• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian kemiskinan menurut versi pemerintah sangat beragam, antara lain menurut: (1) BKKBN, kemiskinan adalah jumlah keluarga miskin prasejahtera yang tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya; tidak mampu makan 2 kali sehari; tidak memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja dan bepergian; bagian tertentu dari rumah berlantai tanah; dan tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan; (2) BPS, kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang hanya dapat memenuhi kebutuhan makannya kurang dari 2.100 kalori per kapita per hari (Sujadi, 2013) dan (3) Monde (2008), kemiskinan mencakup unsur-unsur: (a) ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar (pangan, pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih, transportasi, dan sanitasi); (b) kerentanan; (c) ketidakberdayaan; (d) ketidakmampuan menyalurkan aspirasinya.

Sajogyo (1990) mengemukakan bahwa ukuran garis kemiskian untuk wilayah Indonesia dispesifikasi atas tiga tingkat kemiskinan yang mencakup konsepsi “Nilai Ambang Kecukupan Pangan” yaitu miskin, miskin sekali, sangat miskin. Garis kemiskinan tersebut dinyatakan (Rp/bln) dalam ekuivalen dengan nilai tukar beras (kg/orang/tahun) sehingga dapat dibandingkan dengan nilai tukar antar daerah dan antar waktu, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Nilai ambang kecukupan pangan untuk tingkat pengeluaran rumah tangga di daerah pedesaan berkisar antar 240 – 320 kg/orang/tahun, sedangkan untuk daerah perkotaan berkisar antara 360 – 480 kg/orang/tahun.

Untuk mengukur apakah suatu keluarga tani telah hidup layak, yakni apabila keluarga tersebut telah dapat memenuhi kebutuhan meliputi pangan, tempat tinggal, pakaian, pendidikan, kesehatan, kegiatan sosial, rekreasi, asuransi dan tabungan (3). Berdasarkan asumsi tersebut, maka jumlah pendapatan bersih yang harus diperoleh setiap keluarga tani untuk dapat hidup layak minimal senilai beras 320 kg/thn x harga (Rp/kg) x jumlah anggota keluarga x 2,5 (Sinukaban, 2007). Selanjutnya dikemukakan bahwa rincian kebutuhan hidup layak sebagai berikut:

• Nilai setara 320 kg beras/org/th untuk memenuhi 3 kebutuhan hidup primer (pangan, sandang, papan) dengan rincian 8,9 kg beras x 3 x 12 bl = 320 kg atau dibulatkan 320 kg/org/th (100%). Dalam sehari kebutuhan hidup per orang sebesar 290 g beras, sebulan 290 g x 30 = 8,9 kg dibulatkan 9 kg/org/bln

• Kebutuhan pendidikan 50% x 320 kg beras/org/th

• Kebutuhan sosial, asuransi dll. 50% x 320 kg beras/org/th

Jadi kebutuhan layak bagi sebuah keluarga tani yang terdiri atas 5 orang (ayah, ibu dan 3 orang anak) dengan asumsi harga beras di Provinsi Aceh stabil pada Rp 8500/kg, dibutuhkan pendapatan sebesar: 320 kg x Rp.8500 x 4 x 2,5 = Rp.27.200.000/tahun.

Untuk menetapkan luas lahan minimal (Lm) dalam rangka memperoleh pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL), digunakan persamaan : Lm = KHL/Pb, dengan Pb adalah pendapatan bersih per hektar. 2.9. Program Tujuan Ganda

Model Goal Programming merupakan perluasan dari Linier Programming, sehingga seluruh asumsi, notasi, formulasi model matematis, prosedur perumusan model dan penyelesaiannya sama dengan Linier Programming. Perbedaannya hanya terletak pada kehadiran sepasang variabel yang menampung penyimpangan yang disebut variabel deviasional. Oleh karena itu penyelesaian optimal dalam kasus ini diawali dengan penyelesaian model Linier Programming. Model pemrograman linier mempunyai 3 unsur utama, yaitu (1) variabel keputusan, (2) fungsi tujuan dan (3) fungsi kendala (Siswanto, 2006). Variabel keputusan adalah variabel yang berpengaruh terhadap nilai tujuan yang hendak dicapai. Fungsi tujuan adalah tujuan yang hendak dicapai yang diwujudkan ke dalam sebuah fungsi matematika linier, apakah fungsi tersebut dimaksimumkan atau diminimumkan terhadap kendala-kendala yang ada. Sedangkan kendala adalah fungsi matematika yang mengendalikan variabel

keputusan, yang terdiri atas kendala pembatas dengan notasi (<), kendala syarat (>) dan kendala keharusan (=).

