Keterangan : Batas Wilayah Kebun Raya Bogor
IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI GULMA-GULMA
RUDERAL INVASIF DI KEBUN RAYA BOGOR
GUNAR WIDIYANTO
A24070111
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Bogor Botanical Garden
Gunar Widiyanto1, Edi Santosa2, Adolf Pieter Lontoh2 1
Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB 2
Staff pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB
Abstract
Invasive weeds become important issues in Indonesia due to ecological and economical production concern of agriculture. Plant invation effected consequences of very high ecological loss and economical cost. Several thing of economic cost be able to quantification such as herbiside cost and yield loss. The ecological loss is the priceless disadvantages and difficult to quantified eg ecosystem damage, decrease recreation area, extinct of certain species etc. This research intent on identify and characterization of ruderal invasive weeds, looking for spreading pattern along with those influence factors to get the precisely controlling method and to know economic consequences from the existense of ruderal invasive weeds in Kebun Raya Bogor. This researh used scoring method and continued with multivariate analysis which showed by dendogram. The dendogram is made by neighbour joining single linkage method. The results showed that there are seven species invasive weeds from six familly which divided into three groups according to its aggresiveness. Component of Group 1 is Dioscorea bulbifera L. (Dioscoreaceae) with total score 69. Group 2 consist of
Cissus sicyoides L. (Vitaceae) with total score 75, Cissus nodosa L. (Vitaceae) with total score 67 and Mikania micrantha H.B.K. (Asteraceae) with total score 78. Group 3 consist of Ficus elastica Roxb. (Moraceae) with total score 56,
Paraserianthes falcataria (Fabaceae) with total score 48 and Cecropia adenopus
(cecropiaceae) total skor 45. Component of Group 1 and Group 2 are woody climber those included in kind of vines whereas component of Group 3 are kind of tree. Based on our investigation invasive weed species which have score more than 50 be able to made significant disturbance and threaten the ecosystem stabillity of Bogor Botanical Garden.
RINGKASAN
GUNAR WIDIYANTO. Identifikasi dan Karakterisasi Gulma – Gulma
Ruderal Invasif di Kebun Raya Bogor. (Dibimbing oleh EDI SANTOSA dan ADOLF PIETER LONTOH).
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan karakterisasi gulma-gulma ruderal invasif, melihat pola penyebaran gulma ruderal invasif serta faktor yang mempengaruhi pola penyebarannya guna mencari metode pengendalian yang tepat dan mengetahui konsekuensi ekonomi keberadaan gulma ruderal invasif di areal Kebun Raya Bogor.
Metode yang digunakan adalah pengamatan exploratif gulma ruderal invasif pada semua vak (petak) yang terdapat di dalam Kebun Raya Bogor. Identifikasi gulma dan studi pustaka untuk karakteristik gulma yang ditemukan. Identifikasi gulma dilakukan di Herbarium SEAMEO-BIOTROP, Bogor. Data sekunder berupa peta lingkungan KRB, keadaan umum KRB, manajemen perawatan dan pengendalian gulma serta data lain yang menunjang. Data pengamatan lalu dinilai berdasarkan kriteria Hiebert dan Stubbendieck (1993), dimana gulma dengan skor lebih dari 50 dianggap signifikan mengganggu dan memerlukan pengendalian. Data dianalisis dengan Minitab 14 dan ditampilkan dalam bentuk dendogram.
Hasil pengamatan dan penilaian terdapat tujuh spesies gulma invasif dari enam famili. Urutan gulma invasif berdasarkan penilaian adalah Mikania micrantha H.B.K. (Asteraceae) total skor 78, Cissus sicyoides L. (Vitaceae) total skor 75, Dioscorea bulbifera L. (Dioscoreaceae) total skor 69, Cissus nodosa L. (Vitaceae) total skor 67, Ficus elastica Roxb. (Moraceae) total skor 56, Paraserianthes falcataria (Fabaceae) total skor 48 dan Cecropia adenopus (cecropiaceae) total skor 45. Pola penyebaran gulma dipengaruhi oleh karakter morfologi dan botani gulma. Gulma yang perbanyakannya melalui biji cenderung menyebar secara acak, sedangkan gulma yang perbanyakannya melalui vegetatif cenderung berkelompok. Penyebaran gulma invasif di KRB melalui media angin, hewan dan manusia (pengunjung).
