• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Dan Karakterisasi Gulma-Gulma Ruderal Invasif Di Kebun Raya Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Dan Karakterisasi Gulma-Gulma Ruderal Invasif Di Kebun Raya Bogor"

Copied!
187
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI GULMA-GULMA

RUDERAL INVASIF DI KEBUN RAYA BOGOR

GUNAR WIDIYANTO

A24070111

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Bogor Botanical Garden

Gunar Widiyanto1, Edi Santosa2, Adolf Pieter Lontoh2 1

Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB 2

Staff pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB

Abstract

Invasive weeds become important issues in Indonesia due to ecological and economical production concern of agriculture. Plant invation effected consequences of very high ecological loss and economical cost. Several thing of economic cost be able to quantification such as herbiside cost and yield loss. The ecological loss is the priceless disadvantages and difficult to quantified eg ecosystem damage, decrease recreation area, extinct of certain species etc. This research intent on identify and characterization of ruderal invasive weeds, looking for spreading pattern along with those influence factors to get the precisely controlling method and to know economic consequences from the existense of ruderal invasive weeds in Kebun Raya Bogor. This researh used scoring method and continued with multivariate analysis which showed by dendogram. The dendogram is made by neighbour joining single linkage method. The results showed that there are seven species invasive weeds from six familly which divided into three groups according to its aggresiveness. Component of Group 1 is Dioscorea bulbifera L. (Dioscoreaceae) with total score 69. Group 2 consist of

Cissus sicyoides L. (Vitaceae) with total score 75, Cissus nodosa L. (Vitaceae) with total score 67 and Mikania micrantha H.B.K. (Asteraceae) with total score 78. Group 3 consist of Ficus elastica Roxb. (Moraceae) with total score 56,

Paraserianthes falcataria (Fabaceae) with total score 48 and Cecropia adenopus

(3)

RINGKASAN

GUNAR WIDIYANTO. Identifikasi dan Karakterisasi Gulma – Gulma

Ruderal Invasif di Kebun Raya Bogor. (Dibimbing oleh EDI SANTOSA dan ADOLF PIETER LONTOH).

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan karakterisasi gulma-gulma ruderal invasif, melihat pola penyebaran gulma ruderal invasif serta faktor yang mempengaruhi pola penyebarannya guna mencari metode pengendalian yang tepat dan mengetahui konsekuensi ekonomi keberadaan gulma ruderal invasif di areal Kebun Raya Bogor.

Metode yang digunakan adalah pengamatan exploratif gulma ruderal invasif pada semua vak (petak) yang terdapat di dalam Kebun Raya Bogor. Identifikasi gulma dan studi pustaka untuk karakteristik gulma yang ditemukan. Identifikasi gulma dilakukan di Herbarium SEAMEO-BIOTROP, Bogor. Data sekunder berupa peta lingkungan KRB, keadaan umum KRB, manajemen perawatan dan pengendalian gulma serta data lain yang menunjang. Data pengamatan lalu dinilai berdasarkan kriteria Hiebert dan Stubbendieck (1993), dimana gulma dengan skor lebih dari 50 dianggap signifikan mengganggu dan memerlukan pengendalian. Data dianalisis dengan Minitab 14 dan ditampilkan dalam bentuk dendogram.

Hasil pengamatan dan penilaian terdapat tujuh spesies gulma invasif dari enam famili. Urutan gulma invasif berdasarkan penilaian adalah Mikania micrantha H.B.K. (Asteraceae) total skor 78, Cissus sicyoides L. (Vitaceae) total

(4)

Hasil analisis menunjukkan pengelompokkan gulma berdasarkan tingkat invasif terbagi menjadi tiga grup. Anggota Grup 1 yaitu Dioscorea bulbifera L. Grup 2 terdiri dari tiga gulma yaitu Cissus sicyoides Blume, Cissus nodosa Blume dan Mikania micrantha H.B.K. Grup 3 dengan terdiri dari tiga gulma yaitu Ficus elastica Roxb, Cecropia adenopus Mart. ex Miq dan Paraserianthes falcataria.

Grup 1 dan 2 merupakan golongan gulma kayu pemanjat (woody climber) yang termasuk dalam jenis vines. Grup 3 merupakan golongan pohon. Semua anggota Grup 1 dan 2 merupakan gulma dengan total skor diatas 50 poin. Artinya kelompok gulma ini mempunyai dampak yang signifikan terhadap kestabilan habitat di Kebun Raya Bogor.

(5)

IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI GULMA-GULMA

RUDERAL INVASIF DI KEBUN RAYA BOGOR

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

GUNAR WIDIYANTO

A24070111

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul :

IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI

GULMA-GULMA RUDERAL INVASIF DI KEBUN RAYA

BOGOR

Nama :

GUNAR WIDIYANTO

NIM :

A24070111

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Edi Santosa, M.Si. Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS.

NIP 19700520 199601 1 001 NIP 19570711 198111 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr.

NIP. 19611101 198703 1 003

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur pada tanggal 7 Maret 1989. Penulis merupakan anak pertama dari Bapak Bambang Suryanto dan Ibu Erlik Supeni.

Pada tahun 1995 penulis menyelesaikan pendidikan pertamanya di TK Tunas Muda, kemudian pada tahun 2001 lulus dari SDN Lerep 06. Penulis kemudian melanjutkan studi di SMPN 24 Semarang dan lulus pada tahun 2004. Tahun 2007 penulis berhasil menyelesaikan studinya di SMAN 4 Semarang dan ditahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB melalui jalur USMI.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan hidayah dan karunia-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul Identifikasi dan Karakterisasi Gulma – Gulma Ruderal Invasif di Kebun Raya Bogor disusun oleh penulis sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana dari Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Ir. Edi Santosa, M.Si. dan Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

2. Dr. Herdhata Agusta, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun pada skripsi ini.

3. Kedua orang tua yang tak pernah lelah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

4. Segenap dosen dan staf Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB yang telah memberikan ilmu dan pelayanan selama penulis menempuh masa studi. 5. Ibu Elly Kristiati yang telah memberikan bimbingan lapang selama penelitian,

serta segenap staf KRB yang telah membantu jalannya penelitian.

6. Teman-teman AGH 44 yang selalu menjadi sumber inspirasi, serta yang telah memberikan bantuan selama ini baik berupa fisik maupun spiritual.

7. Keluarga besar dan teman-teman angkatan 44 Organisasi Mahasiswa Daerah Patra Atlas Semarang atas kebersamaannya selama ini. Kita untuk selamanya. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan dan dapat bermanfaat juga untuk kemajuan ilmu pengetahuan terutama bagi pertanian di Indonesia.

Bogor, Desember 2011

(9)

DAFTAR ISI

Karakteristik Gulma Invasif ... 11

Model Langkah dan Tahapan Invasi ... 13

BAHAN DAN METODE ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 2121 Penyebaran Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor ... 21

Pengelompokan Gulma Invasif ... 3737

Dominasi Gulma ... 4141

Manajemen Gulma di Kebun Raya Bogor ... 4243

Manajemen Gulma Invasif Berkelanjutan ... 4646

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kriteria Pengelompokan Gulma Invasif... 19 2. Lokasi Penyebaran Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor ... 22 3. Jumlah Titik Penyebaran dan Luas Penutupan Gulma

Invasif di Kebun Raya Bogor ... 24 4. Jumlah Pengunjung Kebun Raya Bogor Berdasarkan

Kewarganegaraan ... 25 5. Skoring Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor ... 38 6. Analisis Pengelompokkan Minitab 14 dari variabel: D.

bulbifera L., F. elastica Roxb., C. sicyoides L., M. micrantha H.B.K., C. adenopus, C. nodosa L. dan P.

falcataria. ... 39 7. Nisbah Jumlah Dominasi (NJD) Gulma Invasif di Kebun

Raya Bogor ... 42 8. Sensus Kematian Tanaman di Kebun Raya Bogor

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Jenis Gulma Teki (Cyperus cyperoides) ... 7

2. Jenis Gulma Rumput ... 8

3. Diagram Tumpang Tindihnya Definisi Gulma (Rejmanek, 1995) ... 11

4. Tahapan dan Langkah Invasi Menurut Tjitrosoedirdjo (2010) ... 13

5. Penyebaran Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor ... 23

6. Serangan Dioscorea bulbifera L pada Vak XX.B ... 26

7. Peta Penyebaran D.bulbifera L. di Kebun Raya Bogor ... 27

8. Serangan Mikania micrantha H.B.K pada Vak II.O ... 28

9. Peta penyebaran M.micrantha H.B.K di Kebun Raya Bogor ... 29

10.Serangan C.adenopus Mart. ex Miq di Kebun Raya Bogor ... 30

11.Peta Penyebaran C.adenopus Mart. ex Miq di Kebun Raya Bogor ... 30

12.Serangan Ficus elastica Roxb pada vak IV.F ... 31

13.Peta Penyebaran F. elastica Roxb di Kebun Raya Bogor ... 32

14.Serangan Paraserianthes falcataria pada Vak II.D ... 33

15.Peta Penyebaran P.falcataria di Kebun Raya Bogor ... 34

16.Serangan Cissus spp di Kebun Raya Bogor ... 35

17.Peta Penyebaran C.sicyoides Blume di Kebun Raya Bogor ... 36

18.Peta Penyebaran C. nodosa Blume di Kebun Raya Bogor ... 37

(12)

Nomor Halaman 20.Kegiatan Pengendalian Gulma F. elastica Roxb. pada Vak

II.C ... 45 21.Bagan Permasalahan Pengendalian Gulma di Kebun Raya

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Deskripsi Dioscorea bulbifera L ... 59

