TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebijakan Publik
2.1.4 Setting Agenda
Teori tentang agenda setting berkembang ketika Mc Combs dan Shaw melakukan investigasi atau penelitian tentang pemilihan presiden pada tahun 1968, 1972 dan 1976. Menurut Ismujiarso, teori agenda setting berkembang pada dekade 60-an, ketika belum ada internet, sehingga Ismujiarso mempertanyakan apakah kondisi tersebut masih relevan mengingat munculnya teknik-teknik dan media-media baru komunikasi dewasa ini, benarkah masih serelevan itu?
Menurut Spring (2002) agenda setting as defined in “mass media, mass culture” is the process whereby the mass media determine what we think and worry about. Menurut Ismujiarso tentang teori agenda setting, ide dasarnya adalah media (komunikasi) masa lebih dari sekedar pemberi informasi dan opini. Namun, teori ini percaya bahwa media sangat berhasil mendorong audiensnya untuk menentukan apa yang perlu mereka pikirkan. Agenda setting menggambarkan betapa powerfull-nya (pengaruh) media, terutama dalam kemampuannya menunjukkan kepada kita, ini lho isu-isu yang penting. Teori ini mengandung asumsi bahwa media tidak semata-mata mengabarkan informasi dan opini, melainkan lebih daripada itu, juga menyeleksi dan menentukan informasi maupun opini tersebut.
Pendekatan setting agenda, yaitu yang membahas bagaimana persoalan dan agenda dibentuk dalam setting institusional, bagaimana partai, kelompok kepentingan dan pembuat kebijakan saling berinteraksi untuk menentukan apa-apa yang dianggap isu politik dan apa-apa yang bukan isu politik. Proses politik mungkin tak terlalu terbuka untuk memasukan semua problem kedalam perhatian politik. Pada pembahasan berikutnya, akan membahas konstribusi penting untuk analisis agenda oleh para teoritis yang berpendapat bahwa keputusan riil dalam proses kebijakan adalah kekuasaan untuk tidak membuat keputusan (non- decission), yakni kapasitas dari salah satu kelompok untuk menghalang-halangi masuknya ide, perhatian, kepentingan dan problem kedalam agenda utama. Pendapat ini juga menyatakan bahwa jika kita ingin memahami problem didefinisikan dan agenda ditetapkan kita harus masuk lebih jauh kedalam relasi kekuasaan, kedalam cara nilai dan keyakinan orang-orang dibentuk oleh
kekuatan-kekuatan yang tidak bisa diamati secara empiric atau behavioral (Kartodiharjo, 2009).
Kekuasaan riil dalam proses kebijakan adalah kekuasaan untuk tidak membuat keputusan, yakni kapasitas dari salah satu kelompok untuk menghalangi masuknya ide, perhatian, kepentingan dan problem itu ke dalam agenda utama. Jika kita ingin memahami bagaimana problem itu didefinisikan dan agenda itu ditetapkan, maka kita harus masuk ke dalam relasi kekuasaan dan ke dalam cara nilai atau diamati secara empiris atau behavioral. Selanjutnya yaitu pendekatan makro yang lebih sintesis dengan menfokuskan pada pendekatan-pendekatan mengajukan penjelasan yang makro.
Kita dapat sepakat pada isunya tapi tidak sepakat pada apa yang sesungguhnya menjadi persoalan dan karena itu kita juga bisa berbeda pendapat soal kebijakan yang harus diambil. Fakta adalah sesuatu yang tidak berbicara sendiri, namun perlu penafsiran. Sebuah problem harus didefinisikan, distrukturisasi, diletakkan dalam batas-batas tertentu dan diberi nama. Sebuah problem harus didefinisikan, distrukturisasi, diletakkan dalam batas-batas tertentu dan diberi nama. Problem berkaitan dengan persepsi, dan persepsi berkaitan dengan konstruksi. Karakteristik utama dari problem kebijakan, yang berbeda dengan jenis lain semisal matematika atau fisika adalah problem-problem itu sulit didefinisikan dengan baik. Sebuah definisi suatu problem adalah bagian dari problem itu sendiri. Kesulitan dengan problem kebijakan ini diperparah oleh kompleksitas dan definisinya yang kurang jelas (ill-defined) yang pada akhirnya mengakibatkan ill-structured.