Hasil analisis menunjukkan pengelompokkan gulma berdasarkan tingkat invasif terbagi menjadi tiga grup. Anggota Grup 1 yaitu Dioscorea bulbifera L. Grup 2 terdiri dari tiga gulma yaitu Cissus sicyoides Blume, Cissus nodosa Blume dan Mikania micrantha H.B.K. Grup 3 dengan terdiri dari tiga gulma yaitu Ficus elastica Roxb, Cecropia adenopus Mart. ex Miq dan Paraserianthes falcataria. Grup 1 dan 2 merupakan golongan gulma kayu pemanjat (woody climber) yang termasuk dalam jenis vines. Grup 3 merupakan golongan pohon. Semua anggota Grup 1 dan 2 merupakan gulma dengan total skor diatas 50 poin. Artinya kelompok gulma ini mempunyai dampak yang signifikan terhadap kestabilan habitat di Kebun Raya Bogor.
Terkait hal tersebut perlu penanganan yang tepat untuk pengendalian kelompok gulma tersebut. Pengendalian gulma terpadu yang memadukan metode pengendalian manual dan kultur teknis dianggap paling tepat. Manajemen gulma di Kebun Raya Bogor masih dilakukan secara konvensional. Tindakan tersebut dikarenakan oleh persepsi terhadap gulma yang belum terintegratif, estimasi kerugian ekonomi yang belum mantap dan jumlah tenaga kerja menjadi faktor utama yang masih perlu ditingkatkan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada waktu, tempat, dan kondisi yang tidak diinginkan manusia (Sukman dan Yakub, 2002). Menurut Kleiber (1968), definisi utama gulma adalah tumbuhan yang muncul tidak pada tempatnya. Terdapat dua kelompok definisi gulma yang dianggap penting yaitu definisi subjektif dan objektif. Definisi subjektif menyatakan gulma merupakan tumbuhan kontroversial yang tidak semua buruk maupun tidak semuanya baik, tergantung pandangan seseorang (Anderson, 1977). Menurut definisi ekologis gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang telah beradaptasi dengan habitat buatan dan menimbulkan gangguan terhadap segala aktivitas manusia (Sastroutomo, 1990).
Gulma sering ditempatkan dalam kompetisi atau campur tangannya terhadap aktivitas manusia atau pertanian. Bagi pertanian, gulma tidak dikehendaki karena: a) menurunkan produksi akibat bersaing dalam pengambilan unsur hara, air, sinar matahari dan ruang hidup, b) mengeluarkan senyawa allelopati yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, c) menjadi inang hama dan penyakit tanaman, d) mengganggu tata guna air dan e) meningkatkan atau menambah biaya untuk usaha pengendalian. Mengingat keberadaan gulma menimbulkan akibat-akibat yang merugikan maka dilakukan usaha-usaha pengendalian secara teratur dan terencana. Pengendalian gulma bukan lagi merupakan usaha sambilan, tapi merupakan usaha tersendiri yang memerlukan langkah efisien, rasional berdasarkan pertimbangan ilmiah yang teruji (Sukman dan Yakub, 2002).
Gulma dapat dikelompokkan menurut morfologi daun, tingkat keganasan, morfologi batang, habitat dan lokasi tumbuh. Menurut lokasi tumbuhnya dapat dibagi menjadi gulma umum dan gulma ruderal. Gulma umum adalah gulma yang umum ditemui pada agroekosistem atau sistem pertanaman yang spesifik lainya seperti kehutanan. Gulma ruderal adalah gulma yang umum ditemui diluar kedua sistem tersebut seperti pada areal publik, rel kereta api, bandara dan sebagainya.
