• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Hukum Pidana dalam memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang

E. Tinjauan Kepustakaan

3. Kebijakan Hukum Pidana dalam memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang

Perlindungan hukum terhadap korban kejahatan secara memadai tidak saja merupakan isu nasional, tetapi juga internasional, karena itu hal ini perlu memperoleh perhatian yang serius. Oleh karena itu, masalah ini perlu memperoleh perhatian yang serius. Pentingnya perlindungan korban kejahatan memperoleh perhatian yang serius, dapat dilihat dalam Delcaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power oleh Perserikatan Bangsa-bangsa sebagai hasil dari The Seventh United Nation Conggres on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders yang berlangsung di Milan Italia pada September 1985. 27

Dalam satu rekomendasinya disebutkan :

Offenders or third pa rties resposible for their behaviour should, where appropriated, make fair restitution to victims, their families or dependants. Such restitution should include the return of property or payment for the harm or loss suffered, reimbursement of expenses incurred as a result of the victimization, the provision of services and retoration of rights.

Sepanjang menyangkut korban kejahatan dalam deklarasi PBB tersebut telah menganjurkan agar paling sedikit diperhatikan 4 (empat) hal sebagai berikut: a. Jalan masuk untuk memperoleh keadilan dan diperlakukan secara adil (access

to justice and fair treatment);

b. Pembayaran ganti rugi (restitution) oleh pelaku tindak pidana kepada korban, keluarganya atau orang lain yang kehidupannya dirumuskan dalam bentuk sanksi pidana dalam perundang-undangan yang berlaku;

27

c. Apabila terpidana tidak mampu, negara diharapkan membayar santunan

(compensation) finansial kepada korban, keluarganya atau mereka yang menjadi tanggungan korban;

d. Bantuan materiil, medis, psikologis dan sosial kepada korban, baik melalui negara, sukarelawan, masyarakat (assistance).28

Dalam deklarasi tersebut, bentuk perlindungan yang diberikan mengalami perluasan tidak hanya ditujukan pada korban kejahatan (victims of crime), tetapi juga korban akibat penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).

Keadilan dan hak asasi manusia dalam kaitannya dengan penegakan hukum pidana memang bukan merupakan pekerjaan yang sederhana untuk direalisasikan. Banyak peristiwa dalam kehidupan masyarakat menunjukkan kedua hal tersebut kurang memperoleh perhatian yang serius dari pemerintah, padahal sangat jelas dalam Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia, perikemanusiaan dan perikeadilan mendapat tempat yang sangat penting sebagai perwujudan dari sila kemanusian yang adil dan beradab serta sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selama ini perlindungan hukum terhadap korban kejahatan kurang diperhatikan dalam penegakan hukum.

Menurut Muladi dan Barda Nawawi Arief, ada dua model Perlindungan Hukum, yaitu sebagai berikut : 29

a. Model hak-hak prosedural (the procedural rights model)

Model ini diperancis disebut partie civile model (civil action sistem). Model ini menekankan dimungkinkan berperan aktifnya korban dalam

28

Ibid, Halaman 178

29

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana ( Bandung : Alumni. 1992), hal aman 79-80

proses peradilan pidana seperti membantu jaksa, dilibatkan dalam setiap tingkat pemeriksaan perkara, wajib didengar pendapatnya apabila terpidana dilepas bersyarat dan lain-lain. Model ini melihat korban sebagai subjek yang harus diberi hak-hak yuridis yang luas untuk menuntut dan mengejar kepentingan-kepentingannya.

Keuntungan model ini adalah model ini dianggap dapat memenuhi perasaan untuk membalas si korban maupun masyarakat. Selain itu, keterlibatan korban seperti ini memungkinkan korban untuk memperoleh kembali rasa percaya diri dan harga diri dan meningkatkan arus informasi yang berkualitas kepada hakim sebab biasanya arus informasi ini didominasi terdakwa yang melalui kuasa hukumnya yang dapat menekan korban sebagai saksi korban dalam persidangan.

Model ini juga memiliki kelemahan, bahwa model ini dapat menimbulkan konflik antara kepentingan umum dan kepentingan pribadi. Partisipasi korban dalam administrasi peradilan pidana dapat menempatkan kepentingan umum dibawah kepentingan pribadi, padahal sistem peradilan pidana harus berlandaskan pada kepentingan umum. Kerugian lain adalah ada kemungkinan hak-hak yang diberikan pada korban dapat menimbulkan beban mental bagi yang bersangkutan dan membuka peluang untuk menjadikannya sebagai sasaran tindakan-tindakan yang bersifat menekan dari pelaku tindak pidana.

Secara psikologis, praktis dan finansial kadang-kadang dianggap juga tidak menguntungkan. Kegelisahan, depresi, dan sikap masa bodoh korban

tidak memungkinkan baginya berbuat secara wajar, dan berpendidikan rendah. Jadwal persidangan yang ketat dan berkali-kali akan mengganggunya baik secara praktis maupun finansial dan dapat juga dikatakan bahwa suasana peradilan yang bebas yang dilandasi asas praduga tak bersalah dapat terganggu oleh pendapat korban tentang pemidanaan yang akan dijatuhkan dan hal ini didasarkan atas pemikiran yang emosional dalam rangka pembalasan.

b. Model pelayanan (the services model)

Model ini menekankan pada pemberian ganti kerugian dalam bentuk kompensasi, restitusi, dan upaya pengembalian kondisi korban yang mengalami trauma, rasa takut, dan tertekan akibat kejahatan, sehingga diperlukan standar baku bagi pembinaan korban yang dapat digunakan polisi. Pendekatan ini melihat korban kejahatan sebagai sasaran khusus untuk melayani dalm kerangka para penegak hukum.

