan pemerintah No. 13 tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru.

11. Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1994 tentang Pengelolaan Alam di Zona Pemanfaatan Kawasan Pelestarian Alam.

12. Peraturan Pemerintah No. 67 tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan.

2.6.3 AWOT

Analisis kebijakan untuk menentukan jenis pengembangan dan tingkat keberlanjutan wisata bahari di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang sesuai dengan potensi sumberdaya alam dan potensi budaya khas masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil menggunakan pendekatan AWOT. Metode AWOT adalah analisis SWOT (Stengths, Weaknesses, Opportunities and Threats) yang diintegrasikan ke dalam AHP (Analytical Hierarchy Process) yang bertujuan meningkatkan basis informasi kuantitatif dari proses-proses perencanaan strategis (Kuartilla dan Kajanus 1996 inYusuf 2007).

Penggabungan analisis AHP dalam SWOT ini dikarenakan analisis SWOT terlalu kualitatif. Apabila dikuantifikasikan, tidak jelas berapa bobot antara masing-masing komponen SWOT. Demikian juga, bobot antar faktor dalam komponen tersebut perlu dibuat prioritasnya sehingga dalam menentukan strategi mana yang menjadi prioritas akan lebih mudah apabila menggabungkan SWOT dan pembobotannya diperoleh dari hasil wawancara dengan responden.

Analisis SWOT adalah analisis yang mengidentifikasi berbagai faktor internal dan eksternal secara sistematis untuk merumuskan strategi suatu kegiatan. Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang dan secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman (analisis yang membandigkan faktor eksternal dengan faktor internal). Analisis AHP adalah sebuah hierarki fungsional dengan input utamanya berupa persepsi masyarakat yang berkompoten di wilayah penelitian.

Keputusan alternatif juga dapat dievaluasi dengan respek untuk masing-masing faktor SWOT dengan penggunaan AHP. Integrasi AHP ke dalam SWOT menghasilkan prioritas-prioritas yang ditentukan secara analitis berdasarkan faktor-faktor yang tercakup dalam SWOT dan membuat semua itu sepadan. Dalam hal ini, analisis SWOT menyediakan frame dasar yang akan menghasilkan keputusan situsional, sedangkan AHP akan membantu meningkatkan analisis SWOT dalam mengelaborasikan hasil analisis sehingga keputusan strategi alternatif dapat diprioritaskan. Penentuan faktor-faktor masing-masing komponen SWOT sampai pembuatan strategi ataupun program dilakukan secara partisipatoris (Saaty, 1993). Penyusunan faktor-faktor strategi dan program dilakukan oleh seluruh stakeholder yang terlibat dalam kegiatan perencanaan dan pengelolaan kawasan pesisir. Setelah dilakukan penyusunan faktor-faktor strategi dan program, kamudian dilakukan analisis AHP. Dalam analisis AHP juga digunakan AHP partisipatif, yaitu respondennya adalah seluruh stakeholder yang terlibat dalam perencanaan tersebut (Saaty, 1993).

Tahapan metode AWOT adalah: (1) mengidentifikasikan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman pemberdayaan masyarakat pesisir dengan metode SWOT dan (2) melakukan analytic hierarchy process (AHP). Berikut diuraikan tahapan metode AWOT (Budiharsono, 2001):

1. Analisis SWOT dilakukan dengan cara mengidentifikasikan berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi dalam penyusunan kebijakan. Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman.

2. Setelah melakukan analisis SWOT, selanjutnya melakukan analisis

analytic hierarchy process (AHP) dengan tahapan sebagai berikut:

merinci permasalahan ke dalam komponen-komponennya, kemungkinan mengatur bagian dari komponen-komponen tersebut ke dalam bentuk hierarki. Hierarki yang paling atas diturunkan kedalam beberapa elemen set lainnya sehingga terdapat elemen-elemen yang spesifik atau elemen yang dapat dikendalikan dicapai dalam situasi konflik (Saaty, 1993). Dengan AHP dapat dilakukan suatu pengambilan keputusan melalui pendekatan sistem. Pengambilan keputusan diusahakan untuk memahami suatu kondisi sietem dan membantu untuk melakukan prediksi dalam pengambilan keputusan. Prinsip-prinsip dasar yang dipahami dalam menyelesaikan persoalan dengan memakai AHP adalah sebagai berikut:

1. Dekomposisi: mendefinisikan permasalahan/persoalan, kemudian melakukan dekomposisi, yaitu memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika menginginkan hasil yang akurat, maka dilakukan pemecahan unsur-unsur tersebut sampai tidak dapat dipecahkan lagi, agar didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi.

2. Comperative Judgement: membuat penilaian tentang kepentingan relatif

dua elemen pada suatu tingkatan tertentu yang berkaitan dengan tingkat diatasnya. Penilaian ini merupakan inti AHP, karena akan berpengaruh pada prioritas elemen-elemen. Hasil dari penelitian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison.

3. Synthesis of Priority: setiap matriks pairwise comparison vector eigen

(ciri) nya untuk mendapatkan prioritas lokal, karena matriks pairwise

comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan

prioritas goal, dilakukan sintesis yang berbeda menurut bentuk hierarki. Pengaruh elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis yang dinamakan priority setting.

4. Logical Consistency: konsisten memiliki dua makna, pertama adalah obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keragaman dan relevansinya. Kedua adalah tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu.

Pendekatan AHP menggunakan skala Saaty mulai dari bobot 1 hingga 9. nilai bobot satu menggambarkan sama penting. Hal ini berarti bahwa atribut yang skalanya sama, nilai bobotnya satu, sedangkan nilai bobot sembilan menggambarkan bahwa atribut yang penting absolut dibandingkan dengan lainnya (Budiharsono, 2001) .

Suryadi dan Ramdhani (1998), langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data dengan metode AHP antara lain:

1. Mengidentifikasi masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. 2. Membuat sturktur yang hirarki yang diawali dengan tujuan umum,

dilanjutkan dengan sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah.

3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan konstribusi relarif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Perbandingan didasarkan

judgement dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan

suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan.

5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistenya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi.

6. Mengulangi langkah 3, 4 dan 5 untuk seluruh tingkat hierarki.

7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai vektor eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis judgement dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hierarki terendah sampai pencapaian tujuan

8. Memeriksa konsistensi hierarki. Jika nilainya lebih dari 10%, maka penilaian data judgement harus diperbaiki.

Dokumen terkait