Gulma ruderal penting untuk dikendalikan karena merupakan sumber gulma bagi wilayah pertanian di sekitarnya. Terciptanya gulma ruderal karena minimnya program pengendalian gulma pada areal-areal publik. Gulma ruderal di perkotaan selain merugikan secara ekonomi juga merusak keindahan kota. Namun demikian gulma ruderal di Indonesia belum ditangani dengan baik. Mengetahui jenis-jenis gulma ruderal sangat penting untuk mengembangkan program pengendalian baik secara preventif maupun eradikatif.
Radosevich et al. (2007) menyatakan globalisasi telah menjadikan terjadinya transportasi material biologis seperti tanaman eksotik ke seluruh dunia. Hal tersebut telah mendorong terjadinya introduksi dan kolonialisasi tanaman non natif dari seluruh penjuru dunia terutama pada lokasi-lokasi yang baru. Kebun Raya Bogor adalah kawasan konservasi ex-situ dan penelitian tanaman tropika serta tempat pendidikan lingkungan dan pariwisata yang berdiri sejak 193 tahun yang lalu. Hampir 50% dari 3423 jenis tanaman koleksi yang terdapat di Kebun Raya Bogor merupakan tanaman eksotik (Subarna, 2002). Tidak menutup kemungkinan sebagian dari tanaman introduksi tersebut akan menjadi “invader”. Perubahan tersebut salah satunya dipicu oleh agroekologi yang mendukung reproduksi atau perkembanganya. Spesies invasif tersebut akan mengancam biodiversitas dan integritas ekosistem Kebun Raya Bogor yang tidak ternilai harganya.
Menurut Tjitrosoedirdjo (2010), invasi adalah ekspansi geografis dari suatu spesies pada daerah yang sebelumnya tidak ada spesies tersebut. Definisi ini mengandung konotasi bahwa spesies yang invasif biasanya eksotik, tumbuhan asing, walaupun ini bukan satu-satunya definisi yang tepat. Invasi tumbuhan membawa konsekuensi biaya ekologi maupun biaya ekonomi yang sangat tinggi. Beberapa besaran biaya ekonomi dapat dikuantifikasi seperti biaya pengendalian dengan herbisida dan penurunan produksi pertanian. Tetapi biaya lainnya, tidak mudah dikuantifikasi seperti kerusakan ekosistem, kehilangan areal rekreasi, punahnya spesies atau jenis tertentu. Di Asia Tenggara belum ada yang mengestimasikan biaya sehubungan dengan tumbuhan invasif ini. Di negara maju seperti Amerika Serikat biaya terkait dengan tumbuhan invasif ini pada tanaman budidaya dan padang rumput saja berjumlah lebih dari U$34 milyar tiap tahunnya
(Pimentel et al., dalam Tjitrosoedirdjo, 2010), sedangkan di Eropa dalam kurun waktu antara tahun 1988 sampai tahun 2000 kerugiannya mencapai U$5 milyar (Purwono, 2002).
Langkah yang perlu dilakukan adalah meningkatkan sumber daya untuk mendeteksi spesies invasif. Kita dapat meningkatkan peluang untuk menemukan suatu spesies invasif pada tingkat populasi yang masih kecil. Semakin dini diantisipasi keberadaan spesies invasif tersebut akan mengurangi tingkat kerusakan dan membuat kontrol berikutnya menjadi lebih murah dan efektif. Namun demikian, mendeteksi spesies invasif relatif sulit untuk dilakukan dan kriteria tersebut bersifat situasional dan terbatas pada lokasi tertentu. Banyak faktor yang mengurangi kemungkinan mendeteksi spesies invasif. Seperti halnya kepadatan populasi yang rendah dari suatu spesies, bukan berarti spesies tersebut tidak mungkin berpotensi sebagai spesies invasif (Mehta et al., 2007).
