• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : MAHA VIHARA MOJOPAHIT DAN PARA BIKSU

A. Tinjauan Ekonomi Perspektif Para Biksu di Maha Vihara

3. Kebutuhan Hidup Biksu (Pabbajita)

68

biksu itu dinilai dari spiritualnya. Bukan dari segi ekonomi.”13

Keterangan tersebut mengandung makna ekonomi bagi seorang biksu berbeda halnya dengan ekonomi bagi umat. Ekonomi bagi umat adalah ekonomi dalam bentuk materi, sedangkan ekonomi bagi biksu adalah ekonomi dalam bentuk spiritual. “Kebahagiaan dalam hal materi hanya bersifat sementara dan kebahagiaan dalam hal spiritual akan abadi”14

, lanjut Biksu Ashin Nyanavira.

Dalam salah satu khotbah-Nya, Buddha mengatakan bahwa seorang biksu adalah petani. Petani yang dimaksud adalah manusia yang menabur kebaikan, karena dengan aktivitas seorang biksu yang melatih spiritualnya secara terus menerus akan mampu menyebarkan kebaikan kepada seluruh umat. Selain itu, Buddha mengatakan bahwa seorang biksu adalah pembajak sawah. Pembajak sawah yang dimaksud adalah manusia yang membajak sawah yang di dalamnya berisikan kebaikan-kebaikan yang telah ditaburnya.

3. Kebutuhan Hidup Biksu (Pabbajita)

Hasil pengamatan peneliti menemukan bahwa setiap kebutuhan hidup seorang biksu (Pabbajita) di Maha Vihara Mojopahit, didapatkan dari sumbangan umat (Gharavasa). Menurut penjelasan Biksu Nyanavira, hal itu dikarenakan seorang biksu dalam ajaran Buddha tidak diperbolehkan melakukan aktivitas ekonomi sama sekali. Seorang biksu hanya diwajibkan menjalankan kehidupan spirituanyal, sehingga setiap kebutuhan hidup seorang biksu bergantung kepada sumbangan umat.

13

Nyanavira, Biksu Maha Vihara Mojopahit, Wawancara, Trowulan, 18 April 2015. 14

69

Bagi seorang biksu memang tidak diperbolehkan mencari perekonomian. Ada aturan yang mengatakan, “kalau seandainya kamu sudah menjadi seorang biksu maka harus meninggalkan kehidupan berumah tangga, kamu harus bisa melatih diri dan mengembangkan spiritualmu”. Untuk kehidupan ekonomi seorang biksu, itu ditunjang langsung oleh perumah tangga sehingga kebutuhan apapun yang kita butuhkan dalam kehidupan sehari-hari kebanyakan perumah tangga yang mencukupinya.15

Menurut Biksu Nyana Virya16, seorang biksu sudah tidak memikirkan

apa-apa lagi kecuali hanya untuk memperdalam spiritualnya. Semua kebutuhan biksu telah dipenuhi oleh umat sehingga seorang biksu tidak perlu memikirkan ekonominya. Terdapat 4 kebutuhan pokok seorang biksu yang dipenuhi oleh umat, diantaranya; makanan, pakaian (jubah), tempat tinggal,

dan obat-obatan.17

Kita ketika masuk menjadi seorang biksu sudah tidak memikirkan duniawi terutama ekonomi, karena semua kebutuhan biksu telah dipenuhi oleh umat. Contohnya adalah makanan, itu sudah disiapkan oleh umat. Jadi kita tidak pernah beli yang namanya makanan. Minuman juga sudah disiapkan, sehingga kita tidak pernah beli. Untuk listrik, kita gak pernah bayar. Fasilitas dan kebutuhan kamar, sudah disiapin oleh umat. Jadi kita nggak butuh ekonomi.18

Meskipun sumbangan yang diberikan umat kepada biksu memang bukan sebuah kewajiban, namun banyak dari para umat yang memberikan sumbangan kepada Vihara, termasuk kepada para biksu yang tinggal di Maha Vihara Mojopahit. Hal itu mereka lakukan karena adanya sebuah keyakinan

15

Nyanavira, Biksu Maha Vihara Mojopahit, Wawancara, Trowulan, 18 April 2015. 16

Biksu Nyana Virya merupakan salah satu Biksu Maha Vihara Mojopahit. Beliau berasal dari Bengkulu dengan nama kecil Hendrik. Beliau memutuskan menjadi seorang biksu karena termotivasi ingin memperdalam spiritualnya. Semasa kecilnya beliau adalah seorang Kristen.