Kondisi pengambil keputusan dihadapkan kepada suatu persoalan yang mempunyai beberapa tujuan, sementara satu tujuan dengan tujuan lainnya saling bertentangan (multiple and conflict goals), maka multiple goal programming dapat dengan mudah menganalisisnya untuk memberikan pertimbangan yang rasional (Nasendi dan Anwar 1985).Tujuan dari analisis multiple goal programming adalah untuk meminimumkan ”jarak antara” atau “deviasi“ terhadap ”tujuan, target/sasaran” yang telah ditetapkan, dengan usaha yang dapat ditempuh untuk mencapai target atau tujuan tersebut secara memuaskan, sesuai dengan syarat ikatan yang ada yang membatasinya berupa sumberdaya dan teknologi yang tersedia, kendala tujuan dan sebagainya. Tahap pertama dalam memformulasikan multiple goal programming adalah dengan menetapkan peubah-peubah pengambilan keputusan. Kemudian menspesifikasikan masalah yang dihadapi dan ingin dianalisis menurut urutan prioritasnya yang dapat disusun dalam skala kardinal maupun ordinal. Asumsi-asumsi dasar yang disebut dengan “peubah-peubah devisional” dalam multiple goal programming terdiri atas peubah deviasi positif dan deviasi negatif. Kemudian dalam multiple goal programming dimasukkan satu atau lebih tujuan yang langsung berhubungan dengan fungsi tujuan dalam bentuk peubah-peubah devisional, dan memfokuskan prosedur optimasi pada peubah-peubah tersebut dengan jalan tidak memberikan nilai pada peubah struktural Xj. Jadi yang dinilai dan dianalisis dalam multiple goal programming bukanlah kegiatannya, melainkan deviasi dari tujuan, saran atau

target yang ditimbulkan oleh adanya nilai penyelesaian tersebut. Model umum multiple goal programming adalah sebagai berikut:

Meminimumkan :

(

+

)

= + =

W di di Z m i i 1 + = + + =

Wi di Wi di Z m i 1 Syarat ikatan : ij j i m j b di di X a + + = =

1

Untuk : i=1,2,3,….m tujuan atau target kj j k n j C atau X g < >

=1

Untuk : k=1,2,…p kendala fungsional j=1,2,…n peubah keputusan 0 , ,di di+ > Xj 0 . += di di Keterangan :

Z = nilai skala dari kriteria pengambilan keputusan, fungsi tujuan

+

di

di , = jumlah unit deviasi yang kekurangan (-) atau kelebihan (+) terhadap tujuan (bi)

+

wi

wi , = timbangan atau penalti (ordinal atau kardinal) yang diberikan terhadap suatu unit deviasi yang kekurangan (-) atau kelebihan (+) terhadap tujuan (bi)

ij

a = koefisien teknologi fungsi kendala tujuan yang berhubungan dengan tujuan peubah pengambilan keputusan (Xj)

j

X = peubah pengambilan keputusan atau kegiatan (sub tujuan)

i

b = tujuan atau target yang ingin dicapai kj

g = koefisien teknologi fungsi kendala biasa

k

C = jumlah sumberdaya “k” yang tersedia

Model tersebut di atas menunjukkan bahwa multiple goal programming mempunyai struktur yang terdiri atas fungsi tujuan dan fungsi kendala. Fungsi tujuan bersifat meminimumkan simpangan dari tujuan atau target dan didalamnya

terdapat urutan skala prioritas dari tujuan atau target tersebut. Fungsi kendala terdiri atas fungsi kendala tujuan dan fungsi kendala sumberdaya (kendala fungsional).