Pengetahuan tentang gulma invasif dan interaksinya dengan tanaman tertentu berguna secara agronomi untuk pengembangan metode pengendalian. Selain itu, identifikasi gulma-gulma invasif berguna untuk studi-studi alelopati baru yang saat ini menjadi bagian penting pada pengembangan pertanian berkelanjutan. Kebun raya yang memiliki koleksi tanaman lebih banyak dibandingkan dengan agroekologi pertanian. Tingginya keragaman tersebut membuka peluang lebih besar untuk mengeksplor sistem biologi terkait interaksi gulma dengan tanaman.
Tujuan
1. Mengidentifikasi dan karakterisasi gulma-gulma ruderal invasif di Kebun Raya Bogor dan pola penyebarannya, guna mencari metode pengendalian yang tepat.
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi pola penyebaran gulma ruderal invasif di Kebun Raya Bogor.
3. Mengetahui konsekuensi ekonomi keberadaan gulma ruderal invasif di areal Kebun Raya Bogor.
Hipotesis
1. Gulma ruderal invasif memiliki spesifikasi tertentu pada areal tertentu.
2. Terdapat gulma ruderal invasif dari golongan teki, rumput dan daun lebar yang spesifik untuk daerah tertentu.
3. Penyebaran gulma ruderal invasif yang utama adalah oleh angin, air, hewan dan transportasi manusia.
TINJAUAN PUSTAKA
Keadaan Umum Kebun Raya Bogor
Indonesia memiliki dua puluh kebun raya yang tersebar di Jawa Barat (Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Kuningan), Jawa Timur (Kebun Raya Purwodadi), Bali (Kebun Raya Eka Karya), Jawa Tengah (Kebun Raya Baturaden), NTB (Kebun Raya Lombok Timur), Batam (Kebun Raya Batam), Sumatera Utara (Kebun Raya Samosir), Jambi (Kebun Raya Bukit Sari), Sumatera Barat (Kebun Raya Solok), Lampung (Kebun Raya Liwa), Kalimantan Barat (Kebun Raya Sambas, Kebun Raya Danau Lait), Kalimantan Tengah (Kebun Raya Katingan), Kalimantan Timur (Kebun Raya Sungai Wain), Sulawesi Selatan (Kebun Raya Enrekang, Kebun Raya Pucak), Sulawesi Tenggara (Kebun Raya Kendari), Sulawesi Utara (Kebun Raya Minahasa) (LIPI, 2009).
Peranan Kebun Raya Bogor saat ini dapat dilihat dari beberapa sudut. Pertama dari segi preservasi sumber genetik tanaman. Intensifikasi penebangan dan konversi hutan yang tinggi mengakibatkan banyak jenis tumbuh-tumbuhan yang belum sempat dikembangkan atau bahkan sama sekali belum diketahui oleh kita tentang kegunaannya akan hilang. Sehubungan dengan hal tersebut, Kebun Raya Bogor (KRB) sebagai lokasi konservasi “ex-situ” melakukan eksplorasi tumbuhan di kawasan hutan, mendata, mengkoleksi dan melestarikan. Sebagai tempat pariwisata, KRB selalu ramai dikunjungi wisatawan lokal dan mancanegara. Dari dua puluh kebun raya yang ada di Indonesia hanya lima diantaranya yang telah mengalami pembangunan fisik dan memiliki fasilitas penunjang yang layak bagi wisatawan. KRB merupakan salah satu dari lima kebun raya yang mempunyai sarana dan prasarana terlengkap.
Kebun Raya Bogor sebagai instansi pendidikan, melakukan penelitian dan pengembangan diberbagai bidang antara lain di bidang taksonomi, biosistematik, botani terapan dan hortikultura. KRB juga berlaku sebagai hutan kota dilihat dari lokasinya yang berada tepat di tengah Kota Bogor. KRB mampu menyerap emisi karbon dan memberikan suplai oksigen di tengah kepadatan aktivitas lalu lintas Kota Bogor.