17

Dalam setahun sekali, terdapat sebuah yang disebut dengan upacara Kathina. Upacara

Kathina adalah upacara ketika para biksu memberikan kesempatan kepada umat untuk berdana 4 kebutuhan pokok kepada biksu. Sebelum upacara Kathina, terdapat ritual yang disebut dengan Vassa. Vassa adalah masa 3 bulan dimana para biksu menetap di suatu tempat dengan melakukan meditasi dan introspeksi diri. Merenungkan semua kesalahan yang pernah diperbuat. Dalam Islam, Vassa sama halnya dengan puasa.

18

70

akan datangnya pertolongan ketika telah meninggal dunia nanti dengan apa yang telah mereka berikan kepada vihara dan para biksu. Pertolongan tersebut akan datang dari kebaikan yang mereka lakukan kepada biksu dan vihara ketika masih hidup di dunia.

Biksu Nyanavira mengatakan:

Tidak sedikit sumbangan dari para umat yang telah diberikan kepada vihara ini, mulai dari pembangunan vihara, peralatan peribadatan yang dibutuhkan vihara, termasuk kebutuhan hidup sehari-hari para biksu yang ada di sini. Sumbangan itu memang tidak diwajibkan bagi umat. Namun hanya anjuran dari ajaran Buddha untuk umat dalam mencapai kesempurnaan.19

Sang Buddha dalam khotbah-Nya pernah menasehatkan bagaimana umat Buddha harus mencari nafkah dan menggunakannya untuk

kehidupannya, “Barangsiapa hidup saleh dan cerdas. Bersinar bagai api

berkobar. Bagi dia yang mengumpulkan kekayaan. Bagai kumbang mengembara mengumpulkan madu. Tanpa menyakiti siapa pun. Kekayaannya bertimbun bagai sarang semut yang meninggi. Bila perumah tangga yang baik mengumpulkan harta, ia dapat membantu handai taulannya. Dalam empat bagian hendaklah dibaginya harta itu. Maka melekatlah padanya kemudahan-kemudahan hidup. Satu bagian dibelanjakkan dan dinikmati buahnya. Dua bagian untuk meneruskan usahanya. Bagian keempat disimpannya baik-baik. Untuk persediaan pada masa-masa susah dan sulit. Kekayaan akan dapat membantu mengembangkan pembinaan moral pemiliknya, namun kekayaan

19

71

itu tidak akan dapat dipertahankan untuk waktu yang lama apabila pemiliknya tidak hati-hati.”20

Sumbangan yang diberikan umat untuk vihara dan biksu, kemudian akan dikelola oleh pihak yayasan. Pihak yayasan yang bertanggung jawab dan mengelola sumbangan tersebut untuk digunakan sesuai kebutuhan vihara dan para biksu. Dalam hal ini pihak yayasan yang bertanggung jawab di Maha Vihara Mojopahit adalah yayasan Lumbini yang didirikan oleh Biksu Viriyanadi Mahathera. Pihak vihara tidak pernah menentukan besar sumbangan yang harus dikeluarkan umat untuk diberikan kepada vihara, karena hal itu diserahkan sesuai kemampuan masing-masing umat.

Berdasarkan tugas dan kewajiban seorang biksu yang telah peneliti jelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang biksu memang hanya diwajibkan untuk beribadah dan mengurusi umat. Mereka tidak diperkenankan mencari ekonomi sendiri dalam arti bekerja guna memenuhi kebutuhan hidupnya, karena semua kebutuhan hidup seorang biksu telah terpenuhi melalui sumbangan para umat. Menurut penjelasan Biksu Nyanavira, kebutuhan seorang biksu hampir sama dengan kebutuhan umat biasa. Mereka makan dan minum layaknya manusia pada umumnya dan tidak ada sesuatu yang mewah yang membedakan antara biksu dan umat.

Pembagian ekonomi dari yayasan kepada biksu tidak pernah dibatasi. Semua itu sesuai kebutuhan biksu itu sendiri. Contohnya, samanera butuhnya cuma pisau cukur atau sabun. Perumah tangga sudah mempersiapkannya, mungkin diletakkan di suatu tempat kayak gudang begitu atau lemari. Sehingga mereka kalau perlu ya silahkan ambil. Sebenarnya kebutuhan biksu itu ndak ada neko-neko. Kebutuhannya paling ya alat cukur, sabun, sampo kadang

20

Cornelis Wowor, Pandangan Sosial Agama Buddha, (Jakarta: Arya Surya Candra, 1997), 54.

