• Tidak ada hasil yang ditemukan

MATERI 3: MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN

3) Kebudayaan Masyarakat Bercocok Tanam Menetap

Bercocok tanam menetap dalam berbagai jenis lingkungan alam dengan iklim dan cuaca yang berbeda-beda dapat dilakukan oleh manusia karena pengetahuan manusia telah mencapai taraf yang mengharuskan mereka mengatasi berbagai rintangan alam. Dalam bercocok tanam menetap terdapat keanekaragaman teknik dalam mengolah tanah. Hal ini disesuaikan dengan jenis tanaman yang ditanam, iklim, cuaca, vegetasi dan lain-lainnya.

Sistem peralatannya dibagi dua yaitu pertama, bercocok tanam tanpa bajak (hand agriculture, hoe agriculture atau horticulture). Dalam sistem ini tanah diolah dengan cangkul terlebih dahulu sebelum ditanami, kadang teknik ini juga sudah dilaksanakan pada teknik berladang. Kedua, bercocok tanam dengan bajak (plough agriculture) dengan menggunakan tenaga hewan atau manusia untuk menariknya. Dengan bajak petani dapat mengolah tanah lebih luas dan merata daripada menggunakan

cangkul. Hewan yang digunakan untuk menarik biasanya kuda, kerbau, atau sapi.

Sistem kepemilikan tanah pada masyarakat ini beragam, umumnya kepemilikan tanah secara pribadi sudah diakui. Berikut ini kepemilikan tanah yang ada dalam masyarakat petani menetap di Jawa yang memiliki kepadatan 480 jiwa/km persegi, di tempat lain bahkan telah mencapai 800 jiwa/km persegi.

Berbagai sistem kepemilikan tanah pertanian yang ada di Jawa sebagai berikut: pertama, sistem kepemilikan umum (berdasarkan sistem kepemilikan komunal), dengan pemanfaatan lahan secara bergantian; kedua, sistem kepemilian komunal dengan kemungkinan untuk mengalihkan pemanfaatan lahan kepada orang lain; ketiga, sistem kepemilikan komunal dengan kemungkinan pemanfaatan lahan secara terus-menerus; dan keempat, sistem kepemilikan individu.

Pengerahan tenaga dalam bercocok tanam tetap dengan mekanisme sebagai berikut:

a) Pekerjaan tidak dilakukan berlangsung terus-menerus selama jangka waktu produksi, tetapi tergantung dari irama alam, perubahan musim, dan jenis tanaman yang dalam tahap penanaman tertentu memungkinkan ia bekerja sendiri tapi pada waktu yang lain memaksanya mengerahkan tenaga tenaga tambahan.

b) Pembagian kerja yang bersifat khusus tidak diperlukan, karena petani mampu mengerjakan semua tahap dalam siklus pertanian walaupun ada pembedaan dalam jenis-jenis pekerjaan berdasarkan gender. c) Hubungan antara majikan dengan buruh tani bersifat pribadi.

Pengerahan tenaga kerja tambahan ini bersifat lokal di pedesaan dengan sistem Bantu-membantu yang biasa disebut dengan gotong royong.

b. Kebudayaan masyarakat maritim

Mata pencaharian ini sama tuanya dengan berburu dan meramu, mata pencarian utama masyarakat nelayan adalah mencari ikan. Nelayan mencari ikan di laut biasanya hanya mampu berlayar menyusuri pantai dan teluk, hanya pada musim-musim tertentu saja nelayan berlayar menuju perairan yang tenang seperti teluk.

Mata pencarian menangkap ikan umumnya dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Selain alat-alat yang digunakan seperti jenis kail, tombak, jala dan perangkap paar nelayan juga membutuhkan perahu yang sistem navigasi dan peralatannya juga mengalami perkembangan sehingga menuntut adanya keterampilan dari pengendaranya. Dalam hal ini termasuk pengetahuan tentang cara hidup berbagai jenis ikan, mengenal cuaca dan ilmu perbintangan

Biasanya di kampung nelayan hampir tiap orang memiliki perahu meskipun ukurannya kecil minimal hanya memuat dua orang yaitu seorang nelayan dengan pembantunya, dalam hal ini biasanya anaknya yang membatu menangkap ikan di laut. Perahu ini biasanya tiap hari berlayar hingga 1-2 km dari pantai dan menebarkan jala tiap satu atau dua jam, selain itu mereka juga kadang memasang perangkap ikan yang hasilnya mereka pungut tiap hari. Untuk perahu yang lebih besar yang dimiliki nelayan biasanya dapat memuat 4-5 orang dan dapat berlayar hingga 7-8 km dari pantai. Pemilik perahu biasanya sebagai pengemudi sementara awak kapalnya adalah anak-anak dan para kerabatnya atau kadang juga dengan pria yang bukan kerabatnya. Pembagian tugas sangat tegas, semua awak dapat mengemudikan perahu, melempar dan menarik jala, menombak ikan, membersihkan termasuk di dalamnya memisah-misahkan berbagai jenis dan ukuran ikan serta mengawetkannya (seperti mengasinkan, atau memberikan es balok pada ikan-ikan agar tetap segar). Mereka umumnya berangkat pada malam hari untuk mendapatkan berbagai kawanan ikan tertentu.