2. Deskripsi Cissus sicyoides L ... 62

3. Deskripsi Paraserianthes falcataria ... 63

4. Deskripsi Mikania micrantha H.B.K ... 64

5. Deskripsi Ficus elastica Roxb ... 66

6. Deskripsi Limnocharis flava (L.) Buchanan ... 68

7. Deskripsi Bacopa caroliniana Robinson ... 69

8. Deskripsi Pistia stratiotes L ... 70

9. Deskripsi Sagittaria sagittifolia L. subsp. Leucopetala (Miq.) Hartog ... 71

10.Deskripsi Oryza barthii A. Chev ... 72

11.Deskripsi Cecropia adenopus Mart. ex Miq ... 73

12.Deskripsi Cissus nodosa Blume ... 74

13.Tanaman Mati Kebun Raya Bogor Tahun 2011 ... 75

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada waktu, tempat, dan kondisi yang tidak diinginkan manusia (Sukman dan Yakub, 2002). Menurut Kleiber (1968), definisi utama gulma adalah tumbuhan yang muncul tidak pada tempatnya. Terdapat dua kelompok definisi gulma yang dianggap penting yaitu definisi subjektif dan objektif. Definisi subjektif menyatakan gulma merupakan tumbuhan kontroversial yang tidak semua buruk maupun tidak semuanya baik, tergantung pandangan seseorang (Anderson, 1977). Menurut definisi ekologis gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang telah beradaptasi dengan habitat buatan dan menimbulkan gangguan terhadap segala aktivitas manusia (Sastroutomo, 1990).

Gulma sering ditempatkan dalam kompetisi atau campur tangannya terhadap aktivitas manusia atau pertanian. Bagi pertanian, gulma tidak dikehendaki karena: a) menurunkan produksi akibat bersaing dalam pengambilan unsur hara, air, sinar matahari dan ruang hidup, b) mengeluarkan senyawa allelopati yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, c) menjadi inang hama dan penyakit tanaman, d) mengganggu tata guna air dan e) meningkatkan atau menambah biaya untuk usaha pengendalian. Mengingat keberadaan gulma menimbulkan akibat-akibat yang merugikan maka dilakukan usaha-usaha pengendalian secara teratur dan terencana. Pengendalian gulma bukan lagi merupakan usaha sambilan, tapi merupakan usaha tersendiri yang memerlukan langkah efisien, rasional berdasarkan pertimbangan ilmiah yang teruji (Sukman dan Yakub, 2002).

(15)

Gulma ruderal penting untuk dikendalikan karena merupakan sumber gulma bagi wilayah pertanian di sekitarnya. Terciptanya gulma ruderal karena minimnya program pengendalian gulma pada areal-areal publik. Gulma ruderal di perkotaan selain merugikan secara ekonomi juga merusak keindahan kota. Namun demikian gulma ruderal di Indonesia belum ditangani dengan baik. Mengetahui jenis-jenis gulma ruderal sangat penting untuk mengembangkan program pengendalian baik secara preventif maupun eradikatif.

Radosevich et al. (2007) menyatakan globalisasi telah menjadikan terjadinya transportasi material biologis seperti tanaman eksotik ke seluruh dunia. Hal tersebut telah mendorong terjadinya introduksi dan kolonialisasi tanaman non natif dari seluruh penjuru dunia terutama pada lokasi-lokasi yang baru. Kebun Raya Bogor adalah kawasan konservasi ex-situ dan penelitian tanaman tropika serta tempat pendidikan lingkungan dan pariwisata yang berdiri sejak 193 tahun yang lalu. Hampir 50% dari 3423 jenis tanaman koleksi yang terdapat di Kebun Raya Bogor merupakan tanaman eksotik (Subarna, 2002). Tidak menutup kemungkinan sebagian dari tanaman introduksi tersebut akan menjadi “invader”. Perubahan tersebut salah satunya dipicu oleh agroekologi yang mendukung reproduksi atau perkembanganya. Spesies invasif tersebut akan mengancam biodiversitas dan integritas ekosistem Kebun Raya Bogor yang tidak ternilai harganya.

(16)

(Pimentel et al., dalam Tjitrosoedirdjo, 2010), sedangkan di Eropa dalam kurun waktu antara tahun 1988 sampai tahun 2000 kerugiannya mencapai U$5 milyar (Purwono, 2002).

Langkah yang perlu dilakukan adalah meningkatkan sumber daya untuk mendeteksi spesies invasif. Kita dapat meningkatkan peluang untuk menemukan suatu spesies invasif pada tingkat populasi yang masih kecil. Semakin dini diantisipasi keberadaan spesies invasif tersebut akan mengurangi tingkat kerusakan dan membuat kontrol berikutnya menjadi lebih murah dan efektif. Namun demikian, mendeteksi spesies invasif relatif sulit untuk dilakukan dan kriteria tersebut bersifat situasional dan terbatas pada lokasi tertentu. Banyak faktor yang mengurangi kemungkinan mendeteksi spesies invasif. Seperti halnya kepadatan populasi yang rendah dari suatu spesies, bukan berarti spesies tersebut tidak mungkin berpotensi sebagai spesies invasif (Mehta et al., 2007).

Pengetahuan tentang gulma invasif dan interaksinya dengan tanaman tertentu berguna secara agronomi untuk pengembangan metode pengendalian. Selain itu, identifikasi gulma-gulma invasif berguna untuk studi-studi alelopati baru yang saat ini menjadi bagian penting pada pengembangan pertanian berkelanjutan. Kebun raya yang memiliki koleksi tanaman lebih banyak dibandingkan dengan agroekologi pertanian. Tingginya keragaman tersebut membuka peluang lebih besar untuk mengeksplor sistem biologi terkait interaksi gulma dengan tanaman.

Tujuan

1. Mengidentifikasi dan karakterisasi gulma-gulma ruderal invasif di Kebun Raya Bogor dan pola penyebarannya, guna mencari metode pengendalian yang tepat.

2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi pola penyebaran gulma ruderal invasif di Kebun Raya Bogor.

(17)

Hipotesis

1. Gulma ruderal invasif memiliki spesifikasi tertentu pada areal tertentu.

2. Terdapat gulma ruderal invasif dari golongan teki, rumput dan daun lebar yang spesifik untuk daerah tertentu.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Keadaan Umum Kebun Raya Bogor

Indonesia memiliki dua puluh kebun raya yang tersebar di Jawa Barat (Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Kuningan), Jawa Timur (Kebun Raya Purwodadi), Bali (Kebun Raya Eka Karya), Jawa Tengah (Kebun Raya Baturaden), NTB (Kebun Raya Lombok Timur), Batam (Kebun Raya Batam), Sumatera Utara (Kebun Raya Samosir), Jambi (Kebun Raya Bukit Sari), Sumatera Barat (Kebun Raya Solok), Lampung (Kebun Raya Liwa), Kalimantan Barat (Kebun Raya Sambas, Kebun Raya Danau Lait), Kalimantan Tengah (Kebun Raya Katingan), Kalimantan Timur (Kebun Raya Sungai Wain), Sulawesi Selatan (Kebun Raya Enrekang, Kebun Raya Pucak), Sulawesi Tenggara (Kebun Raya Kendari), Sulawesi Utara (Kebun Raya Minahasa) (LIPI, 2009).

Peranan Kebun Raya Bogor saat ini dapat dilihat dari beberapa sudut. Pertama dari segi preservasi sumber genetik tanaman. Intensifikasi penebangan dan konversi hutan yang tinggi mengakibatkan banyak jenis tumbuh-tumbuhan yang belum sempat dikembangkan atau bahkan sama sekali belum diketahui oleh kita tentang kegunaannya akan hilang. Sehubungan dengan hal tersebut, Kebun Raya Bogor (KRB) sebagai lokasi konservasi “ex-situ” melakukan eksplorasi tumbuhan di kawasan hutan, mendata, mengkoleksi dan melestarikan. Sebagai tempat pariwisata, KRB selalu ramai dikunjungi wisatawan lokal dan mancanegara. Dari dua puluh kebun raya yang ada di Indonesia hanya lima diantaranya yang telah mengalami pembangunan fisik dan memiliki fasilitas penunjang yang layak bagi wisatawan. KRB merupakan salah satu dari lima kebun raya yang mempunyai sarana dan prasarana terlengkap.

(19)

Deskripsi mengenai Kebun Raya Bogor menurut Subarna (2002) adalah merupakan salah satu lembaga botani bersejarah di Indonesia, yang juga dikenal dengan baik di dunia Internasional. Hal yang melatar belakangi berdirinya kebun raya ini didasarkan pada dua tujuan, yaitu: untuk melakukan eksploitasi kekayaan alam hayati Indonesia dan melaksanakan percobaan-percobaan tumbuhan yang mempunyai nilai ekonomi yang diimpor dari luar Indonesia. Kebun Raya Bogor merupakan kebun raya yang ke-13 tertua di dunia.

Secara geografis Kebun Raya Bogor terletak pada 6.370 Lintang Selatan dan 106.320 Bujur Timur. Secara administratif Kebun Raya Bogor terletak di tengan-tengah kota Bogor, provinsi Jawa Barat, berdampingan dengan Istana Presiden Bogor atau sekitar 60 km sebelah selatan Jakarta. Kawasan Kebun Raya Bogor berada pada ketinggian 260 m dpl, dengan luas keseluruhannya mencapai 87 ha. Jenis tanah di kawasan Kebun Raya Bogor dan sekitarnya merupakan jenis tanah latosol coklat kemerahan. Topografi Kebun Raya Bogor secara umum datar dengan kemiringan lahan 3 – 15 % dan sedikit bergelombang (Subarna, 2002).

