• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan Publik

2.2.8 Distribusi dan kebocoran

2.2.8.2 Kebocoran Air

Definisi kebocoran air menurut Kodoatie dan Sjarief (2008), adalah perbedaan jumlah air yang diproduksi oleh produsen air dan jumlah air yang terjual kepada konsumen sesuai yang tercatat di meter-meter air pelanggan. Jadi jumlah air yang dikategorikan bocor jumlah air yang tidak tecatat terutama yang disebabkan oleh kebocoran air dan adanya meter air tanpa registrasi, termasuk air yang digunakan untuk pemadam kebakaran, pencuci jalan, pembilas pipa/saluran, dan pelayanan air tanpa meter air serta karena kesalahan pembacaan mter air, dan sambungan liar. Kebocoran air terjadi dari sumber air sampai kepada pemakaian.

Kebocoran atau kehilangan air dapat dibedakan menjadi dua yaitu; kebocoran air baku atau kehilangan air dan kebocoran air bersih.

1. Kebocoran air baku atau kehilangan air.

Kebocoran air baku atau kehilangan air dari sumber air baku sampai WTP disebabkan oleh bermacam-macam antara lain: pencurian air, bocor di sistem infrastruktur pengairan, dialihkan untuk kegiatan lain, sumber berkurang

karena terjadi alih fungsi lahan di DAS dan CAT, dan degradasi lingkungan. Keberlanjutan sumber air baku sangat tergantung dari pengelolaan sumber daya air baik di DAS maupun di CAT. Secara umum kapasitas sumber air baku baik air permukaan maupun air tanah cenderung turun (Kodoatie dan Sjarief, 2008). Keberlanjutan suplai baku sampai ke WTP, kuantitas air tergantung banyak pihak, banyak faktor dan banyak aspek, untuk itu diperlukan suatu kerjasama lintas wilayah secara terpadu, multi sektor dan multi dimensi.

2. Kebocoran air bersih.

Kebocoran air pada sistem suplai air bersih mulai dari WTP sampai pemakai dibedakan menjadi dua, yaitu (PERPAMSI dkk., 1990 dengan elaborasi dan modifikasi, dalam Kodoatie dan Sjarief, 2008):

• Kebocoran Fisik: kehilangan air secara fisik disebabkan oleh berbagai hal, seperti bocornya sumber air akibat kerusakan bangunannya, kebocoran pipa baik di transmisi maupun di distribusi, di saluran terbuka karena kerusakan dinding atau dasar saluran, air dalam reservoir yang melimpas keluar, penguapan, pemadam kebakaran, pencuci jalan, pembilas pipa/saluran, dan pelayanan air tanpa meter air kadang-kadang terjadi sambungan yang tidak tercatat.

• Kebocoran Administrasi: Jumlah air yang bocor secara administrasi terutama disebabkan meter air tanpa registrasi, juga termasuk kesalahan di dalam sistem pembacaan, jumlah air yang diambil tidak sesuai dengan peruntukkannya, pengumpulan dan pembuatan rekening begitu juga kasus- kasus (kolusi, korupsi, dan nepotisme) yang berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kebocoran air.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa 70% lembaga yang mengelola air minum (PAM) termasuk dalam kategori tidak sehat. Hal ini dapat dilihat dari adanya kebocoran air secara nasional mencapai 30 s.d 40% bahkan kebocoran air di DKI Jakarta dalam kurun waktu 2003 sampai dengan 2008 mencapai angka 45% s.d. 50%. Pada tahun 2003 produksi air bersih PAM Jaya sebesar 497.662.644m3 sedangkan air yang terjual sebesar 274.102.317 terjadi kehilangan air sebesar 44,92%. Pada tahun 2008 produksi air PAM Jaya sebesar 517.964.539m3, air

terjual sebesar 258.940.000m3, kehilangan air sebesar 50,01%. Kehilangan air yang disebabkan oleh kebocoran, ketidaktepatan pencatatan meteran, pencurian air dan lain-lain dalam terminologi air bersih biasanya disebut dengan kebocoran. Kebocoran ini berakibat pada tingginya harga air bersih dan sekaligus mengindikasikan bahwa pengelolaan air bersih tidak efisien. Sehingga perlu dilakukan evaluasi agar bisnis ini dapat berjalan dengan sehat dengan tetap memperhatikan harga yang terjangkau dan keseimbangan dengan lingkungan. 2.3 Pengelolaan Sumber daya Air Lintas Wilayah Berbasis Otonomi

Untuk memenuhi kebutuhan air yang terus meningkat diperlukan suatu pengelolaan sumber daya air terpadu. Beberapa program dan kebijakan telah dikeluarkan oleh pemerintah, termasuk kebijakan pengelolaan air lintas wilayah yang dituangkan dalam Undang-undang No. 7 Tahun 2004 pasal 14 huruf e dan f serta pasal 15 hruf e . Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Pengelolaan air bersih terkait dengan pengelolaan sumber daya air secara menyeluruh merupakan persoalan yang melibatkan berbagai sektor dan berbagai kepentingan.