Sistem yang dipakai biasanya dengan bagi hasil sehingga mereka tidak menerima upah tetap tetapi menerima bagian tertentu dari hasil tangkapan ikan sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Umumnya dari hasil kotor disisihkan untuk biaya pemeliharaan kapal perahu, pemeliharaan alat penangkapan ikan, biaya makan awak perahu dan dari uang yang tersisa merupakan hasil bersih dan masing-masing menerima bagian yang sama. Sedangkan pemiliki perahu yang merupakan pimpinan biasanya mendapat bagian yang lebih banyak daripada yang lain, begitupula pada anak muda yang sedang proses belajar maka ia mendapatkan bagian yang lebih kecil daripada awak kapal yang lainnya. Sistem bagi hasil ini tentunya menjadi perangsang bagi semua awak untuk bekerja lebih giat agar hasil yang didapatkan bisa lebih banyak sehingga hasil yang dibawa pulang (uang) juga lebih banyak.

c. Kebudayaan masyarakat modern

Koentjaraningrat mengatakan bahwa modernisasi adalah usaha untuk hidup sesuai dengan jaman dan seluk beluk persoalan dunia (konstelasi), modernisasi ini dapat terjadi di mana saja, asalkan ada usaha untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih baik (Prasetyo,2001:19). Sedangkan Smith mengartikan modernisasi sebagai proses yang dilandasi oleh seperangkat rencana dan kebijakan yang disadari untuk mengubah masyarakat ke arah kehidupan masyarakat yang kontemporer, menurut penilaian lebih maju dalam derajat kehormatan tertentu.

Kohl menangatakan nilai-nilai budaya yang menjadi ciri suatu mentalitas modern yaitu:

1) Pandangan aktif terhadap hidup.

2) Tidak banyak tergantung pada kaum kerabat. 3) Kecenderungan orintasi terhadap kehidupan lkota. 4) Individualisme.

6) Butuh media massa.

7) Pandangan sama rata terhadap kesempatan maju dalam hidup. 8) Kurang percaya dan bersandar kepada orang lain.

9) Tidak memandang rendah pekerjaan lapangan dan pekerjaan tangan. 10) Keseganan terhadap pranata luar.

11) Mengutamakan mutu dan hasil karya.

12) Keberanian mengambil resiko dalam usaha karya.

13) Orientasi terhadap keluarga inti yang kecil.kebutuhan rendah terhadap aktivitas religi dalam hidup.

Inkeles dan Smith dalam Budiman (1995:35-36) menjelaskan pendorong perubahan manusia tradisional menuju masyarkat modern ada tiga faktor yaitu:

1) Faktor Pendidikan yang paling efektif mengubah manusia. Dampak pendidikan ini tiga kali lebih kuat dibandingkan dengan usaha-usaha lainnya. Dengan pendidikan akan dapat dapat tumbuh nilai-nilai dalam diri manusia untuk dapat memahami, menyikapi, dan melakukan sesuatu yang secara rasional dapat menyejahterakan dirinya.

2) Pengalaman kerja di pabrik sebagai factor yang berperan besar dalam mengubah manusia tradisional menjadi manusia modern. Manusia tradisional dapat diubah menjadi manusia modern dengan mempekerjakannya di lembaga-lembaga kerja yang modern. Menurut Inkeles dan Smith ia akan cepat beradaptasi dengan cepat dan menyerap nilai-nilai kerja yang ditekuninya ke dalam kepribadiannya dan diekspresikan kembali dalam sikap, nilai, dan tingkah lakunya hingga menjadi manusia modern.

3) Pengenalan terhadap media massa yang merupakan sarana efektif untuk mendorong modernisasi , melalui media mssa terbaru informasi antarnegara yang dipisahkan oleh wilayah territorial yang sangat luas

dapat dipeoleh dengan mudah. Bahkan saat ini melalui madia massa orang dapat mengikuti peristiwa langsung yang terjadi di luar negeri.

Menurut Inkeles modernisasi akan menghasilkan manusia modern apabila:

1) Adanya kesediaan menerima pengalaman baru dan terbuka terhadap penemuan dan perubahan-perubahan baru.

2) Dapat menangkap dan memahami sejumlah masalah yang tidak terbatas dalam lingkungan terdekat saja, namun juga lingkungan yang lebih jauh. 3) Berpandangan maju dengan tidak mengabaikan

pengalaman-pengalaman yang lampau.

4) Mempunyai tindakan yang teratur, tersusun dan teliti dalam menyelesaikan suatu masalah.

5) Mempunyai perencanaan berdasarkan pengaturan yang matang.

6) Mempunyai keyakinan bahwa manusia mampu mengatasi kesulitan-kesulitan yang ditimbulkan oleh lingkungann dalam usaha mencapai tujuan.

7) Berpandangan bahwa sesuatu dapat diperhitungkan.

8) Mempunyai rasa menghargai terhadap usaha-usaha orang lain. 9) Mempunyai kepercayaan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. 10) Menghargai teguran-teguran yang bersifat membangun.

Dengan demikian manusia modern lebih mengacu kepada pandangan hidup, sikap, dan tindakan jadi bukan pada penampilan fisik atau kebendaan seperti yang memiliki kendaraan bagus, rumah bagus, gaya bicara, model pakaian, dan sebagainya. Oleh karena itu dalam masyarakat modern ikatan norma seperti upacara dan tradisi akan melemah atau pudar yang disebabkan oleh banyaknya hiburan sebagai pengisi aktivitas luang seperti gedung bioskop, pusat-pusat perbelanjaan, arena hiburan anak dan lain-lain. Hiburan

inilah yang menyebabkan warga dalam mengikuti upacara dan tradisi kurang maksimal.

D. AKTIVITAS PEMBELAJARAN