Kawasan Kebun Raya Bogor termasuk daerah basah dengan curah hujan yang tinggi antara 3000 – 4000 mm per tahun dan termasuk tipe hujan A. Hasil pengamatan stasiun curah hujan pada tahun 2010, KRB memiliki 241 hari hujan dengan jumlah curah hujan 5081.7 mm (LIPI, 2010). Suhu harian KRB berkisar antara 21.40 – 30.20 C. Berdasarkan ketinggian dari permukaan laut, kawasan Kebun Raya Bogor termasuk tipe kawasan dataran rendah basah yang secara spesifik termasuk kedalam jenis kawasan hujan tropika dataran rendah yang ditandai dengan curah hujan tinggi dan keadaan yang selalu hijau. Kawasan KRB dilalui oleh dua aliran sungai, yaitu sungai Ciliwung dan sungai kecil Cibalok yang memotong Kebun Raya menjadi dua bagian. Tetapi untuk keperluan sistem hidrologi di dalam kawasan kebun raya, hanya berasal dari sungai Cibalok. Sungai ini berasal dari air buangan rumah tangga masyarakat kawasan sekitar yang kemudian terkumpul dalam satu saluran menjadi sungai kecil dan memasuki kawasan kebun raya (Subarna, 2002).

(20)

Beberapa koleksi merupakan koleksi yang termasuk dalam kategori unik, langka dan spesifik. Selain itu sebagian merupakan koleksi yang telah berusia lebih dari 100 tahun. Tanaman di Kebun Raya Bogor dikenal dengan tingkat status kelangkaan berdasarkan redlist book. Kebun Raya Bogor saat ini telah menjadi pulau habitat. Salah satu jenis yang mendiami pulau habitat ini adalah burung. Tercatat setidaknya terdapat 56 spesies burung mendiami wilayah KRB.

Klasifikasi Gulma

Menurut Sukman dan Yakub (2002), terdapat berbagai sistem klasifikasi gulma yang menggambarkan karakteristiknya, seperti klasifikasi berdasarkan karakteristik reproduksi, bentuk kehidupan, botani dan sebagainya. Dalam prakteknya terutama untuk kepentingan pengelolaan vegetasi maka klasifikasi botani biasa digunakan. Menurut klasifikasi ini gulma dibedakan menjadi: teki, rumput dan daun lebar. Berdasarkan bentuk masa pertumbuhan terdiri atas: gulma berkayu, gulma air, gulma perambat termasuk epiphytes dan parasit. Ditinjau dari siklus hidupnya dikenal gulma semusim, dua musim dan tahunan. Beberapa jenis gulma mungkin termasuk kombinasi dari karakteristik-karakteristik tersebut.

Teki (sedges) mempunyai batang berbentuk segitiga, kadang-kadang bulat dan tidak berongga, daun berasal dari nodia dan warna ungu tua. Gulma ini mempunyai sistem rhizoma dan umbi. Sifat yang menonjol adalah cepatnya membentuk umbi baru yang dapat bersifat dorman pada lingkungan tertentu. Dengan karakter yang demikian, teki menjadi menjadi relatif sulit dikendalikan secara manual.

(21)

Rumput (grasses) mudah dibedakan karena mempunyai batang bulat atau pipih dan berongga, kesamaannya dengan teki karena bentuk daunnya sama-sama sempit, tetapi dari sudut pengendalian terutama responnya terhadap herbisida berbeda.

Gambar 2. Jenis Gulma Rumput (a) Axonopus compressus (b) Andropogon aciculatus

Gulma berdaun lebar (broad-leaves weeds) membentuk daun-daun lebar yang berasal dari pertumbuhan meristem apikal dan sangat sensitif terhadap bahan kimia. Pada permukaan daun terutama permukaan bawah terdapat stomata yang memungkinkan cairan masuk. Gulma ini mempunyai tunas-tunas pada nodus atau titik memencarnya daun.

Berdasarkan siklus hidupnya gulma dibagi menjadi gulma semusim, dua musim dan tahunan. Menurut Sastroutomo (1990), gulma semusim merupakan gulma yang mempunyai daur hidup hanya satu tahun atau kurang dari mulai perkecambahan biji hingga dapat menghasilkan biji lagi. Gulma semusim dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu semusim dingin (winter annuals) dan semusim panas (summer annuals). Gulma semusim panas akan berkecambah di musim semi, menghasilkan biji dan kemudian mati pada musim panas dari tahun yang sama. Gulma semusim dingin akan berkecambah di musim gugur, istirahat di musim dingin, tumbuh lagi untuk menghasilkan biji kemudian mati di musim semi atau panas berikutnya. Gulma dua musim merupakan gulma yang dapat

(22)

hidup lebih dari satu tahun tetapi kurang dari dua tahun. Pada fase pertumbuhan awal, kecambah biasanya berbentuk roset. Setelah mengalami musim dingin bunga terbentuk diikuti pembentukan biji dan kemudian mati. Gulma tahunan adalah gulma yang dapat hidup lebih dari dua tahun. Ciri-ciri gulma jenis ini adalah setiap tahunnya pertumbuhan dimulai dengan perakaran yang sama.

Golongan gulma berkayu (woody weeds) adalah mencakup semua tumbuh-tumbuhan yang batangnya membentuk cabang-cabang sekunder. Gulma berkayu disebut juga sebagai gulma keras. Sifatnya yang demikian menyebabkan metode pengendalian berbeda dengan gulma lunak (Sastroutomo, 1999).

Gulma air (aquatic weeds) adalah tumbuhan yang beradaptasi terhadap keadaan air kontinu atau paling tidak toleran terhadap kondisi tanah berair untuk periode waktu hidupnya. Dalam prakteknya gulma air diklasifikasikan sebagai marginal (tepian), emergent (gabungan antara tenggelam dan terapung),

submerged (melayang), anchored with floating leaves (tenggelam), freefloating

(mengapung), dan plankton atau algae (Sastroutomo, 1999).

Selain yang tersebutkan diatas gulma juga ada yang merambat, epifit dan parasit. Karakter gulma merambat adalah melilit dan memanjat dapat menyebabkan penutupan areal yang luas dan cepat. Perambat kadang-kadang juga epifit atau hemiparasit. Akibat dari serangan gulma jenis ini adalah tanaman inang akan kehilangan daun karena cabang-cabangnya telah dimatikan oleh parasit tersebut.

Gulma Ruderal

Pengelompokan gulma yang paling sederhana dan biasa digunakan adalah mengelompokkan berdasarkan habitatnya. Ada beberapa kelompok gulma yang penting yaitu; agrestal atau segetal, ruderal, gulma padang rumput, gulma air, gulma hutan, dan gulma lingkungan. Tumbuhan ruderal adalah tumbuhan yang tidak dibudidayakan, tumbuh pada habitat alami yang terganggu (ruderal) tapi bukan digunakan untuk tujuan produksi (Sukman dan Yakub, 2002).

(23)

kereta api, atap gedung, tepi-tepi kolam/danau/rawa/sungai, tempat pembuangan sampah, dan lain-lain. Semua tempat ini mempunyai persamaan yang nyata yaitu telah mengalami gangguan akibat adanya aktivitas manusia. Jenis-jenis gulma yang dijumpai pada habitat-habitat ini sangat bervariasi mulai dari yang sederhana hingga berupa pohon yang yang tinggi. Keanekaragaman jenis yang terjadi disebabkan adanya perubahan lingkungan yang nyata sejalan dengan waktu dari proses suksesi sekunder pada habitat ruderal ini. Perubahan biasanya diawali dari jenis-jenis yang semusim kemudian berubah menjadi herba menahun dan akhirnya akan didominasi oleh pohon berkayu dan cukup tinggi.

Gulma Invasif

Mashhadi dan Radosevich (2004) menyatakan tumbuhan invasif tidak seperti rumput liar pertanian, tumbuhan invasif berhasil atau dapat menempati dan menyebar ke habitat baru tanpa bantuan lebih lanjut dari manusia. Tumbuhan kelompok ini dapat mengokupasi ke daerah baru yang sudah penuh sesak dengan vegetasi asli dan bahkan kemudian mampu menggantikannya. Spesies invasif erat kaitannya dengan spesies asing (alien spesies), maka seringkali disebut spesies asing invasif (invasive alien species). Spesies asing invasif didefinisikan sebagai spesies yang bukan spesies lokal dalam suatu ekosistem dan menyebabkan gangguan terhadap ekonomi dan lingkungan, serta berdampak buruk bagi kesehatan manusia (Campbell, 2005). Sementara itu, menurut Purwono et al. (2002) spesies asing invasif adalah spesies flora ataupun fauna, termasuk mikroorganisme yang hidup di luar habitat alaminya, tumbuh dengan pesat karena tidak memiliki musuh alami, sehingga menjadi gulma, hama, dan penyakit pada spesies asli.

Spesies invasif juga erat kaitannya dengan spesies eksotik. Spesies eksotik menurut Primack (1998), adalah spesies yang terdapat di luar distribusi alaminya. Tidak semua spesies eksotik dapat berkembang di habitat yang baru, namun ada sebagian dari spesies tersebut dapat tumbuh dan berkembang di lokasi yang baru, dan sebagian lagi diantaranya bersifat invasif.