Pada era otonomi daerah diperlukan koordinasi dan kerjasama antar daerah yang dilandasi dengan kesatuan Negara RI, kerjasama tersebut terutama terkait dengan pengelolaan air bersih. Pengelolaan air bersih dan pengelolaan dan pemanfaatan DAS yang mengalir tanpa mengenal batas wilayah administrasi diperlukan suatu kerangka kerjasama yang jelas siapa berbuat apa dan konsep pendanaan yang jelas pula. Keterlibatan berbagai sektor dan instansi pemerintah dalam pengelolaan air dapat terlihat pada Gambar 8.

Gambar 6. Pemanfaatan SDA oleh stakeholders untuk berbagai keperluan (Sumber Kodoatie:2009 )

Hampir semua instansi terlibat dalam pengelolaan air, namun masih bersifat sektoral dan kurang terpadu. Instansi yang terlibat langsung dan tidak langsung dalam pengelolaan sumber daya ari misalnya Kementrian Pekerjaan Umum, Kementrian ESDM, Kementrian Keuangan, Bappenas, Kementrian Kehutanan, Kemendagri, Pemda, PDAM, PJT, Dewan Sumber Daya Air, Komisi Irigasi dan berbagai LSM lainnya. Adapun peran masing-masing dalam pengelolaan sumber daya air dibahas pada bab selanjutnya. Dalam pelaksanaan perannya diperlukan keterpaduan antar instansi antar stakeholder antar daerah. Keterpaduan antar komponen dalam pengelolaan sumber daya air dapat terlihat pada Gambar 9.

Dep. Pekerjaan umum

Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral

Dep. Kehutanan Depdagri: ‐Pusat ‐Provinsi ‐Kab/ Kota ‐Masyarakat ‐Swasta Dan Lain-Lain Sumber Daya Air Permukaan -Sungai -Waduk -Danau -Dll Sumber Daya Air Tanah -Dangkal -Dalam (akuifer) Sumber Daya Lahan: -Hutan -Sawah -Perkebunan -Daerah industri -Dll Irigasi Air Minum Kebutuhan Pertanian Air Baku PLTA Eksploitasi Lahan (Perubahan) untuk PAD Industri/Pabr Dan Lain-

Akibat semua merasa berhak (mengelola, memakai, mengeksploitasi) maka tanpa keterpaduan terjadi degradasi sumber daya air baik secara kuantitas

Gambar 7. Komponen-komponen PSDA terpadu (GWP,2001) 2.4 Pengelolaan Kualitas Air

Masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus menerus meningkat dan kualitas air untuk kebutuhan domestik terus menurun. Jadi masalah air minum saat ini selain masalah kuantitas pasokan air baku juga masalah kualitas air baku. Kualitas air baku menentukan kualitas air bersih maupun air minum yang diproduksi oleh pengelola. Padahal selain kuantitas, untuk air minum yang perlu diperhatikan adalah masalah kualitas agar masyarakat dapat mengkomsumsi air yang layak untuk minum.

A. E n abling En vir onment a.Kebijakan (Policy)

1. Penyiapan Kebijakan Sumber Daya Air Nasional 2. Kebijakan Yang Terkait Dengan Sumber Daya Air 3. Visi dan Misi Pengembangan Sumber Daya Air b. Kerangka Kerja Legislatif

1. Reformasi Peraturan Yang Ada 2. Peraturan Tentang Sumber Daya Air 3. Peraturan Untuk Kualitas dan Kuantitas Air 4. Penegakan Hukum (Law Enforcement) c. Finansial

1. Pengertian Biaya dan Manfaat/Pendapatan 2. Kebijakan-Kebijakan Investasi

3. Pengembalian Biaya dan Kebijakan-Kebijakan Denda 4. Penilaian Investasi (Investment Appraisal)

B. Peran2 I n st itusi & Pelak u

a. Penciptaan Kerangka Kerja Organisasi

1. Organisasi Lintas Batas Untuk Pengelolaan Sumber Daya Air 2. Dewan Air Nasional (National Apex Bodies)

3. Organisasi Daerah Aliran Sungai (River Basin-Organisations) 4. Badan Pengatur dan Agen Penegak

5. Penyedia Pelayanan (Service Providers) b. Peran Publik dan Swasta

1. Reformasi Institusional Sektor Publik

2. Institusi Masyarakat Umum dan Organisasi Komunitas 3. Wewenang Lokal (Local authorities)

4. Peran Sektor Swasta

c. Pengembangan Sumber Daya Manusia (Institutional Capacity Building) 1. Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu pada Profesi

Keairan

2. Kapasitas Pengaturan

Kualitas air menyangkut kualitas fisik, kualitas kimia, dan kualitas biologi. Kualitas fisik meliputi kekeruhan, temperatur, warna, bau dan rasa. Kualitas kimia berhubungan dengan ion-ion senyawa ataupun logam dan residu dari senyawa lainnya yang bersifat racun. Senyawa-senyawa tersebut terdeteksi dari bau, rasa, dan warna air yang sudah berubah. Kualitas biologi berkaitan dengan kehadiran mikroba pathogen, pencemar, dan penghasil toksin. Lembaga yang melakukan pemantauan terhadap kualitas air adalah Badan Pengendali Lingkungan Hidup (BPLH).