Deskripsi mengenai Kebun Raya Bogor menurut Subarna (2002) adalah merupakan salah satu lembaga botani bersejarah di Indonesia, yang juga dikenal dengan baik di dunia Internasional. Hal yang melatar belakangi berdirinya kebun raya ini didasarkan pada dua tujuan, yaitu: untuk melakukan eksploitasi kekayaan alam hayati Indonesia dan melaksanakan percobaan-percobaan tumbuhan yang mempunyai nilai ekonomi yang diimpor dari luar Indonesia. Kebun Raya Bogor merupakan kebun raya yang ke-13 tertua di dunia.
Secara geografis Kebun Raya Bogor terletak pada 6.370 Lintang Selatan dan 106.320 Bujur Timur. Secara administratif Kebun Raya Bogor terletak di tengan-tengah kota Bogor, provinsi Jawa Barat, berdampingan dengan Istana Presiden Bogor atau sekitar 60 km sebelah selatan Jakarta. Kawasan Kebun Raya Bogor berada pada ketinggian 260 m dpl, dengan luas keseluruhannya mencapai 87 ha. Jenis tanah di kawasan Kebun Raya Bogor dan sekitarnya merupakan jenis tanah latosol coklat kemerahan. Topografi Kebun Raya Bogor secara umum datar dengan kemiringan lahan 3 – 15 % dan sedikit bergelombang (Subarna, 2002).
Kawasan Kebun Raya Bogor termasuk daerah basah dengan curah hujan yang tinggi antara 3000 – 4000 mm per tahun dan termasuk tipe hujan A. Hasil pengamatan stasiun curah hujan pada tahun 2010, KRB memiliki 241 hari hujan dengan jumlah curah hujan 5081.7 mm (LIPI, 2010). Suhu harian KRB berkisar antara 21.40 – 30.20 C. Berdasarkan ketinggian dari permukaan laut, kawasan Kebun Raya Bogor termasuk tipe kawasan dataran rendah basah yang secara spesifik termasuk kedalam jenis kawasan hujan tropika dataran rendah yang ditandai dengan curah hujan tinggi dan keadaan yang selalu hijau. Kawasan KRB dilalui oleh dua aliran sungai, yaitu sungai Ciliwung dan sungai kecil Cibalok yang memotong Kebun Raya menjadi dua bagian. Tetapi untuk keperluan sistem hidrologi di dalam kawasan kebun raya, hanya berasal dari sungai Cibalok. Sungai ini berasal dari air buangan rumah tangga masyarakat kawasan sekitar yang kemudian terkumpul dalam satu saluran menjadi sungai kecil dan memasuki kawasan kebun raya (Subarna, 2002).
Kebun Raya Bogor terkenal dengan keunikan koleksi vegetasinya yang terdiri dari 3423 jenis tanaman yang terbagi dalam 192 taman koleksi (Vak). Spesiesnya terdiri dari 54% tumbuhan asli dan 46% tumbuhan yang ditanam.
Beberapa koleksi merupakan koleksi yang termasuk dalam kategori unik, langka dan spesifik. Selain itu sebagian merupakan koleksi yang telah berusia lebih dari 100 tahun. Tanaman di Kebun Raya Bogor dikenal dengan tingkat status kelangkaan berdasarkan redlist book. Kebun Raya Bogor saat ini telah menjadi pulau habitat. Salah satu jenis yang mendiami pulau habitat ini adalah burung. Tercatat setidaknya terdapat 56 spesies burung mendiami wilayah KRB.
Klasifikasi Gulma
Menurut Sukman dan Yakub (2002), terdapat berbagai sistem klasifikasi gulma yang menggambarkan karakteristiknya, seperti klasifikasi berdasarkan karakteristik reproduksi, bentuk kehidupan, botani dan sebagainya. Dalam prakteknya terutama untuk kepentingan pengelolaan vegetasi maka klasifikasi botani biasa digunakan. Menurut klasifikasi ini gulma dibedakan menjadi: teki, rumput dan daun lebar. Berdasarkan bentuk masa pertumbuhan terdiri atas: gulma berkayu, gulma air, gulma perambat termasuk epiphytes dan parasit. Ditinjau dari siklus hidupnya dikenal gulma semusim, dua musim dan tahunan. Beberapa jenis gulma mungkin termasuk kombinasi dari karakteristik- karakteristik tersebut.