72

butuh karna kita masih mencukur itu pasti membutuhkan sampo. Cuma sisir tidak kita gunakan. Kebutuhan yang lain mungkin baju, kalau kita katakan itu jubah. Lalu sikat gigi, odol, handuk dan semua itu sudah disiapkan oleh perumah tangga.21

Seorang biksu dilarang mencari ekonomi sendiri dengan tujuan guna memenuhi kebutuhan hidupnya karena dipandang hal itu akan membuat seorang biksu menjadi sibuk dengan perekonomian dan spiritualnya menjadi tertinggal, sehingga pada saat seorang biksu sudah bertekad memilih menjadi seorang biksu maka pada saat itu juga dia harus bertekad mendalami spiritualnya dan meninggalkan keduniawian. Biksu Nyanavira mengatakan:

Kenapa seorang biksu dilarang untuk memenuhi ekonominya? Karena kalau seandainya kita memenuhi kebutuhan dengan perekonomian, kita tuh akan sibuk. Sibuk dengan perekonomian sehingga spiritualnya ketinggalan. Pada saat kita bertekad untuk menjalankan spiritual, maka kita harus meninggalkan duniawi.22

Meskipun kebutuhan seorang biksu telah dipenuhi oleh umat. Namun terkadang ada beberapa kebutuhan biksu yang tidak diperhatikan oleh umat,

sehingga seorang biksu harus memenuhi dan mengupayakannnya sendiri.23

Hal tersebut seperti yang dijelaskan oleh Biksu Nyana Virya sebagai berikut:

21

Nyanavira, Biksu Maha Vihara Mojopahit, Wawancara, Trowulan, 25 Mei 2015. 22

Nyanavira, Biksu Maha Vihara Mojopahit, Wawancara, Trowulan, 25 Mei 2015. 23

Ada hal tertentu yang tidak selalu dari umat dan kita harus memenuhinya sendiri. Sebagai contoh, beberapa hari yang lalu Biksu Viriyanadi Mahathera diundang ke Universitas Taruma Negara-Jakarta dan ke Tangerang. Beliau pergi menggunakan uang sendiri untuk beli tiket. Lalu umat berpandangan biksu ini tidak perlu memegang uang. Karena dalam vinaya pittaka, peraturan biksu tidak boleh memiliki emas dan perak yang ketika pada zaman Buddha itu merupakan barang berharga. Namun pada zaman sekarang uang bisa disebut sebagai barang berharga sehingga menurut mereka, biksu tidak boleh pegang uang. Pada saat Biksu Viriyanadi selesai ceramah, uang itu ternyata dikirimkan ke rekeningnya yayasan. Mereka pikir biksu itu diongkosin oleh pihak yayasan untuk PP (pulang pergi) dari Jakarta-Surabaya. Kenyataannya umat tidak memperhatikan kebutuhan seperti itu, dan ternyata pihak yayasan tidak memperhatikan ongkos biksu, tidak memeperhatikan PP-nya biksu, hal itu merupakan kesalahan. Ternyata uang itu dikirimkan ke rekeningnya yayasan. Hal-hal seperti inilah yang perlu diperhatikan umat.

73

Ketika kita melakukan aktivitas, misalnya mengadakan ritual puja bakti atau melakukan ceramah agama, disitulah saya mendapatkan penghasilan (honor). Kalau dalam Islam kayak ustadz-ustadz yang ketika selesai dakwah dan disitu dia dapat honor. Itulah uang yang saya gunakan ketika saya pergi ke lapangan. Contoh, saya kuliah butuh naik bis dari sini (Mojokerto) ke Surabaya. Yang jelas uang tersebut saya gunakan untuk membayar ongkos naik bis. Berbeda dengan di Thailand. Kalau disana ada kursi bis khusus untuk biksu dan itu gratis untuk biksu. Berhubung saya di Indonesia, saya harus bayar. Bahkan masuk ke WC pun saya harus bayar. Jadi saya ndak munafik, saya tetep butuh uang. Tapi uang itu saya dapatkan dengan

hasil kerja saya sendiri, yaitu dari dakwah.24

B. Tinjauan Spiritualitas Perspektif Para Biksu di Maha Vihara Mojopahit