Keuntungan model ini adalah model ini dapat digunakan sebagai sarana pengembalian kondisi korban yang dinamakan integrity of the sistem of institutionalized trust, dalam kerangka perspektif komunal. Korban akan merasa dijamin kembali kepentingannya dalam suasana tertib sosial yang adil. Suasana tertib, terkendali dan saling mempercayai dapat diciptakan kembali. Model ini dapat menghemat biaya sebab dengan bantuan pedoman yang baku, peradilan pidana dapat mempertimbangkan kerugian-kerugian yang diderita korban dalam rangka menentukan kompensasi bagi korban.

Kelemahan model ini antara lain, kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada polisi, jaksa dan pengadilan untuk selalu melakukan tindakan-tindakan tertentu kepada korban, dianggap akan membebani penegak hukum karena semua didasarkan atas sarana dan prasarana yang sama. Efisiensi dianggap juga akan terganggu, sebab pekerjaan yang bersifat profesional tidak mungkin digabungkan dengan urusan-urusan yang dianggap dapat mengganggu efisiensi. Dengan adanya kelemahan-kelemahan tersebut, maka perlindungan hukum di Indonesia yang berkaitan dengan korban kejahatan perdagangan orang haruslah berimbang antara kepentingan pelaku masyarakat, negara, dan kepentingan umum. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.30 Perlindungan anak dapat juga diartikan sebagai segala upaya yang ditujukan untuk mencegah, rehabilitasi dan memberdayakan anak yang mengalami tindak perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran, agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang secara wajar, baik fisik, mental maupun sosialnya. Perlindungan anak adalah suatu usaha melindungi anak agar dapat melaksanakan hak dan kewajibannya.31

Dasar pelaksanaan Perlindungan Anak adalah :

30

Lihat Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

31

a. Dasar Filosofis, Pancasila dasar kegiatan dalam berbagai bidang

kehidupan keluarga, bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa, dan dasar filosofis pelaksana perlindungan anak

b. Dasar Etis, Pelaksanaan perlindungan anak harus sesuai dengan etika

profesi yang berkaitan, untuk mencegah perilaku menyimpang dalam pelaksanan kewenangan, dan kekuatan dalam pelaksanaan Perlindungan Anak

c. Dasar Yuridis, Pelaksanaan perlindungan anak harus didasarkan pada

UUD 1945 dan berbagai peraturan Perundang-undangan lainnya yang berlaku. Penerapan dasar yuridis ini harus secara integratif, yaitu penerapan terpadu menyangkut peraturan perundang-undangan dari berbagai bidang hukum yang berkaitan.32

Prinsip-prinsip Perlindungan Anak adalah :

a. Anak tidak dapat berjuang sendiri; Salah satu prinsip yang digunakan

dalam perlidungan anak adalah anak itu modal utama kelangsungan hidup manusia, bangsa dan keluarga, untuk itu hak-haknya harus dilindungi. Anak tidak dapat melindungi sendiri hak-haknya, banyak pihak yang memperngaruhi kehidupannya. Negara dan masyarakat berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak.

b. Kepentingan terbaik anak (the best interest of the child); agar

perlindungan anak dapat diselenggarakan dengan baik, dianut prinsip yang menyatakan bahwa kepentingan terbaik anak harus dipandang sebagai of

32

paramount importence (memperoleh prioritas tertinggi) dalam setiap keputusan yang menyangkut anak. Tanpa prinsip ini perjuangan untuk melindungi anak akan mengalami banyak batu sandungan. Prinsip the best interest of the child digunakan karena dalam banyak hal anak “korban”, disebabkan ketidaktahuan anak, karena usia perkembangannya. Jika prinsip ini diabaikan, maka masyarakat menciptakan monster-monster yang lebih buruk di kemudian hari.

c. Ancaman daur kehidupan (life-circle approach); Perlindungan anak mengacu pada pemahaman bahwa perlindungn anak harus dimulai sejak dini dan terus menerus. Perlindungan hak-hak anak yang mendasar bagi pradewasa juga diperlukan agar generasi penerus tetap bermutu. Orang tua yang terdidik mementingkan sekolah anak-anak mereka. Orang tua yang sehat jasmani dan rohaninya, selalu menjaga tingkah laku kebutuhan, baik fisik maupun emosional anak-anak mereka.

d. Lintas Sektoral; Nasib anak tergantung dari berbagai faktor lain yang

mikro maupun makro, yang langsung maupun tidak langsung. Kemiskinan, perencanaan kota dan segala penggusuran, sistem pendidikan yang menekankan hafalan dan bahan-bahan yang tidak relevan, komunitas yang penuh dengan ketidakadilan, dan sebagainya, tidak dapat ditangani oleh sektor terlebih keluarga atau anak itu sendiri. Perlindungan terhadap anak adalah perjuangan yang membutuhkan sumbangan semua orang di semua tingkatan.33

33