Dalam rangka memecahkan persoalan dimana pengambil keputusan menghadapi suatu persoalan dengan tujuan ganda, tetapi satu tujuan dengan tujuan lainnya saling bertentangan, maka pengambil keputuan tersebut harus menentukan tujuan yang diutamakan atau diprioritaskan (tujuan yang paling penting ditentukan sebagai prioritas ke-1 dan seterusnya). Pembedaan prioritas tersebut dikatakan sebagai pengutamaan (preemptive) yaitu mendahulukan tercapainya kepuasan pada suatu tujuan yang telah ditetapkan sebagai prioritas utama sebelum menuju pada tujuan-tujuan atau prioritas berikutnya. Dengan kata lain prioritas-prioritas tersebut harus disusun dalam suatu urutan (ranking) menurut prioritasnya (prioritas dinyatakan sebagai Pi untuk i = 1, 2, 3 ...,m). Hubungan nPi+1 >Pi tidak mungkin diharapkan terjadi dalam persoalan multiple goal programming yang menggunakan ketentuan pengutamaan (urutan prioritas). Perumusan model multiple goal programming dengan urutan prioritas ini disebut sebagai “Model Program Tujuan Ganda” yang memiliki struktur prioritas yang timbangannya (Pi; i = 1, 2, 3, ...., m) adalah ordinal”.

Model umum multiple goal programming yang memiliki struktur timbangan pengutamaan dengan urutan ordinal dapat dirumuskan sebagai berikut :

( )

= + + + = m i i s i s i y i yW d P W d P Z 1 . . Syarat ikatan :

= + − = + = m j i i i j ijX d d b a 1 ;

Untuk : k = 1, 2, 3,….. m tujuan atau target

= > < = n j k j kjX atau C g 1

Untuk : k = 1, 2,…. p kendala fungsional

j = 1, 2, …. n peubah pengambilan keputusan

0 , ,di di+ > Xj 0 . += di di

Py dan Ps adalah faktor-faktor prioritas dari tujuan, Wi.y+ dan Wi.s adalah timbangan relatif dari di+ dalam urutan ke-y dan timbangan relatif dari di dalam urutan ke-s, dan terdapat m tujuan, p kendala fungsional dan n peubah pengambil keputusan.

Beberapa penelitian yang menggunakan program tujuan ganda (PTG) telah banyak dilakukan, diantaranya adalah Fasakhodi et al(2010) menggunakan multi object goal programming untuk menentukan pola tanam dan konservasi sumberdaya air optimal pada sistem usahatani. Model yang disusun menggunakan penggunaan lahan, musim dan biaya sebagai fungsi kendala, sedangkan fungsi tujuan berupa total penggunaan air, tenaga kerja dan pendapatan. Mansoori dan Kohansal (2009) menerapkan lexicographic goal programming untuk pengembangan model konservasi lingkungan pada kegiatan pertanian Manik (1992) menggunakan PTG untuk melakukan optimalisasi penggunaan lahan di DAS Way Seputih, Lampung Tengah. Model yang disusun menggunakan luas lahan di hulu sebagai fungsi kendala ril, sedangkan kendala tujuan terdiri atas tingkat erosi, aliran permukaan, ketersediaan tenaga kerja petani, serta pendapatan minimal per kapita petani. Selanjutnya Rauf (2004) yang mengkaji sistem

agroforestri yang optimal di kawasan penyangga Taman Nasional Gunung Leuser, dimana faktor kendala ril yang digunakan adalah luas lahan yang dimiliki petani, dengan tujuan untuk mengurangi laju erosi, meningkatkan produksi dan pendapatan petani, memanfaatkan modal serta tenaga kerja yang dimiliki petani. Output yang didapat melalui analisis program tujuan ganda adalah alokasi luas lahan optimal untuk setiap jenis tanaman yang dijadikan komponen dalam sistem agroforestri. Penelitian yang sama dengan menggunakan program tujuan ganda (PTG) juga dilakukan oleh Ruslan (1989) di DAS Peusangan Propinsi Aceh yaitu penggunaan lahan berdasarkan kondisi fisik dan sosial ekonomi.

Dokumen terkait