• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2. Kecamatan Simanindo

Penelitian ini dilaksanakan pada areal terbakar dan areal yang tidak terbakar di Desa Sijambur Nabolak, Curaman Tomok, dan Desa Tolping, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Propinsi Sumatera Utara. Areal yang terbakar di Desa Sijambur Nabolak dan Curaman Tomok terjadi pada tahun 2010 dan 2011 dengan luasan 93 Ha untuk Desa Sijambur Nabolak dan 3 Ha pada daerah Curaman Tomok. Areal yang terbakar merupakan Kawasan Hutan Lindung. Letak geografis Kecamatan Simanindo berada pada koordinat 2032 – 2045 lintang utara, 98044 - 98050' bujur timur. Luasan wilayah Kecamatan Simanindo yaitu 198.20 km2 dan 1539 – 1630 meter diatas permukaan laut.

Lokasi penelitian tersebut memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pengururan dan Ronggur Nihuta

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Danau Toba

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Onan Runggu, Palipi dan

- Sebelah Timur berbatasan dengan Danau Toba

Kecamatan Simanindo berada di hamparan dataran dan struktur tanahnnya labil berada pada jalur gempa tektonik dan vulkanik. Wilayah kabupaten samosir tergolong daerah yang beriklim tropis basah dengan suhu berkisar antara 170C – 290C dan rata-rata kelembaban udara sebesar 85,04 persen. termasuk kecamatan simanindo, yang merupakan salah satu kecamatan di kabupaten samosir. Angka curha hujan rata-rata 100 – 250 mm tiap tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan September dan terendah pada bulan Februari. Sebaran jenis tanah di wilayah Simanindo didominasi oleh jenis tanah litosol dan podsolik. Gambar lokasi pengambilan sampel tanah yang tidak terbakar dan sampel tanah bekas kebakaran merujuk pada Lampiran 4 Gambar A, B, E dan F.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebakaran hutan akhir-akhir ini sering terjadi di Indonesia, khususnya di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Kebanyakan kebakaran tersebut terjadi dalam jangka waktu yang lama dan dalam wilayah yang relatif luas. Kebakaran hutan merupakan gangguan bagi hutan dan lingkungan di sekitarnya. Kebakaran hutan dan lahan dapat merusak sifat fisik tanah akibat hilangnya humus dan bahan-bahan organik tanah, dan pada gilirannya tanah menjadi terbuka terhadap pengaruh panas matahari dan aliran air permukaan. Kebakaran hutan yang sering terjadi di Indonesia sebagian besar diakibatkan oleh aktivitas manusia dalam rangka pembukaan lahan, baik untuk usaha pertanian, kehutanan maupun perkebunan dan ditunjang oleh adanya fenomena alam (Purbowaseso, 2004).

Dampak dari kebakaran hutan pada tanah dapat berbentuk perubahan pada sifat fisik tanah dan kimia tanah. Pengaruh yang merugikan pada sifat fisik tanah akan jelas nampak, sedangkan pengaruh pada sifat kimia tanah biasanya tidak merugikan tetapi menguntungkan. Sifat fisik dari tanah sangat ditentukan oleh keadaan humus dan serasah pada permukaan tanah yang mempunyai hubungan yang rapat dengan tata air di hutan. Ditambah dengan pengaruh sinar matahari dan angin maka tanah akan sulit menyerap air, sehingga air hujan akan mengalir dipermukaan tanah yang mengakibatkan terjadinya erosi (Suharjo, 2003) dalam Lidiawati (2003).

Sifat biologi tanah adalah sebuah sifat yang dimiliki oleh tanah yang berhubungan erat dengan kondisi, jumlah dan jenis mikroorganisme tanah dan proses-proses mikrobiologi yang terjadi dalam tanah tersebut. Perubahan suhu tanah dan hilangnya lapisan serasah, juga bisa menyebabkan perubahan terhadap karakteristik habitat dan iklim mikro. Kebakaran hutan menyebabkan bahan makanan untuk organisme menjadi sedikit, kebanyakan organisme tanah akan mudah mati oleh api dan hal itu dengan segera menyebabkan penurunan jumlah mikroorganisme yang sangat besar dalam habitat. Efek negatif ini biasanya bersifat sementara dan populasi organisme tanah akhirnya kembali menjadi banyak lagi dalam beberapa tahun (Pyne et al., 1996).