Teki (sedges) mempunyai batang berbentuk segitiga, kadang-kadang bulat dan tidak berongga, daun berasal dari nodia dan warna ungu tua. Gulma ini mempunyai sistem rhizoma dan umbi. Sifat yang menonjol adalah cepatnya membentuk umbi baru yang dapat bersifat dorman pada lingkungan tertentu. Dengan karakter yang demikian, teki menjadi menjadi relatif sulit dikendalikan secara manual.
Rumput (grasses) mudah dibedakan karena mempunyai batang bulat atau pipih dan berongga, kesamaannya dengan teki karena bentuk daunnya sama-sama sempit, tetapi dari sudut pengendalian terutama responnya terhadap herbisida berbeda.
Gambar 2. Jenis Gulma Rumput (a) Axonopus compressus (b) Andropogon aciculatus
Gulma berdaun lebar (broad-leaves weeds) membentuk daun-daun lebar yang berasal dari pertumbuhan meristem apikal dan sangat sensitif terhadap bahan kimia. Pada permukaan daun terutama permukaan bawah terdapat stomata yang memungkinkan cairan masuk. Gulma ini mempunyai tunas-tunas pada nodus atau titik memencarnya daun.
Berdasarkan siklus hidupnya gulma dibagi menjadi gulma semusim, dua musim dan tahunan. Menurut Sastroutomo (1990), gulma semusim merupakan gulma yang mempunyai daur hidup hanya satu tahun atau kurang dari mulai perkecambahan biji hingga dapat menghasilkan biji lagi. Gulma semusim dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu semusim dingin (winter annuals) dan semusim panas (summer annuals). Gulma semusim panas akan berkecambah di musim semi, menghasilkan biji dan kemudian mati pada musim panas dari tahun yang sama. Gulma semusim dingin akan berkecambah di musim gugur, istirahat di musim dingin, tumbuh lagi untuk menghasilkan biji kemudian mati di musim semi atau panas berikutnya. Gulma dua musim merupakan gulma yang dapat
hidup lebih dari satu tahun tetapi kurang dari dua tahun. Pada fase pertumbuhan awal, kecambah biasanya berbentuk roset. Setelah mengalami musim dingin bunga terbentuk diikuti pembentukan biji dan kemudian mati. Gulma tahunan adalah gulma yang dapat hidup lebih dari dua tahun. Ciri-ciri gulma jenis ini adalah setiap tahunnya pertumbuhan dimulai dengan perakaran yang sama.
Golongan gulma berkayu (woody weeds) adalah mencakup semua tumbuh- tumbuhan yang batangnya membentuk cabang-cabang sekunder. Gulma berkayu disebut juga sebagai gulma keras. Sifatnya yang demikian menyebabkan metode pengendalian berbeda dengan gulma lunak (Sastroutomo, 1999).
Gulma air (aquatic weeds) adalah tumbuhan yang beradaptasi terhadap keadaan air kontinu atau paling tidak toleran terhadap kondisi tanah berair untuk periode waktu hidupnya. Dalam prakteknya gulma air diklasifikasikan sebagai marginal (tepian), emergent (gabungan antara tenggelam dan terapung), submerged (melayang), anchored with floating leaves (tenggelam), freefloating (mengapung), dan plankton atau algae (Sastroutomo, 1999).
Selain yang tersebutkan diatas gulma juga ada yang merambat, epifit dan parasit. Karakter gulma merambat adalah melilit dan memanjat dapat menyebabkan penutupan areal yang luas dan cepat. Perambat kadang-kadang juga epifit atau hemiparasit. Akibat dari serangan gulma jenis ini adalah tanaman inang akan kehilangan daun karena cabang-cabangnya telah dimatikan oleh parasit tersebut.