(24)

pemanfaatan lahan oleh manusia. Dipandang dari sudut anthropogenic, gulma tersebut menggangu obyektif atau tujuan usaha manusia. (2) Invator, yang berhasil mapan pada habitat baru. Dipandang dari sudut biogeografi, ada tumbuhan asing, eksotis, alien, jenis eksotik. (3) Kolonial, tumbuhan yang berhasil pada daerah yang sebelumnya telah terganggu (disturbed). Dipandang dari sudut ekologis, dikenal ada tumbuhan primer dalam proses suksesi (Rejmanek, 1995). Istilah ini dapat tumpang tindih satu dengan yang lain seperti digambarkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram Tumpang Tindihnya Definisi Gulma (Rejmanek, 1995). Berdasarkan Gambar 3 bagian yang berwarna abu-abu dapat digolongkan dalam kelompok gulma invasif. Tjitrosoedirdjo (2010) menyatakan bahwa tumpang tindih seperti Gambar 3 tidak menjadi masalah, yang penting adalah bagaimana masalah gulma yang ditimbulkan dapat dikelola dengan baik. Perlu ada pendekatan non konvensional pada pengelolaan gulma invasif. Pendekatan konvensional dalam studi gulma lebih fokus kepada studi metoda pengendaliannya daripada pengaruhnya pada ekosistem.

Karakteristik Gulma Invasif

Karakter biologis gulma menurut Baker (1974) antara lain adalah sebagai berikut:

1. Viabilitas biji lama dan dikendalikan secara internal, sehingga perkecambahan bersifat tidak kontinu.

(25)

3. Biji diproduksi sepanjang hidup tumbuhan secara kontinu. 4. Biji dapat diproduksi dalam berbagai kondisi lingkungan.

5. Propagul teradaptasi untuk penyebaran jarak dekat maupun jarak jauh. 6. Kalau tumbuhan tahunan, ramet mudah putus dan sukar untuk dicabut dari

tanah.

Tjitrosemito (2004) menambahkan, jenis tumbuhan eksotik yang bersifat invasif memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan tanaman natif, sehingga mampu mendominasi kawasan tumbuhnya, karakter tersebut yaitu:

1. Pertumbuhan yang cepat.

2. Perakarannya banyak dan rapat, sehingga mendominasi perakaran disekitarnya.

3. Mampu menggunakan penyerbuk lokal sehingga mampu memproduksi biji.

4. Metode penyebaran biji efektif, seperti buah yang disukai hewan atau biji ringan sehingga mudah terbawa angin.

5. Biji yang dihasilkan banyak, sehingga cepat mendominasi areal.

6. Memiliki senyawa allelopati yang menghambat pertumbuhan jenis tumbuhan lokal.

Tjitrosoedirdjo (2010) juga menambahkan enumerasi karakter tumbuhan asing invasif, antara lain:

1. Cepat membangun naungan yang lebat.

2. Tumbuhan invasif juga dapat bersifat different phenology tumbuh lebih dulu, daun hijau lebih lama, berbunga lebih lama dan berbunga lebih dulu. 3. Biasanya tumbuhan invasif tidak mempunya musuh alami yang dapat

mengendalikan pertumbuhan populasinya.

(26)

Model Langkah dan Tahapan Invasi

Cara efektif untuk mempelajari tanaman invasif adalah dengan mengetahui proses invasi. Proses tersebut terdiri dari tiga tahap, introduksi, kolonisasi, dan naturalisasi. Introduksi adalah proses awal sebuah tanaman invasif berhasil masuk ke daerah baru. Proses ini biasanya dibantu oleh adanya gangguan. Kolonisasi sering membutuhkan jeda waktu lama sebelum tahap berikutnya dimulai. Pada proses ini terjadi pertumbuhan eksponensial yang cepat dan penyebaran populasi baru juga terjadi selama invasi. Naturalisasi terjadi apabila populasi baru mendiami semua relung yang tersedia, dan daya dukung tercapai. Kedua faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik biologi lingkungan diperlukan untuk invasi yang sukses (Mashhadi dan Radosevich, 2004).

Tahapan invasi tersebut menurut Tjitrosoedirdjo (2010) tidak cukup sebagai dasar untuk investigasi dari mekanisme invasi (Gambar 4). Tahapan atau subdivisi seharusnya mampu mengungkap kesukaran yang dialami tumbuhan untuk mencapai satu demi satu dari tiga tahapan tersebut. Model yang dibuat harus dapat membedakan antara tahapan (stages) dan langkah (steps) dari invasi. Tahapan invasi bermanfaat untuk mendeskripsikan status yang telah dicapai oleh tumbuhan, sedangkan langkah invasi adalah proses yang mengimplikasikan kesulitan yang mungkin timbul. Hanya langkah dalam invasi sesuai untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi tumbuhan itu.

(27)

Tahapan (stages) yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Berada di daerah baru. Periode atau tahapan dimana tanaman budidaya dan tanaman hias mulai dari periode budidaya atau periode pemeliharan sampai mereka lepas dari budidaya atau kultivasi dan menjadi feral. Tumbuhan yang tidak dikultivasi pada tahapan ini sejajar dengan periode dorman dari propagul.

2. Mapan secara spontan. Tanaman yang telah memasuki tahapan ini setidaknya satu generasi telah berhasil dihasilkan pada daerah baru tersebut, tanpa bantuan dari manusia.

3. Mapan secara permanen. Tumbuhan sudah mencapai tahapan ini apabila setidaknya ada satu populasi di daerah baru tersebut yang mempunyai peluang bagus untuk tetap bertahan disitu (i.e. the minimum viable population, MVP tercapai).

4. Persebaran di daerah baru tersebut telah tuntas. Pada tahap ini tumbuhan itu sudah menginvasi seluruh lokasi yang cocok untuk pertumbuhannya yang mengimplikasikan batas penyebaran baru sudah tercapai.

Tumbuhan harus melewati langkah berikut untuk maju dari satu tahap ke tahapan berikutnya:

1. Imigrasi. Satu atau lebih individual meninggalkan home range-nya dan mencapai daerah baru, oleh karenanya melewati pembatas penyebaran. Pada kasus ini banyak imigrasi yang difasilitasi oleh manusia.

2. Adanya pertumbuhan dan reproduksi yang independen setidaknya satu individu. Pada daerah baru itu setidaknya satu individu telah berhasil tumbuh, berkembang dan berbiak. Tanaman budidaya dan tanaman hias harus tumbuh sampai berbiak dilakukan sendiri bebas tanda dari kultivasi manusia.

3. Pertumbuhan populasi taraf MVP (the minimum viable population) tercapai. Tumbuhan harus membangun populasi yang cukup besar untuk menggaransi survival di lingkungan baru. Pada tahap ini memerlukan perubahan cara pandang, subyek investigasi bukan lagi individu tetapi populasi di daerah baru yang menjadi subyek penting.

(28)

Langkah-langkah diatas mengkompromikan masalah utama dimana suatu tumbuhan harus menghadapinya dalam rangkaian proses invasi. Hal tersebut menciptakan urutan kendala terhadap tumbuhan, dan langkah terakhir tidak dapat dicapai tanpa mengatasi seluruh langkah lainnya. Masalah yang timbul dikelompokan dalam langkah ini menurut hubungan dan waktu kejadiannya sehingga memberikan dasar untuk analisa yang sistematik.

(29)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2011 sampai dengan bulan Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di kawasan konservasi Kebun Raya Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat, Indonesia.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan antara lain kamera digital, buku lapang,papan jalan, amplop kertas berukuran 35 cm x 25 cm dan penggaris. Bahan yang digunakan adalah spesimen gulma invasif baik berupa spesimen utuh atau berupa bagian tumbuhan yang terdapat di Kebun Raya Bogor.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah pengamatan exploratif untuk gulma ruderal invasif pada semua “vak” (petak) yang terdapat di kawasan Kebun Raya Bogor. Data hasil pengamatan kemudian diolah dengan metode skoring dan diuji dengan multivariate cluster analysis.

Pelaksanaan

1. Melakukan wawancara dengan pihak KRB yang terkait untuk mendapatkan informasi gulma-gulma yang dianggap mengganggu. Berdasarkan informasi tersebut, dilakukan pengamatan pada setiap vak terhadap invasi atau serangan dari tumbuhan asing (gulma). Apabila terdapat serangan maka dilakukan pencatatan, dokumentasi, serta pengambilan spesimen contoh baik berupa tumbuhan utuh atau salah satu bagian saja dari gulma yang ditemukan sebagai bahan pembuatan herbarium untuk keperluan identifikasi.

(30)

3. Melakukan pengelompokkan gulma invasif dengan cara penilaian (skoring) menurut Hiebert dan Stubbendieck (1993) dan dimodifikasi oleh Tjitrosoedirdjo (2010), yaitu dengan membuat dua puluh karakteristik gulma dengan nilai 0 – 5 poin pada setiap karakter dengan nilai maksimal 100 poin. Gulma dengan total skor lebih dari 50 poin perlu mendapat perhatian khusus. Nilai yang diperoleh dari setiap karakteristik kemudian diolah dengan uji multivariate cluster untuk melihat pengelompokkan dari gulma-gulma tersebut.

4. Pengumpulan data sekunder berupa peta lingkungan Kebun Raya Bogor, keadaan umum Kebun Raya Bogor, manajemen perawatan dan pengendalian gulma serta data lain yang menunjang.

