• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

2.2.13. Kebijakan Publik

Menurut R. Nugroho (2003 : 51), kebijakan publik adalah penggerak seluruh kehidupan bersama, seluruh organisasi, baik Pemerintahan, bisnis, maupun nirlaba, di setiap Negara.

Menurut Dye dalam Alisjahbana (2004 : 3), kebijakan publik adalah suatu upaya untuk mengetahui apa sesungguhnya yang dilakukan oleh pemerintah, kenapa mereka melakukan hal itu, dan apa yang menyebabkan mereka melakukan secara berbeda-beda.

a. Merupakan rangkaian keputusan politik.

b. Melibatkan seorang aktor politik dan atau sekelompok lain. c. Sebagai proses pemilihan tujuan dan sarana untuk mencapainya. d. Berlangsung dalam situasi tertentu.

e. Ada dalam lingkup atau batas-batas kekuasaaan para aktor.

Menurut Anderson dalam Tangkilisan (2003 : 2), kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan publik itu yaitu : a. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai

tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan. b. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah.

c. Kebijakan publik merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan.

d. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.

Dari beberapa pendapat ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehudupan masyarakat.

Menurut Winarno (2004 : 28-30), proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu, beberapa ahli politik

yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan public membagi proses-proses penyusunan kebijakan public ke dalam beberapa tahap, antara lain : 1. Tahap Penyusunan Agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda public. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahan untuk masalah tesebut ditunda untuk waktu yang lama. 2. Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tersebut didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan “bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.

3. Tahap Adopsi Kebijakan

Dari sekian banyak alternative kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan ari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

4. Tahap Implementasi Kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan

oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia.

5. Tahap Evaluasi Kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasikan untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Oleh karena itu, ditentukan ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.

Kemudian jika didasarkan pada pendapat Van Mater dan Van Horn, serta Edward III dalam Joko Widodo (2001:197), diidentifikasikan variabel yang dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan dalam implementasi kebijakan antara lain adalah :

1. Standart dan Tujuan

Dalam setiap kebijakan publik, standart dan tujuaqn harus senantiasa dicantumkan dengan jelas pada tiap – tiap program, karena dengan jelasnya standart dan tujuan tadi, maka akan dengan mudah untuk melaksanakan kebijakan tadi, begitu pula sebaliknya.

Penetapan standart dan tujuan tersebut dapat berupa suatu peraturan, garis petunjuk program, yang didalamnya juga terdapat kriteriamya untuk kepentingan evaluasi suatu kebijakan.

2. Komunikasi

Supaya kebijakan publik tadi dapat tercapai secara efektif, maka apa yang menjadi standart dan tujuan tadi harus dipahami oleh idividu – individu dan (implementors) yang bertanggung jawab atas pencapaian

tujuan dan standart tadi, oleh karenanya perlu dikomunikasikan kepada pelaksana tadi secara konsisten dan seragam dari berbagai sumber informasi.

Komunikasi kebijakan mencakup dimensi transformasi (transmission), kejelasan (clarity), dan konsistensi (consistency).

Dimensi transmisi menghendaki agar kebijakan publik disampaikan tidak hanya saja kepada pelaksana (implementors), tetapi kepada kelompok sasaran kebijakan, dan pihak lain yang berkepentingan, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan publik tadi.

Dimensi kejelasan menghendaki agar kebijakan yang ditransmisikan kepada pelaksana dapat diterima dengan jelas, sehingga mereka mengetahui apa yang menjadi maksud, tujuan, dan sasaran serta substansi dari kebijakan publik tersebut.

3. Sumber Daya

Sumber – sumber penting dalam implementasi kebijakan yang dimaksud antara lain mencakup :

a. Staf

Dalam konteks ini seriap staf harus memiliki keahlian dan kemamapuan untuk melaksanakan tugas, anjuran, perintah dari atasan (pimpinan). Selain itu jumlah staf yang dibutuhkan dan keahliannya juga harus sesuai dengan tugas pekerjaan yang ditanganinya.

b. Dana

Diperlukan untuk membiayai implementasi kebijakan. c. Informasi

Informasi yang relevan dan cukup dalam bagaimana cara pengimplementasian kebijakan sangat diperlukan, karena para pelaksana tidak melakukan kesalahan.

d. Kewenangan

Diperlukan untuk menjamin dan meyakinkan bahwa kebijakan yang akan dilaksanakan adalah sesuai dengan yang mereka kehendaki.

e. Fasilitas

Merupakan sarana yang digunakan untuk operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang meliputi antara lain gedung, tanah, dan sarana yang kesemuanya akan memudahkan dalam memmberi pelayanan dalam implementasi kebijakan.

4. Disposisi

Disposisi dalam implementasi kebijakan publik ini diartikan sebagai kecenderungan, keinginan, atau kesepakatan para pelaksana untuk melaksanakan kebijakan. Implementasi kebijakan ini jika ingin berhasil secara efektif dan efisien, maka pelaksana tidak hanya harus memahami apa yang harus dilakukan dan harus mempunyai kemampuan untuk melakukan saja, tetapi juga mempunyai kemauan untuk melaksanakan kebijakan tersebut.

5. Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi adalah menyangkut masalah standart prosedur operasi yang akan memudahkan dan menyeragamkan tindakan dari para pelaksana kebijakan dalam melaksanakan apa yang menadi tugasnya.

Struktur birokrasi ini mencakup struktur organisasi, pembagian kewenangan, hubungan antara unit – unit organisasi, dan hubungan antara organisasi dengan organisasi lain atau luar.

6. Pendekatan Kontrol Diri Sendiri

Pendekatan ini didasarkan pada lemahnya kontrol eksternal yang disampaikan kepadanya. Pendekatan ini juga menegaskan bahwa oleh karena kurangnya pembatasan, dalam bentuk birokrat harus melayani publik, namun mereka sering sendiri dalam posisi yang menentukan bagaimana mereka melakukan, maka kontrol Pendekatan ini didasarkan pada lemahnya kontrol eksternal yang disampaikan kepadanya. Pendekatan ini juga menegaskan bahwa oleh karena kurangnya pembatasan, dalam bentuk birokrat harus melayani publik, namun mereka sering sendiri dalam posisi yang menentukan bagaimana mereka melakukan, maka kontrol kerja lebih bersifat politis dalam mencapai apa yang menjadi tujuan kontrol.

Dokumen terkait