Pada kebijakan publik yang bersifat otonomi daerah, umumnya sebelumnya dilakukan focus grup discussion dan kajian akademis terlebih dahulu. Mengingat pada kebijakan publik juga perlu memperhatikan cakupan daerah lain serta melibatkan beberapa daerah sekitarnya. Terlebih lagi apabila kebijakan publik yang berlaku setelah otonomi daerah tersebut merupakan kebijakan lintas wilayah dan terdiri dari beberapa daerah otonom dan juga melintasi antar propinsi, maka diperlukan suatu kajian yang mendalam baik tentang kebijakan yang ada di tingkat pusat maupun daerah masing-masing. Kajian tersebut dengan melakukan
analisis konten sehingga dapat dievaluasi kebijakan mana yang mendukung otda dan kebijakan mana yang tidak mendukung otda serta kebijakan mana yang tumpang-tindih. Agenda-setting atau penetapan atau pembentukan agenda pernah dilakukan oleh Mayer (1991), “Gone yesterday, here today,” melakukan studi kasus kebijakan konsumen dengan mengkaji peran isu dalam pembentukan agenda (agenda-setting) berdasarkan dua model: satu arah (unidirectional) (media mempengaruhi media agenda konsumen yang dibuat oleh Pemerintah Amerika dan model banyak arah (multidirectional) (agenda kebijakan pemerintah mempengaruhi liputan media dan opini publik). Adapun sebagian dari kesimpulannya seperti yang tertera di bawah ini.
“Jika dilihat bersama-sama, bukti-bukti yang tersedia pada periode 1960- 1987 menunjukkan bahwa isu konsumen pertama-tama diangkat ke agenda kebijakan, mungkin karena perhatian personal dari presiden dan anggota konggres. Kemudian, setelah perhatian pemerintah federal terhadap problem konsumen dilegitimasi oleh tindakan eksekutif dan legislatif, muncullah pola satu arah (unideirectional) tersebut”.
Pendekatan opini publik untuk penentuan agenda (agenda setting) bisa dikatakan telah dimulai sejak terbitnya karya Malcolm McCombs dan Donald Shaw pada tahun 1972. Mereka mengemukakan hipotesis bahwa meskipun peran media dalam mempengaruhi arah atau intensitas sikap masih diragukan, tetapi ‘media masa menentukan agenda untuk setiap kampanye politik, dan mempengaruhi sikap terhadap isu-isu politik” (McCombs dan Shaw, 1972:1977). Rogers dan Dearing (1987) membedakan tiga jenis agenda: media, publik, dan kebijakan. Riset mereka menunjukkan bahwa, berbeda dengan model McCombs dan Shaw, penetapan agenda lebih merupakan proses. Media masa memang mempengaruhi agenda publik, seperti diyakini McCombs dan Shaw, namun agenda publik juga mempengaruhi agenda kebijakan, termasuk juga agenda media. Akan tetapi, pada beberapa isu, agenda kebijakan memberikan dampak besar pada agenda media. Adapun model penetapan agenda seting dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 1. Model penetapan agenda menurut Rogres dan Dearing (diadaptasi dari McQuail dan Windhl, 1993)
2.2 Pengelolaan Sumber daya Air
Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, pemantauan, mengevaluasi penyelenggaraaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Pola pengeloaaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makluk hidup yang akan datang (UU Nomor 7 Tahun 2004).
Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas. Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sumber daya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras (UU Nomor 7 2004, pasal 2 sampai pasal 5).
Pengalaman personal dan komunikasi antar personal
Agenda media Agenda publik Agenda kebijakan
Pengertian sumber daya air menurut UU Nomor 7 Tahun 2004 adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun dibawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan dibawah permukaan tanah.