Pengamatan

. Pengamatan dilakukan secara langsung terhadap gulma-gulma invasif yang ditemukan. Komponen pengamatannya antara lain:

1. Deskripsi spesies (nama, jenis, botani). Pengamatan dilakukan secara eksploratif terhadap spesies gulma invasif di KRB. Spesimen gulma diamati secara langsung karakter morfologinya, kemudian spesimen dibuat menjadi herbarium untuk keperluan identifikasi lebih lanjut.

2. Titik penyebaran. Gulma invasif yang ditemukan diplot ke dalam peta dasar KRB. Satu titik penyebaran dapat terdiri satu atau lebih individu dan dapat terjadi asosiasi antar spesies gulma.

3. Luas penutupan. Penutupan kanopi di duga dari diameter penutupan kanopi masing-masing spesies. Jika ada gulma yang saling menutupi, maka luas penutupan masing-masing ditentukan secara subjektif dengan memperkirakan luas penutupan masing-masing spesies.

4. Cara perbanyakan. Pengamatan organ perbanyakan dilakukan langsung pada spesimen gulma yang diambil. Apabila tidak ditemukan organ perbanyakan maka dicari dari literatur.

5. Pola penyebaran.

(31)

kerugian dihitung dari perkiraan nilai rupiah jika gulma tidak dikendalikan atau jumlah biaya pengendalian serta kerugian material yang mungkin hilang.

Analisis

1. Penyebaran

Penyebaran gulma diamati dari seluruh vak yang ada. Luas Data luas penutupan tiap spesies dan data titik penyebaran yang telah di plot kedalam peta dasar KRB diolah menggunakan program ARC view GIS 3.3 untuk menentukan luas penutupan kanopi total.

2. Invasif

Pengelompokan gulma invasif berdasarkan kriteria dari Hiebert dan Stubbendieck (1993). Kriteria adalah pada Tabel 1.

3. Nisbah Jumlah Dominasi

Nisbah jumlah dominasi gulma (NJD- Nilai Jumlah Dominasi) dihitung menurut Moenandir (1993) dengan persamaan:

Namun karena berat kering gulma relatif sulit diperoleh, maka NJD dimodifikasi menjadi:

Frekuensi Relatif (FR) dihitung dengan rumus:

Frekuensi Mutlak yaitu keberadaan jenis gulma tertentu relatif terhadap total vak yaitu 192 vak. Misalnya, gulma A ditemukan pada 20 vak, maka Frekuensi Mutlaknya adalah:

Kerapatan Relatif (FR) dihitung dengan rumus:

Titik penyebaran dianggap sebagai potensi penyebaran gulma di KRB.

(32)

Tabel 1. Kriteria Pengelompokan Gulma Invasif 3. Tingkat dampak visual terhadap lanskap

a. Tidak ada dampak visual

a. Tidak ada pertumbuhan setelah penyiangan b. Mampu tumbuh kembali dari akar atau umbi

c. Beberapa bagian tanaman merupakan propagul yang layak

0 3 5 5. Kemampuan untuk menyelesaikan siklus reproduksi

a. Tidak mampu melengkapi siklus reproduksi b. Mampu melengkapi siklus reproduksi

d. Reproduksi vegetatif meningkatkan populasi dengan cepat

0 1 3 5 8. Frekuensi reproduksi seksual untuk tanaman dewasa

a. Hampir tidak pernah

b. Sekali dalam 5 tahun atau lebih c. Setiap tahun

d. Sekali atau lebih dalam setahun

0

a. Tidak mempunyai media penyebaran biji b. Hanya mempunyai satu media penyebaran biji c. Mampunyai satu atau lebih media penyebaran biji

0 3 5 11.Kemampuan peyebaran

a. Berpotensi kecil untuk penyebaran jauh b. Berpotensi besar untuk penyebaran jauh

(33)

Tabel 1. (Lanjutan) Kriteria Pengelompokan Gulma Invasif

Kriteria Skor

12.Kelimpahan dan jarak propagul ke areal a. Tidak ada sumber propagul dalam areal

b. Terdapat beberapa sumber propagul, tetapi tidak mudah menyebar c. Terdapat beberapa sumber propagul, dan mudah menyebar

d. Terdapat banyak sumber propagul dalam areal

0

a. Membutuhkan tanah terbuka dan pengolahan lahan

b. Mampu berkecambah pada daerah ternaungi tetapi dalam kondisi khusus

c. Mampu berkecambah pada daerah ternaungi dalam berbagai kondisi b. Memiliki senyawa allelopati cukup kuat c. Memiliki senyawa allelopati sangat kuat

0 3 5 16.Pengendalian biologis

a. Pengendalian biologis dapat dilakukan b. Terdapat potensi untuk pengendalian biologis c. Pengendalian biologis tidak dapat dilakukan

0 c. Pembentukan naungan cepat dan lebat

0 3 5 18.Pengaruh pada areal

a. Sedikit atau tidak memberi efek pada tanaman asli b. Menyerang dan mengubah tanaman asli

c. Menyerang dan menggantikan tanaman asli

0 3 5 19.Dampak yang ditimbulkan di daerah lain

a. Tidak diketahui menimbulkan dampak di daerah lain b. Menimbulkan dampak di daerah lain, tetapi berbeda iklim c. Sedikit berdampak di daerah lain dengan iklim yang sama d. Cukup berdampak di daerah lain dengan iklim yang sama e. Berdampak besar di daerah lain dengan iklim yang sama

0

a. Dapat dikendalikan dengan sekali pengendalian manual / kimia b. Dapat dikendalikan dengan satu atau dua kali pengendalian manual

/ kimia

c. Diperlukan pengendalian manual / kimia secara berulang kali

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyebaran Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor

Setelah dilakukan pengamatan dan pencatatan langsung di lapang, maka dapat diketahui tingkat penyebaran gulma invasif yang ada di Kebun Raya Bogor dengan mendata setiap lokasi vak yang terserang oleh gulma tersebut yang tersaji dalam Tabel 2. Terdapat tujuh spesies gulma yang dipilih berdasarkan informasi yang diberikan oleh pihak KRB. Gulma-gulma tersebut sebelumnya sudah menjadi perhatian khusus di KRB dan sebelumnya telah dilakukan penelitian terhadap salah satu jenis gulma yaitu Cissus sicyoides Blume. Berdasarkan ploting dan pengamatan langsung di lapang kemudian dilakukan proses digitasi dengan software ARCview GIS 3.3 untuk menghitung banyaknya titik penyebaran dan luas penutupan masing-masing spesies gulma invasif yang ada di Kebun Raya Bogor (Gambar 5).

Pada Tabel 2 dan Tabel 3 dapat dilihat bahwa tidak semua jenis gulma dengan tingkat penyebaran yang tinggi memiliki luas penutupan yang besar. Habitus gulma dan bentuk tajuk mempengaruhi luas penutupannya, seperti kasus gulma Mikania micrantha dan Cecropia adenopus. Lokasi dan titik penyebaran Cecropia adenopus lebih besar dibandingkan dengan Mikania micrantha, namun

dalam satu titik penyebaran, luas penutupan Mikania micrantha jauh lebih besar. Mikania micrantha merupakan tanaman merambat yang memiliki kemampuan membentuk naungan yang cukup besar dalam waktu singkat.

(35)

Blume., Mikania micrantha H.B.K. dan Cissus nodosa Blume. Pengamatan di lapang menunjukan gulma-gulma itu dijumpai menyebar secara kelompok.

Tabel 2. Lokasi Penyebaran Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor

Nama Spesies Lokasi Penyebaran (vak) ∑

(36)

23

(37)

Tabel 3. Jumlah Titik Penyebaran dan Luas Penutupan Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor

No Nama spesies Jumlah Titik

Penyebaran

Gulma invasif yang perbanyakannya melalui biji dan penyebarannya dibantu oleh angin atau hewan mampu menyebar lebih jauh dari tanaman induknya. Ficus elastica Roxb., Cecropia adenopus Mart. ex Miq. dan Paraserianthes falcataria merupakan jenis gulma invasif di Kebun Raya Bogor

(KRB) yang dijumpai di lapang menyebar secara acak. Jenis gulma tersebut penyebaran bijinya dibantu oleh angin dan hewan.

Pada periode tahun 2003 – 2004 terdapat 56 jenis burung dari 46 marga yang ada di Kebun Raya Bogor, dengan kelimpahan 10 – 50 individu tiap jenisnya (Tirtaningtyas, 2004). Burung – burung tersebut memanfaatkan pepohonan yang terdapat di KRB sebagai tempat melakukan aktivitas sehari-hari. Salah satu pohon yang dimanfaatkan burung adalah Ficus sp. Berdasarkan hasil pengamatan Tirtaningtyas (2004) terhadap aktivitas burung di KRB, Ficus sp memiliki nilai fungsi jenis tumbuhan untuk aktivitas burung sebagai tempat makan sebesar 5.21%, sebagai tempat istirahat 5.88%, sebagai tempat gerak berpindah sebesar 5.21%, sebagai tempat bersosialisasi sebesar 4.54% dan tempat vocal sebesar 22.83%. Pohon albasia (Paraserianthes falcataria) memiliki nilai fungsi sebagai tempat bersosialisasi dan sebagai tempat vocal sebesar 4.54%.

(38)

elastica dihuni oleh 269 ekor kalong pada pagi hari dan 284 ekor pada sore hari (Rukmana, 2003). Berdasarkan penelitian Tirtaningtyas (2004) dan Rukmana (2003), diduga burung dan kalong merupakan media penyebar propagul biji F.elastica dan P.falcataria yang kemungkinan termakan kemudian disebarkan

melalui kotoran atau menempel pada tubuh kalong dan burung.

