• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Kebijakan Perikanan

Kebijakan berasal dari kata “policy” yang berupa aturan main atau set of rule of law. Kebijakan dapat berupa formal law (positive law) dan informal law. Kebijakan dapat ditingkatkan dan disempurnakan dengan melakukan berbagai analisis kebijakan. Terdapat tujuh variasi kebijakan dalam analisis kebijakan, yang sekaligus menggambarkan ruang lingkup (scope) analisis kebijakan (Hogwod and Gunn, 1986) yaitu:

38

1) Studi-studi isi kebijakan (studies of policy content). Maksud studi ini adalah menggambarkan dan menjelaskan asal mula serta perkembangan kebijakan.

2) Studi-studi tentang proses kebijakan yang lebih mengutarakan tahap-tahap yang harus dilalui oleh isu kebijakan pemerintah sebelumnya dengan menilai pengaruh dari usaha-usaha yang dilakukan dari berbagai faktor terhadap perkembangan isu.

3) Studi mengenai output kebijakan (studies of policy output) pada umumnya mengeluarkan tingkat biaya yang berbeda pada setiap daerah.

4) Studi-studi evaluasi (evaluation studies) batas-batas antara analisis untuk melihat kebijakan dampak dari suatu kebijakan terhadap kelompok sasaran.

5) informasi untuk pembuatan kebijakan (information for policy making), maksudnya adalah penyusunan dan pengumpulan data guna membantu pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan.

6) Proses nasehat (process advocacy), yaitu proses penasehatan yang tercermin dalam berbagai upaya yang dilakukan untuk menyempurnakan mesin pemerintahan melalui relokasi tupoksi guna menetapkan landasan pemilihan kebijakan.

7) Nasehat kebijakan (policy advocacy), merupakan kegiatan yang melibatkan analisis dalam pemilihan alternatif yang terdesak dalam proses kebijakan, baik secara perorangan maupun kelompok/kerjasama.

2.6.2 Kebijakan pengembangan perikanan

Pengembangan perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik (Bahari, 1989). Apabila pengembangan perikanan, dari produksi, pasca panen (penanganan dan pengolahan hasil), sampai pemasaran dikerjakan secara profesional dan berbasis iptek, maka keunggulan komparatif yang dimiliki perikanan akan menjelma menjadi keunggulan kompetitif yang merupakan aset utama bagi kemajuan dan kemakmuran bangsa Indonesia. Keunggulan kompetitif perikanan ini akan

39 terwujud apabila lingkungan bisnisnya yang meliputi kebijakan fiskal dan moneter, prasarana dan sarana, sistem hukum dan kelembagaan, serta sumber daya manusia dan iptek, bersifat kondusif bagi tumbuh suburnya usaha perikanan secara efisien, produktif dan berdaya saing tinggi (Dahuri, 2002).

Bila dilihat dari segi ekologis, kebijakan pengembangan perikanan saat ini kurang memperhatikan kelanjutan sumber daya perikanan itu sendiri. Selama ini banyak orang menilai masalah Kelautan dan Perikanan adalah masalah investasi dan promosi, sehingga seolah dengan investasi dan promosi besar-besaran sektor kelautan dan perikanan akan mengalami kemajuan. Mengingat dimensi sektor kelautan dan perikanan tidak semata masalah ekonomi, tetapi juga menyangkut ekologi, sosial budaya dan bahkan politik, maka selain promosi juga diperlukan regulasi, seperti kebijakan pengelolaan sumberdaya (fisheries management) yang memungkinkan seluruh dimensi itu tersentuh (Arif Satria,2004).

Kebijakan pengembangan perikanan dalam rangka pemanfaatan sebagaimana yang diharapkan, maka yang pertama harus dilakukan adalah menyatukan kesamaan visi pembangunan perikanan, yaitu pembangunan perikanan yang dapat memanfaatkan sumber daya ikan beserta ekosistemnya secara optimal bagi kesejahteraan dan kemajuan bangsa Indonesia, terutama nelayan dan petani ikan secara berkelanjutan.

Kebijakan pengembangan perikanan yang dilakukan harus selalu bertolak pada dasar hukum dan peraturan yang berlaku. Hukum tidak akan terlepas dari roda pemerintahan, baik dalam menjalankan kebijakan maupun dalam pengambilan keputusan. Hukum adalah seluruh norma-norma hukum yang mengatur hubungan antara seseorang, sekelompok orang atau badan hukum, termasuk lembaga pemerintahan dengan sumber daya perikanan tangkap. Hubungan ini meliputi hubungan fisik (cara pemanfaatan sumber daya), hubungan administrasi (perizinan) dan hubungan geografis (lokasi penangkapan ikan). Norma-norma hukum ini dibuat oleh lembaga eksekutif dan legislatif dalam bentuk peraturan perundang-undangan sesuai tingkatannya, dan ditegakkan oleh lembaga eksekutif dan legislatif.