Fungi berperan penting dalam proses dekomposisi bahan organik untuk semua jenis tanah. Faktor yang paling penting untuk aktivitas fungi adalah persediaan makanan. Fungi adalah mikroorganisme yang paling mudah menyesuaikan diri dan paling tahan dibandingkan dengan mikroorganisme yang lain, berdasarkan kemampuannya dalam mendekomposisi bahan organik. Selulosa, hemiselulosa, lignin maupun protein dan gula merupakan sumber makanan yang mudah didekomposisikan dan mudah tersedia untuk kehidupan dan aktivitas fungi (Buckman dan Brady, 1982).

Di dalam ekosistem, fungi selulolitik memegang peranan penting dalam merombak bahan organik. Sisa organik yang telah mati diurai menjadi unsur-unsur yang dikembalikan ke dalam tanah (N, P, K, Ca, Mg, dll) dan atmosfer (CH4 maupun CO2) sebagai hara yang dapat digunakan kembali oleh tanaman.(Sumardi dan Widyastuti, 2002).

Mengingat pentingnya peran mikroorganisme tanah, khususnya fungi selulolitik dalam proses dekomposisi bahan organik pada tanah bekas kebakaran dan masih relatif terbatasnya informasi mengenai keberadaan fungi selulolitik pada tanah bekas kebakaran, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui keberadaan fungi selulolitik pada tanah bekas kebakaran.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keberadaan fungi selulolitik pada tanah bekas kebakaran berdasarkan waktu terjadinya kebakaran di Kabupaten Samosir.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini:

1. Memberi informasi tentang keberadaan fungi selulolitik pada tanah bekas kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Samosir.

2. Memberikan informasi dan masukan kepada masyarakat dan pihak terkait dalam rangka kegiatan rehabilitasi hutan pasca kebakaran.

ABSTRAK

RIONALDO MELVIN SILALAHI: Keberadaan Fungi Selulolitik pada Tanah Bekas Kebakaran di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Dibawah bimbingan DELVIAN dan DENI ELFIATI.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keberadaan fungi selulolitik pada tanah bekas kebakaran di Kabupaten Samosir serta sifat kimia dan biologi tanah yang mempengaruhi keberadaannya. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah dan Laboratorium Sentral, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, dimulai dari Oktober 2013 sampai Januari 2014. Sampel diambil berdasarkan 5 kelompok yaitu: Kontrol (yang tidak terbakar), tanah dari bekas kebakaran tahun 2010, 2011, 2012, dan 2013. Hasil analisis sifat kimia termasuk dalam kategori rendah dan jumlah dari total mikroorganisme tanah pada sifat biologi tanah yaitu 100,68 x 103 SPK/ml. Hasil pengamatan secara makrokopis dan mikrokopis yaitu pada sampel K T1P1, K T1P3, K T1P4, K T2P5, 10 T1P1, 10 T1P4, 10 T2P3, 11 T2P2, 11 T2P5, dan 12 T2P5 menunjukkan bahwa fungi selulolitik termasuk dalam genus Aspergillus.

ABSTRACK

RIONALDO MELVIN SILALAHI: The Existence of Cellulolytic Mushroom on Land of Former Fires in Samosir Regency, North Sumatra. Under guidance of DELVIAN and DENI ELFIATI.

This research aims to study the presence of cellulolytic mushroom on land of fire in Samosir Regency as well as chemical and biological soil properties that affect its existence . The study was conducted at the Laboratory of Soil Biology and Central Laboratory , Agriculture Faculty, University of North Sumatra, starting from October 2013 until January 2014 . Samples were taken based on 5 groups: control ( unburned ), the land of the former fires in 2010 , 2011, 2012 , and 2013. The results of the analysis of chemical properties are included in the low category and the total number of soil microorganisms on the biological properties of the soil that is 100.68 x 103 SPK / ml . Observations in makrokopis and mikrokopis for the K sample T1P1 , T1P3 K , K T1P4 , T2P5 K , 10 T1P1 , T1P4 10 , 10 T2P3 , T2P2 11 , 11 T2P5 , and T2P5 12 showed that cellulolytic mushroom belonging to the genus Aspergillus .

KEBERADAAN FUNGI SELULOLITIK PADA TANAH BEKAS

Dokumen terkait