Selain melalui media angin dan hewan, aktivitas pengunjung diduga memberikan peran dalam penyebaran beberapa jenis gulma yang ada di KRB. Pengunjung KRB (Tabel 4) dapat secara sengaja ataupun tidak sengaja membawa dan memindahkan propagul gulma dari satu tempat ketempat yang lain.

Tabel 4. Jumlah Pengunjung Kebun Raya Bogor Berdasarkan Kewarganegaraan

Sumber: Laporan Tahunan PKT Kebun Raya Bogor (2003- 2010)

Pada mulanya empat diantara tujuh spesies gulma tersebut adalah tanaman koleksi di Kebun Raya Bogor yaitu Dioscorea bulbifera L., Cissus sicyoides Blume., Cissus nodosa Blume. dan Paraserianthes falcataria. Keempat spesies gulma tersebut memiliki kemampuan perbanyakan diri yang cepat, sehingga lama-kelamaan menyebar dan menyerang tanaman koleksi lain yang ada di KRB. Tiga jenis gulma lainnya tidak berasal dari KRB, seperti misalnya Mikania micrantha yang juga merupakan gulma umum di wilayah pertanian. Spesies Ficus elastica Roxb. dan Cecropia adenopus Mart. ex Miq yang saat ini masih belum diketahui asal mula penyebarannya di KRB.

Dioscorea bulbifera L.

Dioscorea bulbifera L merupakan spesies gulma dengan tingkat serangan

(39)

merupakan jenis tanaman merambat dengan bentuk daun yang lebar. Spesies ini merupakan tanaman koleksi yang kemudian menyebar di sebagian wilayah KRB. D.bulbifera L menjadi masalah di Kebun Raya Bogor karena perbanyakan dan pertumbuhannya sangat cepat, mampu tumbuh baik dalam kondisi ternaungi atau dalam kondisi terbuka. Selain sifat-sifat tersebut gulma D.bulbifera L juga merugikan tanaman koleksi yang menjadi inangnya. Mekanisme serangan spesies ini awalnya melilit pada batang tanaman inangnya. Lama-kelamaan tumbuh semakin ke atas dan menutup seluruh tajuk (Gambar 6). Berdasarkan pengamatan, serangan D.bulbifera L pada Vak XX.B sudah terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama. Apabila hal ini dibiarkan akan menyebabkan tanaman inang tidak mampu berfotosintesis dan pada akhirnya akan mati. Secara agronomi, Dioscorea merupakan tanaman pangan kelompok umbi-umbian. Hidajat (1993) menggolongkan D.bulbifera L sebagai sumber pangan. Umbi udara D.bulbifera L juga berperan sebagai organ perbanyakan.

Gambar 6. Serangan Dioscorea bulbifera L pada Vak XX.B

(40)

Wilayah KRB. Hal tersebut dikarenakan gulma ini merupakan tanaman koleksi yang berasal dari wilayah tersebut yaitu tepatnya berasal dari vak XV.B (Gambar 7).

Gambar 7. Peta Penyebaran D.bulbifera L. di Kebun Raya Bogor

Mikania micrantha H.B.K

Mikania micrantha H.B.K merupakan gulma yang umum menyerang areal

pertanian (Deskripsi spesies disajikan pada Lampiran 4). Gulma ini mendapat perhatian khusus pada perkebunan karet karena spesies ini mempunyai senyawa allelopati yang menekan pertumbuhan karet (Nasution, 1986). Mikania micrantha H.B.K merupakan tumbuhan herba yang merambat, sering dijumpai pada kondisi lahan yang sedikit terganggu. Di KRB gulma ini lebih sering ditemukan pada sisa batang pohon yang telah mati atau pada tumpukan serasah. Selain itu sering juga ditemukan pada daerah ruderal seperti tepi kolam, tepi sungai dan juga tumbuh

(41)

merambat di pagar-pagar. Meskipun biasa dijumpai pada areal ruderal, di beberapa vak serangan M. micrantha cukup parah bahkan hampir menutup tajuk sejumlah tanaman koleksi sehingga menghambat proses fotosintesis (Gambar 8). Gulma M. micrantha menyerang tanaman koleksi Agave vivivara yang terdapat di vak II.O. Pada beberapa titik penyebaran gulma ini juga ditemukan berasosiasi dengan gulma merambat lainnya dalam menyerang tanaman koleksi.

Gambar 8. Serangan Mikania micrantha H.B.K pada Vak II.O Gulma Mikania micrantha kurang mendapat perhatian dalam pengendalian gulma di KRB karena menyerang lebih banyak pada lingkungan ruderal dibandingkan di lingkungan koleksi. Kerugian yang lebih sering ditimbulkan Mikania micrantha adalah mengurangi keindahan lanskap di KRB. Namun demikian gulma ini berpotensi besar dapat menyerang tanaman inang secara luas karena Mikania micrantha mudah berkembang biak baik melalui biji maupun dari potongan batangnya. Pengendalian manual yang efektif adalah melalui pendongkelan dan harus diiringi dengan pengayapan dan penyingkiran dari permukaan tanah agar tidak tumbuh kembali (Nasution, 1986).

(42)

gulma ini tumbuh pada sisa batang pohon yang mati, pada tumpukan serasah dan yang paling dominan tumbuh di sepanjang pagar KRB. Pada vak XXV.A gulma ini tumbuh mengelompok pada pagar yang berada di tepi aliran sungai.

Gambar 9. Peta Penyebaran M.micrantha H.B.K di Kebun Raya Bogor

Cecropia adenopus Mart. ex Miq

Cecropia adenopus Mart. ex Miq adalah tanaman pengganggu berhabitus

pohon di KRB (Deskripsi spesies disajikan pada Lampiran 11). Gulma ini merupakan tipe tumbuhan pioneer yang tumbuh secara acak baik pada lingkungan ruderal dan diantara tanaman koleksi yang ada di KRB. Namun demikian pertumbuhan gulma ini lebih baik pada lingkungan ruderal. Pada lingkungan ruderal gulma ini banyak dijumpai di pagar-pagar, tepi sungai dan beberapa di tepi jalan setapak. Pada beberapa vak gulma ini tumbuh diantara sela-sela batang utama pohon yang berukuran besar (Gambar 10) dan juga tumbuh diantara tanaman koleksi yang berhabitus semak. Kerugian yang ditimbulkan memberikan

(43)

dampak lebih besar pada aspek visual lingkungan ruderal dibanding kompetisinya dengan tanaman koleksi yang ada di KRB.Penyebaran gulma ini dapat dilihat pada Gambar 11. Penyebaran gulma ini merata hampir di semua bagian KRB.

Gambar 10. Serangan C.adenopus Mart. ex Miq di Kebun Raya Bogor (a) C. adenopus yang Telah Berumur Kurang Lebih 5 Tahun

(b) C. adenopus Berumur Kurang dari 1 Tahun yang Menempel pada Pohon Bungur (Lagestroemia loudinii)

Gambar 11. Peta Penyebaran C.adenopus Mart. ex Miq di Kebun Raya Bogor

(a) (b)

(44)

Ficus elastica Roxb

Ficus elastica Roxb merupakan tanaman pengganggu di KRB dan

termasuk dalam keluarga beringin (Moraceae) yang tumbuh epifit (Deskripsi spesies disajikan pada Lampiran 5). Gulma ini memiliki sifat yang merugikan inangnya yaitu melilit batang tanaman inang sehingga terlihat seperti mencekik yang mengakibatkan laju respirasi terganggu. Gulma ini memiliki beberapa tahap mekanisme serangan pada tanaman inang. F. elastica Roxb muda awalnya hidup epifit diantara percabangan batang utama tanaman inangnya (Sastrapradja, 1984). Secara perlahan akar F. elastica Roxb muda mulai tumbuh menuju permukaan tanah. Akar-akar tersebut membelit batang utama tanaman inang hingga rapat dan mulai menutupi seluruh permukaan batang (Gambar 12). Pada tahap ini F. elastica Roxb tidak lagi tumbuh secara epifit, karena akar-akarnya mampu

mengambil nutrisi dari tanah. Selanjutnya, akar-akar yang membelit batang utama inangnya mulai menyatu kemudian menjadi satu kesatuan batang yang solid dan kokoh. Kanopi F. elastica Roxb dewasa mampu menutup tajuk tanaman inang, sehingga menghambat masuknya cahaya matahari. Pada akhirnya F. elastica Roxb akan mengakibatkan kematian pada tanaman inang.

Gambar 12. Serangan Ficus elastica Roxb pada Vak IV.F

(45)

inangnya diantaranya memilih pohon besar dengan tinggi lebih dari 10 m ,memiliki kulit kayu yang kasar dan mempunyai ruang diantara percabangan batang utamanya. Sifat pohon yang demikian mendukung benih dari Ficus elastica Roxb untuk berkecambah dan bertahan hidup. F. elastica Roxb sering

dijumpai hidup secara soliter dalam setiap satu pohon yang dijadikan inangnya. Beberapa koleksi pohon yang diserang oleh gulma Ficus elastica Roxb diantaranya famili Anacardiaceae, Arecaceae, Burseraceae, Fabaceae, Lauraceae, Meliaceae, Moraceae, Myrtaceae, Protaceae, Sabiaceae, Sapindaceae dan Sapotaceae.