Kebijakan terkait pengembangan jenis teknologi penangkapan ikan di Indonesia perlu diarahkan agar dapat menunjang tujuan umum pembangunan

40

perikanan. Kebijakan pengembangan teknologi penangkapan ikan di Indonesia haruslah mengakomodir :

1. Penyediaan kesempatan kerja yang baik

2. Jaminan pendapatan yang memadai bagi para tenaga kerja atau nelayan 3. Jaminan produksi yang tinggi untuk penyediaan protein hewani

4. Mendapatkan jenis ikan komoditi ekspor atau jenis ikan biasa diekspor 5. Tidak merusak kelestarian sumber daya ikan

Intensifikasi untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan, pada dasarnya adalah penerapan teknologi modern pada sarana dan teknik-teknik yang dipakai, termasuk alat penangkapan ikan, perahu atau kapal dan alat bantu lainnya yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing tempat. Namun modernisasi dapat menghasilkan peningkatan produksi, demikian pula tercapai peningkatan produksi, tapi belum tentu menghasilkan peningkatan pendapatan bersih nelayan. Oleh karena itu, introduksi teknik-teknik penangkapan ikan yang baru harus didahului dengan penelitian dan percobaan secara intensif dengan hasil yang meyakinkan.

Upaya pengelolaan dan pengembangan perikanan laut di masa mendatang memang akan terasa lebih berat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Tetapi dengan pemanfaatan iptek itu pulalah kita diharapkan akan mampu mengatasi keterbatasan sumber daya melalui suatu langkah yang rasional untuk mendapatkan manfaat yang optimal dan berkelanjutan. Langkah pengelolaan dan pengembangan tersebut juga harus mempertimbangkan aspek biologi, teknis, sosial-budaya dan ekonomi (Barus et al., 1991).

Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mengendalikan penangkapan ikan dan meningkatkan perikanan budidaya merupakan langkah tepat. Masa depan perikanan dunia tergantung kepada perikanan budidaya, mengingat perikanan tangkap produksinya makin menurun, sementara kebutuhan ikan dunia makin meningkat. Status perikanan dunia pada saat ini berdasarkan statistik tahun 2006, Indonesia menduduki peringkat keempat dalam produksi. Peringkat diatasnya yaitu RRC, Peru dan USA. Apabila peringkat ini dijadikan acuan menggunakan angka statistik akhir tahun 2008, dimungkinkan Indonesia

41 dapat naik peringkat menjadi ketiga. Hal ini tergantung upaya pemerintah dan dukungan masyarakat terutama dari masyarakat nelayan (Committee on Fisheries/COFI, 2009).

Saat ini, nelayan Indonesia belum dapat memanfaatkan sumber daya laut dengan benar karena terbentur pada kualitas sumber daya manusia (SDM), teknologi dan modal. Untuk dapat memiliki SDM di bidang kelautan yang handal memang membutuhkan waktu dan kemauan, karena itu semua pihak diharapkan ikut berperan. Nuitja (1998) menyatakan bahwa pengetahuan yang tergolong rendah membuat para nelayan kurang memiliki daya nalar untuk menyerap teknologi inovasi di bidang IPTEK kelautan, ditambah lagi dengan keterbatasan modal usaha yang membuat para nelayan terus terbelit dalam kemiskinan.

Dalam hal produksi atau pemanfaatan sumber daya perikanan di masa mendatang, kebijakan pengembangan perikanan perlu mencakup pengembangan beberapa hal sebagai berikut :

1. Pengembangan prasarana perikanan

2. Pengembangan agroindustri, pemasaran dan permodalan di bidang perikanan

3. Pengembangan kelembagaan dan penyelenggaraan penyuluh perikanan 4. Pengembangan sistem informasi manajemen perikanan

Citra Indonesia dalam fora perikanan internasional maupun regional semakin baik bila dilihat dari produksi, pengelolaan dan keanggotaannya.Issue yang menonjol dalam sidang dan berkait dengan kepentingan Indonesia ada 5 (lima) yaitu: 1). Illegal, Unregulated, and Unreported (IUU) Fishing; 2) Fishing Capacity, atau tingkat ketersediaan stok sumber daya ikan; 3) Small Scale

Fisheries, atau perikanan skala kecil; 4) Fish Trade, atau perdagangan

internasional; dan 5) Aquaculture, atau budidaya perikanan. Pengelolaan perikanan ke depan memerlukan upaya bersama dan serius dalam mengendalikan penangkapan (fishing capacity) dan pemberantasan IUU fishing melalui berbagai instrumen antara lain, Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) atau tatanan perikanan yang bertanggung jawab, Port State Measure, Global Record, yaitu system pencatatan semua data kapal yang ada, serta fish trade.

42

Pengembangan perikanan juga tidak dapat dipacu terus tanpa melihat batas kemampuan sumber daya yang ada ataupun daya dukungnya. Hal ini perlu menjadi perhatian dalam perumusan kebijakan untuk pengembangan perikanan terutama di daerah dengan sumber daya yang terbatas. Pada perikanan yang telah berkembang pesat, upaya pengendalian sangat diperlukan dan apabila ini dilaksanakan maka berarti telah menerapkan pembangunan perikanan yang berkelanjutan, sehingga kelestarian sumber daya dan kegiatan perikanan dapat dijamin keberadaannya (Martosubroto, et al, 1991).

2.7Matriks Penelitian Terdahulu di Kabupaten Belitung