Gulma Ruderal
Pengelompokan gulma yang paling sederhana dan biasa digunakan adalah mengelompokkan berdasarkan habitatnya. Ada beberapa kelompok gulma yang penting yaitu; agrestal atau segetal, ruderal, gulma padang rumput, gulma air, gulma hutan, dan gulma lingkungan. Tumbuhan ruderal adalah tumbuhan yang tidak dibudidayakan, tumbuh pada habitat alami yang terganggu (ruderal) tapi bukan digunakan untuk tujuan produksi (Sukman dan Yakub, 2002).
Menurut Sastroutomo (1990), tumbuhan ruderal umumnya dijumpai di tempat-tempat ruderal yang berasal dari bahasa Latin rudus yang artinya sisa-sisa (dalam arti luas). Termasuk di dalamnya adalah habitat-habitat tepi jalan, rel
kereta api, atap gedung, tepi-tepi kolam/danau/rawa/sungai, tempat pembuangan sampah, dan lain-lain. Semua tempat ini mempunyai persamaan yang nyata yaitu telah mengalami gangguan akibat adanya aktivitas manusia. Jenis-jenis gulma yang dijumpai pada habitat-habitat ini sangat bervariasi mulai dari yang sederhana hingga berupa pohon yang yang tinggi. Keanekaragaman jenis yang terjadi disebabkan adanya perubahan lingkungan yang nyata sejalan dengan waktu dari proses suksesi sekunder pada habitat ruderal ini. Perubahan biasanya diawali dari jenis-jenis yang semusim kemudian berubah menjadi herba menahun dan akhirnya akan didominasi oleh pohon berkayu dan cukup tinggi.
Gulma Invasif
Mashhadi dan Radosevich (2004) menyatakan tumbuhan invasif tidak seperti rumput liar pertanian, tumbuhan invasif berhasil atau dapat menempati dan menyebar ke habitat baru tanpa bantuan lebih lanjut dari manusia. Tumbuhan kelompok ini dapat mengokupasi ke daerah baru yang sudah penuh sesak dengan vegetasi asli dan bahkan kemudian mampu menggantikannya. Spesies invasif erat kaitannya dengan spesies asing (alien spesies), maka seringkali disebut spesies asing invasif (invasive alien species). Spesies asing invasif didefinisikan sebagai spesies yang bukan spesies lokal dalam suatu ekosistem dan menyebabkan gangguan terhadap ekonomi dan lingkungan, serta berdampak buruk bagi kesehatan manusia (Campbell, 2005). Sementara itu, menurut Purwono et al. (2002) spesies asing invasif adalah spesies flora ataupun fauna, termasuk mikroorganisme yang hidup di luar habitat alaminya, tumbuh dengan pesat karena tidak memiliki musuh alami, sehingga menjadi gulma, hama, dan penyakit pada spesies asli.
Spesies invasif juga erat kaitannya dengan spesies eksotik. Spesies eksotik menurut Primack (1998), adalah spesies yang terdapat di luar distribusi alaminya. Tidak semua spesies eksotik dapat berkembang di habitat yang baru, namun ada sebagian dari spesies tersebut dapat tumbuh dan berkembang di lokasi yang baru, dan sebagian lagi diantaranya bersifat invasif.
Perhatian terhadap habitat yang dinvasikan dan asal-usul tumbuhan invasif bisa dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu; (1) Gulma, yang merugikan
pemanfaatan lahan oleh manusia. Dipandang dari sudut anthropogenic, gulma tersebut menggangu obyektif atau tujuan usaha manusia. (2) Invator, yang berhasil mapan pada habitat baru. Dipandang dari sudut biogeografi, ada tumbuhan asing, eksotis, alien, jenis eksotik. (3) Kolonial, tumbuhan yang berhasil pada daerah yang sebelumnya telah terganggu (disturbed). Dipandang dari sudut ekologis, dikenal ada tumbuhan primer dalam proses suksesi (Rejmanek, 1995). Istilah ini dapat tumpang tindih satu dengan yang lain seperti