Gambar 13. Peta Penyebaran F. elastica Roxb di Kebun Raya Bogor

(46)

Paraserianthes falcataria

Paraserianthes falcataria atau yang lebih dikenal dengan Albasia,

merupakan tanaman berhabitus pohon (Deskripsi spesies disajikan pada Lampiran 3). Di KRB pohon besar ini merupakan koleksi di Vak II.C. Pohon ini menjadi gulma karena penyebaran bijinya yang banyak cukup mengganggu pada koleksi lain yang berada di sekitarnya. Gangguan yang ditimbulkan tumbuhan Albasia muncul diantara tanaman koleksi, apabila tajuk pohon semakin lebar dan mengurangi cahaya matahari bagi tanaman di bawahnya. Namun demikian hingga saat ini belum ada kerugian yang signifikan terhadap tanaman inang. Kerugian yang ditimbulkan lebih berdampak kepada penurunan kualitas visual lanskap pada beberapa vak di Kebun Raya Bogor.

Penyebaran Albasia hanya mencakup wilayah vak yang berada tidak terlalu jauh dengan sumber inokulum. Penyebaran biji yang dibantu oleh angin menyebabkan tumbuhan ini menyebar acak. Kondisi di lapang menunjukan semakin dekat lokasi vak dengan sumber inokulum, maka semakin tinggi jumlah individu Albasia yang tumbuh. Lokasi vak yang cukup banyak mendapat gangguan dari spesies ini antara lain vak II.O dan vak II.D. Jenis koleksi yang terganggu pada umumnya berhabitus semak atau perdu (Gambar 14). Seperti misalnya pandan (Pandanaceae) dan Cycadanaceae.

Gambar 14. Serangan Paraserianthes falcataria pada Vak II.D

(47)

ekonomi dan pada waktu-waktu tertentu pohon tersebut ditebang untuk diambil kayunya. Selain itu daun-daun Albasia yang berguguran diharapkan akan menyuburkan lahan.

Gambar 15. Peta Penyebaran P.falcataria di Kebun Raya Bogor

Cissus sicyoides Blume. dan Cissus nodosa Blume.

Cissus sicyoides Blume dan Cissus nodosa Blume merupakan spesies

berhabitus liana dari suku Vitaceae (Deskripsi spesies disajikan pada Lampiran 2 dan 12). Ciri khusus yang membedakan keduanya adalah pada Cissus sicyoides Blume memiliki daun sedikit lebih tebal, bergerigi dan batangnya memiliki lapisan lilin, sedangkan Cissus nodosa Blume memiliki warna daun yang lebih gelap, daun tidak bergerigi dan tidak memiliki lapisan lilin pada batangnya. Gulma Cissus sicyoides Blume dan Cissus nodosa Blume menjadi perhatian di KRB karena kedua jenis gulma ini sangat mudah berkembang biak. Gulma jenis

(48)

cissus mampu memperbanyak diri hanya melalui potongan kecil dari bagian batang atau akar hawanya. Sifat yang merugikan dari tanaman ini antara lain lebih menyukai tempat di bagian atas tajuk pohon, sehingga dapat menghambat masuknya sinar matahari dan mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis yang menyebabkan kematian pada tanaman inang (Agustin, 2005). Pola serangan C.sicyoides berbeda dengan serangan C.nodosa. C.sicyoides menyerang tanaman

inang dengan menutup bagian atas tajuk tanaman, sedangkan C.nodosa menyerang dengan menggantung dari bagian atas tajuk hingga mecapai ke permukaan tanah (Gambar 16).

Gambar 16. Serangan Cissus spp di Kebun Raya Bogor

(a) Serangan Cissus sicyoides Blume pada Vak II.O (b) Serangan Cissus nodosa Blume pada Vak II.F

Berdasarkan Roemantyo dan Purwantoro (1990), kecenderungan Cissus sicyoides Blume. sebagai gulma pada pohon, tercatat telah merambati 38 suku, 97

genus, dan 117 jenis pohon di KRB. Suku Fabaceae merupakan yang paling banyak ditumbuhi oleh Cissus. Terdapat 15 jenis yang tergolong dalam 12 genus. Famili lain adalah Arecaceae (12 jenis, 9 genus), Apocynaceae (6 jenis, 6 genus), Dipterocarpaceae (8 jenis, 5 genus), Lauraceae (8 jenis, 5 genus) dan Verbenaceae (6 jenis, 5 genus). Selain bentuk pohon, Cissus juga menyerang koleksi perdu seperti bambu (Poaceae), Agavaceae, Pandanaceae dan koleksi tumbuhan merambat seperti Araceae. Bila dibandingkan dengan jumlah spesimen koleksi tanaman yang berbentuk pohon, sekitar 2.66% pohon koleksi telah dijalari oleh gulma Cissus sicyoides Blume. Cissus sicyoides Blume tidak hanya menjadi masalah di KRB saja. Berdasarkan database Seameo Biotrop tahun 2011 saat ini Cissus sicyoides Blume telah menjadi spesies invasif yang umum di Indonesia terutama di Jawa Barat, Bali dan Sulawesi (SEAMEO, 2011).

(49)

Cissus sicyoides Blume dan Cissus nodosa Blume adalah tanaman koleksi

yang sebelumnya hanya berada di vak XVII.F dan XI.B. Penyebaran spesies ini cukup cepat, sehingga mendominasi pada beberapa vak di KRB, antara lain II.O (Taman Mexico), II.P, II.F, XVII.I, XX.B dan sebagian XXIV.B (Gambar 17 dan 18). Koleksi yang diserang pada vak II.O adalah jenis kaktus atau termasuk dalam famili Cactaceae. Beberapa koleksi yang terserang Cissus pada vak II.P diantaranya famili Acanthaceae, Caesalpiniaceae, Euphorbiaceae, Myrtaceae, dan Papilionaceae. Pada vak II.F jenis koleksi yang diserang antara lain famili Araceae dan Icacinaceae. Pada vak XVII.I menyerang koleksi Annonaceae, Clusiaceae, Ebenaceae, Icacinaceae, Lauraceae, Lecthdaceae, Rutaceae dan Meliaceae. Pada vak XX.B menyerang sebagian pohon pinus dan tumbuh sepanjang pagar KRB. Pada vak XXIV.B menyerang jenis palem dan tumbuh sepanjang pagar pembatas vak XXIV.B dan XXIV.C.

Gambar 17. Peta Penyebaran C. sicyoides di Kebun Raya Bogor

(50)

Gambar 18. Peta Penyebaran C. nodosa Blume di Kebun Raya Bogor

Pengelompokan Gulma Invasif

Pengelompokan gulma dilakukan dengan metode skoring (penilaian) yang dikembangkan oleh Hiebert dan Stubbendieck (1993), dan dimodifikasi oleh Tjitrosoedirdjo (2010). Terdapat 20 kriteria penilaian untuk masing-masing gulma dengan total nilai maksimal yang mungkin adalah 100 poin. Menurut Stubbendieck et al. (1992) spesies gulma yang memiliki poin lebih dari 50 dapat memberikan dampak signifikan yang mengganggu dan memerlukan pengendalian yang cermat.

Pada Tabel 5 menunjukkan peringkat gulma invasif di KRB. Spesies gulma yang dianggap mengganggu dan memerlukan pengendalian yang cermat, secara berurutan dari peringkat pertama adalah Mikania micrantha H.B.K total

(51)

nilai 78 poin, Cissus sicyoides L total nilai 75 poin, Dioscorea bulbifera L total nilai 69 poin, Cissus nodosa L total nilai 67 poin, Ficus elastica Roxb total nilai 56 poin. Sedangkan spesies gulma yang dianggap tidak membahayakan biodiversitas di KRB adalah Paraserianthes falcataria total nilai 48 poin dan Cecropia adenopus total nilai 45 poin. Nilai masing-masing gulma kemudian

diolah menggunakan program Minitab 14 untuk melihat pengelompokkan (Gambar 19).

Tabel 5. Penilaian Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor

(52)

Hasil Analisis Pengelompokkan menggunakan Minitab 14 menunjukan tingkat kemiripan tujuh spesies gulma dan proses aglomerasi antar spesies gulma penting di KRB (Tabel 6). Secara umum, tingkat agresifitas gulma memiliki kesamaan yaitu sekitar 73%. Cecropia adenopus Mart. ex Miq dan Paraserianthes falcataria memiliki tingkat kemiripan tertinggi sebesar 94.2051%.

Kedua spesies tersebut merupakan gulma yang memiliki nilai terkecil dan dianggap tidak berbahaya. Gulma dengan skor terbesar Mikania micrantha H.B.K memiliki tingkat kemiripan tertinggi dengan gulma Cissus sicyoides Blume dan Cissus nodosa Blume sebesar 82.2538%. Pada tingkat persamaan 80%, spesies

invasif tergabung dalam tiga grup.

Tabel 6. Analisis Pengelompokkan Minitab 14 dari Variabel: D. bulbifera L., F. elastica Roxb., C. sicyoides L., M. micrantha H.B.K., C. adenopus, C. nodosa L. dan P. falcataria

Langkah Nomor

(53)

Gambar 19. Dendogram Pengelompokkan Tingkatan Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor

Grup 1 dan 2 merupakan kelompok gulma dengan total nilai tinggi yaitu diatas 50 poin. Artinya kelompok gulma ini mempunyai dampak yang signifikan terhadap kestabilan habitat di Kebun Raya Bogor. Terkait hal tersebut perlu adanya suatu metode yang tepat untuk pengendalian kelompok gulma tersebut. Anggota Grup 1 dan 2 merupakan golongan tumbuhan kayu pemanjat (woody climber). Menurut Herklots (1976) ada dua karakteristik penting yang dimiliki

oleh tumbuhan pemanjat. Pertama, mempunyai kemampuan yang lebih cepat untuk tumbuh, dengan melihat bentuknya yang lemah dan tipis tapi sangat kuat. Kedua, mekanisme yang aman bagi pertumbuhannya untuk mencegah penyelipan pada tumbuhan lain.

(54)

sebagai tanaman herbaceus, meskipun sebagian termasuk dalam golongan subwoody.

Terdapat empat tipe tanaman memanjat berdasarkan cara memanjatnya diantaranya twiners, stickers, clingers dan hookers (Menninger, 1970). Kelompok gulma Grup 1, Dioscorea bulbifera L termasuk kedalam tipe twiners yaitu pertumbuhan batangnya melilit pada batang tanaman inang dan tumbuh secara vertikal. Pada spesies Dioscorea bulbifera L arah lilitanya adalah ke kiri. Kelompok gulma pada Grup 2, Cissus sicyoides Blume, Cissus nodosa Blume dan Mikania micrantha H.B.K termasuk ke dalam tipe clingers yaitu tumbuh memanjat pada tanaman inangnya dengan menggunakan bantuan sulur atau akar hawanya.

Berdasarkan pembagian jenis tanaman memanjat oleh Putz dan Mooney (1991), Ficus elastica Roxb sebenarnya dapat juga dimasukan ke dalam kelompok hemiepifit, namun kategori tumbuhan hemiepifit tidak terlalu jelas jenis pemanjatannya. Beberapa jenisnya ada yang mulai tumbuh sebagai epifit dan setiap jenisnya dapat berbeda, mungkin epifit atau bukan. Tumbuhan ini juga memiliki bagian seperti batang yang merambat dan sebenarnya bagian tersebut adalah akar.

Dominasi Gulma

(55)

Pada Tabel 7 ditunjukan bahwa spesies Dioscorea bulbifera L. yang termasuk ke dalam golongan tumbuhan pemanjat merupakan gulma paling dominan di KRB, dengan NJD sebesar 27.66%. Gulma dominan peringkat dua dan tiga merupakan golongan pohon berkayu, yaitu Ficus elastica Roxb. dengan NJD 18.23% dan Cissus sicyoides Blume. dengan NJD 17.30 %. Selisih NJD Dioscorea bulbifera L. terpaut cukup jauh apabila dibandingkan dengan gulma

peringkat kedua dan ketiga. Apabila dibandingkan dengan urutan peringkat penilaian gulma pada tabel 4 spesies gulma dengan nilai diatas 50 poin, rata-rata memiliki NJD diatas 10%. Namun Mikania micrantha H.B.K yang menempati urutan pertama dengan nilai tertinggi yaitu 78 poin, pada perhitungan NJD berada pada urutan keenam dengan NJD sebesar 7.27%.

Tabel 7. Nisbah Jumlah Dominasi (NJD) Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor

No. Spesies Gulma NJD (%)

1. Dioscorea bulbifera L. 27.66

2. Ficus elastica Roxb. 18.23

3. Cissus sicyoides Blume. 17.30

4. Cecropia adenopus Mart. ex Miq. 13.45

5. Cissus nodosa Blume. 12.48

6. Mikania micrantha H.B.K 7.27

7. Paraserianthes falcataria 3.59

Total 100

(56)

visual terhadap lanskap, kemampuan membentuk naungan dan sebagainya. Karakteristik yang diamati dari dampak tak langsung diantaranya tingkat usaha pengendalian yang dibutuhkan, dampak yang ditimbulkan di daerah lain, media penyebaran biji dan sebagainya. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan spesies gulma yang memiliki nilai NJD kecil, berpotensi untuk menjadi spesies invasif yang mengancam biodiversitas di KRB. Nilai NJD kecil dapat disebabkan gulma tersebut merupakan spesies baru yang sengaja diintroduksi atau menyebar secara alami ke lingkungan KRB.

Manajemen Gulma di Kebun Raya Bogor

Unit kebersihan tanaman koleksi di KRB bertugas merawat tanaman koleksi dengan membersihkan gulma. Pembagian kerja unit kebersihan di Kebun Raya Bogor dibagi dalam 12 lingkungan. Pada setiap lingkungan terdapat 4 – 8 orang pekerja yang bertanggung jawab dalam lingkungan tersebut. Banyaknya pekerja pada setiap lingkungan tergantung pada luasan pada setiap lingkungan. Kondisi di lapang menunjukan jumlah tenaga kerja tersebut masih kurang dan perlu adanya tambahan tenaga kerja untuk pengendalian gulma. Kekurangan tenaga tersebut saat ini di atasi dengan melakukan sistem gorol, yaitu semua pekerja secara bersama-sama membersihkan satu lingkungan ke lingkungan berikutnya secara bergiliran.

(57)

Pembersihan gulma dilakukan secara rutin 10 – 14 hari. Penyiangan dilakukan sebagai salah satu usaha untuk mencegah persaingan antara tanaman dan gulma terhadap unsur hara dan air. Penyiangan antara tanaman dan gulma dilakukan secara manual meliputi pembersihan gulma dan tumbuhan penggangu lainnya serta pembuatan bokoran pada tanaman koleksi (Melvinda, 2005). Pengendalian gulma juga dilakukan di sepanjang jalan setapak yang ditumbuhi oleh rumput liar.

Metode pengendalian tanaman pengganggu seperti jenis D. bulbifera L., F. elastica Roxb., C. sicyoides L., M. micrantha H.B.K., C. adenopus, C. nodosa

L. dan P. falcataria masih dilakukan secara konvensional. Pengendalian gulma D. bulbifera L. dan jenis Cissus lebih mendapat perhatian khusus karena gulma ini

termasuk yang paling sulit dikendalikan. D. bulbifera L. perlu digali umbinya dan buah yang jatuh di tanah harus diambil satu per satu, umbi dan buah dicacah kemudian dibakar. Pengendalian gulma M. micrantha H.B.K. dan jenis Cissus lebih diperhatikan untuk tidak meninggalkan sisa-sisa tanaman. Terutama untuk jenis Cissus yang mampu memperbanyak diri melalui akar nafasnya, perlu ekstra hati-hati. Hal tersebut karena bila secara tidak sengaja menjatuhkan bagian akar hawa ini diatas tanah maka akar tersebut akan menjadi individu baru.

Tanaman penggangu yang berhabitus pohon seperti F. elastica Roxb., C. adenopus, P. falcataria dapat langsung ditebang. Pengendalian F. elastica Roxb. mungkin yang dirasa paling sulit dibandingkan C. adenopus dan P. falcataria. Ficus memiliki sifat epifit pada pohon-pohon yang cenderung tinggi, sehingga

jika pekerja akan memotongan batang F. elastica Roxb. harus memanjat keatas pohon inangnya (Gambar 20).

(58)

Upaya yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan melakukan penyempurnaan metode yang sudah ada. Sistem pembagian wilayah KRB menjadi 12 lingkungan dinilai relevan. Permasalahan ketersediaan tenaga kerja dapat diatasi dengan perekrutan tenaga honorer atau dengan menambah peralatan mekanis. Metode pengendalian gulma dengan cara manual dan dipadukan dengan metode kultur teknis dinilai paling tepat untuk diterapkan saat ini. Pengendalian manual memiliki keunggulan mudah dalam pelaksanaannya dan hasilnya cepat terlihat. Pengendalian gulma dengan kultur teknis dapat dilakukan dengan pembuatan bokoran pada tanaman koleksi, pemupukan tepat dosis, dan lain sebagainya. Upaya tersebut diharapkan akan menjadi sistem pengendalian gulma terpadu yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi.

Gambar

Tabel 1. Kriteria Pengelompokan Gulma Invasif
Tabel 1.  (Lanjutan) Kriteria Pengelompokan Gulma Invasif
Gambar 5. Penyebaran Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor
Gambar 7. Peta Penyebaran D.bulbifera L. di Kebun Raya Bogor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setiap tanah mempunyai sifat-sifat yang khas yang merupakan hasil karya faktor- faktor pembentuk tanah ini, maka setiap jenis tanah akan menampakkan profil yang

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kromatografi lapis tipis. Pengujian dilakukan secara uji laboratorium. Prinsip kerja kerja kromatografi lapis tipis

beotrazan beotrazan oulgeagus oulgeagus  kemra  kemra Rp`k`oke fanagahif Rp`k`oke fanagahif franazan` i r`zneo` franazan` i r`zneo` heoeti.. heoeti Ďlah n`terik`g` Ďlah

Data diurutkan kemudian mencari nilai data yang berada di

Kata kunci: Masyarakat Petani, Hutan Lindung, Lahan Pertanian, Hak Ulayat dan Tanah Warisan, Pola Perlawanan. Universitas

dilakukan dengan menyusun peringkat nilai total dari NUN dengan bobot 40% dan Nilai Tes Potensi Akademik dengan bobot 60%. 2) Calon peserta didik baru SMPN dari Luar

Seluruh BERKAS yang disampaikan atau yang tercantum didalam dokumen kualifikasi perusahaan yang saudara sampaikan pada paket pekerjaan tersebut di atas harus ASLI

a. Perangkat pembelajaran dilihat dari a) silabus dinyatakan valid namun melalui perbaikan pada kesesuaian KD dan KI, b) semua komponen RPP sudah valid, c) bahan